Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

RUANGAN : IGD (DALAM) NAMA : Linda Meilianti I.S.D


TANGGAL : 12/03/2018 NIM : 014SYE15
INISIAL PASIEN : Ny B
UMUR/NO.RM : 130817

I. Diagnosa Medik : DM type 2


II. Landasan teori
A. PENGERTIAN
Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smletzer C.
Suzanne, 2001). Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat
terjadi pada Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan
tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada
DM yang terkontrol baik.
Diabetes mellitus Tipe 2 atau dikenal dengan istilah Non-insulin
Dependent Millitus (NIDDM) adalah keadaan dimana hormone insulin
dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, hal ini dikarenakan
berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin atau
berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin
yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. (Nurul
Wahdah, 2011)
Diabetes Mellitus Tipe II adalah defek sekresi insulin, dimana
pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan glukosa plasma yang normal, sehingga terjadi
hiperglikemia yang disebabkan insensitifitas seluler akibat insulin.
(Elizabeth J Corwin, 2009)
Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi,
kadar insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga
gagal membawa glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan
transport glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi.
(FKUI, 2011)
B. ETIOLOGI
Etiologi dari diabetes mellitus tergantung pada tipenya, tipe I yaitu
Diabetes mellitus yang tergantung insulin (IDDM) Insulin dan Tipe II yaitu
diabetes mellitus yang tidak tergantung oleh insulin (non IDDM).
1. Diabetes mellitus tipe I (IDDM) yaitu disebabkan oleh genetik, faktor
imunologi, lingkungan dan virus
2. Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) penyebabnya belum diketahui dengan
pasti namun ada beberapa faktor risiko : yaitu usia, obesitas, herediter,
kurang gerak badan dan diit tinggi lemak rendah karbohidrat.

C. KLASIFIKASI
Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yang tergantung pada insulin / Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes
mellitus Pada diabetes mellitus tipe I ciri-ciri klinisnya antara lain :
awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (< 20 tahun),
biasanya bertubuh kurus pada saaat diagnosis dengan penurunan berat
badan yang baru saja terjadi. Etiologi mencakup faktor genetik,
imunologik, lingkungan atau virus, sering memiliki antibodi sel pulau
langerhans terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin, sedikit / tidak memiliki insulin endogen, memerlukan insulin
untuk mempertahankan hidup, cenderung mengalami ketosis jika tidak
memiliki insulin serta komplikasi akut hiperglikemia ketosis diabetic
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung
oleh insulin / Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM) 90% -
95% dari seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non
obesitas 20%. Pada tipe II ciri-ciri klinisnya antara lain awitan terjadi
disegala usia, biasanya diatas 30 tahun, bertubuh gemuk pada saat
diagnostik. Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter, usia, diet tinggi
lemak rendah karbohidart dan kurang gerak badan. Tidak ada antibodi di
pulau Langerhans, penurunan produksi insulin endogen / peningkatan
resistensi insulin, mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan
kadar gula dalam darah melalui penurunan berat badan agens
hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila
memodifikasi diet dan latihan, bila tidak berhasil mungkin akan
memerlukan insulin dalam waktu yang pendekj / panjang untuk
mencegah hiperglikemia, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam
keadaan stress / menderita infeksi serta komplikasi akut sindrom
hiperosmalor non ketotik.
3. Diabetes mellitus dengan Malnutrisi (DMTM) Diabetes mellitus jenis ini
biasanya ditemukan didaerah tropis yang disebabkan oleh adanya
malnutrisi dan disertai kekurangan protein. DMTM ini dimasa mendatang
masih akan banyak terjadi, mengingat jumlah penduduk yang masih
berada di bawah garis kemiskinan yang masih tinggi.
4. Diabetes Gestasional
Diabetes mellitus jenis ini adalah diabetes mellitus yang timbul selama
kehamilan. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena dampaknya
pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan tepat.

