Pneomonia Anak
Pneomonia Anak
(a) (b)
1
Gambar 1. (a) Foto sinar-X yang menampilkan paru-paru pengidap radang paru-paru,
(b) Peradangan Pada Alveoli (Google image, 2012)
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulakan bahwa radang paru-paru
(pneumonia) adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus
(alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi
oleh cairan. Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk
infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau pasilan (parasite) dan cedera pada paru.
2. Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit umum di semua bagian dunia. Ini adalah penyebab
utama kematian di antara semua kelompok umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian
terjadi pada periode baru lahir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir disebabkan oleh pneumonia. Lebih dari
dua juta anak di bawah lima tahun meninggal setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga
memperkirakan bahwa sampai dengan 1 juta kejadian pneumonia disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di
negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun sesuai
dengan usia sampai dewasa akhir, sedangnkan untuk lansia berada pada risiko tertentu
untuk pneumonia (News Medical, 2012).
Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk
setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka dengan usia lebih dari 75
tahun, angka kejadian meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-
40% dari individu yang pneumonia membutuhkan membutuhkan perawatan Rumah
Sakit yang antara 5-10% harus dirawat di unit perawatan kritis. Demikian pula, angka
kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Orang-orang ini juga lebih cenderung
memiliki episode pneumonia berulang. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk
alasan apapun juga berisiko tinggi untuk pneumonia. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor
social ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia
ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar
800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita
tertinggi, melebihi penyakitpenyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS.
2
3. Penyebab / factor predisposisi
Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, iritasi dan penyebab yang
tidak diketahui. Penyebab infeksi mikroorganisme adalah jenis yang paling umum.
Meskipun lebih dari seratus jenis mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, hanya
sedikit bertanggung jawab untuk kebanyakan kasus. Penyebab paling umum pneumonia
adalah virus dan bakteri, diikuti oleh jamur dan parasit. Pneumonia juga dapat dikatakan
sebagai komplikasi dari penyakit yang lain terutama penyakit yang terjadi secara kronis.
Berikut adalah penyebab pneumonia antara lain:
1. Bakteri
Bakteri biasanya masuk paru-paru ketika tetesan udara yang terhirup, tetapi juga dapat
mencapai paru-paru melalui aliran darah bila ada infeksi di bagian lain dari tubuh.
Banyak bakteri hidup di bagian saluran pernapasan bagian atas, seperti mulut, hidung
dan sinus, dan dapat dengan mudah terhirup ke dalam alveoli. Setelah masuk, bakteri
bisa menyerang ruang antara sel dan antara alveoli melalui menghubungkan pori-pori.
Invasi ini memicu sistem kekebalan tubuh untuk mengirim neutrofil, sejenis sel darah
putih defensif, ke paru-paru. Adanya neutrofil dan membunuh organisme yang
melepaskan sitokin, menyebabkan aktivasi umum sistem kekebalan tubuh. Hal ini
menyebabkan demam, menggigil, dan umum kelelahan. Penyebab paling umum
pneumonia adalah bakteri Streptococcus pneumonia dan atipikal bakteri. Bakteri
atipikal adalah bakteri parasit yang hidup intraseluler atau tidak memiliki dinding sel.
Atipikal bakteri umumnya tidak meyebabkan pneumoni yang parah, sehingga gejala
atipikal dapat dengan cepat merespon terhadap antibiotic.
Jenis-jenis bakteri Gram-positif yang menyebabkan pneumonia dapat ditemukan
dalam hidung atau mulut orang sehat banyak. '' Streptococcus pneumoniae'', sering
disebut "pneumococcus", adalah bakteri penyebab paling umum pneumonia pada
semua kelompok umur kecuali bayi baru lahir. Pneumococcus membunuh sekitar satu
juta anak setiap tahunnya, terutama di negara-negara berkembang. Penyebab lain
Gram-positif penting dari pneumonia adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
agalactiae yang menjadi penyebab penting pneumonia pada bayi baru lahir. Bakteri
Gram-negatif menyebabkan pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram positif.
Beberapa bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumonia termasuk Haemophilus
influenza, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan
Moraxella catarrhalis. Bakteri ini sering hidup dalam perut atau usus dan bisa masuk
3
ke paru-paru jika muntahan terhisap. Atypica bakteri yang menyebabkan pneumonia
termasuk Chlamydophila pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan Legionella
pneumophila.
