Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui prinsip dasar dan prinsip kerja dari alat polarimeter
2. Mengetahui kemampuan larutan fruktosa dan sukrosa memutar bidang
polarisasi cahaya menggunakan alat polarimeter serta menentukkan
konsentrasi dari fruktosa dan sukrosa.
C. LANDASAN TEORI
Isomerisme optik sering disebut juga sebagai enantiomer, yaitu
isomerisme yang berbeda dalam hal konfigurasi atom kiral, karena pembawa
sifat optis aktif ternyata berkaitan dengan struktur kiral. Struktur kiral
merupakan objek dissymmetric atau handedness artinya, obyek yang bersifat
mirip dengan sifat tangan kanan yang merupakan bayangan dari tangan kiri.
Jadi, struktur kiral merupakan molekul yang menghasilkan bayangan cermin
yang bersifat nonsuperimposible (artinya bentuk yang satu tidak dapat
ditumpangkan tepat di atas bentuk bayangan cerminnya seperti halnya tangan
kanan tengkurap tidak dapat tepat ditumpangkan di atas tangan kiri yang
tengkurap pula (Saputro, 2015: 130).
Polarisasi cahaya adalah peristiwa perubahan arah getar gelobang cahaya
yang acak menjadi satu arah getar. Jika gelombang elektromagnetik
terpolarisasi melewati bahan optis aktif maka bidang polarisasinya terputar
dan membentuk sudut dengan bidang datang. Polarisasi linier diasumsikan
terdiri dari polarisasi melingkar ke kanan dan ke kiri dengan besar tertentu yang
ketika melewati bahan optis aktif kecepatannya akan berbeda. Jika molekul zat tidak
simetri maka dapat mempunyai dua bentuk struktur yang berbeda terkait dengan
bayangan cermin dan dapat merotasi bidang polarisasi dengan jumlah yang sama
tetapi dalam arah yang berlawanan sehingga bersifat optis aktif dan disebut molekul
chiral. Pasangannya disebut enantiomer atau isomer optik (Widyastuti, 2011: 64).
Gejala polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada
tali yang dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah
maka gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut. Sebaliknya jika tali
digetarkan dengan arah tegak lurus celah maka gelombang pada tali tidak bisa
melewati celah tersebut. Sinar alami seperti sinar matahari pada umumnya
adalah sinar yang tak terpolarisasi. Cahaya dapat mengalami gejala polarisasi
dengan berbagai cara, antara lain karena peristiwa pemantulan, pembiasan,
bias kembar, absorbsi selektif, dan hamburan (Nuraniza, 2013: 88).
Cahaya dapat dibuat menjadi monokroamtik (memiliki hanya satu panjang
gelombang) menggunakan filter yang disebut sebagai monokromator yang
berupa prisma. Ketika cahaya melewati prisma, maka cahaya yang bervibrasi
ada diteruskan pada satu bidang transmisi, sedangkan gelombang pada bidang
yang lain ada yang dibelokkan dan ada yang diserap. Cahaya yang diteruskan
ketika melewati prisma disebut sebagai cahaya yang memutar bidang
polarisasi. Suatu zat yang memiliki sifat optik aktif merupakan senyawa yang
dapat memutar bidang polarisasi cahaya monokromatik yang melewati
senyawa tersebut. Putaran optik merupakan sifat fisik suatu zat atau senyawa
yangmerupakan ukuran optik yang disebabkan oleh adanya interaksi cahaya
dengan zat atau senyawa yang dianalisis (Julianto, 2016: 45-46).
Bila cahaya terpolarisasi dilewatkan ke dalam suatu zat optis aktif seperti
gula, maka cahaya itu akan dibelokkan. Kalau cahaya tersebut dilewatkan ke
dalam air murni kita melihat cahaya tersebut diteruskan, artinya air tak dapat
memutar bidang cahaya terpolarisasi. Zat optis aktif ditandai oleh adanya
atom karbon tak setangkup (asimetri = tak simetri) atau kiral di dalam
senyawa organik (Hendayana, 1994: 9).
Rotasi spesifik didefinisikan sebagai []t = , dimana adalah sudut
dc
pada bidang cahaya terpolarisasi dirotasi oleh larutan dengan konsentrasi c
gram zat terlarut per mL larutan. Pada suatu bejana dengan panjang d
desimeter. Panjang gelombang yang umumnya dispesifikkan adalah 590 nm,
berupa garis spectrum natrium. Beberapa nlai rotasi spesifik untuk beberapa
senyawa optis aktif terlihat pada tabel:
Senyawa []
Senyawa []
Nilai []20
untuk sukrosa adalah 66,5 ( d = 2 dm ). Persamaan tersebut
berlaku bila tidak ada zat optis aktif lain dalam sampel. Reaksi berikut dapat
diikuti polarimeter :
12 22 11 6 12 6 6 12 6
+ 2 +
F. HASIL PENGAMATAN
NO Bahan Sudut polarisasi ()
1. Aquades 0,00
2. Sukrosa 5% 3,04
3. Sukrosa 10% 6,29
4. Sukrosa 15% 9,11
5. Fruktosa 5% -4,26
6. Fruktosa 10% -8,46
7. Fruktosa 15% -12,71
8. Sampel x -8,45
9. Sampel y 7,69
G. ANALISIS DATA
Diketahui:
d tabung = 2 cm
[]D10 fruktosa = -92,4
[]D10 sukrosa = 66,5
air (blanko) = 0,00
Ditanyakan:
C =?
