Anda di halaman 1dari 21

Konsep Dasar Anemia Aplastik

Konsep dasar dibuat untuk memudahkan kita dalam memahami melaksanakan asuhan
keperawatan terutama alam pengkajian dan pemberian intervensi keperawatan. Adapun
konsep dasar ini terdiri dari pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi narasi dan skema, manifestsi klinis, pengertian diagnostik, penatalaksanaan
anemia aplastik, berikut ini akan diuraikan satu persatu antara lain :

1. Definisi
Anemia adalah gejala kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat, atau kurang nutrisi yang dibuahkan untuk pembentukan sel darah yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen darah.
a. Anemia Aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan oleh disfungsi
sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah yang akan mati tidak dapat diganti.
Anemia Aplastik mungkin hanya mengenai sel sel darah merah, mungkin berkaitan dengan
defesiensi semua sel darah (pansitopenia) (Corwin, 1998).
b. Anemia Aplastik adalah suatu penyakit yang jarang tetapi mengakibatkan kekacauan serius
yang diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah
(www.netdoctor.cu.uk, 2000).
c. Anemia Hipoplastik (Aplastik) adalah pansitopenia (anemia, neutropenia, dan
trombositopenia) sebagai hasil dari hipoplasia sumsum tulang yang beratnya bervariasi.
Anemia hipoplastik mungkin dihasilkan dari kegagalan atau Supresi sel induk yang
pluripoten. Ini sangat jarang, cacat yang timbul hingga mempengaruhi sel yang ditugasi
sebagai eritroid saja, sewaktu dihasilkan aplasia eritrosit yang murni (Underwood, 2000).
d. Anemia Aplastik adalah penyakit yang disebabkan oleh karena rusaknya sumsum tulang
berupa berkurangnya sel darah merah dan terhentinya pembekuan sel hematopeutik dalam
sumsum tulang aplasia dapat terjadi hanya satu, dua atau tiga sistem hematopoutik (
Eritrupoutik, granulapoutik dan trombopoutik ) ( Ngastiah, 1997).
Jadi Anemia Aplastik adalah kondisi dimana terbentuknya sel darah merah sehingga
sel darah merah kurang yang mengakibatkan kebutuhan tubuh akan oksigen dan nutrisi
jaringan berkurang.