2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh
virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang
merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus. Virus lain yang dapat
menyababkan pneumonia adalah Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum,
Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus
Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien
yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
5. Factor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pnemonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna, maupun idiopatik.
4
4. Patologi / patofisiologi terjadinya penyakit
Bakteri penyebab pneumonia ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah
mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah
mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru bahkan hingga selaput otak. Akibatnya
timbul timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Lokasi invasi dapat
mengenai satu atau kedua paru. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran
kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli,
fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan
jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi
paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk
melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga
paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan
frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan
kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi
dapat digambarkan pada skema proses
5. Klasifikasi penyakit
Pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia berdasarkan penyebab
dan pneumonia berdasarkan anatomic.
Pneumonia Berdasarkan Penyebab :
1. Pneumonia bakteri.
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia Jamur.
4. Pneumonia aspirasi.
5. Pneumonia hipostatik.
5
3. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis) : radang pada dinding alveoli (interstitium)
dan peribronkhial dan jaringan interlobular.
6. Gejala klinis
Pneumonia bakteri
Gejala awal :
Rinitis ringan, Anoreksia, Gelisah
Berlanjut sampai :
Demam yang timbul dengan cepat (39,50-40,50), nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk
yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Malaise, Nafas cepat dan dangkal (50 80)
disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan
otot bantu pernafasan, ekspirasi berbunyi, lebih dari 5 tahun akan mengalami sakit
kepala dan kedinginan, kurang dari 2 tahun akan mengalami vomitus dan diare ringan,
leukositosis, foto thorak pneumonia lobar.
6
Pneumonia atipikal
Beragam dalam gejalanya, tergantung pada organism penyebab. Banyak pasien
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan
awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala,
demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa
hari sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Pneumonia virus
Gejala awal :
Batuk, Rinitis
Berkembang sampai :
Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu,
Emfisema obstruktif, Ronkhi basah, Penurunan leukosit.
Pneumonia mykoplasma
Gejala awal :
Demam, Mengigil, Sakit kepala, Anoreksia, Mialgia
Berkembang menjadi :
Rinitis, Sakit tenggorokan, Batuk kering berdarah, Area konsolidasi pada
pemeriksaan thorak.
Selain itu ditemukan nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya
meningkat sekitar 10x/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius. Bradikardia
relative untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi
Mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Pada kebanyakan kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi
lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk
tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan. Pasien banyak mengeluarkan
keringat. Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari
etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella
sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenza biasanya berwarna
hijau.
7
7. Pemeriksaan fisik
Tambahan Keadaan umum : TTV, kesadaran, head to toe
Inspeksi : wajah terlihat pucat, lemas, banyak keringat, sesak, Adanya PCH,
Adanya tachipne, dyspnea, Sianosis sirkumoral, Distensi abdomen, Batuk : Non
produktif produktif, Nyeri dada
Palpasi : denyut nadi meningkat, turgor kulit menurun, Fremitus raba meningkat
disisi yang sakit, Hati mungkin membesar
Auslkutasi : terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, takikardia.
Perkusi : pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat
8
pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya
konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik,
atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri
dan virus.
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas
mungkin meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan
(hipokemia)
Elektrolit
Natruim dan klorida mungkin rendah.
Aspirasi perkutan0biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV),
karakteristik sel raksasa (rubeolla).
9
sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer
seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.
10. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat, mortalitas dapat diturunkan sampai 1%.
Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
11. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi dari
pneumonia / bronchopneumonia adalah :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan
akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke
telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan
tertarik ke dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Abses otak.
4. Endokarditis.
5. Osteomielitis.
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik.
Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
10
II. KONSEP DASAR TUMBUH KEMBANG
1. Konsep Pertumbuhan Usia
11
1. Perkembangan Dapat Diketahui
Teori-Teori Perkembangan :
12
1. Perkembangan Psikososial (Erikson)
13
2. Perkembangan Intelektual (Piaget)
15
3. Dari 6 sampai 9 bulan :
16
Belajar makan sendiri
Menggambar garis di kertas atau di pasir
Mulai belajar mengontrol BAB dan BAK
Menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang
lebih besar
Memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan
mereka
7. Dari 2 sampai 3 tahun :
17
Menggambar segi empat dan segi tiga
Pandai bicara dan dapat menghitung jari-jarinya
Dapat menyebut hari-hari dalam seminggu
Mendengar dan mengulang hal-hal penting dan bercerita
Minat kepada kata baru dan artinya
Memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya
Mengenal 4 warna
Memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan besar
dan kecil
Menaruh minat kepada aktivitas orang dewas
18
c. Gangguan kontak sosial jika pengunjungtidak diizinkan.tidak
diizinkan.
d. Nyeri dan komplikasi akibatpembedahan atau penyakit.pembedahan
atau penyakit.
e. Prosedur yang menyakitkan.
f. Takut akan cacat atau mati.
