Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur terbagi menjadi dua, mikosis
profunda dan superfisialis. Mikosis profunda menyerang bawah kulit misalnya traktus
intestinalis, traktus respiratorius, urogenital, kardiovaskular,susunan saraf pusat. Sedangkan
mikosis superfisialis dibagi menjadi dermatofita dan non dermatofita.

Insiden mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat


luas, oleh karena itu akan dibicarakan secara luas. Sebaliknya mikosis profunda jarang terdapat
di Indonesia maka akan dibahas secara singkat. Candida spp. Merupakan tipe jamur
intermediete oleh karena itu dibicarakan secara terpisah dari mikosis karena jamur tersebut
dapat memberi berbagai bentuk klinis, baik sistemik maupun superfisialis. Dermatofitosis
adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton,
Mycrosporum dan Trycophyton. Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia
diperkirakan menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit
tersering Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok
umur sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim
panas dan kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi.
BAB II

INFEKSI KULIT AKIBAT JAMUR

1. Mikosis Profunda

DEFINISI

Mikosis profunda ialah penyakit jamur yang mengenai organ dibawah kulit. Penyakit
ini dapat terjadi karena jamur langsung masuk ke alat dalam (misalnya paru), melalui luka, atau
menyebar dari permukaan kulit atau alat dalam lain. Jamur yang berhasil masuk bisa tetap
berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis).
Mikosis sistemik terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur dengan gejala
klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius,
traktusurogenital, susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit.

a) Ditinjau dari penyakit jamur subkutan yang dijumpai di Indonesia

Misetoma

Misetoma ialah sindrom klinis yang disebabkan oleh infeksi jamur, terdiri atas
pembengkakan setempat yang indolen dan membentuk sinus, menyerang jaringan kutan,
subkutan, fasia dan tulang. Infeksi misetoma terjadi melalui trauma, misalnya tusukan duri
yang terkontaminasi jamur (biasanya pada tanah) pada kulit atau jaringan subkutan.2

Terdapat dua bentuk misetoma :

- Misetoma aktinomikotik (bacterial mycetoma) yang disebabkan oleh jamur golongan


schizomycophyta, yaitu Actinomycetes, Nocardia dan Streptomyces.Jamur penyebab yang
penting adalah Actinomadura pelletieri, Nocardia brasiliensis dan Streptomyces somaliensis.

- Misetoma maduramikotik (fungal mycetoma atau eumycetoma) disebabkan oleh jamur


golongan eumycophyta, diantaranya adalah Madurella mycetomatis, Scedosporium
apiospermum , Madurella grisea, Leptosphaeria sinegalinsis.
Sporotrikosis

Sporotrikosis adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh Sporotrichium schenckii dan
ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis diatas nodus
bening sering melunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Infeksi terjadi karena jamur
masuk ke dalam jaringan subkutis melalui luka pada kulit oleh duri atau kayu lapuk. Infeksi
dapat juga melalui inhalasi spora.2

Kromomikosis

Kromomikosis merupakan infeksi lokal yang menahun pada kulit dan jaringan subkutis
orang sehat dan imunokompeten, yang sering terjadi pada kaki atau tungkai bawah, dengan
kelainan khas berbentuk kutil (verrucous) yang secara lambat tumbuh terus. Kelainan ini
disebabkan oleh beberapa spesies jamur berwarna gelap coklat kehitaman (dematiaceae).

Kromomikosis disebabkan oleh beberapa spesies jamur yang tergolong Dematiaceae.


Diantaranya adalah Phialophora verrucosa, Fonseceae pedrosoi, Fonseceae compacta,
Cladosporium carrionii dan Rhinocladiella aquaspersa.Jamur penyebab kromomikosis
terdapat di tanah, kayu dan tumbuh-tumbuhan yang sudah busuk. Jamur ini tergolong
Dematiaceae, berwarna gelap coklat sampai coklat kehitaman dan membentuk koloni filamen.
Masing-masing spesies mempunyai jenis sporulasi yang berbeda.2

Zigomikosis, Fikomikosis, Mukormikosis

Penyakit jamur ini terdiri atas berbagai infeksi yang disebabkan oleh bermacam-macam
jamur pula yang taksonominya dan peranannya masih didiskusikan. Zygomycetes meliputi
banyak genera yaitu : Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella, dan Cunning-hamella. Penyakit
ini disebabkan oleh jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada orang sehat jarang
ditemukan Fikomikosis subkutan. Kelainan timbul di jaringan subkutan antara lain: di
dada, perut, atau lengan ke atas sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan membesar setelah
sekian waktu. Nodus itu konsistennya keras kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita
pada umumnya tidak demam dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional
2. MIKOSIS SUPERFISIALIS
Mikosis Superfisialis disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan
superfisialis yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang
lebih dalam. Dibagi menjadi dua :
1. DERMATOFITA

Dermatofita adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tandduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis , rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita.

SINONIM

Tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata

ETIOLOGI

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Memiliki sifat


mencernakan keratin. Terbagi dalam 3 genus, Microsporum, Trichophyton dan
Epidermophyton.