2. Etiologi
Menurut Soeparman (2001) ada berapa penyebab Anemia Aplastik yaitu :
a. Faktor Genetik
Komplek ini dinamakan anemia aplastik konsitusional antara lain :
1) Anemia Fancosit suatu sindrom yang meliputi hipoplasi sumsum tulang yang disertai
pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius miksefali retardasi mental atau
seksual, kelainan ginjal dan limfa.
2) Anemia Asteren Dahesshek anemia tanpa kelainan fisik.
3) Anemia Aplastik Konsitusional tanpa kelainan kulit atau tulang.
4) Sindrom Aplastik Parsial.
a. Sindrom black fans diamond.
b. Trombositopenia bawaan.
c. Agranulositosis bawaan.
b. Obat obatan dan bahan kimia
Anemia Aplastik terdiri atas hipersensitivitas atau posisi obat yang berlebihan praktis
semua obat dapat menyebabkan Anemia Aplastik pada seseorang dengan periprodesisi
genetik yang sering menyebabkannya ialah kloramfenikol bahan kimia terkenal yang dapat
menyebabkan Anemia Aplastik ialah senyawa benzen.
c. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan Anemia Aplastik sementara atau permanen misalnya
infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, Influenza A, dengan Tuberkulosis (millier).
Setiap infeksi virus dapat menyebabkan Anemia Aplastik sementara atau hepatitis A,
hepatitis non A /non B mungkin hepatitis mungkin dapat menyebabkan hepatitis C dapat
menyebabkan Anemia Aplastik berat sitomegalo virus dapat menekan produksi sel sumsum
tulang.
d. Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan Anemia Aplastik berat atau ringan. Bila sistem
hemopoutik yang terkena, maka terjadi Anemia Aplastik ringan. Ini terjadi akibat pengobatan
penyakit keganasan dengan sinar x.
e. Kelainan imunologis.
Zat anti terhadap sel-sel hematomik dan lingkungan makro dapat menyebabkan anemia
aplastik. Perbaikan fungsi homopoetik setelah pengobatan dengan inmonosubresi merupakan
argumen kuat terlibatnya mekanisme imun patofisiologi anemia aplastik.
f. Anemia Aplastik pada keadaan penyakit lain.
1. Pada Leukemia Limpoblastik akut kadang-kadang ditemukan pamrositopenia dengan
hipoplesia sumsum tulang.
2. Paroxysmal Noctural Hemoglobinuria (PHN): penyakit ini dapat bermanifestasi berupa
anemia, berupa anemia aplastik, hemolisis disertai pansitopenia termasuk kelainan (PHN).
3. Kelainan pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai aplasia sumsum
tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen pada
seseorang dengan predisposisi genetik adanya zat penghambat dalam darah atau tidak ada
perangsang hematoplesis.
g. Kelompok idiopatik
Biasanya kelompok idiopatik tergantung dari usaha mencari faktor etiologi.
3. Klasifikasi
Menurut Soeparman (2001) Anemia Aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Klasifikasi menurut penyebab
1) Idiopatik bila penyebabnya tidak diketahui ditemukan pada 50 % penyebab.
2) Sekunder bila penyebabnya diketahui.
3) Konstitusional adanya kelainan DNA yang diturunkan.
b. Klasifikasi menurut prognosis.
1) Anemia Aplastik berat.
Kesempatan sembuh 10 % di defisiensi anemia aplastik berat bila :
a) Neotropil kurang dari 500/ mm3.
b) Trombosit kurang dari 20.000/ mm3.
c) Retikulosit kurang dari 1 %.
d) Sumsum tulang selulerasi kurang dari 2 % normal.
2) Anemia Aplastik sangat berat efisiensinya sama dengan anemia aplastik berat kecuali
neotrofil kurang dari 200 / mm 3.
3) Anemia aplastik bukan berat kesempatan sembuh mendekati 50 %.
4. Patofisiologi
Anemia Aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum tulang dapat
menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel yang dihasilkan tidak memadai.
Anemia aplastik disebabkan sel precursor dalam sum-sum tulang dan penggantian
dengan lemak dapat juga idiopatik (hal ini tanpa penyebab yang jelas) dan merupakan
penyebab utama. (Brunner and Suddarth, 2002).
Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih
dan trombosit. Secara morfologi sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom,
hitung retikulosit rendah atau hilang, dan biopsi sumsum tulang menunjukan suatu keadaan
yang disebut fungsi kering dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi dengan penggantian
jaringan lemak.
Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen
penyebab dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa kasus seperti ini diduga merupakan
keadan imunologis (Prince, 1998).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Elizabeth (2000), manifestasi klinik dari Anemia Aplastik adalah :
a. Tanda-tanda sistemik yang klasik adalah :
- Peningkatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih banyak ke
jaringan.
- Peningkatan kecepatan pernafasan klien karena tubuh berusaha untuk menyediakan lebih
banyak oksigen pada darah.
- Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
- Rasa lelah karena meningkatnya oksigen berbagai organ termasuk organ, otot jantung dan
rangka.
- Kulit pucat karena berkurangnya oksigen.
- Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat.
- Penurunan kualitas rambut dan kulit.
b. Apabila trombosit dan sel darah putih terkena, maka gejala-gejala bertambah dengan :
- Pendarahan dan mudahnya timbul memar.
- Infeksi berulang.
- Luka kulit dengan selaput lendir yang sulit sembuh.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anemia aplastik sebagai berikut
:
a. Pemeriksaan darah
Hematokrit/ hemoglobin mengalami penurunan akibat dari penurunan sel darah
merah. Retikulosit menurun kurang dari 1%, neutrofil kurang dari 500 ml, trombosit kurang
dari 2.000/ ml kepadatan seluler sumsum tulang berkurang 20%. (Gannong, 1999).
1) Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Pada stadium awal penyakit
pansitopenia tidak selalu ditemukan jenis anemia adalah normokom, normositik kadang-
kadang pula makrositosis, anisitosis dan polisitosis adanya eritrosit muda atau dalam darah
tepi menandakan bukan anemia aplastik granolosit dan tromabosit ditemukan rendah,
limpositosis relatif terdapat pada lebih dari 75 % kasus.
Persentasi retikulosit, umumnya normal atau rendah pada sebagian kecil kasus persentasi
retikulosit ditemukan lebih dari 2% akan tetapi bila nilai ini dikoreksi terhadap anemia maka
diperoleh persentasi normal atau rendahnya juga, adanya retikulositosis setelah dikoreksi
menandakan bukan anemia aplastik.
2) Laju Endap Darah
Laju endap darah umumnya meningkat penelitian menunjukkan bahwa 62 dari 70 kasus (89
%) mempunyai endapan darah lebih dari 100 mm dalam jam pertama.
3) Faal Hemotasis
Waktu pendarahan memanjang yang disebabkan oleh trombositopenia, sedangkan faal
hematosis lainnya normal.
4) Sumsum tulang
Karena adanya sarang-sarang hematopoesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi maka sering
diperlukan aspirasi beberapa kali.
Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus pada anemia aplastik, hasil
pemeriksaan sumsum tulang sesuai dengan kriteria diagnosis.
5) Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis, parvovirus dan
sitomegalovirus.
6) Tes Hemolisis Sukrosa.
Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH (Paroxymal Noctural Hemoglobunuria)
sebagai penyebab.
7) Kromosom.
Pada anemia aplastik tidak ditemukan kromosom tetapi pada anemia aplastik konsitusional
kadar eritropoetin ditemukan meningkat.
8) Defesiensi imun.
Adanya defesiensi diketahui melalui melalui penentuan titer imunoglobin dan pemeriksaan
imunitas sel T.
b. Pemeriksaan radiologi.
1. Noclear Manetik Resonance Imaging (NMRI).
Merupakan pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan
karena dapat membuat pemisahan darah sumsum tulang berlemak dan sumsum selular.
2. Radio Noklid Bonemarrow Imaging (Bonemarow Skening)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditemukan oleh skening tubuh setelah di suntik
dengan koloic radiatif teknitum sulfur yang akan terkait pada makrofag sumsum tulang atau
indium klorida yang akan terikat pada transfering/ koma dengan bantuan sken sumsum tulang
dapat ditentukan daerah hematosis aktif untuk memperoleh sel-sel progenitor.

