Anda di halaman 1dari 15

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL MAKALAH:
MENGENAL GEREJAKU

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti tugas praktek Agama


Kristen Tahun Pelajaran 2017/2018

Disusun Oleh:
Yohannes Richard J.S

Menyetujui, Mengetahui,
Guru Pembimbing, Gembala HKBP SOLO

_______________ __________________
Christina Etty Kurniati,SPAK Pdt. Hotman TM. Marbun, M.Si.

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................2

KATA PENGANTAR..........................................................................................3

BAB I : SEJARAH GEREJA HKBP SOLO

A. MASA SEBELUM BERDIRINYA GEDUNG GEREJA HKBP


SURAKARTA...................................................................................4-8
B. MASA SETELAH BERDIRINYA GEDUNG GEREJA HKBP
SURAKARTA.................................................................................9-10

BAB II : KEGIATAN GEREJA........................................................................11

BAB III : HAMBATAN HAMBATAN GEREJA..........................................12

BAB IV : PENUTUP
A. KESIMPULAN....................................................................................13
B. SARAN.................................................................................................13

BAB V : LAMPIRAN..................................................................................14-15

2
KATA PENGANTAR

Shallom!

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasihNya saya dapat
menyelesaikan tugas Pendidikan Agama Kristen dalam membuat makalah
MENGENAL GEREJAKU yang berisikan tentang sejarah gereja HKBP
SOLO.

Dengan rangkuman catatan ini, saya mengharapkan agar Gereja denominasi


apapun yang ada di Indonesia akan terus berkembang dan berbenah diri menjadi
lebih baik dan semoga akan terus memberkati bangsa ini, membawa
keselamatan sampai ke-pelosok Indonesia dan menjadi aset utama bagi
Indonesia.

Dan tak lupa saya berterima kasih kepada Ibu Christina Etty Kurniaty, S.PAK
sebagai guru pengampu pelajaran Pendidikan Agama Kristen, yang telah
memberikan tugas ini kepada saya, sehingga saya dapat lebih mengenal Gereja
saya dengan baik.

Seperti kata pepatah Tiada gading yang tak retak, demikan pula dalam
merangkum catatan sejarah ini, saya menyadari ada berbagai kesalahan yang
terjadi. Oleh karena itu, saya meminta maaf bagi para pembaca atas
ketidaksempurnaan makalah ini.

Akhir kata, saya mengharapakan agar makalah MENGENAL GEREJAKU


ini dapat memberikan informasi kepada semua pembaca dan memberkati
teman-teman.

Surakarta, 29 Oktober 2017

Yohannes Richard J.S

3
BAB I
SEJARAH GEREJA HKBP SOLO

I. MASA SEBELUM BERDIRINYA GEDUNG GEREJA HKBP


SURAKARTA

A. TERBENTUKNYA KOMUNITAS ORANG BATAK DISURAKARTA


Merantau ke negeri orang bukanlah hal baru bagi orang Batak. Sejak dahulu orang Batak
sudah di kenal keberaniannya menjelajah berbagai negeri, bukan saja di nusantara ini, tetapi
juga sudah sampai ke mancanegara. Hal itu disebabkan adanya keinginan yang besar untuk
memperoleh kehidupan yang lebih baik disamping semakin terbatasnya sumber daya alam
yang menjadi tulang punggung kehidupan di bonapasogit. Oleh karena itu, tanpa ragu-ragu
mereka meninggalkan kampung halaman dan pergi meramu ke berbagai daerah yang
dianggap dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Sifat terbuka dan rasa percaya diri sangat menolong orang Batak dalam beradaptasi dengan
penduduk atau lingkungan dimana dia berada. Namun demikian, mereka tidak pernah
kehilangan jatidiri sebagai orang Batak. Ini terlihat dari ciri khas kehidupannya seperti
mencantumkan marga pada nama dan menunjukkan unsur budaya dalam pelaksanaan acara
tertentu.

Tekad yang bulat untuk mencapai tujuan menjadikan orang Batak tidak mudah menyerah
menghadapi berbagai kendala, tantangan dan hambatan. Bahkan ditiap kesempatan senantiasa
dipergunakan untuk mengembangkan diri seperti meningkatkan pendidikan atau sekolah,
kursus dan lain sebagainya. Sehingga tidak jarang orang Batak yang pada awal
keberangkatannya dari bonapasogit hanya bermodalkan keberanian dengan pengetahuan yang
terbatas, tetapi setelah beberapa lama di perantauan, menjadi pejabat dalam pemerintahan,
usahawan yang sukses dan pekerjaan lain yang dapat dibanggakan.

