Anda di halaman 1dari 20

PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI

PENDEKATAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

POVERTY ALLEVIATION THROUGH SOCIAL


ENTREPRENEURSHIP APPROACH

Nur Firdaus
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710 Indonesia
Pos-el: nur.firdaus@outlook.co.id

ABSTRAK
Kewirausahaan sosial merupakan gagasan perubahan sosial yang berlandasakan pada pendekatan
kewirausahaan. Fenomena kewirausahaan sosial telah tumbuh dengan cepat seiring dengan upaya penyelesaian
berbagai masalah sosial, seperti perbaikan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan peran kewirausahaan sosial dalam membangun ekonomi masyarakat yang berimplikasi pada
pengurangan kemiskinan dengan berfokus pada social business. Entitas social business yang menjadi studi kasus
adalah Bina Swadaya dan Mitra Bali. Analisis kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Dari penelitian ini,
kewirausahaan sosial menjalankan peran yang nyata dan penting dalam meyelesaikan masalah sosial. Penciptaan
nilai sosial dan inovasi merupakan instrumen utama dalam kewirausahaan sosial. Bina Swadaya dan Mitra Bali
telah berperan dalam mendorong perbaikan ekonomi masyarakat sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan.
Tujuan sosial dengan dampak keberdayaan masyarakat menjadi nilai penting dalam praktik kewirausahaan
sosial.
Kata kunci: kemiskinan, kewirausahaan, kewirausahaan sosial, pembangunan ekonomi

ABSTRACT
Social entrepreneurship is an idea of social change based on entrepreneurship approach. The phenomenon
of social entrepreneurship has grown rapidly to solve various social problems, such as economic improvement
and poverty allevation. This research aims to describe the role of social entrepreneurship in developing
economic of poor people by focusing on social businesses. They are Bina Swadaya and Mitra Bali. Qualitative
analysis was used in this research. The result is social entrepreneurship has played important role to solve social
problems. Creating social value and inovativeness is the main instrument in social entrepreneurship. Bina
Swadaya and Mitra Bali have boosted society economic improvement to alleviate poverty. Social purpose in form
empowerment has become an important value in social entrepreneurship.
Keywords: poverty, entrepreneurship, social entrepreneurship, economic development
PENDAHULUAN Berbagai program atau pun kebijakan
Kemiskinan merupakan permasalahan yang pengentasan kemiskinan telah dilakukan dan
m e nda sa r da l a m pe m ba ngun a n e kon ini terbukti dengan adanya penurunan jumlah
om i , terutama pada negara berkembang penduduk miskin. Merujuk pada Badan Pusat
seperti Indonesia. Kemiskinan didefinisikan Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia
sebagai ketidakmampuan seseorang dalam mengalami tren penurunan dari tahun 1999
memenuhi kebutuhan dasarnya karena hingga
ketidakberdayaan dalam mengakses atau 2010 meskipun melambat, baik di kota maupun
menguasai sumber-sumber e konom i . Ket i da di desa (Gambar 1). Penurunan ini merupakan
km e ra t a a n pe m ba nguna n ekonomi hasil dari pemulihan pertumbuhan ekonomi pasca
menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Namun, apakah
kemiskinan. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan di Indonesia memang benar
kemiskinan dan pemerataan pembangunan mengalami penurunan mengingat adanya ukuran
menjadi aspek yang penting dalam agenda kemiskinan sifatnya multdimensi sehingga
kebijakan pemerintah. definisi dan ukurannya pun beragam
(Bourguignon dan Chakravarty, 2003;