7. Penatalaksanaan
Menurut Soeparman (2001) pengobatan anemia aplastik terdiri atas :
a) Identifikasi dan eliminasi penyebab.
b) Pengobatan suportif terhadap infeksi dan anemia.
c) Mempercepat penyembuhan dan mengatasi pansitopenia dapat melalui imunosupresif,
transplantasi sumsum tulang, obat-obat anabolic, dan kostenoid pansitopenia yang relatif
ringan cukup di observasi.
. Tranfusi Eritrosit
Bila terdapat keluhan seperti anemia di berikan tranfusi eritrosit berupa Paket Red Cell (PRC)
sampai kadar hemoglobin 7-8 % atau lebih pada orang tua dengan penyakit kardiovaskuler.
. Tranfusi Trombosit
Jika trombosit kurang dari 20.000/ mm3, tranfusi trombosit diberi dapat pendarahan atau
kadar trombosit kadar acak.
. Tranfusi
Leukosit masih terdapat kontrol atau pemberian tranfusi leukosit sebagai proferasi tidak
dianjurkan karena akibat-akibat tranfusi yang lebih parah dari pada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditranfusikan sangat berat pada infeksi berat, khasiatnya hanya sedikit hingga
pemberian antibiotik masih diberikan.
. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid tidak memuaskan tidak diberikan karena menentukan angka
kematian yang lebih besar 92% pada 15 kasus, hasil ini kebanyakan dilaporkan karena
kebanyakan penulis dapatkan pada perpustakaan.
. Androgen.
Androgen merangsang eritroprotein dan sel-sel progesteron sumsum tulang, androgen
terutama neotrondrotolon 1 mg/kg BB/ hari.
Pemberian androgen harus jangka panjang karena hasil biasanya baru terlihat setelah 3 bulan.
Bila tidak bermanfaat sedikitnya dihentikan.
. Imunosupresif.
Tergolong sebagai imunosupresif antara lain Antithimosit Globulin (ATG), Anti Limposit
Globulin (ALG) dan sikloporin.
. Kombinasi obat
Kombinasi obat ATG, sikloporin dan menty prednisolon, memberikan angka resmi
kombinasi dan methypredison angka resmi sebesar 46 % dosis sikloporin yang diberikan 6
mm/ kg BB selama 3 bulan.
. Transplantasi.
Bagi klien yang berusia dibawah 20 tahun Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan
sedangkan pada anemia aplastik sangat berat, perlu dilakukan transplantasi sumsum tulang.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anemia Aplastik