Sejak zaman penjajahan sampai awal kemerdekaan kehidupan masyarakat Indonesia masih
tradisional, sarana lalulintas seperti jalan raya belum memadai dan transport masih sangat
terbatas menyebabkan mutasi penduduk dari satu daerah ke daerah lain masih sedikit, apalagi
antar pulau sangat jarang. Namun orang Batak sudah banyak yang merantau ke berbagai
daerah termasuk ke Pulau Jawa.

Di perantauan orang Batak sadar akan keberadaannya sebagai pendatang dan pihak minoritas,
hal itu membuat mereka lebih giat berusaha. Kenyataan, kehidupan mereka lebih baik
dibanding sebelumnya.Itulah salah satu pemicu atau perangsang bagi masyarakat dikampung
untuk hijrah dari bonapasogit terutama bagi kaum muda.

4
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin lancamya transportasi dan sarana
perhubungan, menjadikan arus rpindahan dari satu tempat ke tempat lain semakin mudah
Pulau Jawa ternyata mempunyai daya tarik tersendiri untuk menjadi daerah tujuan. Hal ini
terlihat dari banyaknya masyarakat yang datang dari berbagai penjuru menuju daerah ini
terutama ke kota-kota besar.

Kota Surakarta, yang akrab dipanggil dengan Solo, pada tahun limapuluhan telah dihuni
beberapa keluarga orang Batak. Pada awalnya keberadaan mereka adalah karena tugas
sebagai anggota TNI Polri, namun tidak jarang diantaranya yang akhirnya memilih pensiun
dan tinggal menetap di kota ini. Jumlah ini terus bertambah dari waktu ke waktu, mereka
tidak lagi hanya terdiri dari anggota TNI Polri, tetapi sudah ada di beberapa instansi,
Wiraswasta atau wirausaha. Tidak lagi hanya bermukim di kota tetapi sudah sampai ke
berbagai pinggiran dan desa. Pertambahan masyarakat Batak di Surakarta menjadikan adanya
kontak sosial antar sesama, dan masing-masing berusaha untuk meningkatkan. Oleh karena
itu muncullah gagasan untuk membentuk suatu perkumpulan atau punguan. Punguan ini akan
berfungsi sebagai wadah untuk mempersatukan orang Batak yang ada di Surakarta dan
sekitarnya baik karena dasar parmargaon ataupun atas dasar parhutaon.

Salah satu aktivitasnya adalah mengadakan pertenman secara rutin baik satu kali dalam
sebulan atau satu kali dalam dua bulan tergantung kesepakatan, tempatnya diatur dirumah
anggota secara bergilir. Dalam pertemuan inilah dibicarakan berbagal hal baik masalah
pekerjaan, adat atau budaya sampai kepada masalah gereja. Dengan adanya punguan ini maka
komunitas Batak di Surakarta menjadi suatu kenyataan. Di satu sisi keberadaan mereka
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Surakarta yang kental dengan budaya,
namun disisi lain kehidupan mereka sebagai orang Batak tidak akan terusik. seperti
kehidupan ikan di dalam laut, walau air laut asin, namun ikannya tidak akan asin.
Demikianlah kehidupan orang Batak di Surakarta, yang akhir-akhir ini dinobatkan sebagai
kota budaya, kota pelajar dan kota pariwisata.

B. TERBENTUKNYA JEMAAT HKBP SOLO


Salah satu yang tidak pernah dilupakan oleh orang Batak yang beragama Kristen, dimanapun
dia berada, adalah masalah iman percaya. Biasanya bila sudah bermukim disuatu tempat, hal
yang selalu diperhatikan adalah gereja. Tentu gereja yang dimaksud adalah HKBP. Bila tidak
ada, akan mencari gereja yang sealiran dengan HKBP. Secara kebetulan di Surakarta ada
beberapa gereja yang sealiran dengan HKBP. Salah satu diantaranya adalah Gereja Protestant
Indonesia bagian Barat ( GPIB) Penabur. Gereja ini dibangun oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1832. Karena tempatnya di pusat kota dan strategis, mudah dijangkau dari berbagai
jurusan. Maka bagi masyarakat Batak saat itu, mengganggap bahwa gereja GPIB Penabur
merupakan pilihan yang paling cocok

