Anda di halaman 1dari 16

penelitian diare

Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5


A. Diare dan Faktor Resiko Diare 5
I. Diare 5
Definisi 5
Penyebab 6
Gejala Diare 6
Klasifikasi Diare 7
Pencegahan Penyakit Diare 8
Pengobatan Diare 12
II. Faktor Resiko Terjadinya Diare 13
B. Kerangka Teori 17

BAB III. METODE PENELITIAN 18


A. Kerangka Teori 18
B. Definisi Operasional 18
C. Hipotesis 20
D. Metode Penelitian : 20
Populasi dan Sampel 20
Kriteria Inklusi dan Eksklusi 20
Lokasi dan Waktu Penelitian 21
Variabel Penelitian 21
Etika Penelitian 22
Pengumpulan data 22
Instrumen 22
Pengolahan Data 24

DAFTAR PUSTAKA 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak
-
anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk
dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-
negara di Asean (kalbe.co.id). Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di I
ndonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cu
kup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian aki
bat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun teta
pi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belu
m dapat diturunkan (Lisa Ira 2002).
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-
mencret, tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-
muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila pend
erita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian teru
tama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008).
Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-
anak antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat me
nurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan isti
lah Muntaber. Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemas
an dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat ( 48 j
am) penderita akan meninggal (Triatmodjo,2008).

Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia, Indonesia menduduki rangki
ng keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian ba
yi di Indonesia ini, menurut Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh
penyakit diare. Untuk mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja
mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-
90%), tetapi biaya pemeriksaan cukup mahal (Kompas.com 2008).
Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia adalah 56,5 % dengan 95 %
CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan penelitian-
penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez (1974-1975) dan Pickering. (1978-
1979) mendapatkan angka kejadian 47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tah
un 1998) mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama dengan negara m
aju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi kita. Kasus diare rotavirus mer
ata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada
musim kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penul
aran diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare rotavirus s
elain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas (Unair. 20
08).
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12
provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebe
lumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dir
awat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih b
anyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan is
u prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan m
ayarakat (Depkes RI
.
Berdasarkan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian dia
re akut pada balita. Faktor-
faktor tersebut diantaranya adalah kebiasaan buruk balita seperti menggigit jari, memasukan ben
da/mainan ke mulut. Faktor-
faktor tersebut merupakan faktor yang berasal dari dalam, sehingga kita sulit untuk memperbaiki
faktor resiko tersebut.
Kebiasaan menurut beberapa ahli dinyatakan sebagai suatu bentuk perilaku yang jelas dan diulan
g-
ulang. Begitu halnya balita, menurut beberapa penelitian, sekitar 40% anak usia 5 sampai 18 tahu
n memiliki kebiasaan menggigit kuku, baik laki-
laki maupun perempuan. Sebagian besar ahli juga menyatakan bahwa anak yang melakukan kebi
asaan tersebut biasanya justru tidak menyadarinya. Tapi tidak demikian dengan orang-
orang disekitarnya seperti orang tua atau saudaranya, mereka umumnya merasa terganggu denga
n kebiasaan buruk si anak tersebut.
Kebiasaan menghisap ibu jari tangan lebih sering ditemui dari pada kebiasaan menghisap jari tan
gan yang lain. Hal ini diduga karena anggapan anak-
anak bahwa ibu jari tangan lebih enak dari pada jari tangan yang lain. Tapi ada juga dugaan lai
n yaitu karena ibu jari tangan lebih mudah dijangkau oleh mulut. Ada pula beberapa anak yang
menghisap seluruh jari tangannya atau bahkan seluruh kepalan tangannya. Sebagian besar anak y
ang mempunyai kebiasaan menghisap ibu jari tangannya berusia sekitar 2 tahun. Seiring dengan
pertambahan usia kebiasaan menghisap ibu jari tangan ini akan menghilang. Namun kebiasaan t
ersebut menjadi sarana masuknya kuman ke dalam tubuh. Untuk menghilangkan kebiasaan meng
gigit kuku, Anda perlu tahu alasan si kecil melakukannya. Apapun alasannya, menggigit kuku tid
ak dibenarkan.
Kelurahan Debong adalah sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah nelayan dan petani,
desa ini terletak di Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. Untuk masalah kesehatan Desa ini dib
awah puskesas tegal selatan. Oleh karena itu untuk masalah-
masalah kesehatan balita warga selalu membawanya ke posyandu dibawah tegal selatan.

B. RUMUSAN MASALAH
Latar belakang di atas menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui seberapa besar prosentase k
ebiasaan menggigit jari dengan angka insiden diare pada balita. Maka penulis mengambil judul p
enelitian hubungan antara kebiasaan mengigit jari dengan kejadian diare pada balita di desa Deb
ong kota Tegal.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum :
Mengetahui hubungan antara kebiasaan mengigit jari dengan kejadian diare pada balita di desa
Debong kota Tegal.

Tujuan Khusus :
1. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita.
2. Mengidentifikasi kebiasaan balita mengigit jari
3. Mengidentifikasi Faktor resiko diare pada balita
4. Mengidentifikasi hubungan antara kebiasaan mengigit jari dengan kejadian diare pada balita di
desa Debong kota Tegal.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk balita
Mengurangi angka kejadian diare pada balita.
2. Untuk orang tua
Sebagai sumber pengetahuan untuk tindakan pencegahan secara dini
3. Untuk petugas kesehatan
Mendorong perawat untuk mendalami masalah diare.
4. Untuk penelitian lebih lanjut
Sebagai acuan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut tentang diare pada balita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DIARE DAN FAKTOR RESIKO DIARE


I. DIARE
DEFINISI
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pad
a anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan dar
ah (Ngastiyah, 1997).
Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan la
manya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih b
anyak dari biasanya (normal 100-
200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang men
ingkat.
Sedangkan menurut Hendarwanto, 1999, diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja ber
bentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari
keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi.
Aziz, 2006 juga mendefinisikan diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak nor
mal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi l
ebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah.
Lain hal nya dengan Ramaiah, 2002 yang menyebutkan diare dapat didefenisikan sebagai suatu k
ondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan ti
ga kali atau lebih perhari.
PENYEBAB menurut Mansjoer,A.1999,501 :
Penyebab yang paling sering adalah infeksi oleh bakteri atau virus.
Bayi bisa terinfeksi jika menelan organisme tersebut ketika melewati jalan lahir yang terkontam
inasi atau ketika disentuh/dipegang oleh tangan yang terkontaminasi.
Sumber penularan lainnya adalah barang-
barang, makanan, mainan maupun botol susu yang terkontaminasi.
Diare lebih sering ditemukan pada lingkungan yang kurang bersih atau pada lingkungan yang
penuh sesak.
GEJALA DIARE

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium dan kali
um dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan d
efisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampau
i 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahank
an apabila defisit melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam
sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah da
n lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-
muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-
tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-
gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan
bakteri dan parasit kadang-
kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-
mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin dis
ertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita ben
yak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun,
turgor berkurang, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-
ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi pemasukannya (Suhar
yono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan,
sedang atau berat.

KLASIFIKASI DIARE
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok yaitu
:
a. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari
tujuh hari),
b. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
c. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus menerus,

d. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin jug
a disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat p
ertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegah
an tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tep
at, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat
dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor
pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilak
ukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka
dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia meng
andung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang
lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup
sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan bes
ar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie, 1984).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit menular
dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila juml
ah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, da
n air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi ata
u tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sediki
t sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan
air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan ntuk minum air harus di masak.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih
kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995)
.
Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja
yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularann
ya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983) .
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadi
nya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempuny
ai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo,2003).
Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari keluarga yang mengguna
kan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota
dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diar
e terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluaga yang memperg
unakan sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan maka
nan oleh tubu h (Parajanto, 1996) .
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung da
n tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;
konsumsi makanan
pemeriksaan laboratorium
pengukuran antropometri
pemeriksaan klinis.
Metode-
metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang leb
ih efektif.
Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk
yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cuk
up untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-
6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan sep
erti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera
setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara i
munologik dengan adanya antibodi dan zat-
zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI
kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terha
dap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi
ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besa
r dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi deng
an air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain m
endapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih ting
gi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam
bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988).
Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hi
dup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuma
n-
kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung
mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memega
ng peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kum
an penyakit masuk ke tubuh manusia. Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat ber
hubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara ole
h tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Ke
biasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. K
ebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelu
m makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.
Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat me
ncegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin sete
lah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang teran
cam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepa
t, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan me
ngatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri,
parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebabdiare sepe
rti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang mem
bantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan . . . . (Fahrial Syam, 2006).
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kemat
ian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, ps
ikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah
terjadinya akibat samping dari penyakit diare.
Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga kes
eimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberik
an kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita
diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuh
an sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
PENGOBATAN DIARE
Langkah yang paling penting dalam mengatasi diare adalah menggantikan cairan dan elektrolit
yang hilang.
Jika bayi tampak sakit berat, cairan biasanya diberikan melalui infus. Jika penyakitnya ringan,
bisa diberikan cairan yang mengandung elektrolit melalui botol susu atau gelas.
ASI tetap diberikan untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi dan mempertahankan pembent
ukan ASI oleh ibu.
Jika bayi tidak disusui oleh ibunya, sebaiknya segera setelah dehidrasinya teratasi, diberikan su
su formula yang tidak mengandung laktosa. Susu formula yang biasa bisa diberikan secara bertah
ap beberapa hari kemudian.
Meskipun diare infeksius bisa disebabkan oleh bakteri, tetapi tidak perlu diberikan antibiotik ka
rena infeksi biasanya akan mereda tanpa pengobatan.
Memberikan obat untuk menghentikan diare sebenarnya bisa membahayakan bayi karena obat i
ni bisa menghalangi usaha tubuh untuk membuang organisme penyebab infeksi melalui tinja.
TAKARAN PEMBERIAN ORALIT.
Umur Jumlah Cairan
Di bawah 1 thn 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret Di bawah 5 thn
(anak balita) 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret. Anak diatas 5 thn 3 j
am pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret Anak diatas 12 thn & dewasa 3 jam
pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc).
II. FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu
( Depkes RI, 2007):
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-
6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih
besar daripada balita yang diberi ASI enuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih bes
ar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena
botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-
jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena bot
ol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut beresiko terinf
eksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suh
u kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelu
m makan dan menyuapi anak
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak berbahaya, pad
ahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Selain faktor di atas ada beberapa faktor lain yang juga sebagainfaktor resiko terjadinya diare pa
da balita, seperti :