3. Respon Infant akibat perpisahan, 3 tahap:
Menangis kuat
Menjerit
Menendang
Berduka
Marah
19
III. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Airway
Kaji batuk yang dialami oleh pasien; batuk kering berdarah atau batuk yang
mengeluarkan sputum. Selanjutnya dikaji warna sputum yang dikeluarkan;
bewarna hijau atau kental.
Breathing
Kaji irama nafas klien; Nafas cepat dan dangkal (50 80) disertai dengan
pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot
bantu pernafasan
Circulation
Nadi biasanya meningkat sekitar 10x/menit untuk setiap kenaikan satu derajat
celcius atau mengalami Bradikardia apabila disebabkan oleh infeksi virus,
infeksi Mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Dikaji pula warna kemerahan pada pipi, warna mata yang menjadi lebih
terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik.
Serta kaji apakah pasien mengeluarkan keringat yang banyak karena pada
umumnya pasien pneumonia banyak mengeluarkan keringat.
Dissability
Kaji GCS pasien
Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Pemeriksaan TTV
20
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. RENCANA KEPERAWATAN
21
Intervensi :
1. Airway Management (manajemen jalan nafas):
a. Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, wheezing.
Rasional : Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret
berlebih di jalan nafas.
c. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai keperluan.
Rasional : Mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bia klien
tak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
22
a. Respiratory status
- RR dalam batas normal (30-50x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak ada sianosis (skala 5 = none)
- Tidak ada dispnea (skala 5 = none)
- Tidak ada kelemahan (skala 5 = none)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
b. Respiratory status: Gas Exchange
- PaO2 normal (80-100 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)
- PaCO2 normal (35-45 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)
- PH normal (7,35-7,45) (skala 5 = no deviation from normal range)
- SatO2 normal (95-100%) (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak ada sianosis (skala 5 = none)
- Tidak ada penurunan kesadaran (skala 5 = none)
Intervensi :
23
Rasional: agar klien dapat beristirahat secara adekuat untuk mebantu mengurangi
kerja pernapasan.
2. Airway Management
a. Monitor status pernapasan dan status oksigenasi klien
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
b. Berikan posisi semifowler pada klien
Rasional: Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan
lebih kuat. Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran
secret untuk memperbaiki ventilasi.
c. Lakukan fisioterapi dada
Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret.
d. Menghilangkan sekret dengan suction, jika diperlukan
Rasional: Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tak efektif.
e. Atur intake cairan
Rasional: Cairan dalam jumlah yang adekuat mampu membantu pengenceran sekret
sehingga lebih mudah dikeluarkan.
f. Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas tambahan (ronchi, wheezing, krekels,
dll)
Rasional: adanya area redup yang menandakan adanya penurunan atau hilangnya
ventilasi akibat penumpukkan eksudat.
g. Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
Rasional: nebulizer dapat membantu meningkatkan kelembaban udara pernapasan
sehingga membantu mengencerkan sekret sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan
h. Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan
Rasional: Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pasien.
3. Oxigen Therapy
a. Jaga kebersihan mulut, hidung, dan trakea, jika diperlukan
Rasional: bersihan jalan napas yang adekuat dapat memaksimalkan intake oksigen
yang dapat diserap oleh tubuh.
24
b. Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang digunakan
Rasional: volume aliran oksigen harus diberikan sesuai indikasi untuk pasien anak (1-
5 liter/menit).
c. Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
Rasional: untuk membantu menentukan terapi berikutnya
d. Monitor tanda-tanda keracunan oksigen dan atelektasis
Rasional: oksigen yang berlebihan dalam tubuh sangat berbahaya karena oksigen
dapat mengikat air dan dapat menyebabkan dehidrasi.
e. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan
selama aktifitas dan/atau tidur
Rasional: membantu klien memenuhi kebutuhan oksigen saat istirahat.