Kebiasaan terhadap tata ibadah atau liturgi HKBP yang sudah dihayati sejak kecil, membuat
mereka rindu terhadap tata ibadah HKBP. Kerinduan. itu semakin lama semakin terasa,
ditambah lagi dengan pengaruh nyanyian (Buku Ende) HKBP yang seakan sudah menyatu
dengan iman percayanya menjadikan warga masyarakat Batak yang ada di GPIB Penabur

5
saat itu semakin terdorong untuk membentuk jemaat HKBP. Proses ini tentu tidak mudah,
karena disamping menyangkut kepada tempat, juga perlu pemikiran yang lebih matang
terutama mengenai pelayan dan sarana lainnya.

Hari berganti minggu, bulan berganti tahun, tak terasa waktupun berlalu. Wacana
pembentukan jemaat HKBP semakin hari semakin bergema seiring dengan bertambahnya
anggota masyarakat Batak di Surakarta. Dari hasil pembicaraan antar sesama, diketahui
bahwa seluruh masyarakat Batak yang menjadi warga GPIB menyatakan setuju dengan
pembentukan jemaat HKBP. Dengan adanya gereja HKBP, nantinya diharapkan bukan saja
untuk meningkatkan iman percaya jemaat, tetapi juga untuk memperkokoh persatuan dan
kesatuan orang Batak. Untuk itu pertemuan demi pertemuan semakin ditingkatkan.

Atas kesepakatan dibentuklah panitia peresmian gereja HKBP Surakarta. Panitia ini bertugas
untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan peresmian,
mulai dari penentuan tanggal, tempat kebaktian, sampai kepada konsumsi. Panitia juga tidak
lupa berkonsultasi dengan Pendeta Resort HKBP Jawa Tengah di Semarang agar pelaksanaan
dapat berjalan sesuai aturan dan peraturan HKBP. Pendeta Resort Jawa Tengah, sengaja
memberitahu rencana peresmian ini kepada Praeses HKBP Distrik Jawa Kalimantan di
Bandung dengan harapan agar beliau berkenaan hadirkelak.

Pada hari peresmian, ternyata Praeses Distrik VIII Jawa Kalimantan tidak dapat hadir
disebabkan adanya sesuatu hal yang tidak dapat dielakkan. Beliau mewakilkan kepada
Pendeta Resort Jawa Tengah untuk meresmikannya. Di hari minggu yang cerah di tahun 1954
bertempat di rumah Bapak Wito, seorang simpatisan dan kerabat salah seorang jemaat, yang
terletak di Jl. Sutarto (dekat kolam renang Tirtomoyo) Surakarta, diadakanlah acara kebaktian
sekaligus peresmian berdirinya HKBP Surakarta. Dengan adanya peresmian ini, apa yang
menjadi kerinduan jemaat selama ini telah menjadi kenyataan. Tuhan telah mengabulkan doa
jemaat-Nya. Saat itu, HKBP Surakarta secara resmi dinyatakan menjadi huria pagaran dari
Resort HKBP Semarang.

Guna memulai tugas pelayanan, tiga orang anggota jemaat yang dianggap mampu, diusulkan
menjadi calon sintua. Proses pemilihan ini dipimpin oleh Pendeta Resort Jawa Tengah.
Dengan suara bulat terpilihlah Daud Manurung, P. Manurung dan Ludin Sianipar menjadi
Calon Sintua (CSt). Saat itu juga Pendeta Resort mengukuhkan mereka menjadi calon sintua
di Gereja HKBP Surakarta.

Melaksanakan kebaktian (parmingguon) di rumah suatu keluarga, yang bukan anggota jemaat
HKBP, rupanya mendatangkan keengganan. Oleh sebab itu, Parhalado sepakat untuk
menemui majelis GPIB Penabur agar HKBP diizinkan mengadakan kebaktian di gereja
tersebut setiap minggu sambil mengupayakan tempat kebaktian sendiri. Permohonan ini
dikabulkan dengan ketentuan: kebaktian HKBP diadakan setelah selesai acara gereja di
GPIB. Hal itu tidak menjadi masalah, yang penting adalah ada tempat kebaktian setiap
minggunya. Sejak itu kebaktian HKBP dilaksanakan di gereja GPIB Penabur Surakarta.
Untuk selanjutnya Parhalado HKBP sudah dapat membuat berbagai program termasuk
rencana pencarian tanah pertapakan gereja.

