Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling lazim. Prevalensinya

bervariasi menurut umur, ras, pendidikan, dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang

berkepanjangan dapat merusak pembuluh darah di dalam ginjal, jantung, dan otak, serta dapat

mengakibatkan peningkatan insiden gagal ginjal, penyakit koroner, gagal jantung dan stroke

(Katzung, 2001).

Biasanya penderita hipertensi sering mengalami gejala tanpa disadari, hingga keadaan

tersebut sudah menimbulkan komplikasi. Untuk mengetahui apakah seseorang mengidap

hipertensi atau tidak yaitu mengukurnya menggunakan alat pengukur tekanan darah (Tapan,

2004).

Menurut Joint National Committee VII (JNC-VII), hampir satu milyar orang menderita

hipertensi di dunia. Tiga juta orang meninggal tiap tahun karena hipertensi (Chobanian et al.,

2003). Hipertensi juga menyumbang 4,4% beban penyakit secara global dan prevalensinya sama

antar negara maju dan negara berkembang (Wisloff et al., 2012). Angka kejadian hipertensi di

Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 2001 8,3% penduduk menderita hipertensi

kemudian pada tahun 2004 penduduk Indonesia menderita hipertensi sebanyak 27,5%

(Rahajeng, 2009). Selanjutnya akan diestimasi meningkat menjadi 37% pada tahun 2015 dan

menjadi 42% pada tahun 2025 (Zamir, 2006).

Penyakit hipertensi perlu mendapatkan perhatian yang serius karena terapi hipertensi

membutuhkan waktu lama. Untuk itu perlu dilakukan pengobatan yang efektif untuk mengontrol

tekanan darah pasien. Pengobatan yang efektif adalah kombinasi antihipertensi oral, salah satu
kombinasi yang paling banyak digunakan di Rumah Sakit Umum Tugurejo Semarang periode

2007 adalah kombinasi angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI) + diuretik sebanyak

36,36% dengan nilai Average Cost Effective Rasio (ACER) sebesar 623,06 (Timur et al., 2012).

Hal ini juga sesuai dengan JNC VII tahun 2003 yaitu kombinasi obat yang biasa digunakan

adalah ACEI dan diuretik. Diuretik telah terbukti dapat mencegah morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler, terutama stroke.

Sedangkan pengobatan yang paling cost effective untuk output efektivitas penurunan

tekanan darah terkontrol adalah Beta blocker (BB) + diuretik dengan biaya Rp. 266,461 dan nilai

ACER 1,00, dimana tekanan darah terkontrol untuk pasien dengan penyakit penyerta adalah <

130/80 mmHg. Sedangkan tekanan darah terkontrol untuk pasien tanpa penyakit penyerta adalah

< 140/90 mmHg (Rustiani et al., 2014).

Untuk mendapatkan regimen terapi yang rasional maka pasien hipertensi dapat

mengunjungi instalasi kesehatan, seperti rumah sakit. Salah satunya adalah Rumah Sakit Umum

Daerah Rokan Hulu. Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu mempunyai dana terbatas untuk

mencukupi semua kebutuhan kesehatan masyarakat. Sehingga hal yang terpenting adalah

bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang efisien. Harga dari obat

antihipertensi sangat bervariasi, sehingga harga obat menjadi salah satu faktor penting dalam

pengambilan keputusan untuk mempertimbangkan penggunaan obat bagi pasien. Oleh karena itu,

perlu dilakukan analisis efektivitas biaya agar dapat membantu dalam pengambilan keputusan

pemilihan obat yang efektif dengan biaya terjangkau oleh masyarakat.

Menurut Wahyuningtyas (2015) bahwa biaya medik langsung terkecil yang dikeluarkan

oleh pasien yang menggunakan kombinasi ACEI + diuretik pada ruang kelas III dengan biaya

medik langsung sebesar Rp 903.481,62. Biaya medik langsung terbesar dikeluarkan oleh pasien
yang menggunakan kombinasi ARB-Diuretik pada ruang perawatan VIP dengan biaya medik

langsung sebesar Rp 6.896.247,00. Terapi antihipertensi yang paling cost effective berdasarkan

ACER adalah kombinasi golongan ACEI-BB yang digunakan oleh pasien di ruang perawatan

kelas III dengan nilai ACER sebesar Rp10.180,36.

