TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pantai
o Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari
gelombang pecah sampai batas naik-turunnya gelombang di pantai.
o Breaker zone adalah daerah dimana terjadi gelombang pecah.
o Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya
gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.
o Offshore adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah sampai ke laut lepas.
o Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat surut
terendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tertinggi.
o Inshore adalah daerah antara offshore dan foreshore.
o Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai
yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka
air tertinggi.
o Coast adalah daratan pantai yang masih terpengaruh laut secara langsung,
misalnya pengaruh pasang surut, angin laut, dan ekosistem pantai (hutan
bakau, sand dunes ).
o Coastal area adalah daratan pantai dan perairan pantai sampai kedalaman
100 atau 150 m.
(Tarigan,1986)
2.2 Perubahan garis pantai
Gambar. Pantai sebagai kawasan yang rentan mengalami abrasi dan akresi
2.3 Gelombang
Massa air permukaan selalu dalam keadaan bergerak, gerakan ini terutama
ditimbulkan oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan air dan
menghasilkan energi gelombang dan arus. Bentuk gelombang yang dihasilkan
cenderung tidak menentu dan tergantung pada beberapa sifat gelombang, periode
dan tinggi dimana gelombang dibentuk, gelombang jenis ini disebut Sea.
Gelombang yang terbentuk akan bergerak ke luar menjauhi pusat asal gelombang
dan merambat ke segala arah, serta melepaskan energinya ke pantai dalam bentuk
empasan gelombang. Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan
kilometer sebelum mencapai suatu pantai, jenis gelombang ini disebut Swell
(Danial, 2008).
Gelombang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam tergantung
kepada gaya pembangkitan seperti angin (gelombang angin), gaya tarik menarik
bumi-bulanmatahari (gelombang pasang-surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di
dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh
gerakan kapal. Gelombang yang sehari-hari terjadi dan diperhitungkan dalam
bidang teknik pantai adalah gelombang angin dan pasang-surut (pasut).Hal ini
karena gelombang tersebut dapat membentuk dan merusak pantai serta
berpengaruh pada bangunan-bangunan pantai.Metode peramalan gelombang dapat
dibedakan atas peramalan gelombang laut dalam dan peramalan gelombang laut
dangkal.Metode peramalan laut dangkal memperhitungkan faktor gesekan antara
gerak air dan dasar laut sehingga mengurangi tinggi gelombang yang terbentuk,
sedangkan metode peramalan laut dalam tanpa dipengaruhi dasar laut jadi
gelombang yang terbentuk tidak dipengaruhi oleh keadaan dasar laut (Triatmodjo,
1999).
2.3.2 Proses Terbentuknya Gelombang
Secara umum gelombang yang terjadi di laut dapat terbentuk dari beberapa
faktor penyebab seperti : angin, pasang surut, badai laut, dan seiche.
a. Gelombang yang disebabkan oleh angin
Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan
pembangkit utama gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan
cenderung tidak menentu dan bergantung pada beberapa sifat
gelombang periode dan tinggi dimana gelombang dibentuk. Gelombang
seperti ini disebut Sea. Bentuk gelombang lain yang disebabkan oleh
angin adalah gelombang yang bergerak dengan jarak yang sangat jauh
sehingga semakin jauh meninggalkan daerah pembangkitnya
gelombang ini tidak lagi dipengaruhi oleh angin. Gelombang ini akan
lebih teratur dan jarak yang ditempuh selama pergerakannya dapat
mencapai ribuan mil. Jenis gelombang ini disebut Swell (Triatmodjo,
1999).
Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian
gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang
lebih besar (Hutabarat, 1984).
Keterangan:
P(Hs Hsm) = Probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke-m yang
tidak dilampaui
Hsm = Tinggi gelombang urutan ke m.
m = Nomor urut tinggi gelombang signifikan. = 1,2,3..,N
NT = Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan.
K = Parameter bentuk
3. Menghitung nilai ym menggunakan rumus:
2.3.8 Refraksi
Menurut Triatmodjo (1999), refraksi adalah peristiwa berubahnya arah
perambatan dan tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman dasar laut. Gambar
merupakan gambaran sederhana terjadinya refraksi. Gelombang akan merambat lebih
cepat pada perairan yang dalam dari perairan yang dangkal. Hal ini menyebabkan
puncak gelombang membelok dan menyesuaikan diri dengan kontur dasar laut.