[]DT =?
Fruktosa 5%
= fruktosa 5% - blanko
= -4,26 0,00
= -4,26
4,26 4,26 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) = 184,8 = 0,023 mL
4,26 4,26
[]DT = d x C = 2 x 0,023 = 0,046 = -92,61
Fruktosa 10%
= fruktosa 10% - blanko
= -8,46 0,00
= -8,46
8,46 8,46 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) =184,8 = 0,046 mL
8,46 8,46
[]DT = d x C = 2 x 0,046 = = -91,96
0,092
Fruktosa 15%
= fruktosa 15% - blanko
= -12,71 0,00
= -12,71
12,71 12,71 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) = 184,8 = 0,069 mL
12,71 12,71
[]DT = d x C = 2 x 0,069 = = - 92,10
0,138
Sukrosa 5%
= Sukrosa 5% - blanko
= 3,04 0,00
= 3,04
3,04 3,04 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,023 mL
133
3,04 3,04
[]DT = d x C = 2 x 0,023 = = 66,08
0,046
Sukrosa 10%
= Sukrosa 10% - blanko
= 6,29 0,00
= 6,29
6,29 6,29 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,047 mL
133
6,29 6,29
[]DT = d x C = 2 x 0,047 = 0,094 = 66,91
Sukrosa 15%
= Sukrosa 15% - blanko
= 9,11 0,00
= 9,11
9,11 9,11 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,068 mL
133
9,11 9,11
[]DT = d x C = 2 x 0,068 = 0,136 = 66,98
Sampel y
= sampel y - blanko
= 7,69 0,00
= 7,69
7,69 7,69 g
C = d []D20 = 2 x(66,5) = = 0,058 mL
133
7,69 7,69
[]DT = d x C = 2 x 0,058 = 0,116 = 66,29
Sampel x
= sampel x - blanko
= -8,45 0,00
= -8,45
8,45 8,45 g
C = d []D20 = 2 x(92,4) = 184,8 = 0,046 mL
8,45 8,45
[]DT = d x C = 2 x 0,046 = = -91,85
0,092
H. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui prinsip dasar dan prinsip kerja
dari alat polarimeter serta mengetahui kemampuan larutan fruktosa dan sukrosa
untuk memutar bidang polarisasi cahaya dengan menggunakan alat polarimeter.
Polarimeter adalah alat untuk mengukur besarnya putaran berkas cahaya
terpolarisasi oleh suatu zat optis aktif (Khopkar, 1990: 290). Sedangkan menurut
Nuraniza (2013: 88) polarimeter merupakan suatu alat yang tersusun atas
polarisator dan analisator. Polarisator adalah polaroid yang dapat
mempolarisasikan cahaya, sedangkan analisator adalah polaroid yang dapat
menganalisa cahaya yang telah dipolarisasikan oleh polarisator. Sehingga dapat
diketahui bahwa prinsip dasar dari polarimeter yaitu polarisasi cahaya atau
perputaran bidang terpolarisasi cahaya. Sedangkan prinsip kerjanya yaitu berkas
sinar yang masuk akan diteruskan oleh polarizer dalam berbagai bentuk sinar
terpolarisasi, dimana berkas sinar yang masuk akan diteruskan ke analyzer.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquades, larutan
sukrosa 5%, sukrosa 10%, sukrosa 15%, fruktosa 5%, fruktosa 10% dan fruktosa
15%. Aquades berfungsi sebagai larutan blangko. Aquades digunakan sebagai
larutan blangko karena aquades tidak dapat memutar bidang polarisasi
sebagaimana dikatakan Hendayana (1994: 9) bahwa ketika cahaya dilewatkan ke
dalam air murni kita melihat cahaya tersebut diteruskan, artinya air tak dapat
memutar bidang cahaya terolarisasi. Digunakan larutan gula (sukrosa dan
fruktosa) dikarenakan gula merupakan suatu zat optis aktif yang dapat memutar
bidang polarisasi. Zat optis aktif ditandai dengan adanya atom karbon tak simetri
atau kiral dalam senyawa organik. Sedangkan adanya variasi konsentrasi larutan
gula tersebut untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi terhadap sudut
polarisasi yang ditimbulkan.
Hal pertama yang dilakukan yaitu dengan menyalakan alat polarimeter
dengan menekan tombol () dan dibiarkan beberapa menit hingga alat stabil
dengan menunjukkan angka Nol pada layar. Alat selanjutnya dikalibrasi dengan
memasukkan tube/tabung kosong kedalam chamber dan tutup chamber dilajutkan
dengan menekan tombol ZERO hingga dilayar menunjukkan nilai NOL (0).