Berdasarkan masalah diatas perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

efektivitas biaya dan efektivitas terapi pada penyakit hipertensi yang di rawat di rumah sakit.

Penelitian ini bermanfaat untuk membantu farmasi memberi golongan obat yang paling efektif

dengan biaya yang efisien pada pasien tanpa harus memberatkan biaya terapinya. Selain itu

penelitian ini juga bermanfaat untuk membantu masyarakat melihat obat yang paling efektif

dengan biaya yang dapat dijangkau oleh pasien agar dapat mengurangi biaya pengobatan yang

rata-rata pendapatan masyarakat daerah kabupaten Rokan Hulu berada pada tingkat menengah

kebawah. Terapi yang digunakan adalah obat antihipertensi berdasarkan golongan obat yang

digunakan baik secara tunggal maupun kombinasi.

Efektivitas biaya dapat dilihat dari biaya obat yang digunakan oleh pasien selama dirawat

di Rumah Sakit. Sedangkan efektivitas terapinya dapat di lihat dari persentase penurunan

tekanan darah sistolik. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah peneliti hanya menghitung

biaya obat untuk menilai efektivitas biaya dan tekanan darah sistolik saja untuk menilai

efektivitas terapi di Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakoekonomi

Farmakoekonomi adalah studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya dan

hasil/konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan farmakoekonomi adalah untuk memberikan

informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas

alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan menjadi lebih efisien dan ekonomis

(Trisna, 2007).

Tujuan lain dari farmakoekonomi juga membandingkan obat yang berbeda untuk

pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat membandingkan pengobatan yang

berbeda untuk kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001).

Adapun prinsip farmakoekonomi antara lain menetapkan masalah, identifikasi alternatif

intervensi, menentukan hubungan antara income dan outcome sehingga dapat diambil

kesimpulan yang tepat, identifikasi dan mengukur outcome dari alternatif intervensi, menilai

biaya dan efektivitas, dan langkah terakhir adalah interpretasi dan pengambilan kesimpulan

(Vogenberg, 2001).

Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya yang terbatas misalnya pada

RS pemerintah dengan dana terbatas. Hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat

yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien,

kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (dokter, farmasis, perawat) dan

administrator (Vogenberg, 2001). Empat jenis evaluasi ekonomi yang telah dikenal adalah Cost-
Minimization Analylis (CMA), Cost-Benevit Analysis (CBA), Cost-Utility Analysis (CUA) dan

Cost-Effectiveness Analysis (CEA) (Orion, 1997).

2.1.1 Cost-Minimization Analysis (CMA)

Cost-Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya program

terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk

menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang

diperoleh. Suatu kekurangan yang nyata dari analisis cost-minimization yang mendasari sebuah

analisis adalah pada asumsi pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar

dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis analisis

costminimization hanya digunakan untuk hasil prosedur hasil pengobatan yang sama (Orion,

1997).

Contoh dari analisis cost-minimization adalah terapi dengan antibiotika generik dengan

paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang berbeda adalah onset dan durasinya.

Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah (Vogenberg,

2001).

2.1.2 Cost-Benefits Analysis (CBA)

Analisis Cost-Benefit adalah tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu

intervensi dengan beberapa ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan

kesehatan. Tipe analisis ini sangat cocok untuk alokasi bahan-bahan jika keuntungan ditinjau

dari perspektif masyarakat. Analisis ini sangat bermanfaat pada kondisi antara manfaat dan biaya

mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah (Orion, 1997). Merupakan tipe analisis yang

mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan beberapa ukuran moneter, dan
pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan, sehingga dapat digunakan untuk

membandingkan perlakuan yang berbeda untuk kondisi yang berbeda.

Cost-Benefits Analysis merupakan tipe penelitian farmakoekonomi yang komprehensif

dan sulit dilakukan karena mengkonversi benefit ke dalan nilai uang (Vogenberg, 2001).

Pernyataan yang harus dijawab dalam cost-benefit analysis adalah alternatif mana yang harus

dipilih di antara alternatif-alternatif yang dapat memberikan manfaat atau benefit yang paling

besar (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).