Gambar 1. Perambatan arah gelombang akibat refraksi
2.3.9. Difraksi
Menurut Triatmodjo (1999), apabila gelombang datang terhalang oleh
suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut
akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di
belakangnya, seperti terlihat pada Gambar. Fenomena ini dikenal dengan difraksi
gelombang. Garis puncak gelombang di belakang rintangan membelok dan
mempunyai bentuk busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan.
Dianggap bahwa kedalaman air adalah konstan. Apabila tidak maka selain
difraksi juga terjadi refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang berkurang di
sepanjang puncak gelombang menuju daerah terlindung.
Gambar 2. Difraksi gelombang di belakang rintangan
Menurut Triatmodjo (1999), pada rintangan (pemecah gelombang)
tunggal, tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada
jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis
yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan , dan sudut antara
arah penjalaran gelombang dan rintangan . Perbandingan antara tinggi
gelombang di titik yang terletak didaerah terlindung dan tinggi gelombang datang
disebut koefisien difraksi K.
HA = K Hp
K = f (, , r/L)
2.3.10. Refleksi
Menurut Triatmodjo (1999), gelombang datang yang mengenai /
membentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan
refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan pantai, terutama pada
bangunan pelabuhan. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan
ketidaktenangan di dalam perairan. Untuk mendapatkan ketenangan di dalam
perairan, maka bangunan bangunan yang ada di pelabuhan / pantai harus dapat
menyerap / menghancurkan energi gelombang. Suatu bangunan yang mempunyai
sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang
lebih banyak dibanding dengan bangunan tegak dan masif. Pada bangunan
vertikal, halus dan dinding tidak permeable, gelombang akan dipantulkan
seluruhnya.
Menurut Triatmodjo (1999), besar kemampuan suatu bangunan
memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan
antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi :
X = Hr / Hi
Koefisien refleksi bangunan diestimasi berdasarkan tes model. Koefisien refleksi
berbagai tipe bangunan disajikan dalam Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Koefisien Refleksi
Menurut Gross (1990), terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor
utama, yaitu faktor internal dan faktor internal. Faktor internal seperti perbedaan
densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan
faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh
tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi,
gaya tektonik dan angin.
Di laut terbuka, air laut digerakan oleh dua sistem angin. Di dekat
khatulistiwa, angin pasat (trade wind) menggerakkan permukaan air ke arah barat.
Air laut selalu dalam keadaan bergerak. Arus laut bergerak tak ubahnya arus di
sungai, gelombang laut bergerak dan menabrak pantai, dan gaya gravitasi bulan
dan matahari mengakibatkan naik turunnya air laut dan biasa disebut sebagai
fenomena pasang surut laut. Arus laut tercipta karena adanya pemanasan di
beberapa bagian Bumi oleh radiasi sinar matahari. Air yang lebih hangat akan
"mengembang", membuat sebuah kemiringan (slope) terhadap daerah sekitarnya
yang lebih dingin, dan akibatnya air hangat tersebut akan mengalir ke arah yang
lebih rendah yaitu ke arah kutub yang lebih dingin daripada ekuator (Kamat et al. ,
2014).
Arus pasang surut sangat berpengaruh pada daerah perairan tertutup seperti
teluk, perairan dangkal, kanal-kanal pasut dan muara sungai (delta dan estuari).
Sebaran vektor pengamatan arus pada suatu lingkungan pesisir merupakan suatu
informasi yang berguna untuk mengetahui pola dari pergerakan arus dari waktu ke
waktu. Kecepatan arus dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya energi
yang bekerja di dasar perairan yang dapat memindahkan sedimen. Perairan
tertutup adalah perairan selat yang umumnya daratan dekat selat tersebut banyak
dihuni oleh penduduk yang bermukim sehingga aktivitas manusia akan
berdampak terhadap pencemaran perairan tersebut dari limbah rumah tangga dan
perkebunan dibandingkan dengan perairan terbuka (Surbakti, 2012).
Menurut Iskandar (2009), pergerakan massa air ini ditimbulkan oleh
beberapa gaya sehingga dapat didefinisikan bahwa sinyal arus merupakan
resultan dari berbagai sinyal yang mempunyai frekuensi terstentu yang
dibagkitkan oleh beberapa gaya yang berbeda-beda. Ada dua jenis gaya utama
yang penting dalam proses gerak (motion) yakni gaya primer dan sekunder.