D. PROSES PENYAKIT
Diabetes mellitus tipe I (IDDM) disebabkan oleh genetik, faktor
imunologi, lingkungan, virus. Pada diabetes mellitus tipe I terdapat pankreas
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa dari makan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tidak tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut keluar dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik). Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan (polidipsi). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan, pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (poligfagia)
akibat menurunannya simpanan kalori. Gejala lain dari tipe diabetes mellitus
mencakup kelelahan dan kelemahan. Diabetes mellitus tipe II (NDDM)
belum diketahui penyebabnya dengan pasti namun ada beberapa faktor risiko
yaitu usia, obesitas, herediter, diit tinggi lemak rendah karbohidrat dan
kurang gerak badan. Diabetes mellitus tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai penurunan reaksi
intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada orang yang terkena diabetes
mellitus tipe II dimana produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhan,
maka selalu mengalami kekurangan glukosa dan glukosa tersebut
menumpuk di pembuluh darah sehingga ginjal tidak mampu menyerap
glukosa yang harusnya di saring oleh ginjal, keluar melalui urine atau
disebut glukosaria sehingga mengakibatkan diuresis osmotik (pengeluaran
cairan dan elektrolit). Jika tidak ditangani segera akan menyebabkan
dehidrasi dimana dari dehidrasi akan mengakibatkan syok hipovolemik.

E. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinik pada penyakit diabetes mellitus yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yaitu : hiperglikemia post prandial (peningkatan
kadar glukosa dalam darah sesudah makan, glukosuria (glukosa muncul
dalam urine), diuretik osmosis (pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan), poliuria (peningkatan rasa haus), penurunan berat badan,
kelelahan dan kelemahan, nafas bau keton serta hiperventilasi, nyeri
abdomen, mual, muntah, perubahan kesadaran, koma.
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu : kelelahan, iritabilitas, poliuria
(peningkatan dalam berkemih), polidipsi (peningkatan rasa haus), bila
terjadi luka pada kulit, lama sembuhnya

F. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang
abnormal rendah), ketoasidosis diabetik, dan sindrom HHNK
(hiperosmolar non ketotik) :
a) Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50
hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berlebihan.
b) Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
c) Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis (HHNK) yaitu
merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of
awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi ketosis ringan.
Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin
efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis
osmotik sehingga terjadi kehilanga cairan dan elektrolit untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari
ruang intrasel ke dalam ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria
dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan hipernatremia dan
peningakatan osmolaritas. Gambaran klinis sindrom HHNK terddiri
atas gejala hipotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering,
turgor kulit jelek), takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang
bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang, hemiparesis). Keadaan
ini makin serius dengan angka mortalitas yang berkisar dari 5%
hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya.
2. Komplikasi jangka panjang :
a) Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung
koroner yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam pembuluh
arteri koroner, pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus
ditempat lain dalam sistem pembuluh darah dan penyakit vaskuler
perifer disebabkan perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah
besar pada ekstremitas bawah.
b) Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati diabetic disebabkan oleh
perubahan pembuluh-pembuluh darah pada retina mata, dan juga
terdapat 3 stadium utama neuropati yaitu Retinopati non proliferatif
dan retinopati praproliferatif dan retinopati proliferatif.
3. Komplikasi oftalmologi:
a) Komplikasi oftalmologi antara lain : katarak dikarenakan opasitas
lensa mata, perubahan lensa dikarenakan kadar glukosa darah
meningkat sehingga meningkat, hipoglikemia dikarenakan kadar
glukosa darah yang abnormal rendah dibawah 50 – 60 mg/dl (2,7 –
3,3 mmol/L). Glukoma terjadi dengan frekuensi yang agak lebih
tinggi pada populer diabetik. Kelumpuhan ekstra okuler jadi akibat
neuropati diabetik, neuropati dikarenakan kadar glukosa darah
meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres
terjadi kebocoran protein darah ke dalam urine dan neropati dabetik
menyerang semua tipe saraf termasuk saraf perifer (sensori motor)
otonom dan spinal.