6
Kabar telah berdirinya HKBP Surakarta segera tersiar kemanamana terutama ke tempat
warga Batak yang ada di daerah ex Keresidenan Surakarta. Kehadiran gereja HKBP ini juga
menjadi pendorong bagi mereka yang selama ini belum menyatakan diri sebagai anggota
jemaat untuk masuk menjadi anggota HKBP, Sehingga diminggu-minggu berikutnya terlihat
satu per satu dari mereka datang dan mendaftarkan.

Tiga calon Sintua, dianggap masih kurang untuk melaksanakan tugas pelayanan gereja, oleh
karena itu Pendeta Resort Jawa Tengah menyarankan agar ditambah tujuh orang lagi
sehingga genap menjadi sepuluh orang. Untuk itu dipilihlah Drs. Sihaloho, S. Hutajulu,
Doloksaribu, Sastro Simanjuntak, M Silaen, J.M. Harahap dan Musa Hutagalung sebagai
calon sintua. Dengan adanya sepuluh orang anggota parhalado, diharapkan akan mampu
melaksanakan tugas pelayanan sesuai dengan visi dan misi HKBP.

Melihat kesibukan yang sudah mulai terasa, sudah saatnya diangkat seorang yang menjadi
pimpinan jemaat atau Wakil Guru Huria, yang akan mengkoordinir semua kegiatan sekaligus
menjadi penanggung jawab. Dinamakan Wakil Guru Huria, karena sebutan untuk Guru Huria
hanya diberikan bagi mereka yang sudah melalui pendidikan Sekolah Guru Huria dan
ditempatkan berdasarkan ketetapan Kantor Pusat HKBP. Aturan dan peraturan HKBP
menyatakan bahwa jabatan Wakil Guru Huria tidak boleh dipilih atau diangkat dari calon
Sintua, sedang saat itu di HKBP Surakarta belum ada sintua, maka agar tidak menyalahi
aturan dan peraturan, tiga calon sintua yaitu Cst D. Manurung, Cst. P. Manurung dan Cst.
Ludin Sianipar ditahbiskan oleh Pendeta Resort menjadi Sintua (St). Dengan penahbisan ini,
ketiga sintua tersebut telah memenuhi syarat untuk dipilih menjadi Wakil Guru Huria.

Atas kesepakatan dan usul seluruh jemaat, Pendeta Resort menetapkan St. D. Manurung
menjadi Wakil Guru Huria. Itulah Wakil Guru Huria HKBP Surakarta yang pertama. Dengan
adanya pejabat Wakil Guru Huria, berarti HKBP Surakarta telah melengkapi diri sebagai
suatu gereja yang missioner, dengan tiga tugas pengabdian yaitu: koinonia, marturia dan
diakonia. GPIB Penabur yang menjadi tempat kebaktian HKBP selama ini, ternyata akan
direnovasi, oleh karena itu pihak HKBP diminta untuk mencari tempat.

Atas ijin Pastor Paroki Purbayan Surakarta, kebaktian HKBP dapat dilaksanakan di ruang
konsistori Gereja Kathohk Purbayan Surakarta, namun hal itu hanya berlangsung beberapa
minggu, karena ruangan tersebut akan dipakai untuk kegiatan lain, oleh karena itu kebaktian
HKBP harus pindah.

Untuk kesekian kalinya Parhalado HKBP terpaksa mencari tempat. Dalam benak Parhalado,
tidak lagi masalah apakah itu rumah atau bangunan kosong yang penting dapat dipakai untuk
tempat peribadatan agar kebaktian HKBP tidak berhenti.

Bapak Wandono seorang warga Gereja Kristen Jawa mempunyai sebuah rumah yang terletak
di belakang taman Sriwedari, bersedia memberikan rumahnya dipakai unutk kebaktian HKBP
yang kebetulan sedang kosong dan lumayan luas. Kesediaan ini tidak disia-siakan Parhalado,
sehingga untuk sementara waktu kebaktian HKBP dapat dilaksanakan ditempat tersebut.
Selang beberapa lama, tanpa diduga, rumah tersebut akan ditempati orang lain, maka tempat
kebaktian harus dipindahkan lagi. Setelah melalui lobi-lobi ke berbagai pihak, di temukanlah

7
tempat yang dapat dijadikan acara kebaktian yaitu SD Kristen Widya Wacana di Jl.Veteran
Surakarta. Kebaktian ditempat itupun tidak berlangsung lama dan harus pindah. Oleh sebab
itu, para anggota jemaat khususnya Parhalado, terpaksa bekerja keras untuk mencari tempat
lagi.