Gaya primer merupakan gaya yang menyebabkan gerak (motion) antara lain:
gravitasi, wind stress, tekanan atmosfer, dan seismic. Sedangkan gaya sekunder
merupakan gaya yang muncul akibat adanya gerak (motion) antara lain gaya
Coriolis dan gesekan (friction) .
Sirkulasi arus laut dapat dibedakan menjadi bermacam macam. Berikut
beberapa macam sirkulasi arus laut:
1) Arus Permukaan Laut di Samudera (Surface Circulation) disebabkan
Angin Muson
Faktor utama adalah tiupan angin yang bertiup melintasi permukaan. Bumi
melintasi zona-zona lintang yang berbeda. Ketika angin melintasi permukaan
samudera, maka massa air laut tertekan sesuai dengan arah angin. Pola umum
arus permukaan samudera dimodifikasi oleh faktor-faktor fisik dan berbagai
variabel seperti friksi, gravitasi, gerak rotasi Bumi, konfigurasi benua,
topografi dasar laut, dan angin lokal. Interaksi berbagai variabel itu
menghasilkan arus permukaan samudera yang rumit. Arus di samudera
bergerak secara konstan melintasi samudera yang luas dan membentuk aliran
yang berputar searah gerak jarum jam di Belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere), dan berlawanan arah gerak jarum jam di Belahan Bumi Selatan
(Southern Hemisphere). Karena gerakannya yang terus menerus itu, massa air
laut mempengaruhi massa udara yang ditemuinya dan merubah cuaca dan iklim
di seluruh dunia.
2) Arus di Kedalaman Samudera (Deep-water Circulation) disebabkan
Proses Konveksi
Faktor utama yang mengendalikan gerakan massa air laut di kedalaman
samudera adalah densitas air laut. Perbedaan densitas diantara dua massa air
laut yang berdampingan menyebabkan gerakan vertikal air laut dan
menciptakan gerakan massa air laut-dalam (deep-water masses) yang bergerak
melintasi samudera secara perlahan. Gerakan massa air laut dalam tersebut
kadang mempengaruhi sirkulasi permukaan. Perbedaan densitas massa air laut
terutama disebabkan oleh perbedaan temperatur dan salinitas air laut. Oleh
karena itu, gerakan massa air laut dalam tersebut disebut juga sebagai sirkulasi
termohalin (thermohaline circulation).
Iskandar (2009)
2.4.3 Jenis Jenis Arus Laut
2.4.3.2.2 Arus Sepanjang Pantai (longshore current) dan Arus Rip (rip
current)
Kedua macam arus ini terjadi di perairan pesisir dekat pantai, dan
terjadi karena gelombang mendekat dan memukul ke pantai dengan arah
yang muring atau tegak lurus garis pantai. Arus sepanjang pantai bergerak
menyusuri pantai, sedang arus rip bergerak menjauhi pantai dengan arah
tegak lurus atau miring terhadap garis pantai (Marpaung,et al,2014).
Pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala laut yang besar
pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut,khususnya diwilayah pantai. Pasang
surut terjadi partama-tama karena gaya tarik (gaya gravitasi) bulan. Bumi
berputar kolam air dipermukaannya dan menghasilkan dua kali pasang dan dua
kali surut dalam 24 jam dibanyak tempat dibumi kita ini. Berbagi pola gerakan
pasut ini terjadi karena perbedaan posisi sumbu putar bumi dan bulan karena
berbeda-bedannya bentuk dasar laut dan karena banyak hal lain lagi
(Romimohtarto,2001).
Menurut Triadmojo (1999) permukaan air laut senantiasa berubah-ubah
setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat
sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal current).
Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat keperairan pantai akan
mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah
berkurangnya kedalaman.
Marpaung,et al (2014), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah
akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang
lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Aruspasang surut adalah arus yang
cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (flood)
dan surut (ebb). Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan
dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan
bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas. Pada daerah-daerah dimana arus pasang
surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus
vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah
secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah,
pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air
dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras
dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas
didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan
air pada setiap sisi batas (Marpaung,et al,2014).
Naik dan turunnya permukaan laut secara periodik selama suatu interval
waktu tertentu disebut pasang surut. Pasang surut merupakan faktor lingkungan
yang paling penting yang mempengaruhi kehidupan dizona intertidal / tanpa
adanya pasang surut atau hal lain yang menyebabkan naik dan turunnya
permukaan air secara periodik zona ini tidak akan seperti itu. Dan faktor-faktor
lain akan kehilangan pengaruhnya. Ini disebabkan kisaran yang luas pada
banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang bergantiaan antara keadaan
terkena udara terbuka dan keadaan yang terendam air. Jika tidak ada pasang
surut fluktuasi yang besar ini tidak akan terjadi (Nybakken,1988).