2.1.3 Cost-Utility Analysis (CUA)

Analisis Cost- Utility adalah tipe analisis yang mengukur manfaat dalam utility-beban

lama hidup, menghitung biaya per utility, mengukur ratio untuk membandingkan di antara

beberapa program. Analisis costutility mengukur nilai spesifik kesehatan dalam bentuk pilihan

setiap individu atau masyarakat. Seperti analisis cost-effectiveness, cost-utility analysis

membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan

peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan (Orion, 1997).

Dalam cost- utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian

kualitas hidup (Quality Adjusted Life Years, QALYs) dan hasilnya ditunjukkan dengan biaya per

penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai

QALYs, sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat nilai QALYs dinyatakan

dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kulitas

hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan

pasien (Orion, 1997).


2.1.4 Cost-Effectiveness Analysis (CEA)

Analisis Cost-Effectiveness adalah tipe analisis yang membandingkan biaya suatu

intervensi dengan beberapa ukuran non-moneter, yang berpengaruh terhadap hasil perawatan

kesehatan. Analisis Cost-Effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai

program yang terbaik bila terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama

tersedia untuk dipilih. Kriteria pemilihan program yang akan dipilih berdasarkan discounted unit

cost dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempengaruhi discounted

unit cost terendahlah yang akan dipilih oleh para analisis atau pengambil keputusan

(Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).

Analisis cost- effectiveness menganalisis suatu penyakit, berdasarkan pada

perbandingan antara biaya suatu program pemberantasan tertentu dan akibat dari program

tersebut dalam bentuk perkiraan dari kematian dan kasus-kasus yang bisa dicegah

(Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994). Aplikasi dari CEA misalnya dua obat atau lebih untuk

mengobati suatu indikasi yang sama tapi cost dan efikasi berbeda. Analisis cost effectiveness

mengkonversi cost dan benefit (efikasi) ke dalam ratio pada obat yang dibandingkan.

Keuntungan CEA adalah peneliti tidak perlu menempatkan nilai mata uang pada hasil

klinis dan pengobatan dapat ditetapkan dengan efektivitas non moneter serta dapat menganalisis

dengan tujuan pengobatan yang berbeda (Bootman, et al., 1996).

Cost effectiveness analysis merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini

cocok untuk membandingkan obat-obat yang pengukuran hasil terapinya dapat dibandingkan.

Sebagai contoh, membandingkan dua obat yang digunakan untuk indikasi yang sama tetapi biaya

dan efektivitasnya berbeda (Trisna, 2007). Dimana rumus untuk mencari nya :

ACER = Biaya Obat


Efektivitas
2.2 Biaya Pelayanan Kesehatan
Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Biaya langsung medis (direct medical cost). Biaya langsung medis adalah biaya yang

dikeluarkan oleh pasien terkait dengan jasa pelayanan medis, yang digunakan untuk

mencegah atau mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obat-obat yang

diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya langsung medis antara lain

pengobatan, pelayanan untuk mengobati efek samping, pelayanan pencegahan dan

penanganan (Orion, 1997; Vogenberg, 2001). Berikut yang termasuk Direct Medical

Cost :

1) Biaya pendaftaran

Biaya pendaftaran adalah biaya yang dikeluarkan pasien untuk mendaftar satu kali

sebelum mendapatkan pengobatan rawat inap.

2) Biaya laboratorium

Biaya laboratorium adalah rata-rata tes laboratorium pasien. Tes laboratorium

yang dijalani pasien yaitu tes darah lengkap. Biaya laboratorium tiap pasien

berbeda-beda, hal ini dikarenakan tes yang dilakukan tiap pasien berbeda.

3) Biaya akomodasi

Biaya akomodasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk inap kamar. Biaya total

tiap pasien berbeda-beda hal ini karenakan lama rawat dan perlakuan pengobatan

tiap pasien berbeda.

4) Biaya periksa

Biaya periksa dokter meliputi jasa periksa dokter spesialis kejiwaan, dokter

umum, dokter gigi, biaya instalasi psikologi.