Atas jeri payah para Parhalado HKBP, ditemukan tempat beribadah yaitu di Gereja Kristen
Jawa (GKJ) Sidokare. Sekalipun Gereja Kristen Jawa tersebut bersebelahan dengan mesjid,
kebaktian setiap minggu berlangsung dengan aman dan tenang. Jemaat HKBP hanya diberi
waktu beberapa minggu untuk mempergunakan gereja tersebut.

Seorang jemaat memberitahu bahwa bangunan di belakang KPN Purwosari Surakarta dapat
dijadikan tempat kebaktian, infomasi ini segera ditanggapi parhalado. Untuk itu pelaksanaan
kebaktian dari Gereja Kristen Jawa Sidokare dipindahkan ke sebuah bangunan di belakang
gedung KPN Purwosari. Disanalah HKBP mengadakan kebaktian untuk sementara waktu.
Sesuai dengan perjanjian, bahwa kebaktian di belakang KPN Purwosari hanya bersifat
sementara, maka tempat kebaktian HKBP harus pindah lagi. M. Siahaan SH, yang kebetulan
seorang Jaksa yang sedang bertugas di Surakarta mengupayakan agar kebaktian diadakan di
gedung Konservatori (tempat latihan musik gamelan Jawa) didaerah Kepatihan, namun
gedung ini hanya bisa digunakan untuk satu kali kebaktian Minggu. Oleh karena itu mau
tidak mau tempat kebaktian harus dipindah dari Gedung Konservatori. Melihat kenyataan ini,
St. P. Manurung menawarkan agar kebaktian diadakan di gedung Gudang Garam jalan
Ledoksari Surakarta.

Walau tempat kebaktian telah berpindah beberapa kali, namun jemaat HKBP Surakarta tetap
setia dan taat beribadah, malah mereka semakin bersemangat untuk mencari tempat kebaktian
yang menetap.

HKBP Surakarta yang masih tergolong muda ternyata tidak hanya bergumul mengenai
tempat kebaktian, tetapi juga keterbatasan parhalado. Wakil Guru Huria, St. D. Manurung
harus berangkat ke Medan karena pindah tugas. Sebagai gantinya diangkatlah St. Ludin
Sianipar. Beliau yang diharapkan bisa lebih lama menjabat sebagai Wakil Guru Huria,
ternyata harus pindah ke Jakarta karena dimutasi. Akhirnya Jabatan Wakil Guru Huria
dipercayakan kepada St. P. Manurung.

Dengan pindahnya dua orang sintua, maka posisi Sintua nagok menjadi berkurang. Karena itu
beberapa orang dari calon Sintua ditahbiskan menjadi Sintua, demikian juga jumlah calon
Sintua ditambah dengan beberapa orang lagi. St. P. Manurung selaku Wakil Guru Huria,
mempunyai tugas pokok sebagai pimpinan sebuah yayasan. Oleh karena itu, beliau sering
berangkat ke luar negeri dalam waktu yang agak lama. Hal ini sangat mempengaruhi terhadap
pelayanan di HKBP. Agar tidak mengurangi pelayanan, Wakil Guru Huria diserahkan kepada
St. J. M. Harahap. Namun tidak berapa lama, dengan alasan kesehatan, jabatan Wakil Guru
Huria diserahkan lagi dari SLIM Harahap kepada St. Sabidan Hutajulu.

8
II. MASA SETELAH BERDIRINYA GEDUNG GEREJA HKBP
SURAKARTA
A. PEMBANGUNAN GEDUNG GEREJA HKBP SOLO
Tempat peribadatan yang sering berpindah-pindah menjadi perhatian yang serius dari seluruh
jemaat. Segala daya dan upaya serta potensi jemaat dikerahkan supaya bisa memperoleh
sebidang tanah pertapakan. Kerinduan ini terlihat dalam pembicaraan setiap minggu setelah
selesai kebaktian. Sebagaimana nyanyian Daud dalam Maz. 26 : 8 diatas, demikianlah doa
dan kerinduan jemaat HKBP Surakarta saat itu untuk memiliki sebidang tanah yang akan
dijadikan tempat bangunan sebuah gereja supaya jangan berpindah-pindah lagi seperti selama
ini.