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang
memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan klien/ keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan
berhubungan yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
(Nursalam, 2001).
Proses keperawatan adalah metode sistemik dimana secara langsung perawat bersama klien
secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan
keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil
asuhan keperawatan(Gaffar, 1999).
Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini,
profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang
menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang
paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah (Doenges, 2000).
Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan.
Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan. Pada tahap ini semua data/ informasi tentang klien yang dibutuhkan
dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999).
Adapun hal hal yang harus dikaji menurut Doenges (2000) meliputi :
1) Aktvitas / istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegia, ataxia, cara berjalan tak tegap,
masalah dalam keseimbangan, cedera atau trauma ortopedi, kehilangan tonus otot, otot
spastik.
2) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi bradikardia, disritmia).
Tanda : Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir dan dasar kuku).
3) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung. depresi dan impulsif.
4) Eliminasi
Gejala : Kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.
5) Makanan / cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar dan disphagia).
6) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas, perubahan dalam penglihatan
(ketajaman, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, photo phobia), gangguan
pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh hemofilia dan memori), perubahan
pupil, defiasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti gerakan, kehilangan pengindraan,
wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau
lemah, atraksia, hemiparese, quadriplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang, sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.

Tanda : Wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
8) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi stridor,
tersedak, ronchi, mengi positif.
9) Keamanan
Gejala : Trauma baru / trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit (laserasi, abrasi), perubahan warna seperti
raccon eye, tanda betel disekitar telinga, adanya aliran cairan dari telinga atau hidung (CSS),
gangguan kognitif, gangguan rentang serak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
10) Interaksi Sosial
Tanda : Aphasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat
(Nursalam, 2001 dikutip dari Nanda, 2001).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan aktual atau Resiko. Adapun tujuannya adalah mengidentifikasi adanya masalah
aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit, faktor-faktor penyebab serta
kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah (Gaffar, 1997).
Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi (Nursalam, 2001) :
a. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
b. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologi).
c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
Langkah-langkah dalam merumuskan diagnosa keperawatan dapat dibedakan
menjadi (Nursalam, 2001) :
a. Klasifikasi dan analisa data.
b. Interpretasi data.
c. Validasi data.
d. Perumusan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu : aktual, resiko,
kemungkinan, wellnes, syndrom (Nursalam, 2001 dikutip dari Carpenito, 2001).
Menurut Doenges (2000) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
Anemia Aplastik adalah sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrien ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan
kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/ absorbsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan SDM normal.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologi
(Anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan, efek samping terapi obat.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan
hemoglobin, leukopenia, penurunan granulasit, respon inflamasi tertekan), pertahanan utama
tidak adekuat misalnya kerusakan kulit, statis cairan tubuh, prosedur invasif, penyakit kronis,
malnutrisi.
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber-sumber informasi.