55
Handayani, 2012).

56 Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1,


2014
Gambar 1. Jumlah Penduduk Miskin Indonesia (juta
orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik1

Gambar 2. Rasio Gini

Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik


Lebih lanjut, disparitas Untuk masalah sosial yang
masalah pendapatan dan menekan angka harus diselesaikan
kemiskinan tidak konsumsi antara kemiskinan dan dan ini menjadi
terlepas dari kelompok miskin ketimpangan tanggung jawab
masalah ekonomi dengan kelompok pendapatan, bersama, baik
lainnya, yaitu kaya. Untuk itu, pemerintah dapat pemerintah, swasta,
ketimpangan ketimpangan menjalankan strategi dan organisasi
pendapatan. Ada pendapatan kebijakan yang masyarakat sipil.
relasi yang kuat merupakan aspek mendukung Dari sisi peran
antara kemiskinan, penting lainnya kesejahteraan pemerintah,
ketimpangan, dan yang juga perlu penduduk miskin berbagai program
juga pertumbuhan mendapat perhatian (pro poor). Bank dan kebijakan
ekonomi (Barro, lebih dalam upaya Dunia menilai pembangunan
1999; Suryadarma et pengentasan bahwa untuk dapat telah
al., 2005). kemiskinan. memajukan
Ketimpangan ekonomi secara
pendapatan di substansial,
Indonesia pemerintah harus
menunjukkan tren mengimplementasi
yang semakin kan kebijakan-
melebar kebijakan publik
sebagaimana pada yang efektif
Gambar 2 yang dengan cara
menunjukkan tren menjalin kemitraan
rasio gini sebesar dengan sektor
0,308 pada tahun swasta dan
1999 meningkat organisasi
menjadi 0,413 masyarakat sipil
pada tahun 2013. (World Bank,
Peningkatan ini 2014). Strategi
seiring dengan kemitraan penting
perlambatan untuk dilakukan
penurunan agar tercipta sinergi
kemiskinan yang dalam
terjadi. Hal ini pembangunan
memperlihatkan ekonomi yang
bahwa diharapkan secara
pertumbuhan inklusif dapat
ekonomi yang dirasakan oleh
mengalami masyarakat. Selain
perbaikan tidak itu, strategi penting
diiringi dengan lainnya adalah
distribusi dengan cara
pendapatan yang membantu
merata. masyarakat miskin
Pertumbuhan untuk dapat
ekonomi yang tinggi meningkatkan
namun tidak ekonominya melalui
mendukung pada penyediaan lapangan
penurunan angka kerja.
kemiskinan Kemiskinan
mendorong pada dan ketimpangan
semakin lebarnya pendapatan adalah
dilakukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi, sangat mengharapkan donor untuk pembiayaan.
namun ini tidak serta merta dapat menyelesaikan Artinya, ketika NGO tidak lagi memiliki donor,
masalah sosial tersebut secara komprehensif. maka keberlangsungan penyelesaian masalah
Menurut Yunus (2007), pada dasarnya sosial akan terganggu. Kelemahan yang ada,
pemerintah dapat melakukan banyak hal untuk baik pemerintah, sektor swasta, dan organisasi
menyelesaikan masalah sosial karena masyarakat sipil serta dinamika masalah sosial
kemampuannya dalam mengakses dan yang semakin kompleks mendorong pada suatu
mengelola sumber daya. Akan tetapi dalam pendekatan penyelesaian yang inovatif, yaitu
kenyataannya tidak demikian karena ada kewirausahaan sosial.
beberapa alasan yang mendasar. Pertama, Upaya penyelesaian masalah sosial dengan
pemerintah dapat berperilaku tidak efisien, menggunakan pendekatan kewirausahaan
lambat dalam bertindak, rentan terhadap tindak merupakan terobosan yang luar biasa. Ini telah