Doa itu begitu tulus, doa itu dijawab oleh Tuhan. Kalau Tuhan yang berencana, tidak satupun
yang dapat menggagalkan. Tuhan dapat memakai siapa saja menjadi alat untuk
mewujudkan kehendak-Nya. Hal inilah yang tidak pernah dilupakan oleh seluruh j emaat
HKBP Surakarta sejak dahulu sampai sekarang.

Adalah seorang insan manusia, bernama TiOpan Hutapea anggota TNI Angkatan Udara
dengan pangkat mayor. Tahun 1975 beliau ditempatkan di Surakarta, tepatnya di Pangkalan
Angkatan Udara Adi Sumarmo Surakarta. Walau tidak termasuk dalam jajaran Parhalado
HKBP Surakarta, namun hati dan jiwanya tidak bisa dipisahkan dari HKBP. Dari sikap dan
ucapannya senantiasa terkesan sebagai seorang yang agamis. Beliau termasuk salah satu yang
risih mengenai tempat kebaktian yang selalu berpindah-pindah.

Periode tahun 1975 s/d 1980 Kotamadya Surakarta dipimpin oleh seorang yang arif dan
bijaksana, beliau adalah bapak Soeman' Wongsopawiro. Antara Mayor Tiopan Hutapea
dengan bapak Soemari Wongsopawiro terjalin hubungan yang baik. Hubungan ini
dimanfaatkan untuk memohon kepada Walikota agar sudi memberikan sebidang tanah_ untuk
pertapakan gereja HKBP Surakarta. Jelang beberapa lama, Bapak Walikota Soemari
Wongsopawiro memberitahu Mayor TiOpan Hutapea bahwa tanah pertapakan untuk gereja
HKBP sudah ada yaitu sebidang tanah pekuburan Cina (Bong) yang terletak di Jalan Kol.
Sutarto 45 Surakarta (sekarang Jl. Ir. Sutami 90). Berita ini segera tersiar keseluruh jemaat
yang disambut dengan ucapan syukur penuh kegembiraan. Tanah tersebut secara resmi
diberikan pada tahun l977 oleh Bapak Soemari Wongsopawiro selaku Walikota Surakarta
kepada Parhalado HKBP Surakarta, yang ditandai Penyerahan Sertifikat Hak Pakai dengan
SK Gubernur Jawa Tengah No. SK.DA.lI/HP/l 62/1 977. Dengan adanya sertitikat ini maka
hak pengelolaan tanah tersebut resmi menjadi wewenang HKBP dan Parhalado sudah dapat
membuat berbagai program termasuk rencana pembangunan gereja.

Berhubung diatas tanah tersebut masih terdapat sisa-sisa kuburan, sehingga proses
pembongkaran dan pembersihan sampai meratakan memerlukan waktu yang agak lama.
Namun warga HKBP tidak perlu lagi kuatir karena secara juridis tanah itu sudah berada
dibawah pengelolaan HKBP Tahun 1978 diterima bantun dari Negeri Belanda atas usaha
Bapak Pdt. Edi Trimodo Rumpoko S.Th, seorang Pendeta dari Gereja Kristen Jawa

9
Margoyudan Surakarta. Bantuan ini segera dimanfaatkan untuk pembuatan pondasi gedung.
Tahun 1981 dimulailah pembangunan gedung gereja dengan ijin IMB No 6281 Tanggal 4
Juli 1981. Peletakan batu pertama gedung gereja HKBP Solo oleh Pdt. Resort Jawa Tengah
J.P.Tambunan. Dan bersamaan dengan itu, didirikan pula sebuah bangunan darurat yang
dapat dipergunakan untuk kebaktian. Sejak itu, kebaktian HKBP tidak lagi berpindah-pindah.
Untuk menjaga hai-hai yang tidak diinginkan, diperlukan adanya petugas yang bisa
menempati bangunan tersebut. Untuk itu bangunan dimaksud harus difungsikan sebagai
tempat tinggal Midian K H Sirait SM.Th yang sedang kuliah di Yogyakarta menyatakan diri
bersedia menempati bangunan tersebut sambil membantu pelayanan namun tetap meneruskan
kuliahnya. Kesediaan ini disetujui parhalado, sejak itu beliau tinggal disana selama empat
tahun hingga yang bersangkutan menyelesaikan Sarjana Theologia. Ephorus Ds. G.H.
Siahaan yang datang ke Surakarta dalam rangka Mangojakhon Batu Ojahan (MBO) terkejut
melihat keberadaan Midian K H Sirait, karena selama ini tidak pernah dilaporakan ke Kantor
Pusat. Atas usul Parhalado HKBP Surakarta meminta supaya Pimpinan Pusat HKBP
mensyahkan pelayanan Pdt. Midian K H. Sirait di HKBP Surakata.

