Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan lengkap Praktikum Kimia Fisik II dengan judul Penentuan Orde


Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi disusun oleh :
Nama : Ramlah
Nim : 1513141002
Kelas : Kimia
Kelompok : I( Satu )
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator asisten dan dinyatakan
diterima.

Makassar, November 2017


Koordinator Asisten Asisten

Sadriadi Sadriadi
NIM. 1413140010 NIM. 1413140010

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Suriati Eka Putri, S.Si., M.Si


NIP. 19880503 201212 2 001
A. JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi
B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida
adalah reaksi orde dua.
2. Menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida
dengan cara titrasi.
C. LANDASAN TEORI
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses
itu ada yang cepat dan ada yang lambat, contohnya bensin terbakar lebih cepat
dibandingkan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, sepeti
membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat,
seperti besi berkarat. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut
kinetika kimia (Syukri, 1999: 468).
Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang mempelajari
laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta
penjelasan hubungannya terhadap mekanisme reaksi. Kinetika kimia
disebut juga dinamika kimia, karena adanya gerakan molekul, elemen
atau ion dalam mekanisme reaksi dan laju reaksi sebagai fungsi
waktu. Mekanisme reaksi dapat diramalkan dengan bantuan pengamatan
dan pengukuran besaran termodinamika suatu reaksi, dengan mengamati
arah jalannya reaktan maupun produk suatu sistem.
Syarat untuk terjadinya suatu reaksi kimia bila terjadi penurunan
energi bebas ( G < 0) (Siregar, 2008: 2).
Kinetika reaksi mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif dan
mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Laju reaksi
kimia adalah jumlah mol reaktan per satuan volume yang bereaksi dalam satuan
waktu tertentu. Bila dibuat sebuah kurva penurunan konsentrasi reaktan sebagai
fungsi waktu, maka akan diperoleh kurva bahwa slope kurvanya pada setiap titik
selalu negatif, karena konsentrasi reaktan selalu menurun. Jadi laju reaksi pada
setiap titik sepanjang kurva = - dC/dt. Tetapi apabila laju reaksi dituliskan
sebagai laju pembentukan produk, maka laju reaksi akan bernilai positif. Jika
konsentrasi produk setelah reaksi berlangsung t detik adalah x mol dm-3, maka
laju reaksinya +dx/dt. Pengukuran kinetika reaksi pertama kali dilakukan oleh
Wichelny menyimpulkan bahwa laju reaksi pada setiap waktu sebanding dengan
konsentrasi (C) yang tersisa pada setiap waktu, secara matematik dapat
dituliskan dC/dt = k.C, dan dC/dt = sering kali disebut sebagai differential rate
expression dan k = konstanta laju reaksi (Prayitno, 2013: 28).
Menurut Edahwati (2013: 58) Faktor-fakor yang mempengaruhi kinetika
reaksi antara lain sebagai berikut:
a. Sifat dan bahan
Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat karena adanya gaya
tarik yang kuat antara ion-ion dengan muatan yang berlawanan, sehingga
hampir seluruh tumbukan yang terjadi menghasilkan perubahan.
b. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksi itu
berlangsung, sehingga makin besar kemungkinan terjadinya tumbukan,
dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya suatu reaksi.