G. TERAPI
Pada KAD, cairan yang digunakan tidak ada yang pasti. Cairan inisiasi
untuk rehidrasi digunakan cairan normal saline ( NaCl 0,9%) apabila tidak
terdapat kelainan jantung. Pada umumnya pada penderita dewasa terjadi
defisit cairan 3 – 5 liter, atau 15-20 mg/kg/jam atau lebih banyak pada jam
pertama pemberian (1 – 1,5 liter/jam). Jumlah pemberian inipun harus
menilai status hidrasi, kadar elektrolit dan diuresis( output). Jika penderita
hipernatremia, NaCl 0,45% ( halfstrenght). Apabila diyakini tidak terdapat
gangguan ginjal dapat ditambahkan Kalium 20-30 mEq/l ( 2/3 KCL dan 1/3
KPO4) selama penderita stabil dan mentolerasi suplement peroral. Cairan
Ringer laktat dapat diberikan secara hati- hati, mengingat pada penderita
KAD dengan hipovolemia sering kali bersamaan terjadi dengan asidosis
laktat. Keberhasilan pemberian cairan adalah adanya perubahan
hemodinamik ( tekanan darah ), mencatat input/ out put cairan, dan
perbaikan klinis. Kekurangan cairan pada 24 jam pertama harus dievaluasi
kembali, sebab tindakan pemberian cairan ini tidak boleh merubah
osmolaitas darah meningkat sebanyak >3 mOsm/kgH2O/jam.
Walaupun masih banyak kontroversi pemberian insulin, apakah
dengan dosis tinggi atau dosis rendah? Selain menurunkan gula darah juga
menurunkan benda keton (ketonemia), merupakan tindakan yang penting.
Kedua terapi insulin dosis rendah atau tinggi menunjukan efikasi yang sama.
Pada umumnya merekomendasikan pemberian insulin dengan dosis rendah
secara kontinju intravena antara 5 – 7 unit perjam ( 0,1 u/kg/jam) dengan
tujuan menurunkan gula darah 10-20 % dalam waktu 2 jam. Jika gula darah
menurun secara cepat, infus insulin diturunkan setengahnya, tetapi apabila
kadar gula darah belum dapat diturunkan dosis dinaikan 2 kali lipat. Pada
keadaan penderita memerlukan dosis insulin sangat tinggi ( 50 -60 u/jam),
kondisi ini bisa ditemukan pada keadaan resistensi insulin akibat kelainan
dasar seperti adanya infeksi atau kelainan imunitas. Oleh karena ini pada
kondisi tersebut, apabila faktor infeksinya dapat diatasi, maka akan secara
mendadak tidak terjadi resistensi insulin, sehingga monitor gula darah harus
lebih ketat.
Pada umumnya, 24-48 jam pertama gula darah tercapai normal dan
tidak ditemukan ketonemia, kemudian insulin drip diganti ke subkutan,
makan dan cairan melalui oral. Sedangkan insulin drip tetap dilanjutkan
sampai 2 jam setelah insulin subkutan. Elektrolit ( Na,K, Mg, Fosfat ) bisa
terukur rendah atau tinggi, disebabkan keadaan kombinasi antara
hypovolemia, asidosis, dan defisiensi insulin. Diuretik osmotik secara
signifikan menyebabkan penurunan elektrolit tubuh secara keseluruhan.
Oleh karena itu, penggantian cairan sangat menentukan hasil akhir. Oleh
sebab itu pemberian cairan mengandung natrium lebih dini diberikan.
Kadar natrium darah sendiri sering rendah akibat adanya
hyperglikemia atau hypertrigliseridemia. Adanya perubahan elektrolit, maka
monitor kalium perlu perhatian khusus. Pada awalnya terjadi kadar kalium
serum tinggi, sedangkan cadangan kalium tubuh menurun. Pada penderita
dengan BAK terus memungkinkan pemberian kalium lebih dini walaupun
kadar kalium normal tinggi. Pemberian cairan dan insulin menurunkan
kalium akibat dilusi dan reequilibrium elektrolit Kalium dengan hidrogen
akibat asidosis disertai proses transport seluler kalium dan fosfat kedalam sel
bersama gul kosa. Untuk itu monitoring kalium dapat dilakukan dengan
pengamatan EKG, sering kali penderita membutuhkan kalium 120 – 160
mEq pada 24 jam pertama pengobatan. Kemudian substitusi kalium
diberikan peroral selama 5-7 hari. Penggunaan bicarbonate dalam
pengelolaan KAD masih terdapat banyak beda pendapat. Apabila pH kurang
7,10 bicarbonate dapat diberikan; Biasanya diberikan melalui cairan infus
( 44 atau 88 mEq ) atau cairan hipotonik ( 1/3 – ½ NaCl ). Pemberian
Bicarbonat tidak diberikan secara cepat melalui intravena, hal ini akan
menimbulkan penurunan kalium darah. Dengan demikian apabila penderita
diberikan cairan bicarbonat memerlukan pemantauan kadar kalium jauh
lebih ketat. Walaupun demikian sampai saat ini pemberian bikarbonat pada
KAD tidak mempengaruhi hasil pengobatan. Keadaan ini menyebabkan
pemberian bikarbonat ini tidak menjadi tindakan rutin dan apabila
diperlukan itupun harus dilakukan atas dasar indikasi yang tepat disertai
pemantauan yang ketat.
Pengelolaan HHNK tidak jauh berbeda dengan pengelolaan DKA.
Penggantian cairan yang tepat dan cepat sangat mempengaruhi keberhasilan
pengobatan. Dengan mengikuti pengelolaan pada DKA tanpa dibutuhkan
bikabonat dan monitoring pH yang ketat. Pada kasus HHNK, komplikasi
yang terjadipun tidak jauh berbeda pada DKA. Target pengelolaan adalah
kadar gua darah normal dan natrium serum normal. Sedangkan resiko
hipokalemia dan hipofosfatemia sama dengan DKA.

