Daftar Isi1
I. Pendahuluan..3
1
4.1.1 Fitoplankton...21
4.1.2 Zooplankton...22
4.2 Pembahasan.........................24
V. Penutup........................26
5.1 Kesimpulan.......26
5.2 Saran..26
Daftar Pustaka.....27
Lampiran.28
2
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar Bacillariophyceae...8
2. Gambar Dynophyceae..9
3. Gambar Alat dan Bahan......18
3
DAFTAR LAMPIRAN
4
I. PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
1. Mengetahui secara mendalam tentang jenis jenis fitoplankton yang terdapat
di perairan laut. Sehingga dapat mengenal dan membedakan fitoplankton dan
zooplankton.
2. Pengenalan teknik metoda sampling dan teknik pencacahan fitoplankton dan
zooplankton
5
2.1 Plankton
2.1.1 Fitoplankton
Fitoplankton didefinisikan sebagai organisme-tumbuhan mikroskopik
yang hidup melayang, mengapung di dalam air dan memiliki kemampuan
gerak yang terbatas. Fitoplankton terdiri dari divisi chrysophyta (diatom),
chlrorophyta dan cyanophyta. Biasanya chlorophyta dan cyanophyta
mudah ditemukan pada komunitas plankton perairan tawar sedangkan
chrysophyta dapat ditemukan diperairan tawar dan asin. Komunitas
fitoplankton umumnya didominasi oleh jenis fitoplankton yang berukuran
lebih kecil dari 10 m. Dalam pertumbuhannya setiap jenis fitoplankton
mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan nutrien yang
terlarut dalam badan air. Oleh karena itu, perbandingan nutrien, khususnya
nitrogen, fosfor dan silikat terlarut sangat menentukan dominasi suatu jenis
fitoplankton di perairan (Garno, 2010).
Faktor lain dominasi fitoplankton juga ditentukan oleh pemangsaan
oleh zooplankton. Telah diketahui bahwa beberapa jenis fitoplankton tidak
dapat dimakan oleh zooplankton, karena bentuk morfologi dan fisiologi
fitoplankton ukuran, komposisi dan mekanisme makan zooplankton serta
faktor abiotik lainnya. Fitoplankton adalah produktivitas primer produsen
primer, yang struktur komunitasnya mudah berubah oleh perubahan sifat
fisik, kimia (zat-zat hara) dan biologi ekosistemnya maka keberadaan
fitoplankton dalam suatu perairan bukan hanya dapat dijadikan parameter
biologi dalam analisis status kualitas lingkungan perairan namun dapat pula
dijadikan indikator biologi dalam penentuan tingkat pencemaran (Garno,
2010).
2.1.2 Zooplankton
Zooplankton merupakan organisme laut yang memainkan peran
yang sangat penting dalam menopang rantai makanan di laut. Meskipun
daya geraknya terbatas dan distribusinya ditentukan oleh keberadaan
makanannya, zooplankton berperan pada tingkat energi yang kedua yang
6
menghubungkan produsen utama (fitoplankton) dengan konsumen dalam
tingkat makanan yang lebih tinggi. Peranan zooplankton sebagai konsumen
pertama sangat berpengaruh dalam rantai makanan suatu ekosistem
perairan. Umumnya sebaran konsentrasi plankton di perairan pantai tinggi
karena tingginya kadar nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan
air sungai. Namun sebaliknya, konsentrasi nutrien di perairan laut terbuka
sangat terbatas. Pengayaan nutrien yang dijumpai di laut terbuka
kemungkinan berasal dari penaikan massa air laut dalam yang lebih dingin
dan kaya nutrient (Fitriya dan Muhammad, 2013).
Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas (nekton) atau
yang hidup di dasar laut (benthos) menjalani awal kehidupannya sebagai
zooplankton yakni ketika masih berupa telur dan larva. Baru dikemudian
hari, menjelang dewasa, sifat hidupnya yang bermula sebagai plankton
berubah menjadi nekton atau benthos. Zooplankton ada yang hidup di
permukaan dan ada pula yang hidup di perairan dalam. Ada pula yang
dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan.
Zooplankton melakukan migrasi harian dimana Zooplankton bergerak ke
arah dasar pada siang hari dan ke permukaan pada malam hari. Rangsangan
utama yang menyebabkan migrasi vertikal harian adalah cahaya.
Zooplankton akan bergerak menjauhi permukaan bila intensitas cahaya di
permukaan meningkat, dan Zooplankton akan bergerak ke permukaan laut
apabila intensitas cahaya di permukaan menurun (Davis (1995) dalam
Fitriya dan Muhammad (2013)).
7
upwelling. Ukuran diatom berkisar dari < 10 m sampai mendekati
200m. Tidak adanya flagel, cilia, atau organ pergerakan lain,
bersifat non-motil, dan akan tenggelam pada perairan yang tidak
terdapat turbulensi. Jenis diatom yang banyak dijumpai di perairan
lepas pantai Indonesia antara lain Chaetoceros sp., Rhizosolenia
sp., Thalassiothrix sp. dan Bachteriastrum sp. Sedangkan pada
daerah pantai atau muara sungai biasanya terdapat Skeletonema
sp., dan kadang -kadang Coscinodiscus sp (Sunarto, 2008).
2.2.1.2 Cyanophyceae
Blue-green alga (BGA) ini umumnya ditemui pada perairan
dangkal, pantai-pantai tropis, tetapi dalam densitas yang rendah.
Terkadang terjadi blooming alga ini pada daerah payau dan habitat
pantai. Kandungan klorofil a pada BGA berisi phycobilin dan
carotenoid yang menentukan variasi warna pada beberapa spesies.
Pigmen phycocyanin menyebabkan warna biru-hijau pada beberapa
individu kelompok ini. Salah satu jenis alga dari kelompok ini
adalah Trichodesmium erythraeum yang keberadaannya memberi
pewarnaan Laut Merah. Ukuran BGA berkisar dari < 1 m untuk
yang bersel tunggal sampai lebih dari 100 m untuk tipe filamen.
Cyanophyceae pelagis mencakup spesies dari Haliarachne,
Katagnymene, Oscillatoriadan Trichodesmium. Spesies bentik
sering berada pada lapisan dasar dekat substrat dan terapung
kepermukaan oleh pergerakan air pasang (Sunarto, 2008).
2.2.1.3 Dynophyceae
8
Dynophyceae merupakan kelas dari dinoflagellata yang
memiliki tipe uniseluler, biflagelata, dan merupakan organisme
autotrof yang seperti juga diatom, mensuplai produktivitas yang
terbesar pada beberapa wilayah perairan. Individu sel dinoflagellata
memiliki kisaran ukuran 5-200 m, tetapi beberapa spesies (seperti
Polykrikos sp.) terkadang tumbuh dalam rantai lebih besar atau
pseudocoloni. Dinoplagellata mendominasi komunitas fitoplankton
di periran sub-tropik dan tropik. Antara 1000 -1500 spesies
dinoflagellata menempati lingkungan laut dan air tawar, tetapi
sebagian besarnya (lebih dari 90%) hidup dilaut. Kelompok yang
mewakili kelas ini umunya berasal dari Peridinales yang meliputi
Ceratium, Gonyaulax dan Peridinium dan genera Gymnodiniales
yang meliputi Amphidinium, Ptychodiscus (Gymnodinium) dan
Gyrodinium (Sunarto, 2008).
Beberapa jenis dinoflagellata mempunyai kemampuan
menghasilkan cahaya (bioluminescent) antara lain Noctiluca,
Gymnodinium, dan Pyrocystis. Pada malam hari kelompok
Noctiluca akan mengeluarkan cahaya apabila air laut terpercik oleh
benda-benda yang mengusiknya. Cahaya ini terpancar karena
oksidasi zat non protein (luciferin) dengan bantuan enzim
(luciferase). Umumnya dinoflagellata bereproduksi secara aseksual
dengan melalui pembelahan sel, meskipun ada beberap individu
bereproduksi secara seksual seperti Ceratium dan Glenodinium
(Sunarto, 2008).
2.2.1.4 Chlorophyceae
9
Mikroalga atau ganggang adalah organisme perairan yang lebih
dikenal dengan fitoplankton (alga laut bersel tunggal). Organisme
ini dapat melakukan fotosintesis dan hidup dari nutrien anorganik
serta menghasilkan zat-zat organik dari CO2 oleh fotosintesis.
Mikroalga mempunyai zat warna hijau daun (pigmen) klorofil yang
berperan pada proses fotosintesis dengan bantuan H2O, CO2 dan
sinar matahari untuk menghasilkan energi. Energi ini digunakan
untuk biosintesis sel, pertumbuhan dan pertambahan sel, bergerak
atau berpindah dan reproduksi. Disamping itu famili ganggang
halus Chlorophyceae menghasilkan asam lemak tak jenuh omega-3,
6, dan 9, serat, vitamin, protein, dan mineral. Kandungan beta
karoten 900 lebih banyak dibandingkan dengan wortel, dan
kandungan omega-3 mikroalga lebih banyak dibandingkan minyak
ikan, biji rami, dan kedelai, yaitu 50-60 persen (Chalid et.al., 2012).
2.2.2 Zooplankton
2.2.2.1 Protozoa
10
holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di
semua laut dan samudera (Nybakken (1992 dalam Wardhana
(2012)).
2.2.2.3 Moluska
11
Chaetognatha adalah invertebrata laut dengan jumlah spesies
relatif sedikit tetapi sangat berperan terhadap jaring-jaring makanan
di laut. Biota ini memiliki ciri-ciri antara lain bentuk tubuh
memanjang seperti torpedo, transparan, organ berpasangan pada
masing-masing sisi, memiliki bagian caudal yang memanjang sirip
dan kepala dengan sepasang mata dan sejumlah duri melengkung di
sekeliling mulut (Nyabakken (1992) dalam Wardhana (2012)).
12
Distribusi plankton secara horizontal lebih banyak dipengaruhi faktor
fisik berupa pergerakan masa air. Oleh karena itu pengelompokan
(pathciness) plankton lebih banyak terjadi pada daerah neritik terutama yang
dipengaruhi estuaria dibandingkan dengan oseanik. Faktor-faktor fisik yang
menyebabkan distribusi fitoplankton yang tidak merata antara lain arus
pasang surut, morfogeografi setempat, dan proses fisik dari lepas pantai
berupa arus yang membawa masa air kepantai akibat adanya hembusan
angin. Selain itu ketersediaan nutrien pada setiap perairan yang berbeda
menyebabkan perbedaan kelimpahan fitoplankton pada daerah-daerah
tersebut.
2. Distribusi Vertikal
Distribusi vertikal plankton sangat berhubungan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi produktivita snya, selain kemampuan pergerakan atau
faktor lingkungan yang mendukung plankton mampu bermigrasi secara
vertikal. Distribusi plankton di laut secara umum menunjukkan densitas
maksimum dekat lapisan permukaan (lapisan fotik) dan pada waktu lain
berada dibawahnya. Hal ini menunjukan bahwa distribusi vertikal sangat
berhubungan dengan dimensi waktu (temporal). Selain faktor cahaya, suhu
juga sangat mendukung pergerakannya secara vertikal. Hal ini sangat
berhubungan dengan densitas air laut yang mampu menahan plankton untuk
tidak tenggelam. Perpindahan secara vertikal ini juga dipengaruhi oleh
kemampuannya bergerak atau lebih tepat mengadakan adaptasi fisiologis
sehingga terus melayang pada kolom air.
3. Distribusi Harian dan Musiman
Distribusi plankton dari waktu ke waktu lebih banyak ditentukan oleh
pengaruh lingkungan. Distribusi temporal banyak dipengaruhi oleh
pergerakan matahari atau dengan kata lain cahaya sangat mendominasi pola
distribusinya. Distribusi harian plankton, terutama pada daerah tropis,
mengikuti perubahan intensitas cahaya sebagai akibat pergerakan semu
matahari. Pada pagi hari dimana intensitas cahaya masih rendah dan suhu
permukaan air masih relatif dingin plankton berada tidak jauh dengan
13
permukan. Pada siang hari plankton berada cukup jauh dari pemukaan
karena menghindari cahaya yang terlalu kuat. Pada sore hingga malam hari
plankton begerak mendekati bahkan berada pada daerah permukaan.
1. Suhu
Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk
kedalam air. Suhu berperan dalam ekologi dan distribusi
plankton baik fitoplankton maupun zooplankton (Sunarto, 2008).
Suhu mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap
fitoplankton. Efek langsung yaitu toleransi organisme terhadap
keadaan suhu, sedangkan efek tidak langsung yaitu melalui
lingkungan misalnya dengan kenaikan suhu air sampai batas
tertentu akan menurunkan kelarutan oksigen (Chalid et.al.,
2012).
2. Kecerahan
14
1. Padatan Total Tersuspensi
Bahan-bahan terlarut dan tersuspensi pada perairan alami
tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan, terutama TSS
dapat meningkatkan nilai kekeruhan, yang selanjutnya akan
menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan
akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis (Sunarto,
2008).
2. Derajat Keasaman
Fluktuasi pH sangat dipengaruhi oleh proses respirasi,
karena gas karbondioksida yang dihasilkannya. Semakin banyak
karbondioksida yang dihasilkan dari proses respirasi, maka pH
akan semakin rendah. Namun sebaliknya jika aktivitas
fotosintesis semakin tinggi maka akan menyebabkan pH semakin
tinggi (Sunarto, 2008).
3. Karbondioksida (CO2)
Ketersediaan karbondioksida adalah sumber utama untuk
fotosintesis, dan pada banyak cara menunjukkan hubungan
keterbalikan dengan oksigen (Sunarto, 2008).
4. Nitrat (N-NO3)
Nitrat adalah sumber nitrogen dalam air laut maupun air
tawar. Bentuk kombinasi lain dari elemen ini bisa tersedia dalam
bentuk amonia, nnitrit dan komponen organik. Kombinasi
elemen ini sering dimanfaatkan oleh fitoplankton terutama kalau
unsur nitrat terbatas. Nitrogen terlarut juga bisa dimanfaatkan
oleh jenis blue-green algae dengan cara fiksasi nitrogen
(Apridiyanti, 2008).
5. Oksigen Terlarut/ Dissolved Oxygen (DO)
Sumber oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari difusi
oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Sunarto, 2008).
15
2.5.2.1 Fisika
1. Suhu
Pemilihan suhu yang optimal untuk budidaya pada pembesaran
tergantung dari tipe morfologinya, small type dan long type juga
berbeda dalam kebutuhanya terutama suhu optimal untuk
pertumbuhannya. Suhu optimal antara 15-25oC. pada umumnya
peningkatan suhu didalam batas-batas optimal biasanya
mengakibatkan aktivitas reproduksi juga meningkat (Sunarto,
2008).
2. Kecerahan
Kecerahan atau kekeruhan air disebabkan oleh adanya partikel-
partikel liat lumpur atau lainya yang mengendap, akan merusak
nilai guna dasar perairan yang merupakan daerah pemijahan dan
habitat berbgai organism. Banyaknya cahaya yang menembus
permukaan laut dan menerangi lapisan permukaan air laut setiap
hari dan perubahan intensitas dengan bertambahnya memiliki
peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton (juga
zooplankton yang ada didalamnya) (Sunarto, 2008).
2.5.2.2 Kimia
1. pH
Zooplankton biasanya banyak terdapat diperairan yang kaya bahan
organic, zooplankton alam hidup pada pH > 6,6, sedangkan pada
kondisi biasa yang optimal hidup pada kondisi pH 6-8
(Sunarto,2008).
2. DO (Oksigen Terlarut)
Beberapa spesies zooplankton dapat bertahan hidup di air dengan
kadar oksigen terlarut yang rendah yakni 2mg/l. tingkat oksigen
tertinggi dalam air budidaya tergantung pada suhu, salinitas,
kepadatan, jenis makanan yang yang digunakan (Sunarto, 2008).
3. Material Organik
16
Sebagian besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya
pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus
(Sunarto, 2008)
17
III. MATERI METODE
3.1 Materi
3.1.1 Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Sabtu, 21 November 2015
Waktu : Sampling : 11.50 12.10
Laboratorium : 14.00 16.00 dan 19.30 22.00
Tempat : Perpustakaan Kampus Teluk Awur Jepara
3.1.2 Alat dan Bahan
18
Mikroskop Untuk mengamati plankto
3.2 Metode
19
3.2.1 Metode Pengambilan Sampel
Sampel diambil menggunakan plankton-net dengan ukuran mesh 35
m untuk fitoplankton, dan ukuran 50 m untuk zooplankton. Teknik
pengambilannya yaitu dengan memasukan plankton-net ke dalam laut pada
permukaan saja, kemudian memegangi pada bagian depan dan bagian
belakang sehingga plankton-net terbang secara horizontal, dan kapal ditarik
dengan kecepatan 7 knots. Waktu yang dibutuhkan untuk mengambil
sampel zooplankton dan fitoplankton yaitu masing-masing selama 3 menit.
3.2.2 Identifikasi Plankton
Proses identifikasi plankton dilakukan 2x yaitu pada siang menjelang
sore untuk fitoplankton dan malam hari untuk zooplankton. Mula-mula
sampel diambil sebanyak 1 ml (20 tetes) kemudian diletakkan pada
sedgewick-rafter dan ditutup dengan kaca preparat, kemudian diamati
dengan mikroskop perbesaran 100x untuk fitoplankton dan 40x untuk
zooplankton. Hasil plankton yang nampak kemudian digambar dan
diidentifikasi jenisnya sampai genus dengan menggunakan buku
identifikasi plankton.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Fitoplankton
No Genus Gambar Taksonomi
Fitoplankton
Kingdom: Protista
Divisi : Euglenozoa
Kelas : Euglenoidea
Ordo : Euglenida
1 Euglena Famili : Euglenidae
Genus : Euglena
Kingdom: Plantae
Divisi : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Thalassiosirales
Famili : Thalassiosiraceae
2 Thalassiosira Genus : Thalassiosira
Kingdom: Protista
Divisi : Bacillariophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Biddulphiales
Famili : Biddulphiaceae
3 Biddulphia Genus : Biddulphia
Kingdom: Chromalveolata
Divisi : Heterokontophyta
Kelas : Coscinodiscophyceae
4 Coscinodiscus Ordo : Coscinodicales
Famili : Coscinodiscaceae
Genus : Coscinodiscus
Kingdom: Plantae
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Oscillatoriales
21
5 Trichodesmium Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Trichodesmium
4.1.2 Zooplankton
N Genus Gambar Taksonomi
o
1 Cyclops Kingdom: Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Maxillopoda
Ordo : Cyclopoida
Famili : Cyclopidae
Genus : Cyclops
2 Aurelia Kingdom: Animalia
Filum : Cnidaria
Kelas : Scyphozoa
Ordo : Semaeostomeae
Famili : Ulmaridae
Genus : Aurelia
Kingdom: Animalia
3 Larva Udang Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Caridea
4 Larva Lobster Kingdom: Animalia
22
Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Nephropidae
5 Copepoda Kingdom: Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Maxillopoda
Subkelas : Copepoda
Ordo : Calanoida
6 Amphipod Kingdom :Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Amphipoda
Famili : Melitidae
Genus :Abludomelita
Kingdom: Animalia
Filum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Anostraca
Famili : Artemidae
7 Artemia Genus : Artemia
Kingdom: Animalia
8 Phoronida
Filum : Phoronida
23
4.2 Pembahasan
Sampel diambil pada perairan Teluk Awur, Jepara pada tanggal 21
November 2015. Perairan ini dipilih karena tidak banyak sampah di sekitarnya
namun juga tidak terlalu bersih karena dekat dengan pemukiman warga, sehingga
diharapkan dapat menemukan salah satu jenis plankton yang menjadi suatu
indikator perairan apakah perairan Teluk Awur sudah tercemar atau belum dan
mengetahui dominasi plankton di dalamnya. Kondisi cuaca saat sedang
dilakukan sampling pada pagi hari yaitu cerah namun menjelang siang cuaca
berubah menjadi berawan, berangin, bahkan turun sedikit hujan. Arus laut yang
ada dapat dikatakan sangat tenang pada saat cuaca cerah, kemudian menjadi agak
kuat saat langit mulai mendung dan terjadi hujan.
Berdasarkan hasil plankton yang ditangkap, pada kelompok 6A ditemukan
banyak zooplankton jenis larva crustacea dan copepoda dan fitoplankton jenis
Thalassiosira . Hasil yang didapat dari mikroskop dengan perbesaran 100x,
fitoplankton Thalassiosira sangat bervariasi dengan berbagai bentuk mulai dari
melingkar bersegmen, memanjang dengan banyak segmen, pendek bersegmen,
dan berbentuk seperti kubus dengan bola didalamnya yang menandakan sedang
berlangsungnya proses pembelahan sel, dan hasil pengamatan pada zooplankton
terdapat beberapa larva ubur-ubur, dan sisanya didominasi oleh larva crustacea
dengan bermacam-macam ukuran, serta copepod jenis Cyclops.
Banyaknya jumlah plankton di perairan Teluk Awur Jepara terjadi karena
perairan ini dekat dengan pemukiman warga, dimana mayoritas penduduknya
mengembangkan produk jasa tani, sehingga banyak limbah organik yang
terbuang ke dalam laut dan mengakibatkan banyaknya jumlah fitoplankton
sebagai produktivitas primer, maka disitu juga banyak terdapat zooplankton
sebagai konsumen primer. Distribusi plankton yang terjadi yaitu berupa sebaran
horizontal yang dipengaruhi oleh kuat arus, serta distribusi vertikal yang
dipengaruhi oleh intensitas cahaya serta densitas air laut yang dapat menahan
plankton supaya tidak tenggelam.
24
25
V. PENUTUP
5.2 Kesimpulan
1. Dari fitoplankton yang berhasil diidentifikasi, kelompok 6A mendapatkan
genus Euglena, Thalassiosira, Biddulphia, Coscinodiscus, dan
Trichodesmium.
2. Dari zooplankton yang berhasil diidentifikasi, kelompok 6A mendapatkan
jenis Cyclops, larva crustacea, larva ubur-ubur, Copepoda, Amphipoda,
Artemia, dan Phoronida.
5.3 Saran
1. Sebaiknya ketika praktikum sedang berlangsung, praktikan membawa tisu
sendiri-sendiri untuk membersihkan air laut yang tumpah.
2. Sebaiknya praktikan berhati-hati saat menggunakan segala macam peralatan
supaya tidak ada yang rusak.
3. Sebaiknya sebelum memulai praktikum, praktikan mengecek semua peralatan
apakah berfungsi dengan baik atau tidak, dan mengecek kondisi mikroskop
serta sedgewick-rafter terlebih dahulu.
26
DAFTAR PUSTAKA
Chalid, Sri Yadial, dkk. 2012. Kultivasi Chlorella, sp Pada Media Tumbuh yang
Diperkaya dengan Pupuk Anorganik dan Soil Extract. UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta
Fitriya, Nurul dan Muhammad Lukman. 2013. Komunitas Zooplankton di Perairan
Lamalera dan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Jakarta
Garno, Yudhi Soetrisno. 2010. Kualitas Air dan Dinamika Fitoplankton di Perairan
Pulau Harapan. Jakarta
Sunarto. 2008. Karakteristik Biologi dan Peranan Plankton bagi Ekosistem Laut.
Universitas Padjajaran. Jatinangor
Wardhana, Wisnu. 2012. Penggolongan Plankton. Universitas Indonesia. Depok
Witty, Lyene M. 2004. Practical Guide to Identifying Freshwater Crustacean
Zooplankton. Laurentian University Ontario. Canada
27