c. Suhu
Penurunan suhu memperlambat reaksi, sedangkan kenaikan suhu akan
mempercepatnya. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-
molekul zat yang bereaksi makin bertambah. Molekul-molekul dengan
energi kinetik yang ditingkatkan ini bila saling bertumbukan akan
menghasilkan energi tumbukan yang cukup untuk memutus molekul zat
tersebut, sehinggas reaksi terjadi.
d. Katalisator
Merupakan zat lain dalam sistem reaksi, tetapi pada akhir reaksi diperoleh
kembali. Proses menaikkan laju reaksi dengan menggunakan katalisator
disebut proses katalisa. Yang mempercepat reaksi adalah katalis positif,
yang memperlambat reaksi adalah katalis negatif.
Kebenaran hukum laju pertama kali dikenal oleh ahli matematika Norwegia,
Cato Guldberg, dan saudara iparnya seorang ahli kimia, Peter Waage. Dalam
tahun 1805, mereka mengajukan bahwa daya (laju) suatu reaksi kimia sama
dengan hasil kali massa aktif (konsentrasi) pereaksi-pereaksi dan koefisienn
afinitas (tetapan kecepatan), dengan setiap masa aktif meningkat sampai daya
tertentu. Lebih jauh lagi, mereka sepenuhnya yakin bahwa daya tertentu tersebut
tidak harus angka-angka bulat dan tidak dapat disimpulkan dari persamaan
reaksinya. Rumusan Guldberd dan Waage tersebut dikenal sebagai Hukum Aksi
massa (Petrucci, 1992: 151).
Untuk reaksi
A + B produk
Dapat diperoleh bahwa laju reaksi dapat berbanding lurus dengan [A]x dan [B]y
Atau ditulis dengan :
laju = k[A]x [B]y
disebut hukum laju reaksi atau persamaan laju reaksi, dengan k adalah tetapan laju
reaksi, x dan y merupakan bilangan bulat yang menyatakan orde ke x terhadap A
dan orde ke y terhadap B, sedangkan (x + y) adalah orde reaksi keseluruhan.
Hukum laju diperoleh secara eksperimen dan tidak bergantung pada persamaan
stoikiometri. Orde reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam bentuk
diferensial. Secara teoritis orde reaksi merupakan bilangan bulat kecil, namun
dalam beberapa hal pecahan atau nol. Pada umumnya orde reaksi terhadap
suatu zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam persamaan
stoikiometri reaksi (Prayitno, 2013: 28).
Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematika dimana hasil
perubahan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen
dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui seluruh orde
reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing
reaktan, sedangkan hanya eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai
orde reaksi untuk komponen itu. Orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor
konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial. Pada umumnya orde reaksi
terhadap suatu zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam persamaan
stoikiometri reaksi (Naomi, 2013: 44).
Menurut petrucci ( 2007, 213) Untuk menentukan orde reaksi, gunakan salah
satu metode berikut:
1. Gunakan metode laju awal jika data percobaan diberikan dalam bentuk laju
reaksi pada konsentrasi awal yang berbeda-beda.
2. Temukan grafik data laju yang menghasilkan garis luurs.
3. Ujilah kekonstanan waktu paruh (hanya baik untuk orde pertama).
4. Substitusikan data laju ke dalam hukum laju terintegrasi untuk menemukan
yang memberikan nilai k konstan.
Menurut Purba (2012: 9), penentuan orde reaksi secara grafik adalah sebagai
berikut:
a. Orde nol
Untuk reaksi orde nol, laju reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
Laju = k[A]0
[] = k [A]