KLASIFIKASI

Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita sesuai dengan tempat bagian tubuh
yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian dermatofitosis sebagai berikut:1
1. Tinea kapitis : bila menyerang kulit kepala clan rambut
2. Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan kumis.
3. Tinea korporis : bila menyerang kulit tubuh.
4. Tinea kruris : bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus dapat meluas
sampai ke daerah gluteus, perot bagian bawah dan ketiak atau aksila
5. Tinea manus dan tinea pedis : bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama
telapak tangan dan kaki serta sela-sela jari.
6. Tinea Unguium : bila menyerang kuku.
7.Tinea Imbrikata : bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran klinik
yang khas dengan susunan skuama yang konsentris dan
disebabkan oleh Trycophton concentricum

GEJALA KLINIK
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas yaitu bercak-
bercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain, sehingga memberikan
kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang aktif serta berbatas tegas sedang
bagian tengah tampak tenang .
Gejala objektif ini selalu disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal ini digaruk
maka papula-papula atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga menimbulkan daerah yang erosit
dan bila mengering jadi krusta dan skuama. Kadang-kadang bentuknya menyerupai dermatitis
(ekzema marginatum), tetapi kadang-kadang hanya berupa makula yang berpigmentasi saja
(Tinea korporis) dan bila ada infeksi sekunder menyerupai gejala-gejala pioderma
(impetigenisasi).1,2

TINEA KAPITIS
(ringworm of the scalp)
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditnadai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia, dan
kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat disebut kerion.
Di dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas.

1. Gray pacth ring worm


Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering
ditemukan pada anak-anak.
Penyakit ini dimulai dengan papula merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal.
Warna rambut jadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari
akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat.
Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flouresensi hijau kekuning-kuningan pada
rambut yang sakit melalui batas "Grey pacth" tersebut.
2. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang bersifat
lokal, sehingga pada kulit kepala tampak pembengkakan yang menyerupai sarang lebahdengan
serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Rambut di daerah ini putus-putus dan mudah
dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu daerah yang botak permanen oleh
karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama disebabkan oleh Mikosporon canis, M. gipseum ,
dan sedikit bila penyebabnya adalah T.tonsurans dan T. Violaseum.

3. Black dot ring worm


Terutama disebabkan oleh T. tonsurans, T. violaseum. Infeksi jamur terjadi di dalam
rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang menyebabkan rambut yang terkena infeksi
patah, tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung yang penuh spora Ujung
rambut tampak sebagai titik-titik hitam sehingga tarnpak sebagai gambaran back dot".
Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar
lesi juga jadi tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi. 1

TINEA BARBAE
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambang
dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2 bentuk yaitu superfisialis
dan kerion. 1
1) Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula kecil
selanjutnya meluas ke arah luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan bagian tepi yang
aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis.
2) Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau abses
kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi.

Tinea barbae ini didiagnosa banding dengan :


1. Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus)
2. Karbunkel
3. Mikosis dalam

Gambar 1. Tinea Barbae

TINEA KORPORIS
(Tinea circinata/ Tinea glabrosa)
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan
banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih
tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota
gerak bawah.
Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang
aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya dapat
memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sirsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan
tanda-tanda eritema, adanya papula-papula dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi
relatif lebih tenang.
.
Pada tinea korporis menahun tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini
dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam
hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis. Bentuk menahun
yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum.

Tinea Imbrikata
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh
Tricophyton consentrikum. Gambaran klinik dimulai dengan papul berwarna cokelat yang
perlahan-lahan membesar. Stratum korneum bagian tengah terlepas dari dasarnya dan melebar.
Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari tengah sehingga terbentuk lingkaran-
lingkaran skuama yang konsentris. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke
dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila membesar membentuk pinggir yang
polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita akan mengeluhkan rasa sangat gatal.
Tinea Favosa
Merupakan bentuk lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut. Penyakit ini
dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawah kulit yang berwarna merah kuning dan
berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta
biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang
cekung merah dan membasah. Rambut kemudian tidak berkilat dan akhirnya terlepas. Bila
tidak diobati penyakit ini meluas ke seluruh tubuh dan meninggalkan parut dan botak. Biasanya
dapat tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita ini. Kadang-kadang penyakit ini
dapat menyerupai penyakit seboroik. Tinea favosa pada kulit ini dapat terlihat sebagai kelainan
kulit papulovesikel dan papuloskuamosa disertai dengan kelainan kukit yang berbentuk cawan
yang khas yang kemudian menjadi jaingan parut. Penyebabnya adalah Tricophyton
schoenleini, Tricophyton violaceum, Mycrosporum gypseum.1
TINEA KRURIS
(Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch")
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah hebat bila
disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat akut atau menahun.
Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula yang eritematous dengan erosi
dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif.
Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya makula yang
hiperpigmentasi disertai skuamas dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah lokalisasi
kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar anus. Kadang-
kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke
aksila.1
Penyebab utama adalah T. rubrum dan T. mentografites.
Diagnosa Banding:
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma
3. Psoriasis vulgaris
4. Pitiriasis rosea