5) Biaya obat

Biaya obat meliputi biaya obat yang digunakan pasien selama rawat inap.

b. Biaya langsung nonmedis (direct nonmedical cost). Biaya langsung nonmedis adalah

biaya yang dikeluarkan pasien tidak terkait langsung dengan pelayanan medis,

seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang

diberikan pihak rumah sakit (Vogenberg, 2001).

c. Biaya tidak langsung (indirect cost) Biaya tidak langsung adalah biaya yang dapat

mengurangi produktivitas pasien, atau biaya yang hilang akibat waktu produktif yang

hilang. Sebagai contoh pasien kehilangan pendapatan karena sakit yang

berkepanjangan sehingga tidak dapat memberikan nafkah pada keluarganya,

pendapatan berkurang karena kematian yang cepat (Vogenberg, 2001).

d. Biaya tak terduga (Intangible cost) Biaya tak terduga merupakan biaya yang

dikeluarkan bukan hasil tindakan medis, tidak dapat diukur dalam mata uang. Biaya

yang sulit diukur seperti rasa nyeri/cacat, kehilangan kebebasan, efek samping.

Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam nilai mata uang (Vogenberg, 2001).

2.3 Hipertensi

2.3.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut silent killer karena pada

umumnya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi sebelum

memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita hipertensi umumnya tidak mengalami

suatu tanda atau gejala sebelum terjadi komplikasi (Chobanian et al , 2004).


Belum ada kesempatan yang dapat diterima secara umum tentang definisi hipertensi,

tetapi sebagian besar menerima bahwa tekanan darah dalam keadaan istirahat lebih tinggi dari

160/90 mmHg dimasukkan kedalam kondisi hipertensi (Underwoon, 1999).

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas Khusus
    Tugas Khusus
    Dokumen4 halaman
    Tugas Khusus
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Validasi Industri
    Validasi Industri
    Dokumen4 halaman
    Validasi Industri
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Tugas
     Tugas
    Dokumen6 halaman
    Tugas
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Tugas Khusus
    Tugas Khusus
    Dokumen4 halaman
    Tugas Khusus
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Validasi
    Validasi
    Dokumen2 halaman
    Validasi
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Uji Mutu
    Uji Mutu
    Dokumen7 halaman
    Uji Mutu
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Uji
    Uji
    Dokumen7 halaman
    Uji
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Farmasi Industri
    Farmasi Industri
    Dokumen5 halaman
    Farmasi Industri
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Validasi Industri
    Validasi Industri
    Dokumen4 halaman
    Validasi Industri
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Rini
    Rini
    Dokumen7 halaman
    Rini
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Rini
    Rini
    Dokumen5 halaman
    Rini
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • P
    P
    Dokumen54 halaman
    P
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen8 halaman
    Tugas
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • SLE
    SLE
    Dokumen22 halaman
    SLE
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • GLAUKOMA
     GLAUKOMA
    Dokumen25 halaman
    GLAUKOMA
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Permekes 2016
    Permekes 2016
    Dokumen10 halaman
    Permekes 2016
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • E Commerce Project Indonesia
    E Commerce Project Indonesia
    Dokumen34 halaman
    E Commerce Project Indonesia
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen2 halaman
    A
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • E Commerce Project Indonesia
    E Commerce Project Indonesia
    Dokumen34 halaman
    E Commerce Project Indonesia
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen1 halaman
    Kasus
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • E Commerce Project Indonesia
    E Commerce Project Indonesia
    Dokumen34 halaman
    E Commerce Project Indonesia
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Permenkes 72-2016 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit - 2 PDF
    Permenkes 72-2016 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit - 2 PDF
    Dokumen63 halaman
    Permenkes 72-2016 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit - 2 PDF
    Dewi Sulthoniyah
    100% (1)
  • Rini Andriana
    Rini Andriana
    Dokumen4 halaman
    Rini Andriana
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen2 halaman
    A
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Rini Andriana
    Rini Andriana
    Dokumen4 halaman
    Rini Andriana
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Rini Andriana
    Rini Andriana
    Dokumen4 halaman
    Rini Andriana
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Farmasi Industri
     Farmasi Industri
    Dokumen4 halaman
    Farmasi Industri
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • Rini Andriana
    Rini Andriana
    Dokumen4 halaman
    Rini Andriana
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat
  • In Vitro
    In Vitro
    Dokumen12 halaman
    In Vitro
    RiniAndriana
    Belum ada peringkat