[] =
[] []0 =
[][]0
=

persamaan diatas menyatakan bahwa laju reaksi orde nol tidak bergantung
pada konsentrasi reaktan.Gambar dibawah menunjukkan grafik hubungan
antara pengurangan konsentrasi reaktan A terhadap waktu, dimana slope k
merupakan nilai konstanta dari orde nol.

slope = k
[A]

waktu (t)

Grafik Reaksi Orde Nol


b. Orde satu
Reaksi orde satu mempunyai laju yang berbanding langsung dengan
konsentrasi reaktan.
[]
= []

[]
=

[]
=
[]0
ln[] ln[]0 = .
1 []0
=
[]
grafik hubungan ln [A] terhadap t merupak suatu garis lurus seperti gambar
dibuat ini:

slope = k
ln[A]t/[A]0

waktu (t)

c. Orde dua
Dalam reaksi orde dua, laju reaksi berbanding langsung dengan kuadrat
konsentrasi
[]
= []2

Bila diintegrasikan:
1 1
= + .
[] []0

slope = k
1/[A]t

waktu (t)
Reaksi penyabunan etilasetat dengan ion hidroksida :

CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH


Bukan merupakan reaksi sederhana , namun ternyata bahwa reaksi ini
merupakan reaksi orde kedua, hukum laju reaksinya dapat diberikan sebagai:
[]
= 1 [][ ]

Atau sebagai

= 1 ( )( )

dengan a = konsentrasi awal ester dalam mol liter -1
b = konsentrasi awal ion OH dalam mol liter-1
x = jumlah mol liter -1 ester/basa yang telah bereaksi
k = tetapan laju reaksi ( Tim Dosen, 2017: 1).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Erlenmeyer bertutup asa 250 mL 8 buah
b. Pipet volume 10 mL 1 buah
c. Pipet volume 20 mL 1 buah
d. Ball pipet 1 buah
e. Buret 50 mL 2 buah
f. Statif dan klem 2 buah
g. Stopwatch 1 buah
h. Gelas kimia 50 mL 1 buah
i. Pipet tetes 2 buah
j. Lap kasar 1 buah
k. Lap halus 1 buah
l. Botol semprot 1 buah
m. Labu erlenmeyer biasa 250 mL 4 buah
n. Corong biasa 1 buah
2. Bahan
a. Larutan natrium hidroksida 0,02 M ( NaOH)
b. Larutan asam klorida (HCl) 0,02 M
c. Etil asetat ( CH3COOC2H5)
d. Indikator PP (phenolftalein)
e. Aquades (H2O)
f. Tissu
E. PROSEDUR KERJA
1. Sebanyak 30 mL larutan NaOH 0,02 M dan 30 mL larutan CH3COOC2H5
masing-masing dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL bertutup
asa yang berbeda
2. Sebanyak 20 mL HCl 0,02 M dimasukkan pada 6 buah labu erlenmeyer
250 mL dan diberi label 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit
3. Larutan NaOH dan CH3COOC2H5 disamakan suhunya kemudian dicampur
dan dikocok. Stopwatch dijalankan pada saat larutan telah bercampur
4. Pada menit ke-5 sebanyak 10 mL campuran dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer berlabel menit ke-5 yang telah diisi dengan HCl
5. Larutan kemudian ditambahkan dengan 3 tetes indikator phenolftalein dan
dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,02 M hingga larutan berubah
warna dari bening menjadi merah muda
6. Volume NaOH yang digunakan dicatat
7. Prosedur 4-6 diulang untuk labu erlenmeyer berisi HCl pada menit ke 10,
15, 20, 25 dan 30 menit.
F. HASIL PENGAMATAN
NO Aktivitas Hasil
30 mL NaOH 0,02 M +
1. Larutan bening
30 mL CH3COOC2H5 0,02 M

2. 20 mL HCl + 10 mL campuran (NaOH + Larutan bening


CH3COOC2H5
3. Larutan bening + 3 tetes indikator pp Larutan bening
Proses titrasi
Volume NaOH yang digunakan
Menit ke-
(mL)
5 10,8
10 11,5
15 16,7
20 19,3
25 23.1
30 26,4

G. ANALISIS DATA
Penentuan tetapan laju realisi
Dik:
[CH3COOC2H5] = 0,02 M
[NaOH] = 0,02 M
V CH3COOC2H5 = 30 mL
V NaOH = 30 mL
Dit: k = ....?
1.Menit ke-5 ( V NaOH = 10,8 mL)
n NaOH = M NaOH . V NaOH
= 0,02 M ( mmol/mL).10,8 mL
= 0,216 mmol
n NaOH
x= v NaOH
0,216 ml
=
30 ml

=0,0072 M
1 x
k=
t a(a-x)
1 0,0072 M
=
5.60 s 0,02 M (0,02 - 0,0072)M
1 0,0072 M
=
300 s 0,02 M (0,0128 M)
1 0,0072 M
=
300 s 0,000256 2

0,0072 M
=
0,0768 S.2
=0,094 S -1 M-1
x
Untuk a(a-x)
x 0,0072 M
= = 28,125M-1
a(a-x) 0,02 M (0,02 - 0,0072)M