Gambar 2. Tinea Kruris

TINEA PEDIS
Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit ini sering
menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci,
pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang tertutup
seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal
yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.
Ada 3 bentuk Tinea pedis:
1. Bentuk interdigitalis
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah jari
terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari tersebut
membuat jamur-jamur hidup lebih subur, sehingga pada daerah ini sering dilihat maserasi.
Maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena
sentuh. Bila terjadi infeksi sekunder dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-
gejala umum.
2. Bentuk moccasin foot
Terjadi penebalan kulit disertai sisik pada selutuh kaki terutama ditelapak kaki, tepi
kaki dan punggung kaki. Eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
Dibagian tepi lesi terdapat juga papul ataupun kadang-kadang vesikel.
3. Bentuk subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari, kemudian meluas
ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel berupa cairan jernih yang kental dan
bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikel-
vesikel ini memecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette. Bila
terjadi infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas.
Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu
dermatofitosis yang menyerang tangan. 1
Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan dengan:
Dermatitis kontak akut alergis
Impetigo bullosa

TINEA UNGUIUM
(Onikomikosis = ring worm of the nails)
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan permulaan dari
dekstruksi kuku.
Bentuk subungual distalis
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau ditolateral kuku. Proses ini menjalar ke proksimal
dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka
permukaan kuku bagian distal akan hancur yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai
kapur.
Leukonikia trikofita
Kalaianan kuku merupakan keputihan dipermukaan kuku yang dapat dikerok untuk
dibuktikan adanya elemen jamur. Oleh karena ini dihubungkan dengan Tricophyton
mentagrophytes sebagai penyebabnya.
Bentuk subinguinal proksimal
Bentuk ini dimulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan
membentuk gambaran klinis yang khas yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh
sedangkan bagian proksimal rusak. Tinea ungium adalah dermatofitosis yang paling sukar dan
lama disembuhkan kelainan pada kuku kaki lebih sukar disembuhkan dari padakuku tangan. 1

Pemeriksaan langsung
Pengambilan spesimen
Pengambilan specimen dimulakan dengan membersihkan lokasi lesi dengan
alcohol/spiritus 70%. Untuk pengambilan specimen pada kulit tidak berambut (kulit glabrosa)
pengerokan dilakukan dari bagian tepi lesi sampai ke bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit
menggunakan skapel tumpul steril. Untuk pengambilan spesimen di kulit berambut, rambut
pada kulit yang mengalami kelainan dicabut dan kulit di bagian itu dikerok untuk
mengumpulkan sisik kulit dan pus. Dalam pengambilan specimen di kuku, spesimen diambil
dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh
tebal kuku dan bahan di bawah kuku diambil.3

Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dimulai dengan penyediaan slide, bahan diletakan di atas
gelas alas kemudian di tambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan
rambut adalah 10%, untuk kulit 20% dan untuk kuku 30%. Setelah sediaan dicampurkan
dengan larutan KOH, sediaan ditunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan. Untuk
mempercepatkan proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah dia atas api kecil
sehingga berlaku penguapan. Untuk melihat elemen jamur ditambahkan zat pewarna pada
sediaan KOH, tinta parker blue-black. Elemen jamur dapat diperhatikan di bawah mikroskop
cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x.
Pada sediaan kuku dan kulit dapat dilihat hifa sebagai garis sejajar terbagi oleh sekat
lengkap dan bercabang. Terlihat juga spora berderet (artrospora).Pada sediaan rambut terlihat
spora kecil (mikrospora) dan spora besar (makrospora). Spora yang kelihatan bisa tersusun di
luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat hifa
pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan
Pemeriksaan pembiakan dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan sediaan
langsung dan menentukan spesies dermatofita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanam
bahan klinis dalam media buatan, medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada medium
ditambahkan antibiotic, Kloramfenikol untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun
jamur kontaminan.

PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
Terapi lokal
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot,
telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
1.) Lesi-lesi yang meradang akut dengan vesikula dan eksudat harus dirawat dengan kompres
basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel harus dikempeskan
tetapi kulitnya harus tetap utuh.
2. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol, bifonasol,
kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan
menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan terapi lokal
dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini
akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolitik dapat
mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.
4. Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai kesembuhan total.
Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis misalnya dengan kertas amplas, untuk
mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal atau larutan derivat asol
bisa menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi, bersamaan dengan terapi
griseofulvin sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan yang bisa diandalkan terhadap
onikomikosis jari kaki.4

Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin
adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat ini sangat
manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran
pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak,
tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum
bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan.
Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x
sehari, 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 10-25 mg per kg berat badan
dan lamanya pemberian adalah 10 hari.
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai
antiinflamasi yaitu prednisone 3x5 mg atau prednisolon 3x 4 mg sehari selama dua minggu.
Obat tersebut diberikan bersama dengan griseofulvin.
Obat per oral yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat
fungistatik. Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut
sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari-2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol
meupakan kontraindikasi pada penderita kelainan hepar. Sebagai pengganti ketokonazol yang
mempunyai sifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari sepuluh hari, dapat diberikan
suatu obat tiazol yaitu itrakonazol.yang merupakan pemilihan yang baik. Pwmberian obat
tersebut untuk penyakit kulit dan dan selaput lender oleh penyakit jamur cukup 2 x 100-200
mg sehari dalam kapsul selama 3 hari. Khusus untuk onikomikosis dikenal sebagai dosis
denyut selama 3 bulan. Cara pemberian 3 tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap selama
1 minggu dengan dosis 2x 200 mg sehari.
Terbinafin juga berifat fungisidal dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selam
2-3 minggu dosisnya 62,5 mg-250 mg sehari. Efek sanping berupa gangguan gastrointestinal,
pengecapan dan gangguan fungsi hepar.