Tujuan dari mengkalibrasi ini adalah agar diperoleh pembacaan yang lebih teliti.
Perlakuan selanjutnya yaitu tube dibersihkan lalu diisi dengan aquades (jangan
sampai ada gelembung) sebab akan mengakibatkan pembiasan cahaya karena
gelembung udara tersebut membentuk cekungan pada larutan sehingga dapat
mempengaruhi intensitas cahaya yang terpolarisasi, akibatnya berpengaruh pada
besarnya sudut putar suatu sampel. Sebagaimana diketahui bahwa besarnya sudut
putar suatu sampel bergantung pada jenis senyawa, suhu panjang gelombang
cahaya terpolarisasi dan konsentrasi. Adapun sudut polarisasi yang dihasilkan
oleh aquades adalah 0. Ini menandakan bahwa memang aquades tidak dapat
memutar bidang polarisasi.
Setelah dilakukan pengujian untuk aquades, dilajutkan dengan pengujian
larutan gula (sukrosa dan fruktosa). Dari hasil percobaan yang dilakukan
diperoleh besar sudut polarisasi untuk larutan sukrosa 5%, sukrosa 10% dan
sukrosa 15% secara berturut-turut adalah 3,04, 6,29 dan 9,11. Sedangkan untuk
larutan fruktosa 5%, fruktosa 10% dan fruktosa 15% secara berturut turut -4,26,
-8,46 dan -12,71, dan untuk larutan sampel x dan y adalah -8,45 dan 7,69. Dari
data percobaan diketahui bahwa besar sudut polarisasi berbanding lurus dengan
konsentrasi. Sedangkan pemutaran bidang terpolarisasi ini ditandai dengan
munculnya tanda (-) untuk perputar kekiri disebut dengan putaran levo, untuk
perputaran searah jarum jam atau ke kanan disebut putaran dekstro disingkat
dengan d atau (+). Jadi dapat diketahu bahwa sampel x adalah larutan fruktosa
sedangkan sampel y adalah larutan sukrosa.
Larutan sukrosa 5% diperoleh konsentrasi 0,023 g/mL dengan []DT
sebesar 66,08. Larutan sukrosa 10% diperoleh konsentrasi 0,047 g/mL dengan
[]DT sebesar 66,91. Larutan sukrosa 15% diperoleh konsentrasi 0,068 g/mL
dengan []DT sebesar 66,98. Larutan fruktosa 5% diperoleh konsentrasi 0,023
g/mL dengan []DT sebesar -92,61. Larutan sukrosa 10% diperoleh konsentrasi
0,046 g/mL dengan []DT sebesar -91,96. Larutan fruktosa 15% diperoleh
konsentrasi 0,069 g/mL dengan []DT sebesar - 92,10. Sedangkan untuk sampel x
diperoleh besar konsentrasi larutan tersebut adalah 0,046 dengan besar []DT
-91,85 sampel y diperoleh konsentrasi sebesar 0,058 dengan []DT 66,29.
Berdasarkan grafik yang diperoleh dapat diketahui Nilai R2 yang diperoleh dari
grafik larutan sukrosa yaitu R2= 0,8373. Sedangkan pada grafik larutan fruktosa
dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi fruktosa maka semakin besar pula
sudut putarnya, dengan nilai R2= 0,5556. Semakin besar konsentrasi larutan
sukrosa maka sudut putarnya semakin kecil. Sedangkan semakin besar konsentrasi
larutan fruktosa maka sudut putarnya semakin besar pula (Chang, 2004: 357).
I. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. prinsip dasar dari polarimeter yaitu polarisasi cahaya atau perputaran
bidang terpolarisasi cahaya. Sedangkan prinsip kerjanya yaitu berkas
sinar yang masuk akan diteruskan oleh polarizer dalam berbagai
bentuk sinar terpolarisasi, dimana berkas sinar yang masuk akan
diteruskan ke analyzer.
b. Sukrosa dapat memutar bidang polarisasi ke kanan (Dextro)
sedangkan fruktosa dapat memutar bidang polarisasi ke kiri ( Levo).
Sampel X merupakan larutan fruktosa sedangkan sampel Y adalah
larutan sukrosa.
2. Saran
Untuk praktikan selanjutnya, agar lebih teliti dalam melakukan
percobaan agar besar sudut polarisasi yang dihasilkan sesuai dengan teori
yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Hendayana, Sumar dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. IKIP Semarang Press:
Semarang.
Nuraniza dkk. 2013. Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut
Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter. Prisma
Fisika. Vol.1. No.2. ISSN 2337-8204.
Saputro, Agung Nugroho Catur. 2015. Konsep Dasar Kimia Koordinasi. CV.
Budi Utama: Yogyakarta.
Widyastuti, Nina dkk. 2011. Studi Efek Elektrooptis Pada Minyak Goreng.
Berkala Fisika. Vol. 12. No. 2. ISSN 1410-9662.