a. Persepsi ibu tentang diare


Menurut Wolinsky (1998) bahwa masyarakat mengembangkan pengertian sendiri tentang sehat d
an sakit sesuai dengan pengalaman hidupnya atau nilai-
nilai yang diturunkan oleh generasi sebelumnya, maka pencegahan penyakit diare yang sering dil
aporkan terjadi akibat lingkungan yang buruk tergantung persepsi masyarakat tentang diare. Arti
nya, jika diare dipersepsikan sebagai suatu penyakit tidak serius dan tidak mengancam kehidupa
nnya maka perilaku pencegahan akan penyakit diare pun tidak terlalu serius dilakukan. Sebalikn
ya, jika mereka mempersepsikan bahwa diare merupakan masalah kesehatan yang perlu diwaspa
dai, otomatis mereka akan bereaksi serius terhadap penyakit ini dengan mengembangkan perilak
u-perilaku pencegahan.
Dengan demikian masalah persepsi akan penyakit merupakan aspek penting dalam memahami p
erilaku sehat di kalangan masyarakat. Karena itu masalah yang hendakdiangkat dalam penelitian
ini menyangkut hubu ngan antara persepsi masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh dengan p
erilaku pencegahan yang dikembangkannya dalam menghadapi penyakit diare.
Tindakan dalam hal ini adalah tindakan ibu balita dalam melakukan pencegahan khususnya penc
egahan primer diare. Pencegahan ini meliputi , tindakan ibu dalam penyediaan air bersih, tindaka
n pencegahan yang erat kaitannya dengan tempat pembuangan tinja, tindakan ibu dalam peningk
atan status gizi, tindakan ibu dalam pemberian air susu ibu (ASI), dan tindakan ibu yang berkaita
n dengan kebiasaan mencuci tangan dan pemberian imunisasi pada balita.
Menurut Rakhmat (2005), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-
hubu ngan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan dem
ikian persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif, artinya perseps
i sangat tergantung pada kemampuan dan keadaan diri yang bersangkutan. Dalam kamus psikolo
gi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap segala sesuatu di lingkungan
nya dengan menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala sesua
tu yang ada di lingkungan tersebut.
Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai
lingkungannya. Dalam hubungannya dengan perilaku orang-
orang dalam suatu organisasi, ada tiga hal yang berkaitan, yakni pemahaman lewat penglihatan,
pendengaran, dan perasaan.
Dalam menelaah timbulnya proses persepsi ini, menunjukkan bahwa fungsi persepsi itu sangat di
pengaruhi oleh tiga variabel berikut :
(1) Objek atau peristiwa yang dipahami
(2) lingkungan terjadinya persepsi
(3) orang-orang yang melakukan persepsi
.
Dengan demikian, persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap oran
g di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.
b. Kebiasaan-kebiasaan balita yang merugikan seperti kebiasaan menggigit jari.
Kebiasaan menurut beberapa ahli dinyatakan sebagai suatu bentuk perilaku yang jelas dan diulan
g-
ulang. Sebagian besar ahli juga menyatakan bahwa anak yang melakukan kebiasaan tersebut bias
anya justru tidak menyadarinya. Tapi tidak demikian dengan orang-
orang disekitarnya seperti orang tua atau saudaranya, mereka umumnya merasa terganggu denga
n kebiasaan buruk si anak tersebut.
Kebiasaan buruk yang sering dimiliki oleh anak-
anak adalah kebiasaan menggigit kuku. Menurut beberapa penelitian, sekitar 40% anak usia 5 sa
mpai 18 tahun memiliki kebiasaan menggigit kuku, baik laki-
laki maupun perempuan. Tetapi seiring dengan pertambahan usia, anak laki-
laki cenderung untuk memiliki kebiasaan ini dari pada anak perempuan.
Kebiasaan menghisap ibu jari tangan lebih sering ditemui dari pada kebiasaan menghisap jari tan
gan yang lain. Hal ini diduga karena anggapan anak-
anak bahwa ibu jari tangan lebih enak dari pada jari tangan yang lain. Tapi ada juga dugaan lai
n yaitu karena ibu jari tangan lebih mudah dijangkau oleh mulut. Ada pula beberapa anak yang
menghisap seluruh jari tangannya atau bahkan seluruh kepalan tangannya. Sebagian besar anak y
ang mempunyai kebiasaan menghisap ibu jari tangannya berusia sekitar 2 tahun. Seiring dengan
pertambahan usia kebiasaan menghisap ibu jari tangan ini akan menghilang.
Bila kebiasaan buruk anak anda terus bertahan, semakin buruk, atau mengganggu orang lain, and
a dapat mencoba cara-cara berikut ini:
Jelaskan kepada anak dengan jelas dan tenang bahwa anda tidak menyukai kebiasaan buruknya t
ersebut. Jelaskan pula kepada anak mengapa anda tidak menyukai kebiasaan buruknya tersebut.
Ucapkan dalam kalimat seperti Ayah/Ibu tidak suka bila kamu menggigit kukumu. Kebiasaan it
u adalah kebiasaan yang tidak baik dan jorok. Dapatkah kamu menghentikan kebiasaanmu itu? I
ngatlah bila anda mendapati anak anda tetap melakukan kebiasaannya tersebut jangan mengejek
atau menguliahi anak anda. Hukuman, ejekan, atau kritik dapat menyebabkan kebiasaan anak s
emakin menjadi-jadi.
Ajak anak anda untuk ikut terlibat proses penghentian kebiasaannya tersebut. tanyakan langsung
kepada anak anda apa yang sekiranya dapat menghentikan kebiasaannya tersebut.
Sebutkan dengan jelas dan positif perilaku yang anda harapkan dari anak. Alih-
alih mengucapkan, Jangan gigit kukumu, coba ucapkan, Ayo kita biarkan kukumu tumbuh.
Kadang-kadang penggunaan bahan-
bahan yang beraroma tidak enak pada jari dapat menghentikan kebiasaan menggigit kuku atau m
enghisap jari.
Beri pujian bila anak anda mampu mengendalikan kebiasaan buruknya tersebut. Anda dapat me
mbacakannya dongeng sebelum tidur sebagai hadiah bila anak anda mampu menghentikan keb
iasaannya tersebut.
B. KERANGKA TEORI
BAB III
METODE PENELITIAN

A. KERANGKA TEORI

B. DEFINISI OPERASIONAL
n Definisi Car Al Sk Keterang
o a u at ala an
kur uk uk
ur ur
1 Diare pada balita Wa Qu O Diare
Adalah BAB cair lebih dari 5 kali dalam sehari, yang disebabkan oleh s wa esi Tidak
ebab-sebab tertentu pada balita. nca on Diare
ra er
2 Kebiasaan mengigit jari Wa Qu O Mempu
Adalah kebiasaan memasukan sebagian, bagian, seluruh jari yang dilaku wa esi nyai kebi
kan oleh balita, yang dilakukan setiap hari dan merupakan suatu kebiasa nca on asaan
an ra er Tidak
mempuny
ai kebiasa
an
3 Penggunaan botol Wa Qu O Sering :
Adalah pemberian nutrisi cair non ASI yang diberikan kepada balita mel wa esi (+)
alui botol. nca on Kadang
ra er -
kadang : (
+)
Tidak p
ernah :(-)
4 Kondisi rumah Ob O Bersih
Adalah kondisi dimana balita dan orangtuanya tinggal, mencakup semu ser Kotor
a kruteria rumah bersih (sarana MCK, tempat pembuangan sampah dan vas
limbah, ventilasi, dan hal yang mempengaruhi seperti dekat TPA, sunga i
i dll)

5 Persepsi ibu tentang diare Wa Qu O Menger


Adalah pengalaman atau pengetahuan seorang ibu tentang diare meliput wa esi ti
i pengertian, penyebab, tanda gejala, pencegahan, pengobatan, komplika nca on Tidak
si, dan faktor resiko diare. ra er Mengerti

6 Mencuci tangan Wa Qu O Mencuc


Adalah kegiatan membersihkan tangan menggunakan air, sabun atau dis wa esi i tangan
infektan lain. nca on Tidak
ra er mencuci t
angan

C. HIPOTESIS
Ada hubungan antara kebiasaan menggigit jari dengan kejadian diare pada balita.

D. METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, populasi pada penelitian in
i adalah seluruh seluruh balita yang ada di desa Debong, kecamatan tegal selatan, Kota tegal. (N
otoadmojo,2005).
Sampel
Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah quota sampling yaitu sebagian yang di ambi
l dari keseluruhan objek yang di teliti dan di anggap mewakili populasi. Pengambilan sampel dal
am penelitian ini adalah anak yang datang ke posyandu RW03, kelurahan debong. (Notoadmojo,
2005).

2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


2.1. Kreteria Inklusi
Kriteria insklusi adalah karakteristik namun yang harus dipenuhi oleh subyek sehingga dapat diik
uti sertakan dalam penelitian (Nursalam,2003)
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penel
itian yang mempunyai syarat sebagai sampel
Dalam penelitian kriteria inklusinya adalah :
a. Balita sehat atau mempunyai riwayat penyakit diare yang berobat ke posyandu RW 03 kelurah
an Debong, Kota Tegal.
b. Balita yang sakit diare yang berobat ke posyandu RW 03 kelurahan Debong, Kota Tegal.
2.2. Kreteria Eksklusi
Kreteria eksklusi adalah hal-
hal yang menyebabkan sampel yang memenuhi kreteria tidak diikutsertaan dalam penelitian (Nur
salam, 2003) Kreteria eksklusi merupakan kreteria dimana subjek penelitian tidak dapat diwakili
kan sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian, seperti adanya hambatan eti
s, menolak menjadi responden atau suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk di lakukan p
enelitian.(Hidayat, 2003)
Dalam penelitian ini kriteria adalah :
a. Balita yang sehat yang berobat ke posyandu RW 03 kelurahan Debong, Kota Tegal yang berdo
misili di luar desa Debong.
b. Balita yang sakit diare yang berobat ke posyandu RW 03 kelurahan Debong, Kota Tegal yang
berdomisili di luar desa debong.
c. Balita yang orangtuanya tidak setuju menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi
Penelitian akan dilakukan di wilayah kelurahan Debong, kecamatan Tegal selatan, Kota Tegal.
Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di bulan Januari 2012 selama 2 minggu.

4. Variable Penelitian
a. Variable Independen
Variable independennya adalah kebiasaan menggigit jari pada balita.
b. Variable Dependent Terikat
Variable dependent dari penelitian ini adalah kejadian diare balita.
5. Etika penelitian
Dalam penelitian ini mendapat rekomondasi dari Ka.departemen Riset Keperawatan, setelah di s
etujui oleh Direktur AKPER Pemerintah Kota Tegal. Kemudian permintaan secara tertulis ke pus
kesmas Tegal Selatan.
Kemudian penelitian akan dilakukan dengan memperhatikan masalah etika antara lain sebagai be
rikut:
a) (informed consent) saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta izin kepada resp
onden secara lisan atas kesediannya menjadi responden
b) Anonymity (tanpa nama) pada lembaran persetujuan maupun lembar pertanyaan wawancara ti
dak akan menuliskan nama responden tetapi hanya dengan memberi simbol saja.
c) Confidentiality (kerahasiaan) pembenaran informasi oleh responden dan semua data yang terk
umpul akan menjadi koleksi pribadi, dan tidak akan di sebarluaskan kepada orang lain tanpa seiz
in reponden.

6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan quisioner dan terlebih dahulu diberi penjelasa
n singkat kepada responden tentang kuisioner dan hal-
hal yang tidak dimengerti responden, kuesioner yang di buat terdiri dari 15 pertanyaan dalam ben
tuk pertanyaan tertutup.
7. Instrumen
Intrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dimana responden di kuesioner dengan me
ngisi lembar kuesioner yang tersedia.
Menurut cara penyampaiannya kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini termasuk observas
i langsung dimana ditujukan kepada responden langsung (Notoatmojo, 2002 : 113).
Menurut bentuk obsevasi dalam penelitian ini termasuk bentuk pertanyaan tertutup (closed enden
dulestion) dengan multiple chois (Notoatmojo, 2002 : 124).
Observasi dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Kuesioner A
Kuesiner ini digunakan untuk mengetahui angka kejadian diare pada balita dengan kategori :
- Diare > 5
- Tidak diare< 5
2. Kuesioner B
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui kebiasan menggigit jari pada balita Dengan kata gori
:
- Mempunyai kebisaan > 5
- Tidak mempunyai kebiasaan < 5
3. Kuesioner C
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui penggunaan botol pada balita Dengan katagori :
- Menggunakan botol > 5
- Tidak menggunakan botol < 5
4. Kuesioner D
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui kondisi rumah tempat tinggal Dengan katagori :
- Bersih < 5
- Kotor < 5
5. Kuesioner E
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui kebiasaan mencuci tangan pada balita dan ibu Denga
n katagori :
- Memiliki kebiasaan mencuci tangan > 5
- Tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan < 5
8. Pengelolahan Data / Analisis Data
Data yang terkumpul melalui pengumpulan data dengan teknik kuesioner kemudian diolah dan di
analisis. Teknik data yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Sebelum analisis data
1. Editing
Editing data adalah tahap data atau keterangan yang telah dikumpulkan daftar pertanyaan atau ku
esioner perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki kualitas data. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam editing yaitu kelengkapan dan kesempurnaan data, kejelasan d
ata untuk dibaca, keseragaman deata dan kesesuaian data.
2. Coding
Coding merupakan tahap memberi kode / tanda terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang telah diajukan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan ta
bulasi dan analisis
3. Tabulating
Tahap Tabulating yang dilakukan yaitu memasukan data ke tabel dan mengatur angka-
angka, sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori. Setelah data terkumpul da
lam tabel, di laksanakan pengolahan dengan mengitung skor tertinggi dan terendah untuk menent
ukan distribusi frekuensi.
b. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan teknik sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
Digunakan untuk mendeskripsikan masing-
masing variabel. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tip variabel (Not
oatmodjo, 2002 : 188)
2. Analisis Multivariat
Digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara satu variabel terikat (variabel independen) d
engan beberapa variabel bebas (variabel independen) (Notoatmodjo, 2002 : 188). Uji satistik yan
g digunakan adalah regresi berganda yaitu analisis yang dilakukan bila jumlah variabel independ
en minimal 2 (Sugiyono, 2005 : 280). Jenis regresi yang mempunyai ciri variabel dependennya b
erbentuk variabel kategorik (Hastono, 2001 : 155). Jadi uji statistik yang digunakan adalah regres
i logistik berganda.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Carpenito, L. J. (1999). Rencana asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan (Diagnosa k
eperawatan dan masalah kolobora).edisi 2.Jakarta : EGC
Carpenito, L. J (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. edisi 8. Jakarta : EGC.
Mansjoer,A.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakakarta:Media Aesculapius.
Doengoes, M.E, Moorhouse, M.F. & Geissler, A.C (2000). Nursing care plan : Guidelines for pla
nning and documenting patinet care, 3 / E (Renacana asuhan kerperawatan : pedoman untuk pere
ncanaan dan pendokumentasian perawatan pasien E / 3, edikator : Manica Ester). Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arief, dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Jakarta : Media Aesculapi
us.
Price, Syalvia A. Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinik proses-proses
proses penyakit, volume 1. edisi 5. Jakarta : EBC.
Internet :
BAB IP E N D A H U L U A N
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dankonsistensi tinja
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak- lebih daribiasanya (tiga kali
dalam sehari). Di Indonesia penyakit diare masih merupakan salah satumasalah kesehatan
masyarakat yang utama, dimana insidens diare pada tahun 2000 yaitusebesar 301 per 1000 penduduk,
secara proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi padagolongan balita dengan episode diare balita
sebesar 1,0

1,5 kali per tahun. Secaraoperasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi, yaitu yang pertama
diare akut adalahdiare yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air
saja yangfrekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih sehari) dan berlangsung
kurangdari 14 hari, dan yang kedua yaitu diare bermasalah yang terdiri dari disentri berat,
diarepersisten, diare dengan kurang energi protein (KEP) berat dan diare dengan
penyakitpenyerta.Beberapa hasil survei mendapatkan bahwa 76 % kematian diare terjadi pada
balita,15,5 % kematian bayi dan 26,4 % kematian pada balita disebabkan karena penyakit
diaremurni. Menurut hasil survei rumah tangga pada tahun 1995 didapatkan bahwa setiap
tahunterdapat 112.000 kematian pada semua golongan umur, pada balita terjadi kematian 2,5
per1000 balita. Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkanprevalensi
diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2 %, denganangka kematian
diare balita sebesar 23/ 100.000 penduduk pada laki-laki dan 24/100.000penduduk pada
perempuan, dari data tersebut kita dapat mengukur berapa kerugian yangditimbulkan apabila
pencegahan diare tidak dilakukan dengan semaksimal mungkindengan mengantisipasi faktor
risiko apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita.

Anda mungkin juga menyukai