2.4.5 Metode Pengukuran Arus Laut
Metode pengukuran Arus di laut dapat diketahui dengan tiga cara, yakni
melakukan pengukuran langsung di laut, melalui pengamatan topografi muka laut
dengan satelit, dan model atau peramalan hidrodinamik berdasarkan parameter
lain yang terkait seperti suhu, kecepatan angin, dan gelombang permukaan
(Surbakti, 2012).
Pengukuran arus secara insitu dapat dilakukan dengan dua metode, yakni
metode Lagrangian dan Euler. Metode Lagrangian adalah suatu cara mengukur
aliran massa air dengan melepas benda apung atau drifter ke laut, kemudian
mengikuti gerakan aliran massa air laut. Gambar 1a menunjukkan salah satu alat
ukur atau drifter yang ditaruh di laut, pada bagian atas dilengkapi seperangkat
elektronik yang mampu mentranfer data posisi ke stasiun kontrol di darat melalui
satelit. Sehingga secara terus menerus posisinya dapat diplotkan dan akhirnya
lintasan arus dapat diketahui. Aandera Type RCM-7 Cara lain mengukur arus
insitu adalah dengan metode Euler. Pengukuran arus yang dilakukan pada satu
titik tetap pada kurun waktu tertentu. Cara ini biasanya menggunakan alat yang
disebut dengan current meter . Salah satu alat ukur arus dengan metode Euler
sudah cukup lengkap, hanya manfaat data arus bisa digunakan untuk prediksi
limbah dan pencarian korban pesawat (Surbakti, 2012).
a. Metode Euler
Metode Euler, merupakan metode pengukuran arus pada lokasi yang tetap
dengan menggunakan current meter. Nama Motede Euler sendiri diambil dari
nama matematikawan Swiss Leonhard Euler (1707-1783) yang pertama kali
merumuskan persamaan pergerakan fluida (Putro, 2014).
Dalam metode Euler, arah dan kecepatan arus atau vektor arus ditetapkan
pada satu titik tertentu (fixed point). Apabila pengukuran dapat dilakukan
dalam beberapa titik, maka vektor-vektor tersebut dapat diplot pada sebuah
peta dasar kemudian ditarik garis alir (stream line) sehingga bisa
menggambarkan arah global dari vektor-vektor arus tadi (Ilahude, 1999).
Garis alir (stream line) tidak selalu sama dengan garis lintas (trajectory)
pada sistem Lagrange. Garis lintas adalah betul-betul garis yang ditempuh oleh
partikel air yang menyertai arus. Hanya dalam keadaan arus yang mantap
(steady current) terjadi garis alir berimpit (sejajar) dengan garis lintas (Ilahude,
1999).
Salah satu instrument yang menggunakan metode euler adalah current
meter. Kelebihan dari current meter, yaitu memiliki baling-baling yang
digunakan untuk mengetahui kecepatan arus, terdapat kompas yang
dihubungkan secara langsung ke kapal dan dihubungkan juga pada pelampung
menuju kapal induk (gelombang elektromagnetik). Hal ini dapat
mempermudah dalam pengolahan data serta pencatatan dengan periode yang
terus menerus. Pada dasarnya curent meter merupakan alat yang digunakan
untuk mencatat kecepatan dan arah arus. Alat ini sejatinya salah satu akustik
yang sudah memiliki sensor yang berfungsi untuk mempermudah penelitian.
Idealnya kecepatan sensor memiliki inersia yang kecil, dilengkapi kompas dan
harus dikalibrasi dengan baik. Mayoritas sistem pencatatan arus dilakukan di
kapal untuk pengolahan lebih lanjut dan juga berasal dari satelit (Putro, 2014)
b. Metode Langrange
Sistem pengukuran arus Lagrange (pengukuran arus pada titik tidak tetap)
yaitu mengukur arus dengan mengikuti gerakan air dan digambarkan sesuai
dengan garis lintas (trajectory) yang ditempuh pada saat-saat tertentu. Untuk
suatu penetapan arus di suatu perairan yang luas dengan jarak waktu yang
berbulan-bulan bahkan hingga lebih dari setahun , sistem Lagrange lebih cocok
untuk digunakan (Ilahude, 1999).