III. Fokus Asessment


1) PENGKAJIAN
a. IDENTITAS
Biasanya yang paling berpengaruh adalah alamat dan pendidikan,
karena lingkungan tempat tinggal akan mempengaruhi gaya hidup dan pola
makannya yang dan tingkat pendidikan juga akan berpengaruh pada tingkat
pemahaman atau tingkat pengetahuan klien terhadap penyakit yang di
deritanya saat ini.
b. TRIAGE
Biasanya di triage ini nanti akan di tentukan penempatan sesuai
kondisi klien apakah klien dalam kondisi gawat darurat, gawat tidak
darurat dan tidak gawat tidak darurat.
c. PRIMER SURVEY
Biasanya terkait tentang general impression yang berhubungan dengan
keluhan klien di mana klien DM ini biasanya akan mengeluh mudah lapar
dan harus, lemas BB terus berkurang dan lain-lain, mekanisme cedera bila
ada, dan orientasi klien terhadap waktu,tempat dan orang biasanya dengan
klien yang berada di P2 dan P3 akan dapat beroirintasi dengan baik.
Selain itu juga untuk mengkaji kondisi klien menggunakan airway,
breathing, circulation, disability dan exposure, pada klien Dm biasanya
yang akan lebih focus pada circulation, disability dan exposure.
d. SECONDARY SURVEY
Biasanya pada klien DM akan lebih fokus pada riwayat penyakit
sebelumnya yang berkaitan atau yang menjadi penyebab DM, riwayat
alergi, makan minum terakhir karena klien dengan DM biasanya akan
merasa lebih mudah lapar dan haus namaun BB klien akan terus berkurang
dan pemeriksaan fisik apakah terdapat luka atau udem pada tubuh klien
karena klien DM untuk memerlukan perawatan luka secara khusus karena
luka pada DM biasnya akan meluas dan sulit sembuh.
e. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Biasanya akan lebih focus pada pemeriksaan laboratorium untuk GDS dan
GDP. Nilai normal GDS 80-120 mg/dl dan GDP kurang dari 100 mg/dl.

2) Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d biro injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama
dengan faktor biologis.
4. Kerusakan integritas jaringan bekerjasama dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
5. Kerusakan mobilitas fisik bekerjasama dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot.
6. Kurang pengetahuan bekerjasama dengan tidak mengenal (Familiar)
dengan sumber informasi.

3) Rencana keperawatan

N Diagnosa NOC NIC


o
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
biro injuri fisik asuhan keperawatan, Lakukan pegkajian nyeri secara
tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi,
klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi,
dibuktikan dengan level kualitas dan ontro presipitasi.
nyeri: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
klien dapat melaporkan ketidaknyamanan.
nyeri pada petugas,3. Gunakan teknik komunikasi
frekuensi nyeri, terapeutik untuk mengetahui
ekspresi wajah, dan pengalaman nyeri klien sebelumnya.
menyatakan 4. Kontrol ontro lingkungan yang
kenyamanan fisik dan menghipnotis nyeri ibarat suhu
psikologis, TD 120/80 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60-1005. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Control nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
dibuktikan dengan klien7. Ajarkan teknik non farmakologis
melaporkan gejala nyeri (relaksasi, distraksi dll) untuk
dan control nyeri. mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain wacana pemberian
analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien
wacana administrasi nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek acara pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik sempurna waktu
terutama ketika nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.