2.Menit ke-10 ( V NaOH = 11,5 mL)


n NaOH = M NaOH . V NaOH
= 0,02 M ( mmol/mL).11,5 mL
= 0,230 mmol
n NaOH
x= v NaOH
0,230 ml
= 30 ml

=0,0076 M
1 x
k=
t a(a-x)
1 0,0076 M
=
10.60 s 0,02 M (0,02 - 0,0076)M
1 0,0076 M
=
600 s 0,02 M (0,0124 M)

1 0,0076 M
=
600 s 0,000248 2

0,0076 M
=
0,1488 S. 2
=0,051 S -1 M-1
x
Untuk a(a-x)
x 0,0076 M
= = 30,645M -1
a(a-x) 0,02 M (0,02 - 0,0076)M

3.Menit ke-15 ( V NaOH = 16,7 mL)


n NaOH = M NaOH . V NaOH
= 0,02 M ( mmol/mL).16,7 mL
= 0,334 mmol
n NaOH
x= v NaOH
0,334 ml
= 30 ml

=0,011 M
1 x
k=
t a(a-x)
1 0,011 M
=
15.60 s 0,02 M (0,02 - 0,011)M
1 0,011 M
=
900 s 0,02 M (0,009 M)

1 0,011 M
=
900 s 0,00018 2

0,011 M
=
0,162 S.2
=0,0680 S -1 M -1
x
Untuk a(a-x)
x 0,011 M
= = 61,1M-1
a(a-x) 0,02 M (0,02 - 0,011)M

4.Menit ke-20 ( V NaOH = 19,3 mL)


n NaOH = M NaOH . V NaOH
= 0,02 M ( mmol/mL).19,3 mL
= 0,386 mmol
n NaOH
x= v NaOH
0,386 ml
= 30 ml

=0,013 M
1 x
k=
t a(a-x)
1 0,013 M
=
20.60 s 0,02 M (0,02 - 0,013)M
1 0,013 M
=
1200 s 0,02 M (0,007 M)
1 0,013 M
=
1200 s 0,00014 2

0,013 M
=
0,168 S.2
=0,077 S -1 M-1
x
Untuk a(a-x)
x 0,013 M
a(a-x)
= 0,02 M (0,02 - 0,013)M = 92,857 M -1

5.Menit ke-25 ( V NaOH = 23,1 mL)


n NaOH = M NaOH . V NaOH
= 0,02 M ( mmol/mL).23,1 mL
= 0,462 mmol
n NaOH
x= v NaOH
0,462 ml
= 30 ml

=0,0154 M
1 x
k=
t a(a-x)
1 0,0154 M
=
25.60 s 0,02 M (0,02 - 0,0154)M
1 0,0154 M
=
1500 s 0,02 M (0,0046 M)

1 0,0154 M
=
1500 s 0,000092 2

0,0154 M
=
0,138 S.2
=0,116 S -1 M-1
x
Untuk a(a-x)
x 0,0154 M
= = 167,39M -1
a(a-x) 0,02 M (0,02 - 0,0154)M

6.Menit ke-30 ( V NaOH = 26,4 mL)


n NaOH = M NaOH . V NaOH
= 0,02 M ( mmol/mL).26,4 mL
= 0,528 mmol
n NaOH
x= v NaOH
0,528 ml
= 30 ml

=0,0176 M
1 x
k=
t a(a-x)
1 0,0176M
=
30.60 s 0,02 M (0,02 - 0,0176)M
1 0,0176 M
=
1800 s 0,02 M (0,0024 M)

1 0,0176 M
=
1800 s 0,000048 2

0,0176 M
=
0,0864 S.2
=0,204 S -1 M-1
x
Untuk a(a-x)
x 0,0176M
= = 366,7M -1
a(a-x) 0,02 M (0,02 - 0,0176)M

(0,094 +0,051 +0,0680 +0,077 +0,116 +0,204) S-1 M-1


harga k=
6

= 0,102 S -1 M -1

a. Tabel waktu (t) dan harga ( )