korupsi, birokratis, serta adanya kepentingan dibuktikan dari berbagai praktik kewirausahaan
individual yang selalu melekat. Kedua, sosial, seperti pembiayaan mikro Grameen
pemerintah seringkali memiliki kemampuan Bank oleh Muhammad Yunus, jasa keuangan
yang baik dalam membuat suatu kebijakan, Aavishkaar di Singapura, pembangunan jaringan
namun tidak ketika mengeksekusinya. listrik di Brazil oleh Fabio Rosa, pembangunan
Pemerintah juga tidak memiliki tekad yang ekonomi masyarakat desa di Afrika Selatan oleh
kuat ketika ingin menghentikan suatu Paul Cohen, unit dana pertanian (Farm Shop)
program pengentasan kemiskinan karena di Kenya oleh Madison Ayer, dan wirausaha
tidak lagi dibutuhkan atau justru menjadi beban sosial lainnya. Kajian kewirausahaan sosial telah
bagi keuangan pemerintah. Ketiga, lingkungan banyak dilakukan dalam menganalisis praktik
pemerintah tidak terlepas dari politik. Politik kewirausahaan sosial, salah satunya seperti
seringkali mewarnai kebijakan yang dilakukan yang dilakukan oleh Perrini dan Vurro (2006).
oleh pemerintah. Artinya ada penyimpangan Perrini dan Vurro melakukan analisis teori dan
tujuan yang hendak dicapai sebab umumnya praktik kewirausahaan sosial terhadap 35
kelompok partai pemerintah memiliki ventura kewirausahaan sosial (Social
kecenderungan untuk memperjuangkan Entrepreneurship Ventures/ SEVs). SEVs ini
kepentingan mereka saja. dianalisis dalam empat area, yaitu visi, misi, dan
K e ga g a l a n d a l a m m e n y e l e nilai-nilai organisasi, entrepreneurial
s a i k a n permasalahan sosial tidak hanya opportunities and innovation, model
dialami oleh pemerintah, tetapi juga mitra kewirausahaan, serta luaran sosial dan
pemerintah, yaitu sektor swasta dan organisasi dampaknya terhadap kesejahteraan sosial. Selain
masyarakat sipil. Yunus (2007) pun juga itu, Bornstein (2006) telah melakukan analisis
menjelaskan bahwa terdapat kelemahan dari terhadap wirausaha sosial di beberapa negara
program corporate social responsibility (CSR) yang menjadi Ashoka fellow.
yang dilakukan oleh sektor swasta. CSR Di Indonesia, wirausaha sosial tumbuh
merupakan konsep tanggung jawab bisnis secara dengan cepat seiring dengan keyakinan bahwa
sosial yang dilakukan dengan tujuan yang baik, kewirausahaan sosial dapat mengatasi masalah-
namun dalam praktiknya terjadi masalah sosial (Utomo, 2014). Ini terbukti
penyalahgunaan, yaitu mencari keuntungan dengan didirikannya Asosiasi Kewirausahaan
pribadi untuk perusahaan. Di sini terlihat bahwa Sosial Indonesia (AKSI) pada tahun 2009.
perusahaan melakukan hal yang baik kepada Kewirausahaan sosial telah menjadi kajian
masyarakat padahal kontribusi yang diberikan di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh
hanya sedikit karena tujuan lainnya adalah Haryadi dan Waluyo (2006), Rahmawati et
untuk memperoleh citra positif melalui publikasi al., (2011), Palesangi (2012), Situmorang
kegiatan yang dilakukan (window dressing). dan Marzanti (2012), Pratiwi dan Siswoyo
Sementara itu, organisasi masyarakat sipil, (2014), serta Utomo (2014). Namun, kajian
seperti non-government organization (NGO), yang telah dilakukan ini belum memfokuskan
memiliki keterbatasan dalam upaya penyelesaian pada masalah kemiskinan dan pembangunan
masalah sosial. Hal ini karena ketergantungan
NGO terhadap sumber pembiayaan. NGO