4. Respiratory Monitoring
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha napas klien
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja
nafas. Pernafasan dangkal. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
b. Catat pergerakkan dinding dada, lihat kesimetrisan dinding dada, penggunaan otot-
otot bantu pernapasan, dan retraksi otot supraklavikular dan intercostal
Rasional: penggunaan otot bantu pernapasan mengindikasikan adanya disstress
pernapasan.
c. Monitor pola napas klien (takipnea, hiperventilasi, pernapasan Kussmaul, Cheyne-
Stokes)
Rasional: Adanya takipnea, hiperventilasi, pernapasan Kussmaul, Cheyne-Stokes
mengindikasikan perburukkan kondisi klien
d. Perkusi dada anterior dan posterior dari apeks sampai basis bilateral
Rasional: Suara perkusi pekak menunjukkan area paru yang terdapat eksudat
e. Monitor hasil foto thoraks
Rasional: pada pneumonia biasanya tampak konsolidasi dan infiltrat pada lobus paru.
3. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (pneumonia) ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal, kulit teraba hangat.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x 8 jam diharapkan hipertermia
teratasi dengan kriteria hasil:
a. Termoregulasi
Dehidrasi: not compremised dengan skala 5
25
Perubahan warna kulit : not compromised dengan skala 5
b. Vital Sign
Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5oC)
Nadi dalam batas normal (80-90 x/mnt)
RR dalam batas normal (20-26 x/mnt)
Intervensi :
1. Temperatur Regulasi
a. Monitor temperatur setiap 2 jam sampai stabil
Rasional: Kenaikan suhu pada neonatus bisa mengindikasikan terjadi proses
infeksi
b. Pertahankan masukan cairan yang adekuat
Rasional : Hidrasi atau terapi cairan membantu proses evaporasi sehingga suhu
menurun
c. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dan aksi sentralnya pada
hipotalamus
2. Vital Sign
a. Monitor suhu tubuh
Rasional : Kenaikan suhu dan suhu 38,90C 41,10C menunjukkan proses
penyakit infeksius akut.
b. Monitor RR
Rasional : Peningkatan RR dapat mengindikasikan terjadinya hipoksia jaringan
dan paparan panas yang terlalu tinggi
c. Monitor nadi
Rasional : Pulse yang melebihi normal namun lemah mengindikasikan terjadinya
sepsis dan disertai dengan peningkatan suhu tubuh.
26
- Tercapai keseimbangan intake dan output cairan (skala 5= not compromised)
- Turgor kulit elastis (skala 5= not compromised)
- Membran mukosa lembab (skala 5= not compromised)
- Hematokrit normal (skala 5= not compromised)
b. Vital signs
- Denyut nadi normal (80-160x/menit) (skala 5 = no deviation from normal range)
- RR normal (30-50x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)
Intervensi :
1. Fluid monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan jenis intake cairan dan kebiasaan eliminasi klien
Rasional: untuk mengetahui faktor risiko kekurangan volume cairan dan menentukan
intervensi yang tepat
b. Monitor intake dan output cairan
Rasional: untuk mengetahui status hidrasi klien dan menentukan intervensi
selanjutnya
c. Monitor membran mukosa oral, turgor kulit, dan kehausan
Rasional: Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane
mukosa bibir mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
d. Monitor karakteristik urine
Rasional: pada keadaan dehidrasi, output urine akan menurun di bawah normal dan
urin lebih pekat.
2. Fluid management
a. Monitor status hidrasi klien
Rasional: membantu mengetahui perkembangan kondisi klien dan pedoman untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
b. Monitor hasil laboratorium yang mengindikasikan retensi cairan
Rasional: pada keadaan kekuarang cairan biasanya akan ditemukan nilai BUN
meningkat, Hematokrit menurun, peningkatan osmolalitas urine
c. Monitor TTV
Rasional: Peningkatan suhu / memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic
dan kehilangan cairan melalui evaporasi. Tekanan darah ortostatik berubah dan
peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
27
d. Anjurkan orang tua klien untuk membantu klien meningkatkan intake oral
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan cairan klien.
3. Intravenous therapy
a. Pastikan permintaan untuk pemberian terapi intravena
Rasional: memvalidasi pendelegasian oleh dokter dengan keadaan klien.
b. Instruksikan kepada keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan
Rasional: Pemahaman keluarga tentang tindakan perawatan yang dilakukan dapat
mengurangi tingkat kecemasan
c. Pertahankan teknik aseptik
Rasional: mencegah masuknya bakteri patogen yang dapat memperburuk kondisi
klien.
d. Periksa jenis, jumlah, tanggal kadaluarsa, karakteristik, dan kondisi kemasan cairan
intravena.
Rasional: memastikan bahwa cairan intravena yang diberikanmasih dalam kondisi
yang layak.
e. Lakukan prinsip enam benar ketika melakukan pemasangan infus
Rasional: memastikan bahwa cairan intravena yang diberikan sudah tepat (benar
pasien, jenis cairan, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, dan dokumentasi)
f. Monitor aliran cairan intravena dan tempat penusukkan dari tanda-tanda flebitis dan
infeksi lokal
Rasional: agar dapat memberikan intervensi yang tepat dan cepat dalam mengatasi
komplikasi pemasangan infus.
g. Monitor tanda-tanda kelebihan volume cairan
Rasional: kelebihan volume cairan merupakan salah satu komplikasi dari pemberian
cairan intravena yang harus dikontrol, biasanya ditemukan edema, peningkatan output
urine di atas normal.
h. Ganti tempat penusukan infus tiga hari sekali atau sesuai peraturan instansi
Rasional: mencegah terjadinya infeksi akibat adanya portal masuk melalui tempat
penusukkan infus.
4. Vital sign monitoring
a. Monitor nadi, suhu, dan status pernapasan
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan kondisi klien
b. Pertahankan monitor suhu yang berkelanjutan
Rasional: sebagai acuan menentukan intervensi yang tepat
28
c. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Rasional: sebagai acuan menentukan intervensi dini
d. Monitor nadi dan kualitas denyut nadi
Rasional: takikardia menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
e. Monitor warna, suhu, dan kelembaban kulit
Rasional: pada kedaan dehidrasi biasanya kulit tampak pucat, hipertermia, dan turgor
kulit yang buruk.
f. Identifikasi faktor yang menyebabkan perubahan tanda vital
Rasional: untuk mencegah terjadinya perburukkan kondisi klien.
29
Rasional: Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru.
a. Respiratory status
- RR dalam batas normal (30-50x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
30
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tidak ada sianosis (skala 5 = none)
- Tidak ada dispnea (skala 5 = none)
- Tidak ada kelemahan (skala 5 = none)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
b. Respiratory status: Gas Exchange
- PaO2 normal (80-100 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)
- PaCO2 normal (35-45 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)
- PH normal (7,35-7,45) (skala 5 = no deviation from normal range)
- SatO2 normal (95-100%) (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak ada sianosis (skala 5 = none)
- Tidak ada penurunan kesadaran (skala 5 = none)
3. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (pneumonia) ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal, kulit teraba hangat.
a. Termoregulasi
Dehidrasi: not compremised dengan skala 5
Perubahan warna kulit : not compromised dengan skala 5
b. Vital Sign
Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5oC)
Nadi dalam batas normal (80-90 x/mnt)
RR dalam batas normal (20-26 x/mnt)
4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
secara mendadak ditandai dengan keringat berlebih.
a. Fluid balance
- Denyut nadi normal (80-160x/menit) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tercapai keseimbangan intake dan output cairan (skala 5= not compromised)
- Turgor kulit elastis (skala 5= not compromised)
- Membran mukosa lembab (skala 5= not compromised)
- Hematokrit normal (skala 5= not compromised)
31
b. Vital signs
- Denyut nadi normal (80-160x/menit) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- RR normal (30-50x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)
5. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandadi
dengan pasien mengeluh sesak napas, RR meningkat, tampak penggunaan otot
bantu pernapasan.
Status pernapasan: ventilasi
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range).
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from
normal range).
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal
range).
- Tanda-tanda vital
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no
deviation from normal range).
32
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta. Sacharin, R. M., 2000, Prinsip
Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.
Said, M 2007. Pneumonia penyebab utama mortalitas anak balita di indonesia, Retrieved
januari 2016, from http://www.idai.or.id.htm.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI
Budi Santosa, (2006) Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006, Jakarta : Prima
Medika
Amin Huda Nurarif, (2013) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC, Mediaction
http://ilmu-ilmukeperawatan.blogspot.com/2016/01/konsep-pertumbuhan-dan-
perkembangan.html
33