Non Medika Mentosa


1) Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika faktor-faktor
lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat. Daerah
intertriginosa atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus dikeringkan betul dan diberi
bedak pengering atau bedak anti jamur.
2) Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3) Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang
menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis.
4) Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air hangat.
PROGNOSIS
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab
penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila
faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat
hilang sempurna.

NON DERMATOFITOSIS

DEFINISI

Infeksi jamur non dermatofitosis mencakup semua jenis infeksi jamur yang menyerang
jaringan yang mengandung zat tanduk dan tidak disebabkan oleh golongan dermatofita. Jamur
yang termasuk ke dalam golongan dermatofita adalah yang berasal dari genus Microsporum,
Epidermophyton dan Trichophyton.1

KLASIFIKASI

Adapun yang termasuk ke dalam infeksi jamur non dermatofitosis meliputi:

a. Pitriasis versikolor
b. Ptrisporum folikulitis
c. Piedra
d. Tinea nigra
e. Otomikosis
f. Keratomikosis

PITIRIASIS VERSIKOLOR

DEFINISI
Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi
disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit yang kronik dan
asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya
menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha, lengan, tungkai atas, leher,
muka dan kulit kepala yang berambut.
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas,
berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya tidak
menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur,
berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah beriklim
panas. Di Indonesia frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada kontak dengan jamur
penyebab oleh karena itu kebersihan pribadi sangat penting.1

PATOGENESIS
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Organisme ini
merupakan "lipid dependent yeast" fase spora dan miselium. Faktor predisposisi menjadi
patogen dapat secara endogen (defisiensi imun) dan eksogen (faktor suhu, kelembaban udara,
keringat dan matahari).1

GAMBARAN KLINIS
Kelainan ini terlihatsebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai
teratu, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan
lampu Wood. Bentuk papulovesikuler dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya
asimtomatik sehingga terkadang penderita tidak mengetahuinya.
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan dan pseudoakromia akibat
tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksin jamur terhadap pembentukan
pigmen.1

Gambar 3. Pitiriasis Versikolor

DIAGNOSIS
Selain ditegakkan dari gambaran klinis, diagnosa pitiriasis versikolor harus dibantu
dengan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan langsung dengan KOH 20%.
Bahan-bahan kerokan kulit di ambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, lalu dikerok dengan
skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula. Sebagian dari
bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 20% yang diberi tinta Parker biru hitam,
dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila
penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari
sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang
bersambung seperti kalung. Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek-pendek, lurus atau
bengkok dengan banyak spora kecil berkelompok memberikan gambaran spaghetti and
meatballs.

2) Pemeriksaan dengan lampu Wood


Dari pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memberikan perubahan warna pada
seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan
memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan.2

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini harus dibedakan dari dermatitis seboroik, sifilis stadium II, pitiriasis rosea,
vitiligo, Morbus Hansen dan hipopigmentasi pasca peradangan.

PENGOBATAN
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan dapat
dilakukan dengan cara topical atau sistemik. Pengobatan topikal terutama ditujukan untuk
penderita dengan lesi minimal. Obat golongan senyawa azol (antara lain ketokonazol,
bifonazol, tiokonazol) dalam bentuk krim selama 2 sampai 3 minggu cukup efektif untuk
pengobatan PV. Kesulitan pemakaian krim adalah pada lesi yang luas.
Pemakaian ketokonazol 2% dalam bentuk sampo dilaporkan lebih efektif dengan
pemakaian yang lebih mudah. Hal tersebut didukung dengan adanya efek antimikotik sampo
ketokonazol 2% yang lebih poten dibanding selenium sulfid ataupun seng pirition. Sampo
dioles di seluruh badan, lengan dan tungkai, dibiarkan selama 10-15 menit kemudian dicuci.
Pengobatan dilakukan 2-3 kali per minggu selama 2-4 minggu.
Obat topikal lain adalah selenium sulfida 1,8% dalam bentuk sampo yang juga dipakai
seluruh badan, sebelum tidur dan segera dicuci pada pagi harinya. Pemakaian 1-2 kali per
minggu selama 2-4 minggu.
Pengobatan sistemik menggunakan ketokonazol atau itrakonazol juga sangat efektif
untuk PV. Dosis untuk ketokonazol bervariasi antara 200mg/hari selama 7-10 hari atau dosis
tunggal 400 mg. Itrakonazol disarankan untuk kasus kambuhan atau tidak responsif dengan
cara pengobatan lain, dengan dosis 200 mg/hari selama 5-7 hari. Kesembuhan umumnya masih
dengan gejala sisa hipopigmentasi yang menghilang perlahan sehingga pemeriksaan
mikroskop KOH membantu memaastikan kesembuhan. 2

PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, teratur dan konsisten.
Pengobatan tetap dilakukans 2 minggu setelah fluoresensi negative dengan pemeriksaan lampu
Wood dan sediaan langsung negatif.

PITIROSPORUM FOLIKULITIS
DEFINISI
Pitirosporum folikulitis (malasezia folikulitis) adalah penyakit kronis pada folikel
pilosebasea yang disebabkan oleh spesies Pitirosporum berupa papul dan pustule folikuler yang
biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh, leher, dan lengan bagian atas.1
ETIOLOGI
Jamur yang menyebabkan adalah spesies Pityrosporum yang identik dengan
Malassezia furfur, penyebab ptriasis versikolor.1
PATOGENESIS
Spesies Malassezia merupakan penyebab pitirosporum folikulitis dengan sifat
dimorfik, lipofilik, komensal. Bila pada hospes terdapat factor predisposisi spesies Malassezia
yang tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga folikel dapat pecah. Dalam hal ini reaksi
peradangan terhadap produk tercampur dengan lemak bebas yang dihasilkan melalui aktivitas.
Faktor predisposisi antara lain suhu dan kelembaban, penggunaan bahan berlemak untuk
pelemabab badan, dan penyakit tertentu.
GEJALA KLINIS
Malassezia folikulitis memberikan keluhan gatal pada tempat predileksi dan terlihat
papul dan pustule berukuran 2-3 mm diameter. Tempat predileksi pada dada, punggung dan
lengan atas kadang dapat juga di leher jarang dimuka.1
DIAGNOSIS BANDING
Akne vulgaris
Folukitis Bakterialis
PENATALAKSANAAN
Antibiotik oral seperti ketokonazol 200 mg selama 2-4 hari, itrakonazol 200 mg selama
2 minggu, flukonazol 150 mg seminggu selama 2-4 minggu. Antibiotik topical biasanya kurang
efektif walaupun dapat menolong. 1
PROGNOSIS
Pada Malassezia folikulitis memiliki prognosis yang baik.

PIEDRA

DEFINISI

Kata Piedra berarti batu. Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, berupa benjolan
yang melekat erat pada rambut, berwarna hitam atau putih kekuningan. Ada dua macam piedra
yaitu piedra hitam dan piedra putih.

1. PIEDRA HITAM

Piedra hitam merupakan infeksi jamur pada rambut di sepanjang corong rambut yang
mengakibatkan benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut. Penyebab penyakit ini
adalah jamur Piedra hortai. Jamur Piedra hortai umumnya menyerang rambut kepala, kumis
atau jambang, dan dagu. Penyakit ini ditemukan di daerah tropik, termasuk di Indonesia. Piedra
hitam biasanya diderita oleh hewan, khususnya monyet, dan juga manusia.1

CARA PENULARAN DAN GEJALA KLINIS

Penularan dapat terjadi apabila seseorang mengalami kontak langsung dengan spora.
Salah satu caranya adalah melalui sisir yang digunakan oleh penderita. Spora dapat menempel
pada sisir tersbut sehingga orang yang menggunakan sisir tersebut dapat tertular.

Penyakit ini tidak menimbulkan gejala khusus. Biasanya rambut penderita mudah patah pada
saat disisir. Selain itu akan terdengar bunyi seperti kawat apabila rambut disisir. Bunyi ini
ditimbulkan karena adanya benjolan-benjolan pada rambut.1

PENATALAKSANAAN
Pengobatan piedra adalah dengan memotong rambut yang yang terkena infeksi atau mencuci
kepala setiap hari dengan larutan sublimat 1/2000 atau shampoo yang mengandung
antimikotik.1

2. PIEDRA PUTIH

Piedra putih adalah infeksi jamur pada rambut yang diakibatkan oleh Trichosporon beigelii.
Piedra putih ditemukan pada rambut ketiak dan pubis, jarang mengenai rambut kepala.1

GEJALA KLINIS

Pada piedra putih, kelainan rambut tampak sebagai benjolan yang berwarna putih
kekuningan. Selain pada rambut, dapat juga menyebabkan kelainan pada rambut kumis dan
rambut janggut.1

DIAGNOSIS

Dengan pemeriksaan benjolan yang ada pada rambut. Pada pemeriksaan langsung
dengan larutan KOH 10%, tampak anyaman hifa yang padat, tidak berwarna atau berwarna
putih kekuningan.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan penyakit ini yaitu dengan memotong rambut yang terinfeksi atau mencuci
daerah yang terkena dengan laruan sublimat 1/2000 setiap hari. Atau gunakan sampo yang
mengandung ketokonazol.1

TINEA NIGRA
DEFINISI
Tinea nigra adalah infeksi jamur kulit asimptomatik, superfisial, biasanya menyerang
kulit palmar (telapak tangan) disebabkan oleh Cladosporium werneckii yang merupakan jamur
dematiaceous seperti ragi. Arti dematiaceous adalah jamur kapang (mould/mold) berwarna
coklat. Kelainannya berupa macula tengguli sampai hitam. Telapak tangan biasa terserang
tetapi telapak kaki dan permukaan kulit lain dapat terkena.1
EPIDEMIOLOGI
Penyaki t ini jarang terjadi. Kasus tinea nigra terjadi secara sporadik dibeberapa
bagian belahan dunia terutama didaerah pantai negara-negara tropis dan subtropik seperti
misalnya: Kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia, Afrika dan Australia.
Penyakit ini paling sering menyerang anak-anak dan dewasa muda, berumur kurang dari 19
tahun, pada wanita 3 kali lebih sering dibandingkan pada pria dan hampir sebagian besar infeksi
dilaporkan terjadi pada individu imunokompeten.

GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 10-15 hari hingga 7 minggu, dapat beberapa tahun sampai 20 tahun. Lesi
khas berupa satu makula berbatas jelas, berwarna coklat kehitaman, tidak berskuama dan
asimptomatik (tidak gatal, tidak nyeri). Lesi mula-mula kecil kemudian dapat melebar secara
sentrifugal atau bersatu dengan lesi lainnya membentuk tepi yang tidak beraturan atau
polisikllis. Pigmentasi tidak merata, paling gelap didapatkan pada bagian tepi. Tidak
didapatkan eritema atau tanda-tanda inflamasi lain. Karena asimtomatis menyebabkan tidak
terdiagnosis dalam waktu yang lama. Lesi umumnya terbatas pada satu telapak tangan, namun
dapat mengenai jari tangan, telapak kaki, pergelangan tangan, dada dan leher, wajah tidak
pernah terkena.1

PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan cara:
Obat topikal
1. Obat keratolitik : Salep Whitfield(=AAV II, berisi asidum salisilikum 6%, asidum
benzoikum 12% dalam vaselin album ) dioleskan pagi dan malam.
2. Salep AAV I (half strengh Whitfield ointment) tidak efektif.
3. Krim asam Undesilenik 2-3 minggu
4. Krim Imidazol : mikonazol, klotrimazol, ketokonazol dioleskan 2 x sehari.
5. Krim Terbinafin
6. Asam Retinoid
7. Ciclopirox
Obat topikal dilanjutkan selama 2-4 minggu sesudah sembuh klinis untuk mencegah
kambuh, minimal 3 minggu pengobatan. Dianjurkan dikerok / dikupas dengan
penempelan cellophane tape (selotip) terlebih dahulu, baru diolesi obat topikal.2,4
Obat oral
Indikasi obat oral adalah bila setelah pengobatan topikal yang adekuat tidak sembuh.
Obat yang dapat diberikan :
1. Ketokonazol 200 mg/ hari selama 3 minggu.
2. Itrakonazol
Pengobatan dengan oral Griseofulvin tidak efektif.

OTOMIKOSIS
DEFINISI

Otomikosis adalah suatu radang superfisial, subakut dan kronis pada liang telinga luar.
Penyakit ini biasanya unilateral dan di karakteristikkan dengan inflmasi, pruritus, gatal dan
berkerak.1

FAKTOR PREDISPOSISI

Beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya otomikosis ialah:1,2

1. Infeksi jamur di tempat lain spserti vaginitis, canindiasis dll


2. Faktor lingkungan (iklim panas dan lembab)
3. Pasien dengan paska pembedahan operasi mastoid
4. Pasien dengan status immunokompromised (AIDS, DM dll)
5. Penggunaan antibiotika topikal dan steroid
6. Berenang
7. Trauma pada telinga
8. Pemakaian alat bantu dengar
9. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh di telinga
10. Infeksi bakteri

ETIOLOGI

Penyebab terbanyak dari otomikosis adalah Aspergillus dan Candida. Penelitian yang
dilakukan di Brazil menemukan Aspergillus flavus (28%), Aspergillus spp (10%), Aspergillus
fumigates ( 6%), sedangkan Candida merupakan jamur terbanyak kedua dan menemukan
Candida parapsilosis (22%), Candida albicans (14%) dan jamur lain yakni Penisilium Spp
(4%), Paelomyces spp (2%). Golongan jamur lain yang bisa ditemukan yakni Allerchia boydii,
scapulariopsis, dan mucor.2

PATOGENESIS

Otomikosis dipengaruhi oleh lingkungan yang lembab tropis karena lingkungan lembab
diperlukan untuk proliferasi jamur, dan peningkatan terjadinya insiden otomikosis mungkin
disebabkan karena meningkatnya keringat dan kelembaban lingkungan mengubah epitel
permukaan liang telinga luar. Seperti kita ketahui epital pada kanal eksternal dikenal untuk
menyerap air dalam lingkungan ini, mudah membuatnya lebih rentan terhadap infeksi.

Otomikosis sangat erat hubungannya dengan histologi dan fisiologi liang telinga luar. Liang
telinga luar dilapisi oleh epitel stratified squamous keratinizing yang kemudian berlanjut
sampai ke permukaan depan membran timpani. Pada resus timpanikus inferior, daerah medial
ke ismus cenderung tempat akumulasi dari keratin dan serumen dan merupakan area kulit yang
sulit dibersihkan.

Serumen mempunyai sifat antijamur dan antibakteri. Komposisi serumen terdiri dari 60%
keratin, 12-20% asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan rantai panjang, alkohol, sgualene, dan
6-9% kolesterol, selain itu serumen juga mengandung lysozime dan immunoglobulin. Asam
lemak menyebabkan kulit liang telinga tidak rusak dan menghambat pertumbuhan bakteri.
Karena komposisinya yang hidropobik, serumen dapat menahan air, membuat permukaan liang
telinga luar menjadi impermeabel sehingga dapat mencegah maserasi dan kerusakan epitel
sehingga dengan tidak terbentuknya serumen menyebabkan liang telinga luar rentar terhadap
infeksi.1

GEJALA KLINIS

Gejala yang paling sering pada otomikosis adalah gatal pada telinga, telinga terasa
sakit, sekret pada telinga, pendengaran yang berkurang serta tinnitus.