3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan
perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa
keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan
menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2001).
Tujuan perencanaan adalah mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah
keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective), penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan (Gaffar, 1997).
Menurut Nursalam (2001) ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam
langkah-langkah penyusunan perencanaan yaitu: menentukan prioritas, menentukan kriteria
hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. Untuk menentukan prioritas ada dua
hirarki yang dapat digunakan, yaitu :
a. Hirarki Maslow (1943), membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu : kebutuhan
fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi diri.
Penjelasan :
1) Kebutuhan fisiologis (Physiological Need) yang merupakan kebutuhan pokok utama.
Misalnya : udara segar (O2), air (H2O), cairan elektrolit, makanan dan sex, bila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis misalnya :
a) Kekurangan oksigen menyebabkan sesak.
b) Kekurangan cairan/ air menyebabkan dehidrasi.
2) Kebutuhan akan rasa aman (Safety Need)
Misalnya : rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan hukum.
3) Kebutuhan dicintai dan mencintai (Love Need)
Misalnya : mendambakan kasih sayang ingin dicintai/ diterima oleh kelompok.
4) Kebutuhan harga diri (Esteem Need)
Misalnya : ingin dihargai/ menghargai ; adanya respek dari orang lain. Toleransi dalam hidup
berdampingan.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization Need)


Misalnya : ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin menonjol/ lebih dari orang lain.
b. Hirarki Kalish, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalami dengan membagi
kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi (Nursalam,
2001).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan anemia Aplastik
ini, maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan antara lain :
1) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrien ke sel.
ujuan : Mempertahankan suplai Oksigen dan nutrisi ke sel.
iteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan perifer adekuat, misal tanda-tanda vital stabil, membran
mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat; mental seperti
biasa.
encana tindakan :
andiri :
a) Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
R: Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intervensi.
b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan
: Kontraindikasi bila ada hipotensi.
c) Awasi upaya pernafasan; auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi adventisius.
R: Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/ peningkatan
kompensasi curah jantung.
d) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
R: Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial resiko infark.
e) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
R: Dapat mengidentifikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin
B12.
f) Orientasikan ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktifitas pasien untuk dirujuk.
Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir, komunikasi dan aktifitas.
R: Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/ mempertahankan
kebutuhan AKS.
g) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
R: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/ kebutuhan
rasa hangat seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebih pencetus
vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
h) Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan
termometer.
R: Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Kolaborasi :
i) Awasi pemeriksaan laboratorium misal Hb/ Ht dan jumlah SDM, GDA.
R: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/ respon terhadap terapi.
j) Berikan SDM darah lengkap/ packed, proses darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk
komplikasi transfusi.
R: Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan
resiko perdarahan.
k) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R: Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
l) Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.
R: Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang.
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
ujuan : Aktifitas dapat kembali normal.
riteria hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas (termasuk aktifitas sehari-hari), menunjukkan
penurunan tanda fisiologis intoleransi, misal nadi, pernafasan, dan TD masih dalam rentang
normal.
Rencana tindakan :
Mandiri
a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/ AKS normal, catat laporan kelelahan,
keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R: Mempengaruhi intervensi/ bantuan.
b) Kaji kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
R: Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan
pasien/ resiko cedera.
c) Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktifitas. Catat respon terhadap tingkat
aktifitas (peningkatan denyut jantung/ TD, disritmia, pusing, dispnea, Takipnea, dan
sebagainya).
R: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen
adekuat ke jaringan.
d) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi
pengunjung, Telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan.
R: Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan paru.
e) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
R: Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan
peningkatan resiko cedera.
f) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. pilih periode
istirahat dengan periode aktifitas.
R: Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan
pernafasan.
g) Berikan bantuan dalam aktifitas/ ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk
melakukannya sebanyak mungkin.
R: Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri.
h) Rencanakan kemajuan aktifitas dengan pasien, termasuk aktifitas yang dianggap pasien
perlu. Tingkatkan tingkat aktifitas sesuai toleransi.
R: Meningkatkan secara bertahap tingkat aktifitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/
stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

i) Gunakan teknik penghematan energi, misal mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan
tugas-tugas.
R: Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan
mencegah kelemahan.
j) Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas pendek,
kelemahan, atau pusing terjadi.
R: Regangan/ stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat menimbulkan dekompensasi/
kegagalan.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terhadap berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
ujuan : Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan berat badan.
riteria hasil : Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam rentang normal.
Rencana tindakan :
a) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi.
R : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien terlindungi dari
aspirasi.
b) Auskultasi bising usus.
R : Fungsi saluran cerna biasanya tak baik pada kasus cedera kepala. Jadi bising usus membantu
menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik illeus.
c) Timbang berat badan sesuai indikasi.
R : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.

d) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur.
R : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan
dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
e) Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai saat makan.
R : Meningkatkan nafsu untuk makan makanan yang disediakan.
f) Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
R : Perdarahan sub akut / akut dapat terjadi (ulkus lambung) dan perlu intervensi dan metode
alternatif pemberian makan.
g) Konsultasi dengan ahli gizi
R : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori / nutrisi tergantung
pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang ( trauma, penyakit jantung
dan masalah metabolic ).
4) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologi
(anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Mempertahankan integritas kulit.
Rencana tindakan :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema,
ekskoriasi.
R: Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh
dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
b) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di
tempat tidur.
R: Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/ mempengaruhi
hipoksia seluler.
c) Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
R: Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan
iritasi.
d) Bantu untuk latihan rentang gerak aktif atau pasif.
R: Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
Kolaborasi
e) Gunakan alat pelindung
R: Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/ menurunkan tekanan terhadap permukaan
kulit.
5) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan : Tidak terjadi konstipasi atau diare.
riteria hasil : Fungsi usus dan pola eliminasi; konstipasi kembali normal.
a) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah
R: Membantu mengindentifikasi penyebab/ faktor pemberat dan intervensi yang tepat.
b) Auskultasi bunyi usus.
R: Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
c) Awasi masukan cairan 2500-3000 ml/ hari dalam toleransi jantung.
R: Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi
defisiensi diet.
d) Hindari makanan yang membentuk gas.
R: Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
e) Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi kulit atau mulai
kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
R: Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Kolaborasi
f) Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan diet seimbang dengan tinggi serat
dan bulk.
R: Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk
defekasi.
g) Berikan pelembek feses, stimulan ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai
indikasi. Pantau keefektifan.
R: Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi
h) Berikan obat antidiare (Diflenoxilat Hidroklorida dengan atropin, dan obat pengabsorbsi air
(Metamucil).
R: Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan
hemoglobin, leukopenia, penurunan granulasit, respon inflamasi tertekan), pertahanan utama
tidak adekuat misal kerusakan kulit, statis cairan tubuh; prosedur invasif, penyakit kronis,
malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
riteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi, meningkatkan
penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Rencana tindakan :
a) Tingkatkan cuci tangan yang baik bagi klien dan keluarga.
R: Mencegah kontaminasi silang/ kolonisasi bakterial.

b) Petahankan teknik aseptik pada prosedur/ perawatan.