Kepindahan Pdt. Midian K H.Sirait dari Surakarta menjadikan bangunan di belakang gereja
menjadi kosong. Secara kebetulan J.M. Manullang S.Th saat itu berada di Surakarta dalam
rangka melanjutkan study SZ di Yogyakarta. Disana beliau tinggal kurang lebih satu tahun.
Tahun 1981 St. Sabidan Hutajulu mengundurkan diri sebagai Wakil Guru Huria. Untuk
mengisi kekosongan, Parhalado kembali memilih St. P. Manurung sebagai Wakil Gum Huria.
Pergantian ini sedikit mempengaruhi rencana kerja Parhalado, terutama dalam melanjutkan
pembangunan gereja. Disatu sisi dana yang tersedia di kas huria sangat minim, namun disisi
lain, dana, sangat dibutuhkan meneruskan pembangunan agar tidak terbengkalai. Setiap
jemaat diminta untuk aktif dalam menggalang dana, sehingga beberapa orang diantaranya
pergi ke luar daerah untuk mencari dana. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa kaum
bapak yang menjual bunga ke Semarang hanya untuk mencari dana. Sebagian lagi pergi ke
Jawa Timur mengedarkan formulir bantuan. Bagi anggota TNI Porli dan pegawai negeri
menyatakan diri memberikan sumbangan satu bulan gaji untuk dana pembangunan ,semua
jemaat mencurahkan pikiran dan tenaga supaya pembangunan gedung gereja inidapat
terlaksana.

B. MASA PEMBANGUNAN
Masa pembangunan disini maksudnya adalah pembangunan berbagai fasilitas yang berupa
bangunan sekolah minggu, klinik dan plafon gereja, dan rumah pendeta

10
BAB II
KEGIATAN GEREJA

A. TATA IBADAH

Ibadah pertama ( Bahasa Indonesia ): 07.00 WIB - selesai


Ibadah kedua ( Bahasa Batak ): 09.30 WIB selesai

B. PARTANGIANGAN KELUARGA
Partangiangan keluarga merupakan kebaktian keluarga setiap minggu yang dibagi menjadi 2
wilayah yaitu wilayah solo dan sukoharjo

C. SEKOLAH MINGGU

Jam 09.30 WIB - selesai

D. NATAL DAN PASKAH

E. KATEKISASI

F. BAPTIS

11
BAB III
HAMBATAN HAMBATAN GEREJA

A. SEBELUM GEREJA TERBENTUK


Sebelum gereja terbentuk jemaat gereja mendapat banyak mesalah seperti tempat untuk
beribadah, mereka harus berpindah pindah tempat untuk melakukan ibadah.

B. SETELAH GEREJA TERBENTUK


Setelah gereja terbentuk masalah yang harus dihadapi adalah memperpanjang sertifikat hak
pakai tanah dan memperbaiki fasilitias gereja tetapi sekarang tanah sudah hak milik gereja.

C. SAAT PROSES BERJALAN


Banyak anggota jemaat dari luar kota sehingga saat ibadah mingguan tidak bisa datang 100%.

12
BAB IV
PENTUTUP

A. KESIMPULAN

Jemaat gereja HKBP SOLO sangat loyal dan pantang menyerah untuk dapat beribadah
meskipun tidak mempunyai tempat tetap untuk beribadah sebelum gereja HKBP SOLO
terbentuk dan berbagai rintangan pun dapat dilalui pada saat proses pemabangunan gereja
HKBP SOLO hingga gereja HKBP SOLO terbentuk.

A. SARAN
Sebaiknya, Gereja HKBP SOLO terus miningkatkan pelayanan dan fasilitias yang lebih baik
agar masyarakat batak lainnya dapat tertarik.

13
BAB V
LAMPIRAN

14
15

Anda mungkin juga menyukai