No Waktu (menit) ( )
(M-1)

1 5 28,125
2 10 30,645
3 15 61,1
4 20 92,857
5 25 167,39
6 30 366,7

b. Grafik hubungan antara t dan ( )

H. PEMBAHASAN
Tujuan percobaan ini yaitu menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil
asetat oleh ion hidroksida merupakan reaksi orde dua, serta untuk menentukan
tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dengan cara titrasi.
Laju reaksi adalah penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi
reaktan persatuan waktu. Adapun orde reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi
dalam benyuk diferensial (Prayitno, 2013: 28).
Prinsip dasar dari percobaan ini yaitu suatu reaksi penyabunan yang
didasarkan atas titrasi asam basa, di mana titrasi ini bertujuan untuk menghentikan
reaksi penyabunan agar tidak mengalami reaksi lebih lanjut. Prinsip kerja dari
percobaan ini adalah pencampuran, pengukuran suhu dan penitrasian.
percobaan ini digunakan larutan etil asetat dan natrium hidroksida sebagai
bahan dasar. Kedua larutan ini masing-masing disimpan dalam erlenmeyer
bertutup asa. Hal ini bertujuan agar larutan tidak terkontaminasi oleh zat lain yang
dapat mempengaruhi konsentrasi larutan tersebut dan juga mencegah agar larutan
etilasetat tidak menguap karena salah satu sifat yang dimiliki oleh etilasetat yaitu
volatil. Kedua larutan tersebut kemudian disamakan suhunya dikarenakan suhu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan laju reaksi. Apabila
suhu dinaikkan maka tumbukan antar partikel-partikel dalam larutan akan lebih
sering terjadi sehingga akan menambah energi kinetik partikel pereaksi akibatnya
laju reaksi yang terjadi semakin besar.
Larutan etilasetat dan natrium hidroksida kemudian dicampur dan dikocok
dengan cepat. Dimana pencampuran dilakukan dengan cepat dikarenakan
etilasetat membutuhkan reaksi penguraian sehingga jika larutan etil asetat di
tuangkan atau dilarutkan kedalam NaOH maka akan terjadi reaksi penguraian
yaitu asam ditambah basa akan menghasilkan garam dan alkohol sedangkan
pengocokan bertujuan agar reaksi dapat terus menerus terjadi. Adapun reaksinya
yaitu :
CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq) CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq)
(Etil asetat) (Natrium Hidroksida) (Natrium Asetat) (Etanol)
Konsentrasi NaOH sisa yang bereaksi dengan etilasetat dapat ditentukan dengan
cara mengambil campuran etilasetat dan NaOH kemudian dimasukkan kedalam
larutan HCl. Larutan HCl berfungsi untuk menetralkan campuran karena
campuran bersifat basa akibat NaOH yang berlebih. Penetralan dapat mencegah
terjadinya reaksi lebih lanjut. Adapun persamaan reaksinya yaitu:
NaOH + HCl NaCl + H2O
campuran kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH. Digunakan larutan
standar NaOH untuk menitrasi dikarena larutan standar NaOH merupakan larutan
standar primer yang mudah untuk diketahui konsentrasinya dan sebelum titrasi
ditambahkan indikator pp. Fungsi dari penambahan indikator pp agar dapat
diketahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna
larutan dari bening menjadi merah muda. Pengambilan campuran etilasetat dan
NaOH dilakukan pada menit yang bervariasi yaitu menit ke-5, 10, 15,20, 25, 30.
Adanya variasi waktu ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
waktu terhadap tetapan laju.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa semakin lama
waktu yang digunakan maka semakin banyak pula larutan NaOH yang diperlukan
untuk menitrasi. Dan dari hasil analisis data diperoleh nilai k pada menit ke 5, 10,
15, 20, 25 dan 30 secara berturut-turut yaitu:
k1 = 0,094 S -1 M-1
k2 = 0,051 S -1 M-1
k3 = 0,0680 S-1 M-1
k4 = 0,077 S -1 M-1
k5 = 0,116 S -1 M-1
k6 = 0,204 S -1 M -1
dan untuk nilai k rata-rata sebesar 0,102 S -1 M -1. Secara grafik nilai regresi yang
diperoleh yaitu 0,7787 yang berarti percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan
teori.
I. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Percobaan ini dapat dibuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat
oleh ion hidroksida merupakan orde dua karena bergantung pada
konsentrasi kedua reaktan.
b. Tetapan laju yang diperoleh yaitu 0,094 S-1 M-1 ; 0,051 S-1 M-1 ; 0,077
S-1 M-1 ; 0,0680 S-1 M-1 ; 0,116 S-1 M-1; 0,204 S-1 M-1 dengan nilai k rata-
rata sebesar 0,102 S-1 M-1
2. Saran
Untuk praktikan selanjutnya, agar lebih teliti dan jeli dalam melakukan
percobaan terutama pada saat mulai tampak perubahan larutan agar hasil
yang diperoleh dapat sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
Edahwati, Luluk. Kinetika Reaksi Pembuatan NaOH dari Soda ASH dan
Ca(OH)2. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. Vol. 7. No. 2.