R: Menurunkan kolonisasi infeksi bakteri.
c) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
R: Menurunkan resiko kerusakan kulit/ jaringan dan infeksi.
d) Dorong perubahan posisi/ ambulasi yang sering, latihan batuk dan nafas dalam.
R: Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk
mencegah pneumonia.
e) Tingkatkan masukan cairan adekuat.
R: Membantu dalam pengenceran sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan
mencegah stasis cairan tubuh.
f) Pantau/ batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
R: Membatasi pemajanan pada bakteri/ infeksi.
g) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
R: Adanya proses inflamasi/ infeksi membutuhkan evaluasi/ pengobatan.
h) Amati eritema.
R: Indikator infeksi lokal.
Kolaborasi
i) Ambil spesimen untuk Kultur/ sensitivitas sesuai indikasi.
R: Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen khusus dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
j) Berikan aseptik topikal; antibiotik sistemik.
R: Mungkin digunakan secara profilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi lokal.
7) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : Berpartisipasi dalam proses belajar.
teria Hasil : - Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, potensial komplikasi
- Memulai perubahan gaya hidup baru dan atau keterlibatan dalam program rehabilitasi.
- Melakukan prosedur yang diperlukan dengan benar.
encana tindakan :
a) Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan keluarganya.
R : Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara
individual.
b) Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan pengaruh
sesudahnya.
R : Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada
keadaan saat ini dan kebutuhannya.
c) Berikan kembali atau berikan penguatan terhadap pengobatan yang diberikan sekarang.
R : Aktivitas, pembatasan, pengobatan/ kebutuhan terapi yang diberikan/ disusun atas dasar
pendekatan antar disiplin dan evaluasi yang amat penting untuk perkembangan pemulihan
atau pencegahan terhadap komplikasi.
d) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
R : Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang
bersifat individual.
e) Diskusikan dengan pasien dan orang terdekat perkembangan dan gejala seperti munculnya
tanda dan gejala yang pernah dialaminya saat trauma terjadi.
R : Dapat menjadi tanda adanya eksaserbasi respon pasca traumatik yang dapat terjadi dalam
beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah mengalami trauma.
f) Identifikasi sumber-sumber yang berada di masyarakat seperti kelompok penyokong,
pelayanan sosial, fasilitas rehabilitasi, program pasien di luar rumah sakit.
R : Diperlukan untuk memberi bantuan secara fisik, penanganan di rumah, perubahan dalam gaya
hidup, baik secara emosional maupun secara finansial.

4. Pelaksanaan
Nursalam (2001), mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.(dikutip dari Lyer, et al,
1996). Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan pemberian asuhan keperawatan
yang dilakukan secara nyata untuk membantu klien mencapai tujuan pada rencana tindakan
yang telah dibuat.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi
keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Gaffar, 1999).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Prinsip yang digunakan dalam memberikan tindakan
keperawatan adalah cara pendekatan yang efektif dan teknik komunikasi yang terapeutik
serta penjelasan untuk setiap tindakan yang dilakukan terhadap klien (Nursalam, 2001).
Ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan (Nursalam, 2001), yaitu:
a. Fase persiapan meliputi :
1) Review antisipasi tindakan keperawatan.
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul.
4) Persiapan alat ( resources ).
5) Persiapan lingkungan yang kondusif.
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etika.
b. Fase intervensi, terdiri atas :
1) Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah doter atau
tim kesehatan lainnya.
2) Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan lain ( gizi,
dokter, laboratorium dan lain-lain ).
3) Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis
dilaksanakan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan,
yang terdiri atas tiga type, yaitu :
a. Sources Oriented Records ( SOR ).
b. Problem Oriented Records ( POR ).
c. Computer Assisted Records ( CAR ).
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Anemia
Aplastik, perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik,
advokasi, konselor dan pencatat/ penghimpun data. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus
diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap proses keperawatan.
Ada tiga tipe sistem pencatatan yang digunakan pada dokumentasi: Sources
Oriented Records, Problem Oriented Records, dan Computer Assisted Records.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mampu bekerja sama dengan
klien, keluarga serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan keperawatan yang
diberikan dapat optimal dan komprehensif.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan (Nursalam, 2001).
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada
status kesehatan klien (Nursalam, 2001 dikutip dari Griffith & Cristensen, 1986).
Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealfaan yang terjadi
selama tahap pengkajian analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2001
dikutip dari Ignatavicius & Bayne, 1994).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa
dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan
:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai
tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama
untuk mencapai tujuan) (Nursalam, 2001 dikutip dari Lyer et. al, 1996).
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan (Nursalam,
2001), yaitu :
a. Proses (formatif)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah
perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir
tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan
secara paripurna.
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 (Nursalam, 2001 dikutip dari Pinnell &
Meneses, 1986 cit) yaitu:
a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
Adapun evaluasi yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan anemia aplastik :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, kognisi dan fungsi motorik /
sensorik.
b. Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan berat badan.
c. Suhu tubuh klien dalam batas normal.
d. Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan berat badan.
e. Berpartisipasi dalam proses belajar.

Anda mungkin juga menyukai