Prinsip dari sistem ini adalah dengan cara mengapungkan benda, partikel
atau bahkan hanyutan kapal dari satu titik ke titik lain. Titik awal dicatat
posisinya kemudian arah dan waktu hanyutnya diikuti dan pada posisi-posisi
tertentu dicatat lagi sesuai yang kita kehendaki atau minimal posisi akhir
dicatat. Arah arus bisa kita ketahui dengan mengeplotkan trajectory alat yang
dihanyutkan pada peta dasar. Kecepatan arus dapat dihitung dari jarak yang
ditempuh pelampung dibagi lama waktu hanyut. Beberapa aplikasi dari
pengukuran arus dengan sistem Lagrange dikembangkan berbagai peralatan
dari yang sederhana hingga yang modern (canggih) (Ilahude, 1999).
Metode Drift Measurement dengan botol digunakan untuk pengukuran arus
di perairan yang luas. Botol-botol yang akan digunakan dilengkapi dengan
etiket-etiket yang berisi keterangan tentang lembaga atau institut pemilik botol,
tanggal, jam dan posisi tempat mulai diapungkan di laut. Botol-botol itu akan
hanyut dibawa oleh arus ke berbagai tempat sesuai dengan arah arus. Setelah
selang waktu tertentu, botol yang ditemukan kembali dicatat posisi tempat
diketemukannya. Lintasan botol kemudian diplot di peta dasar, dari ploting
tersebut maka dapat ditentukan arah arus dan kecepatannya dari jarak yang
ditempuh dibagi dengan waktu hanyut (Ilahude, 1999).
Salah satu instrument yang menggunakan metode lagrange adalah bola
duga. Kekurangan dari bola duga adalah tingkat ketelitian yang rendah karena
dapat terjadi error baik dari pengamat maupun dari instrument yang dibuat.
Panjang tali yang digunakan juga hanya sebatas 5-10 meter. Pencatatan arah
arus juga tdak dapat digunakan mengingat bahwa kecepatan arus yang didapat
hanya dari jarak (panjang tali) dan waktu yang dibutuhkan saat tali menegang
(Sudarto, etall., 2013).
2.5 Pasut
Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya.
Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya
pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu
kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut harian
tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides).
Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut
dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua
bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal
(Pariwono, 1989).
Menurut Triatmodjo (1999) meskipun massa matahari jauh lebih besar
dari massa bulan (27 juta kali) tetapi jaraknya terhadap bumi 387 kali lebih jauh
dari jarak bumi-bulan. Oleh karena itu pasang surut oleh matahari 46% pasang
surut oleh bulan. Kombinasi pengaruh pasang surut bulan dan pasang surut
matahari dapat memperbesar atau memperkecil tinggi pasang surut yang terjadi.
Pada bulan baru (new moon) dan bulan purnama (full moon) dimana bumi, bulan
dan matahari berada dalam satu garis, pasang surut oleh bulan diperkuat oleh
pasang surut matahari.
Pada waktu-waktu ini pasang surut yang terjadi mempunyai tinggi yang
maksimum, dan disebut pasang purnama (spring tide). Pada kuartir pertama dan
kuartir ketiga dimana posisi bulan, bumi tegak lurus matahari, pasang surut oleh
bulan diperlemah oleh pasang surut matahari. Pada waktu-waktu ini pasang surut
yang terbentuk mempunyai tinggi yang minimum dandisebut pasang perbani
(neap tide).
Menurut Ramdhan (2011) pasang surut juga bersifat periodik sehingga
dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo
dan beda fase dari komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen
utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun
demikian, karena interaksinya dengan bentuk morfologi pantai dan superposisi
antar gelombang pasang surut komponen utama, terbentuk komponen-komponen
pasang surut yang baru.
Nama
Jenis Perioda (Jam) Fenomena
Komponen
(Triatmodjo, 1999).
Campuran ganda (mixed tide Dua kali pasang sehari dengan perbedaan
prevalling semidiurnal) tinggi dan interval yang berbeda.
Campuran Tunggal (mixed tide Satu atau dua kali pasang sehari dengan
prevalling diurnal) interval yang berbeda.
(Triatmodjo, 1999).
(Mahatmawati, 2009)
Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka surutan
juga untuk menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.
rt = (Tt-Ho+Zo)
Dengan :
rt = besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran
kedalaman
pada t
(Suyarso,1989).