Naomi, Phatalina; Anna M. Lumban Gaol dan M. Yusuf Toha. 2013. Pembuatan
Sabun Lunak dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau dari Kinetika Kimia.
Jurnal Teknik Kimia. No. 2. Vol 19.

Petrucci, dkk. 2007. Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern Edisi
Kesembilan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Petrucci, Ralph dan Suminar. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern
Edisi keempat Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Purba, Elida dan Ade Citra Khairunisa. 2012. Kajian Awal Laju Reaksi
Fotosintesis untuk Penyerapan CO2 Menggunakan Mikroalga Tetraselmis
Chuii. Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 6. No. 1.

Prayitno. Kajian Kinetika Kimia Model Matematika Reduksi Kadmium Melalui


Laju Reaksi, Konstanta dan Orde Reaksi dalam Proses Elektrokimia.
Ganendra. Vol X. No. 1. ISSN 1410-6957.

Siregar, Tirena Bahnur. 2008. Kinetika Kimia. Medan: USU Press

Syukri, S. 1990. Kimia Dasar 2. Bandung: Penerbit ITB.

Tim Dosen Kimia Fisik II. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Makassar:
Tim Penerbit UNM.
JAWABAN

1. Orde Reaksi adalah pangkat dari suatu konsentrasi yang terlibat dalam hukum
laju reaksi.
2. Perbedaan dari:
a. Orde reaksi adalah pangkat dari suatu konsentrasi yang terlibat dalam hukum
laju reaksi.
b. Kemolekulan reaksi adalah jumlah molekul yang terlibat dalam hukum laju
reaksi

3. Kenyataannya berupa grafik hubungan antara waktu (t) dengan , dengan
()

satuan k yaitu M-1S-1 yang menunjukan satuan k pada orde dua.


4. Satuan:
a. Hantaran Jenis

k=L

1
=
2

= 1 1

= 1 1

b. Hantaran Molar
k
m =

1 1
=

1 1
=

103 3

1 2
=
1000
5. Apabila ditunda maka sulit untuk menentukan sisa OH- karena NaOH akan
terus bereaksi dengan C4H8O2.
6. Tiga cara penentuan orde reaksi:
a. Metode diferensial yaitu data tidak dikumpulkan dalam bentuk konsentrasi
terhadap waktu tetapi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi waktu
terhadap konsentrasi reaktan.
b. Metode integral yaitu metode trial dan error yakni perubahan konsentrasi
dengan waktu yang diukur dan harga k dihitung dengan menggunakan
persamaan integral yang berbeda untuk orde reaksi yang berbeda.
c. Metode waktu paruh yaitu laju reaksi dapat diperoleh dari waktu yang
diperlukan untuk konsentrasi reaksi menjadi setengah

Anda mungkin juga menyukai