Karakteristik pemeriksaan fisik tergantung pada jamur penyebab otomikosis. Jamur yang
terlihat dengan hifa halus dan spora biasanya terlihat pada golongan Aspergillus. Pada
Aspergillus niger kelihatan seperti pertumbuhan kepala hitam berfilamen, Pada Aspergillus
fumigates tampak berwarna biru pucat atau hijau dan Candidiasis tampak seperti gumpalan
keju dengan debris yang menutupi kanal. Kulit liang telinga tampak oedema dan memerah.2
DIAGNOSIS

Diagnosis dapat dilakukan dengan mengambil sekret atau pus dari liang telinga luar dengan
bantuan cottom swab steril. Spesimen yang telah diambil diperiksa dengan

a. KOH 10%
b. Pewarnaan PAS
Atau spesimen yang telah diambil di biakkan pada media Sabourauds Dextrose Agar
dengan dan tanpa antibiotika dan diinkubasi pada suhu 25 dan 37C selama 4 minggu

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan otomikosis bila akut disertai dengan edema memerlukan pengobatan


konservatif untuk menghilangkan bengkak dan membersihkan liang telinga misalnya dengan
memasukkan kapas yang telah dibasahi dengan larutan pemanganas kalikus 1/10.000.
Tindakan ini dapat diulang dan dapat dilakukan irigasi untuk membersihkan serumen dan
kotoran lain. Liang telinga yang terinfeksi kronis harus dibersihkan untuk mnghilangkan
kotoran dan sisik yang mengandung jamur. Irigasi dengan larutan garam faal dilanjutkan
dengan pemberian salisil spiritus 2% selama beberap menit, cukup untuk membersihkan daerah
tersebut. Sambil menjaga daerah tersebut agar tetap kering diberikan obat antiseptic, antibiotic
dan antifungal.1,2

KERATOMIKOSIS

DEFINISI

Keratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratomikosis dapat menyebabkan infeksi


jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan
menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan
menyebabkan keratitis jamur.

ETIOLOGI

Secara ringkas dapat dibedakan : 2,3

1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.


a) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp,
Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
b) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
2. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans,
Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan membentuk
miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
Tampaknya di Asia Selatan dan Asia Tenggara tidak begitu berbeda penyebabnya, yaitu
Aspergillus sp dan Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.

GEJALA KLINIS

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam
bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat
menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan
formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.

Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu
sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi
keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan
mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat
mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi
tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi
konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah.3

Sebenarnya gambaran yang khas pada ulkus kornea tidak ada. Infeksi awal dapat sama seperti
infiltrasi stafilokokus, khususnya dekat limbus. Ulkus yang besar dapat sama dengan keratitis
bakteri.

Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.


2. Lesi satelit.
3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di
bawah endotel utuh.
4. Plak endotel.
5. Hypopyon, kadang-kadang rekuren.
6. Formasi cincin sekeliling ulkus.
7. Lesi kornea yang indolen.

DIAGNOSIS

Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan


diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka
keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan
biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi
sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential
interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode
Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.3

PENATALAKSANAAN

Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial


yang tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang
utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi; bisa
dibagi: 2

1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.


2. Jamur berfilamen.
3. Ragi (yeast).
4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml),
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole.
Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih),
Imidazole (obat terpilih).
Untuk golongan III : Amphoterisin B, Natamycin, Imidazole.
Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.
MIKOSIS INTERMEDIATE
KANDIDIASIS
DEFINISI

Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh jamur
intermediate Candida sp., biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut,
vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, dengan berbagai manifestasi klinisnya yang bisa
berlangsung akut, kronis atau episodik, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia,
endokarditis atau meningitis.1

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun
perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran
klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat.1

ETIOLOGI

Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut,
selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidiasis
ialah C. parapsilosis dan penyebab kandidiasis septicemia adalah C. tropikalis.

Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar 80
spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada
manusia, C.albicans lah yang paling pathogen. Candida sp. memperbanyak diri dengan
membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan bertambah
panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif
daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit
difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia
multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.

C. albicans merupakan spesies jamur kandida yang paling sering menyebabkan kandidiasis
pada manusia, baik kandidiasis superfisialis maupun sistemik. Pada media agar khusus akan
terlihat struktur hyphae, pseudohyphae dan ragi.1
KLASIFIKASI

Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk. (1971), mambaginya sebagai berikut:

Kandidiasis selaput lendir:

1. Kandidiasis oral (thrush)


2. Perleche
3. Vulvovaginitis
4. Balanitis atau balanopostitis
5. Kandidiasis mukokutan kronik
6. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru

Kandidiasis kutis:

1. Lokalisata: a. daerah intertriginosa


b. daerah perianal

2. Generalisata
3. Paronikia dan onikomikosis
4. Kandidiasis kutis granulomatosa

Kandidiasis sistemik:

1. Endokarditis
2. Meningitis
3. Pielonefritis
4. Septikemia

Reaksi id. (kandidid)

PATOGENESIS

Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai saprofit terdapat
dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik subyektif maupun obyektif.
Dapat dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran pencernaan, saluran pernafasan, vagina
dan kuku. Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer maupun sekunder dari
kelainan yang telah ada. Beberapa faktor predisposisi dapat mengubah sifat saprofit kandida
menjadi patogen.1

Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen.

Faktor endogen:

1. Perubahan fisiologik:
Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
Kondisi vagina selama masa kehamilan menunjukkan kepekaan yang tinggi
terhadap infeksi kandida, hal ini tampak dengan ditemukannya kolonisasi
candida spp yang tinggi pada masa ini sejalan dengan tingginya simtomatik
vaginitis. Keluhan ini paling sering timbul pada usia kehamilan trimester ketiga.
Bagaimana mekanisme hormon-hormon reproduksi dapat meningkatkan
kepekaan vagina terhadap infeksi kandida masih belum jelas.

Kegemukan, karena banyak keringat


Debilitas
Iatrogenik
Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit
Pada penderita diabetes mellitus juga ditemukan kolonisasi candida spp dalam
vagina mungkin karena peningkatan kadar glukosa dalam darah, jaringan dan
urin. Akan tetapi mekanismenya juga tidak diketahui.

Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang


buruk.
2. Umur: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya
tidak sempurna.
3. Imunologik: penyakit genetik.

Faktor eksogen:

1. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.


2. Kebersihan kulit
3. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur.
4. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
GEJALA KLINIS

Kandidiasis selaput lendir

i. Thrush
Biasanya mengenai bayi, tampak pseudomembran putih coklat muda kelabu
yang menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut
yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga
mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan
merah.

Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi berwarna
putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih tidak tampak jelas bila
penderita sering merokok.1

Gambar 4.Thrush

ii. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan
dasarnya eritematosa. Faktor predisposisnya ialah defisiensi riboflavin.1

iii. Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena kadar gula
darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam
epitel vagina. Keluhan yang paling sering adalah rasa gatal pada daerah vulva dan
adanya duh tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan
homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang
disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak
berbau. Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Pada yang berat terdapat
pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispaneuria.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan vulva,
juga dapat ditemukan lesi papulopustular di sekitarnya. Pada pemeriksaan yang ringan
tampak hiperemia di labia menora, introitus vagina, dan vagina terutamanya 1/3 bagian
bawah. Servik tampak normal sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan. Sering
pula terdapat kelainan yang khas bercak-bercak putih kekuningan. Bila ditemukan
keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH vagina < 4,5 dapat diduga adanya infeksi
kandida.

Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia menora dan ulkus-ulkus yang
dangkal pada labia menora dan sekitar introitus vaginal. Fluor albus pada kandidosis
vagina bewarna kekuningan. Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan
sebagai kepala susu bewarna putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari massa
yang terlepas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel,
dan jamur.1,2

iv. Balanitis atau balanopostitis


Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan wanitanya yang
menderita vulvovaginitis, lesi berupa erosi, pustula dengan dindingnya yang tipis,
terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius glandis.1

v. Kandidiasis mukokutan kronik


Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem
hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-macam defisiensi yang
bersifat genetik, umumnya terdapat pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip
penderita dengan defek poliendokrin.1

Kandidiasis kutis
i. Kandidiasis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara
jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-
vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang
erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.1

ii. Kandidiasis perianal


Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan
pruritus ani.1

iii. Kandidiasis kutis generalisata


Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal,
dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia. Lesi berupa
ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat
pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidosis vagina atau mungkin karena
gangguan imunologik.1

Paronikia dan Onikomikosis


Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaanya berhubungan dengan air, bentuk ini
tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi
tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang bewarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap
berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium.1

Diaper-rash
Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat
menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa dermatisis oral
dan perianal.1

Kandidiasis granulomatosa

HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahawa penyakit ini sering menyerang anak-
anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal bewarna kuning kecoklatan dan
melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm,
lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan farings.1

Kandidiasis sistemik
i. Endokarditis
Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan yang
dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita sesudah operasi jantung.

ii. Meningitis
Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama dengan meningitis
tuberkulosis atau karena bakteri lain.

Reaksi id (kandidid)

Reaksi terjadi karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupa vesikel-vesikel yang
bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan yang lain, mirip dermatofitid. Di
tempat tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidosis diobati, kandidid akan
menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil
positif.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis klinis kandidiasis dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis,


pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan jamur,
selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina untuk kandidiasis vulvovaginalis.

1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud,
dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37C, koloni tumbuh
setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan
dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

3. Pemeriksaan pH vagina
Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,0-4,5 bila
ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya bakterial vaginosis,
trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran. 1,2

DIAGNOSIS BANDING
Kandidiasis kutis lokalisata dengan:

a. Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit,
pemeriksaan dengan sinar Wood positif bewarna merah bata.
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatofitosis (tinea)

Kandidiasis kuku dengan tinea unguium

Kandidiasis vulvovaginitis dengan :


a. Trikomonas vaginalis
b. Gonore akut
c. Leukoplakia
d. Liken planus

PENATALAKSANAAN
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal
maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini
adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi.
Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim,
lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan bentuk obat
topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum memilih bentuk
yang lebih nyaman untuk pasien. Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih
baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim.2,3
Hendaklah mengingatkan pasien untuk menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
Pengobatan:
1. Topikal:
Larutan ungu gentian - 1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit, dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari.
Nistatin: berupa krim, salap, emulsi
Amfoterisin B
Grup azol antara lain:
i. Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
ii. Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
iii. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
iv. Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
v. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas

2. Sistemik
Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini
tidak diserap usus.
Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam
dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari
atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150
mg dosis tunggal.
Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang
dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.

PROGNOSIS
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.

Anda mungkin juga menyukai