Keterangan:
Qs = Angkutan sedimen sepanjang pantai (m/hari)
Pi = Komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah
(Nm/d/m)
= Rapat massa air laut (kg/m)
Hb = Tinggi gelombang pecah (m)
Cb = Cepat rambat gelombang pecah (m/d) =
b = Sudut datang gelombang pecah
K, n = Konstanta
Adzan, Adli Muhammad., Zahra Imma R. S., dan Sona Ydha D. 2011. Pola Arus
Laut, Pengaruh dan Pemanfaatannya.
Arfiati, D. 2001. Diktat Kuliah Limnologi. Kimia Air. Fakultas Perikanan.
Universitas Brawijaya. Malang
Badudu dan Zain, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta
Baharudin. 2009. Pola tranformasi gelombang dengan menggunakan Model
rcpwave pada pantai bau-bau, Provinsi sulawesi tenggara. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, Vol.1(2) : 60-71
Dahuri, R., 1987. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. Pradya Paramita, Jakarta
Danial, M. M.2008. Rekayasa Pantai.Alfabeta. Bandung.
Gross G.M., 1990. Oceanography; A View of the Earth. Prantice Hall. Engelwood
Cliffs. New Jersey. 150 pp
Hidayat, N., 2005, Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Fisik
di Pantai, Jurnal SMARTek, 3 (2), pp. 73 s.d 85.
Hutabarat, S dan SM. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas
Indonesia-Press. Jakarta.
Ilahude, A.G., dan A. Nontji. 1999. Pengantar ke Oseanologi Fisika. P2O-LIPI.
Jakarta.
Iskandar, T. 2009. Prediksi Pasang Surut Laut di Selat Malaka Dengan
Menggunakan Model Hamsom. Tesis. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ismail, M. Furqon Azis dan Ankiq Taofiqurohman S. 2012. Simulasi Numeris
Arus Pasang Surut Di Perairan Cirebon. Jurnal Akuatika Vol. III No. 1/
Maret 2012 (1-10).
Kamat, Yotam N, dkk. 2014. Pola Arus Permukaan saat Surut di Sekitar Muara
Sungai Malalayang, Teluk Manado. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan
Tangkap. Edisi Khusus : halaman 99-104.
Marpaung, Sartono dan Teguh Prayogo. 2014. Analisis Arus Geostropik
Permukaan Laut Berdasarkan Data Satelit Altimetri. Volume 1(1).
Nontji, Anugerah. 1987. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta.
Nybakken, J.W. 1998. Biologi laut: Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia:
Jakarta.
Ongkosongo, O.S.R dan Suyarso. 1989.Pasang-Surut. LIPI, Jakarta
Pariwono, I., John, 1989. Makalah : Gaya Penggerak Pasang Surut, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi, Jakarta.
Pratikto, W.A. dkk, 2000. Struktur Pelindung Pantai, hibah Pengajaran Like.
Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Putro, Haryono. 2014. Survei Pelabuhan dan Perairan Pantai. FTSP Universitas
Gunadarma.
Ramdhan, Muhammad.2011. Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut Di
Perairan Pulau Pramuka Dan Kabupaten Pati Dengan Prediksi Pasang
Surut Tide Model Driver.Padang : Jorunal Segara Vol.VII No 1
Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir Secara Berkelanjutan. Djambatan : Jakarta.
Sudarto, etall,. 2013. Kondisi Arus Permukaan Di Perairan Pantai: Pengamatan
Dengan Metode Lagrangian. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan
Tangkap. 1 (3) : 98-102.
Tarigan, M. S., 1986. Studi Pendahuluan Energi Gelombang di Teluk Ambon
Bagian Luar. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon Triadmodjo, B., 1996.
Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta. Triadmodjo, B., 1999. Teknik
Pantai. Beta Offset, Yogyakarta.jnb
Tim Asisten. 2016. Tranformasi Gelombang. Tim Asisten Program Studi
Oseanografi Universitas Diponegoro.
Triatmodjo, Bambang. 2012. Perencanaan Bangunan Pantai. Beta Offset.
Yogyakarta
Triatmodjo, Bambang., 1999. Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta.
Widiyanti, Victoria. 2015. Tipus Gelombang. www.academia.edu. Diakses pada
hari Selasa tanggal 6 November 2016, pukul 02.30 WIB.