2. Ketidakseimban Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


gan nutrisi asuhan keperawatan,1. kaji pola makan klien
kurang dari klien mengambarkan2. Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh status nutrisi adekuat3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
bd dibuktikan dengan BB4. Kolaborasi dg andal gizi untuk
ketidakmampua stabil tidak terjadi mal penyediaan nutrisi terpilih sesuai
n tubuh nutrisi, tingkat energi dengan kebutuhan klien.
mengabsorbsi adekuat, masukan5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
zat-zat gizi nutrisi adekuat asupan nutrisinya.
bekerjasama 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
dengan faktor mengandung cukup serat untuk
biologis. mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi wacana kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jikalau
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, abuh dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care


integritas asuhan keperawatan, 1. Catat karakteristik luka:tentukan
jaringan bd Wound healing ukuran dan kedalaman luka, dan
faktor mekanik: meningkat pembagian terstruktur mengenai
perubahan dengan criteria: pengaruh ulcers
sirkulasi, Luka mengecil dalam 2. Catat karakteristik cairan secret yang
imobilitas dan ukuran dan peningkatan keluar
penurunan granulasi jaringan 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
sensabilitas 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
(neuropati) 5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril sesuai
kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril
ketika melaksanakan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi


. mobilitas fisik Asuhan keperawatan,
1. Pastikan keterbatasan gerak sendi
bd tidak nyaman dapat teridentifikasi yang dialami
nyeri, intoleransi Mobility level 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
aktifitas, Joint movement: aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk
penurunan Self care:ADLs mempertahankan pergerakan sendi
kekuatan otot Dengan criteria hasil: 4. Pastikan klien untuk mempertahankan
1. Aktivitas fisik pergerakan sendi
meningkat 5. Pastikan klien bebas dari nyeri
2. ROM normal sebelum diberikan latihan
3. Melaporkan perasaan
6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
peningkatan kekuatan keteraturan, Latih ROM pasif.
kemampuan dalam Exercise promotion
bergerak 1. Bantu identifikasi acara latihan yang
4. Klien bisa sesuai
melaksanakan aktivitas2. Diskusikan dan instruksikan pada
5. Kebersihan diri klien klien mengenai latihan yang tepat
terpenuhi walaupun Exercise terapi ambulasi
dibantu oleh perawat
1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di
atau keluarga tempat tidur sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:


Bathing/hygiene, dressing, feeding
and toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi
untuk kegiatan mandi dan kebersihan
diri, berpakaian, makan dan toileting
klien
2. Berikan perlindungan kebutuhan
sehari – hari hingga klien dapat
merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri
klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari
5. Dorong klien melaksanakan acara
normal keseharian sesuai kemampuan
6. Promosi acara sesuai usia

5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process


pengetahuan asuhan keperawatan, 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
wacana penyakit pengetahuan klien keluarga wacana proses penyakit
dan perawatan meningkat. 2. Jelaskan wacana patofisiologi
nya Knowledge : Illness penyakit, tanda dan gejala serta
Care dg kriteria : penyebab yang mungkin
1 Tahu Diitnya 3. Sediakan informasi wacana kondisi
 Proses penyakit klien
 Konservasi 4. Siapkan keluarga atau orang-orang
energi yang berarti dengan informasi wacana
4 Kontrol infeksi perkembangan klien
5 Pengobatan 5. Sediakan informasi wacana diagnosa
6 Aktivitas yang klien
dianjurkan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup
7 Prosedur pengobatan yang mungkin dibutuhkan untuk
8 Regimen/aturan mencegah komplikasi di masa yang
pengobatan akan datang dan atau kontrol proses
9 Sumber-sumber penyakit
kesehatan 7. Diskusikan wacana pilihan wacana
10 Manajemen terapi atau pengobatan
penyakit 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-
pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.

6. Defisit self care Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


asuhan keperawatan,1. Monitor kemampuan pasien terhadap
klien bisa Perawatan perawatan diri
diri 2. Monitor kebutuhan akan personal
Self care :Activity Daly hygiene, berpakaian, toileting dan
Living (ADL) dengan makan
indicator : 3. Beri perlindungan hingga klien
· Pasien dapat mempunyai kemapuan untuk merawat
melaksanakan acara diri
sehari-hari (makan,4. Bantu klien dalam memenuhi
berpakaian, kebersihan, kebutuhannya.
toileting, ambulasi) 5. Anjurkan klien untuk melaksanakan
· Kebersihan diri pasien acara sehari-hari sesuai
terpenuhi kemampuannya
6. Pertahankan acara perawatan diri
secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
perjuangan yang dilakukan dalam
melaksanakan perawatan diri sehari
hari.

4) Implementasi keperawatan
Pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah direncanakan untuk
mengatasi masalah keperawatan klien.
5) Evaluasi
Suatu tindakan akhir dari proses keperawatan untuk mengkur keberhasilan
dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan dengan SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Permana, Hikmat. Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrinologi. Sub
bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Perjan RS Dr Hasan Sadikin
Bandung.
Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Ed. VIII
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai