Anda di halaman 1dari 15

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan lengkap Praktikum Kimia Analisis Instrumen dengan judul


Polarimeter disusun oleh :
Nama : Ramlah
Nim : 1513141002
Kelas : Kimia
Kelompok : IV( Empat )
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.

Makassar, November 2017


Koordinator Asisten Asisten

Reski Ramadani, S.Pd Reski Ramadani, S.Pd

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Hasri, M.Si


NIP. 19651103 199802 2 001
A. JUDUL PERCOBAAN
Polarimeter

B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui prinsip dasar dan prinsip kerja dari alat polarimeter
2. Mengetahui kemampuan larutan fruktosa dan sukrosa memutar bidang
polarisasi cahaya menggunakan alat polarimeter serta menentukkan
konsentrasi dari fruktosa dan sukrosa.

C. LANDASAN TEORI
Isomerisme optik sering disebut juga sebagai enantiomer, yaitu
isomerisme yang berbeda dalam hal konfigurasi atom kiral, karena pembawa
sifat optis aktif ternyata berkaitan dengan struktur kiral. Struktur kiral
merupakan objek dissymmetric atau handedness artinya, obyek yang bersifat
mirip dengan sifat tangan kanan yang merupakan bayangan dari tangan kiri.
Jadi, struktur kiral merupakan molekul yang menghasilkan bayangan cermin
yang bersifat nonsuperimposible (artinya bentuk yang satu tidak dapat
ditumpangkan tepat di atas bentuk bayangan cerminnya seperti halnya tangan
kanan tengkurap tidak dapat tepat ditumpangkan di atas tangan kiri yang
tengkurap pula (Saputro, 2015: 130).
Polarisasi cahaya adalah peristiwa perubahan arah getar gelobang cahaya
yang acak menjadi satu arah getar. Jika gelombang elektromagnetik
terpolarisasi melewati bahan optis aktif maka bidang polarisasinya terputar
dan membentuk sudut dengan bidang datang. Polarisasi linier diasumsikan
terdiri dari polarisasi melingkar ke kanan dan ke kiri dengan besar tertentu yang
ketika melewati bahan optis aktif kecepatannya akan berbeda. Jika molekul zat tidak
simetri maka dapat mempunyai dua bentuk struktur yang berbeda terkait dengan
bayangan cermin dan dapat merotasi bidang polarisasi dengan jumlah yang sama
tetapi dalam arah yang berlawanan sehingga bersifat optis aktif dan disebut molekul
chiral. Pasangannya disebut enantiomer atau isomer optik (Widyastuti, 2011: 64).
Gejala polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada
tali yang dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah
maka gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut. Sebaliknya jika tali
digetarkan dengan arah tegak lurus celah maka gelombang pada tali tidak bisa
melewati celah tersebut. Sinar alami seperti sinar matahari pada umumnya
adalah sinar yang tak terpolarisasi. Cahaya dapat mengalami gejala polarisasi
dengan berbagai cara, antara lain karena peristiwa pemantulan, pembiasan,
bias kembar, absorbsi selektif, dan hamburan (Nuraniza, 2013: 88).
Cahaya dapat dibuat menjadi monokroamtik (memiliki hanya satu panjang
gelombang) menggunakan filter yang disebut sebagai monokromator yang
berupa prisma. Ketika cahaya melewati prisma, maka cahaya yang bervibrasi
ada diteruskan pada satu bidang transmisi, sedangkan gelombang pada bidang
yang lain ada yang dibelokkan dan ada yang diserap. Cahaya yang diteruskan
ketika melewati prisma disebut sebagai cahaya yang memutar bidang
polarisasi. Suatu zat yang memiliki sifat optik aktif merupakan senyawa yang
dapat memutar bidang polarisasi cahaya monokromatik yang melewati
senyawa tersebut. Putaran optik merupakan sifat fisik suatu zat atau senyawa
yangmerupakan ukuran optik yang disebabkan oleh adanya interaksi cahaya
dengan zat atau senyawa yang dianalisis (Julianto, 2016: 45-46).
Bila cahaya terpolarisasi dilewatkan ke dalam suatu zat optis aktif seperti
gula, maka cahaya itu akan dibelokkan. Kalau cahaya tersebut dilewatkan ke
dalam air murni kita melihat cahaya tersebut diteruskan, artinya air tak dapat
memutar bidang cahaya terpolarisasi. Zat optis aktif ditandai oleh adanya
atom karbon tak setangkup (asimetri = tak simetri) atau kiral di dalam
senyawa organik (Hendayana, 1994: 9).

Rotasi spesifik didefinisikan sebagai []t = , dimana adalah sudut
dc
pada bidang cahaya terpolarisasi dirotasi oleh larutan dengan konsentrasi c
gram zat terlarut per mL larutan. Pada suatu bejana dengan panjang d
desimeter. Panjang gelombang yang umumnya dispesifikkan adalah 590 nm,
berupa garis spectrum natrium. Beberapa nlai rotasi spesifik untuk beberapa
senyawa optis aktif terlihat pada tabel:
Senyawa []
Senyawa []

d-Glukosa +52,7 Sukrosa +66,5


d-Fruktosa -92,4 Asam tartarat +14,1
Maltosa +130,4 (semua senyawa yang dukur dalam air)
(Khopkar, 1990: 289).
Rotasi spesifik zat aktif optis ditetapkan dengan sebuah polarimeter. Jika
cahaya terpolarisasi dilewatkan salah satu isomer, bidang polarisasi akan
berputar ke kiri atau ke kanan. Pemutaran bidang terpolarisasi ke kanan yaitu
searah dengan putaran jarum jam, disebut putaran dekstro yang disingkat d
atau (+). Sebaliknya, pemutaran bidang cahaya terpolarisasi ke kiri, yaitu
berlawanan dengan arah putaran jarum jam, disebut putaran levo yang
disingkat l atau (-). Senyawa yang memutar bidang cahaya terpolarisasi ke
kanan disebut dekstrorotatori (memutar ke kanan; latin : dexter, kanan),
sedangkan senyawa yang memutar bidang cahaya terpolarisasi k kiri disebut
levorotatori (memutar ke kiri; latin: laevous, kiri) (Sumardjo, 2006: 53).
Polarimeter adalah alat untuk mengukur besarnya putaran berkas cahaya
terpolarisasi oleh suatu zat optis aktif. Besarnya ditentukan dengan memutar
analiser sedemikian rupa pada saat tabung berisi sampel sehingga posisi
cahaya yang diamati (secara visual) kembali pada posisinya, bila tabung tidak
berisi sampel. Pada pemakaian polarimeter sukrosa dapat diukur ditentukan
secara langsung dengan menggunakan persamaan :

= = =
[]20
2 66,5 133,0

Nilai []20
untuk sukrosa adalah 66,5 ( d = 2 dm ). Persamaan tersebut

berlaku bila tidak ada zat optis aktif lain dalam sampel. Reaksi berikut dapat
diikuti polarimeter :

12 22 11 6 12 6 6 12 6
+ 2 +

Selama reaksi inversi tersebut nilai []20


berubah dari nilai 66,5 (untuk

sukrosa) menjadi 19,8 untuk campuran ekimolar glukosa dan fruktosa.


Dengan menghitung rotasi sebelum dan sesudah reaksi inversi, maka
presentase sukrosa dapat dihitung. Jika adalah sudut rotasi maka nilai
sukrosa dapat diperolah (Khopkar, 1990 : 290-291).
Pengaruh konsentrasi larutan gula yaitu sebanding dengan besarnya
perubahan sudut putar jenis. Semakin besar konsentrasi larutan gula semakin
besar perubahan sudut putar jenisnya. Larutan gula yang merupakan larutan
optis aktif berfungsi untuk membelokkan cahaya yang telah melalui
polarisator. Untuk menemukan sinar yang telah dibelokkan oleh larutan gula,
digunakan analisator yang sudutnya dapat diubah-ubah. Sedangkan Pengaruh
panjang gelombang terhadap perubahan sudut putar jenis yaitu berbanding
terbalik dimana semakin kecil nilai panjang gelombang sumber cahaya maka
perubahan sudut putar jenisnya semakin besar (Purwasih, 2015 : 42-43).
Sumber cahaya yang digunakan pada polarimeter adalah lampu natrium
(Na). Cahaya akan terpolarisasi ketika melewati prisma nicol (polarizer).
Cahaya yang terpolarisasi ini melewati sampel yang memiliki sifat optik aktif
maka cahaya terpolarisasi akan berputar dengan sudut arah putaran tertentu
tergantung pada jenis sampel atau senyawa optik aktif yang dilewatinya.
Akhirnya cahaya akan melalui prisma nicol di sisi lainnya sehingga diperoleh
cahaya maksimal yang lewat (Julianto, 2016: 46).
Jika seberkas cahaya dilewatkan pada dua buah polarisator maka intensitas
cahaya yang ditransmisikan akan mencapai nilai maksimum jika arah
transmisi cahaya dari kedua polarisator tersebut saling sejajar. Sebaliknya
akan menghasilkan intensitas minimum bila arah transmisi cahaya dari kedua
polarisator saling tegak lurus. Apabila di antara kedua polarisator ini
diberikan suatu medium transparan yang dikenai medan listrik luar maka arah
sudut polarisasi cahaya yang ditransmisikan oleh polarisator akan mengalami
perubahan. Jika medium transparan yang diletakkan di antara kedua
polarisator mengalami perubahan sifatsifat fisik maka sifat optisnya juga
mengalami perubahan sehingga dapat mempengaruhi perubahan sudut
polarisasinya (Nuraniza, 2013: 88).
Sifat optis aktif senyawa bergantung pada sudut polarisasi cahaya yang
melaluinya. Makin besar sudut polarisasi maka senyawa itu makin bersifat
optis aktif. Berbagai jenis cairan organik dan anorganik mempunyai sifat
optis aktif yang berarti dapat memutar bidang polarisasi cahaya yang
melaluinya. Besar sudut polarisasi bergantung pada panjang lintasan cahaya
yang melalui medium, dan konsentrasi zat aktif dalam cairan. Gula
merupakan contoh molekul yang memutar arah getar cahaya, dengan sudut
putar yang berbanding lurus dengan konsentrasinya. Molekul gula
mempunyai bentuk spiral (heliks), dengan arah putar
tertentu (Purwasih, 2015: 40).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Polarimeter 1 set
b. Pipet tetes 8 buah
c. Gelas kimia 100 mL 3 buah
d. Botol semprot 1 buah
e. Lap kasar 1 buah
f. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Aquades (H2O)
b. Larutan sukrosa 5% (C12H22O11)
c. Larutan sukrosa 10% (C12H22O11)
d. Larutan sukrosa 15% (C12H22O11)
e. Larutan fruktosa 5% (C6H12O6)
f. Larutan fruktosa 10% (C6H12O6)
g. Larutan fruktosa 15% (C6H12O6)
h. Tissu
i. Larutan sampel x
j. Larutan sampel y
E. PROSEDUR KERJA
1. Alat polarimeter dihidupkan dengan menekan tombol () dan dibiarkan
beberapa menit hingga alat stabil dengan menunjukkan angka Nol pada
layar
2. Alat dikalibrasi dengan memasukkan tube/tabung kosong kedalam
chamber dan tutup chamber dilajutkan dengan menekan tombol ZERO
hingga dilayar menunjukkan nilai NOL (0) maka alat siap digunakan.
3. Tube dibersihkan lalu diisi dengan aquades (jangan sampai ada
gelembung), dan dimasukkan kedalam chamber dan menutupnya
4. Alat akan langsung membaca sudut polarisasi aquades dan
menampilkannya pada layar.
5. Tube/Tabung dikeluarkan, lalu dibilas dan diisi dengan sampel (larutan
sukrosa 5%).
6. Tube/tabung dimasukkan kedalam chamber dan menutupnya. Sudut
polarisasi dicatat
7. Perlakuan 5 dan 6 diulangi dengan mengganti larutan sukrosa 5% dengan
sukrosa 10%, sukrosa 15%, fruktosa 5%, fruktosa 10%, fruktosa 15%,
sampel x dan sampel y.

F. HASIL PENGAMATAN
NO Bahan Sudut polarisasi ()
1. Aquades 0,00
2. Sukrosa 5% 3,04
3. Sukrosa 10% 6,29
4. Sukrosa 15% 9,11
5. Fruktosa 5% -4,26
6. Fruktosa 10% -8,46
7. Fruktosa 15% -12,71
8. Sampel x -8,45
9. Sampel y 7,69
G. ANALISIS DATA
Diketahui:
d tabung = 2 cm
[]D10 fruktosa = -92,4
[]D10 sukrosa = 66,5
air (blanko) = 0,00
Ditanyakan:
C =?
[]DT =?
Fruktosa 5%
= fruktosa 5% - blanko
= -4,26 0,00
= -4,26
4,26 4,26 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) = 184,8 = 0,023 mL
4,26 4,26
[]DT = d x C = 2 x 0,023 = 0,046 = -92,61

Fruktosa 10%
= fruktosa 10% - blanko
= -8,46 0,00
= -8,46
8,46 8,46 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) =184,8 = 0,046 mL
8,46 8,46
[]DT = d x C = 2 x 0,046 = = -91,96
0,092

Fruktosa 15%
= fruktosa 15% - blanko
= -12,71 0,00
= -12,71
12,71 12,71 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) = 184,8 = 0,069 mL
12,71 12,71
[]DT = d x C = 2 x 0,069 = = - 92,10
0,138
Sukrosa 5%
= Sukrosa 5% - blanko
= 3,04 0,00
= 3,04
3,04 3,04 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,023 mL
133
3,04 3,04
[]DT = d x C = 2 x 0,023 = = 66,08
0,046

Sukrosa 10%
= Sukrosa 10% - blanko
= 6,29 0,00
= 6,29
6,29 6,29 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,047 mL
133
6,29 6,29
[]DT = d x C = 2 x 0,047 = 0,094 = 66,91

Sukrosa 15%
= Sukrosa 15% - blanko
= 9,11 0,00
= 9,11
9,11 9,11 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,068 mL
133
9,11 9,11
[]DT = d x C = 2 x 0,068 = 0,136 = 66,98

Sampel y
= sampel y - blanko
= 7,69 0,00
= 7,69
7,69 7,69 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,058 mL
133
7,69 7,69
[]DT = d x C = 2 x 0,058 = 0,116 = 66,29

Sampel x
= sampel x - blanko
= -8,45 0,00
= -8,45
8,45 8,45 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) = 184,8 = 0,046 mL
8,45 8,45
[]DT = d x C = 2 x 0,046 = = -91,85
0,092
H. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui prinsip dasar dan prinsip kerja
dari alat polarimeter serta mengetahui kemampuan larutan fruktosa dan sukrosa
untuk memutar bidang polarisasi cahaya dengan menggunakan alat polarimeter.
Polarimeter adalah alat untuk mengukur besarnya putaran berkas cahaya
terpolarisasi oleh suatu zat optis aktif (Khopkar, 1990: 290). Sedangkan menurut
Nuraniza (2013: 88) polarimeter merupakan suatu alat yang tersusun atas
polarisator dan analisator. Polarisator adalah polaroid yang dapat
mempolarisasikan cahaya, sedangkan analisator adalah polaroid yang dapat
menganalisa cahaya yang telah dipolarisasikan oleh polarisator. Sehingga dapat
diketahui bahwa prinsip dasar dari polarimeter yaitu polarisasi cahaya atau
perputaran bidang terpolarisasi cahaya. Sedangkan prinsip kerjanya yaitu berkas
sinar yang masuk akan diteruskan oleh polarizer dalam berbagai bentuk sinar
terpolarisasi, dimana berkas sinar yang masuk akan diteruskan ke analyzer.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquades, larutan
sukrosa 5%, sukrosa 10%, sukrosa 15%, fruktosa 5%, fruktosa 10% dan fruktosa
15%. Aquades berfungsi sebagai larutan blangko. Aquades digunakan sebagai
larutan blangko karena aquades tidak dapat memutar bidang polarisasi
sebagaimana dikatakan Hendayana (1994: 9) bahwa ketika cahaya dilewatkan ke
dalam air murni kita melihat cahaya tersebut diteruskan, artinya air tak dapat
memutar bidang cahaya terolarisasi. Digunakan larutan gula (sukrosa dan
fruktosa) dikarenakan gula merupakan suatu zat optis aktif yang dapat memutar
bidang polarisasi. Zat optis aktif ditandai dengan adanya atom karbon tak simetri
atau kiral dalam senyawa organik. Sedangkan adanya variasi konsentrasi larutan
gula tersebut untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi terhadap sudut
polarisasi yang ditimbulkan.
Hal pertama yang dilakukan yaitu dengan menyalakan alat polarimeter
dengan menekan tombol () dan dibiarkan beberapa menit hingga alat stabil
dengan menunjukkan angka Nol pada layar. Alat selanjutnya dikalibrasi dengan
memasukkan tube/tabung kosong kedalam chamber dan tutup chamber dilajutkan
dengan menekan tombol ZERO hingga dilayar menunjukkan nilai NOL (0).
Tujuan dari mengkalibrasi ini adalah agar diperoleh pembacaan yang lebih teliti.
Perlakuan selanjutnya yaitu tube dibersihkan lalu diisi dengan aquades (jangan
sampai ada gelembung) sebab akan mengakibatkan pembiasan cahaya karena
gelembung udara tersebut membentuk cekungan pada larutan sehingga dapat
mempengaruhi intensitas cahaya yang terpolarisasi, akibatnya berpengaruh pada
besarnya sudut putar suatu sampel. Sebagaimana diketahui bahwa besarnya sudut
putar suatu sampel bergantung pada jenis senyawa, suhu panjang gelombang
cahaya terpolarisasi dan konsentrasi. Adapun sudut polarisasi yang dihasilkan
oleh aquades adalah 0. Ini menandakan bahwa memang aquades tidak dapat
memutar bidang polarisasi.
Setelah dilakukan pengujian untuk aquades, dilajutkan dengan pengujian
larutan gula (sukrosa dan fruktosa). Dari hasil percobaan yang dilakukan
diperoleh besar sudut polarisasi untuk larutan sukrosa 5%, sukrosa 10% dan
sukrosa 15% secara berturut-turut adalah 3,04, 6,29 dan 9,11. Sedangkan untuk
larutan fruktosa 5%, fruktosa 10% dan fruktosa 15% secara berturut turut -4,26,
-8,46 dan -12,71, dan untuk larutan sampel x dan y adalah -8,45 dan 7,69. Dari
data percobaan diketahui bahwa besar sudut polarisasi berbanding lurus dengan
konsentrasi. Sedangkan pemutaran bidang terpolarisasi ini ditandai dengan
munculnya tanda (-) untuk perputar kekiri disebut dengan putaran levo, untuk
perputaran searah jarum jam atau ke kanan disebut putaran dekstro disingkat
dengan d atau (+). Jadi dapat diketahu bahwa sampel x adalah larutan fruktosa
sedangkan sampel y adalah larutan sukrosa.
Larutan sukrosa 5% diperoleh konsentrasi 0,023 g/mL dengan []DT
sebesar 66,08. Larutan sukrosa 10% diperoleh konsentrasi 0,047 g/mL dengan
[]DT sebesar 66,91. Larutan sukrosa 15% diperoleh konsentrasi 0,068 g/mL
dengan []DT sebesar 66,98. Larutan fruktosa 5% diperoleh konsentrasi 0,023
g/mL dengan []DT sebesar -92,61. Larutan sukrosa 10% diperoleh konsentrasi
0,046 g/mL dengan []DT sebesar -91,96. Larutan fruktosa 15% diperoleh
konsentrasi 0,069 g/mL dengan []DT sebesar - 92,10. Sedangkan untuk sampel x
diperoleh besar konsentrasi larutan tersebut adalah 0,046 dengan besar []DT
-91,85 sampel y diperoleh konsentrasi sebesar 0,058 dengan []DT 66,29.
Berdasarkan grafik yang diperoleh dapat diketahui Nilai R2 yang diperoleh dari
grafik larutan sukrosa yaitu R2= 0,8373. Sedangkan pada grafik larutan fruktosa
dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi fruktosa maka semakin besar pula
sudut putarnya, dengan nilai R2= 0,5556. Semakin besar konsentrasi larutan
sukrosa maka sudut putarnya semakin kecil. Sedangkan semakin besar konsentrasi
larutan fruktosa maka sudut putarnya semakin besar pula (Chang, 2004: 357).
I. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. prinsip dasar dari polarimeter yaitu polarisasi cahaya atau perputaran
bidang terpolarisasi cahaya. Sedangkan prinsip kerjanya yaitu berkas
sinar yang masuk akan diteruskan oleh polarizer dalam berbagai
bentuk sinar terpolarisasi, dimana berkas sinar yang masuk akan
diteruskan ke analyzer.
b. Sukrosa dapat memutar bidang polarisasi ke kanan (Dextro)
sedangkan fruktosa dapat memutar bidang polarisasi ke kiri ( Levo).
Sampel X merupakan larutan fruktosa sedangkan sampel Y adalah
larutan sukrosa.
2. Saran
Untuk praktikan selanjutnya, agar lebih teliti dalam melakukan
percobaan agar besar sudut polarisasi yang dihasilkan sesuai dengan teori
yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Hendayana, Sumar dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. IKIP Semarang Press:
Semarang.

Julianto, Tatang. 2016. Minyak Atsiri Bunga Indonesia. CV Budi Utama:


Yogyakarta.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.

Nuraniza dkk. 2013. Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut
Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter. Prisma
Fisika. Vol.1. No.2. ISSN 2337-8204.

Purwasih, Mita Kusuma. 2015. Pengaruh Konsentrasi Berbagai Larutan Guka


Sakarosa Terhadap Sudut Putar Jenis Cahaya Merah, Hijau dan Kuning. E-
Journal. Vol. IV. ISSN 2339-0654.

Saputro, Agung Nugroho Catur. 2015. Konsep Dasar Kimia Koordinasi. CV.
Budi Utama: Yogyakarta.

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. EGC: Jakarta.

Widyastuti, Nina dkk. 2011. Studi Efek Elektrooptis Pada Minyak Goreng.
Berkala Fisika. Vol. 12. No. 2. ISSN 1410-9662.

Anda mungkin juga menyukai