PENGENTASAN KEMISKINAN... (Nur Firdaus) 57


ekonomi serta praktik kewirausahan dalam (social value). Aktivitas kewirausahaan sosial
bentuk social business. Penelitian ini bertujuan memiliki jangkauan yang luas. Bornstein (2006)
untuk memberikan gambaran mengenai peran menambahkan bahwa praktik kewirausahaan
pendekatan kewirausahaan dalam menyelesaikan sosial telah memainkan peran penting dengan
permasalahan sosial yang berupa kemiskinan menggunakan pendekatan-pendekatan baru
dengan menggunakan konsep social business. terhadap penyakit sosial melalui gagasan
atau model baru dalam bentuk pengentasan
TINJAUAN PUSTAKA kemiskinan, penciptaaan kekayaan, peningkatan
kesejahteraan, pelestarian lingkungan, serta
Kewirausahaan sosial bukanlah suatu fenomena pendampingan hukum (advocacy).
yang baru. Fenomena ini telah lama ada dan
Menurut Seelos dan Mair (2004), definisi
hingga kini terus berkembang. Namun
kewirausahaan sosial terbagi ke dalam tiga
demikian, secara konseptual, definisi
bentuk. Pertama, kewirausahan sosial mengacu
kewirausahaan sosial masih dalam
pada gagasan organisasi nirlaba yang berupaya
perdebatan. Ini karena apakah konsep
mencari pembiayaan untuk aktivitas nya
kewirausahaan sosial diturunkan dari
se h u b u n g a n d e n g a n a d a n y a p e n g
paradigma kewirausahaan lama atau
h e n t i a a n dukungan finansial dari
merupakan bidang kajian yang berdiri sendiri.
pemerintah, penghentian bantuan dari individu
Mair (2006) menyatakan bahwa definisi konsep
atau pun perusahaan sementara kebutuhan
kewirausahaan sosial masih lemah dan dalam
sosial terus meningkat. Bentuk pertama ini
konteks kewirausahaan bisnis, definisinya pun
menggambarkan tuntutan agar bertindak
masih kabur. Meskipun demikian, konsep ini
inovatif untuk menyelesaikan permasalahan
telah banyak digunakan dalam memahami
sehubungan dalam upaya mencari sumber
kajian ilmu kewirausahaan dalam kaitannya
pembiayaan agar aktivitas yang bertujuan sosial
dengan pengurangan kemiskinan.
tetap berjalan. Kedua, kewirausahaan sosial
Konsep kewirausahaan sosial merupakan menekankan pada aspek individual yang
perluasan dari konsep dasar kewirausahaan yang memiliki gagasan untuk memperjuangkan
secara historis telah diakui sebagai pengungkit pengurangan permasalahan sosial. Aspek
ekonomi, terutama dalam menyelesaikan individual lebih melihat pada perilaku sebagai
masalah sosial (Noruzi et al., 2010; Patra dan wirausaha sosial. Ini menggambarkan bagaimana
Nath, 2014). Meskipun bersifat multifacet, ciri atau karakter dari seorang wirausaha sosial.
kewirausahaan merupakan serangkaian perilaku Ada aspek kepemimpinan di dalamnya. Ketiga,
individu dalam menjalankan kegiatan ekonomi kewirausahaan sosial dipandang sebagai
melalui upaya pemanfaatan berbagai peluang praktik tanggung jawab sosial dari suatu entitas
untuk dapat menciptakan nilai. Dalam konteks bisnis melalui mekanisme kerjasama dalam
kewirausahaan sosial, nilai yang dituju adalah penyelenggaraannya. Bentuk ketiga ini lebih
nilai sosial sebab kewirausahaan sosial sangat dikenal sebagai corporate social responsibility
menekankan bagaimana menciptakan ide atau (CSR) dan kini berkembang sebagai corporate
gagasan yang bersifat inovatif dalam rangka social entrepreneurship (CSE).
menyelesaikan permasalahan sosial.
Kewirausahaan sosial muncul karena
Kewirausahaan sosial merupakan fenomena beberapa alasan (Yunus, 2007; Jiao, 2011),
global yang telah mendorong pada perubahan pertama, ketidakmampuan negara dalam
sosial. Nicholls (2006) menjelaskan bahwa menyelesaikan permasalahan sosial karena
kewirausahaan sosial didorong oleh gerakan implementasi kebijakan yang saeringkali tidak
dari orang-orang yang inovatif, pragmatis, dan efektif. Kedua, ketidakmandirian organisasi
aktivis sosial yang visioner, serta jaringannya. nirlaba secara keuangan untuk membiayai
Kewirausahaan sosial menggabungkan konsep aktivitas sosial. Organisasi nirlaba hanya
bisnis, amal, dan model pergerakan sosial untuk mengandalkan donor dalam kegiatan sosialnya.
membangun solusi atas permasalahan sosial Konsep bantuan yang diberikan organisasi
secara berkelanjutan dan menciptakan tatanan nirlaba pun dinilai kurang mampu
nilai sosial menyelesaikan masalah sosial. Ketiga,

58 Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1,


2014
organisasi multilateral, seperti bank dunia memberikan berbagai bentuk pelayanan publik,
atau bank regional yang sejatinya mendorong justru terkendala pada masalah inefisiensi. Ini
pertumbuhan ekonomi namun secara empiris tentunya mendorong pada semakin
inklus ivitas pertumbuhan ekonomi belum meningkatnya peran dari organisasi nirlaba.
menyentuh pada pengurangan kemiskinan (pro
Berdasarkan defins i yang ada, pada
poor growth versus anti-poor growth). Keempat,
dasarnya kewirausahan sosial merupakan bentuk
kegiatan CSR dari sektor swasta belum mampu
penggabungan antara konsep kewirausahaan
memberikan manfaat sosial yang besar karena
yang mengedepankan pada kegiatan ekonomi
hanya sedikit CSR yang benar-benar melakukan
yang mencirikan seorang wirausaha namun
perubahan sosial.
tujuan yang dicapai tidak hanya berorientasi
Sebelumnya Nicholls (2006) telah membagi pada profit, melainkan juga pada tujuan sosial
faktor pendorong tumbuhnya kewirausahaan (social value). Kewirausahaan sosial ini dapat
sosial dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi menjadi jalan bagi seseorang untuk dapat
permintaan. Dari sisi penawaran, kesejahteraan melakukan perubahan sosial, seperti
masyarakat global dan bertambahnya masa usia pengurangan kemiskinan dengan cara atau
produktif mendorong pada mobilitas sosial. Ini pendekatan kewirausahaan. Artinya konsep
mengarah pada kesadaran kolektif untuk dapat dasar kewirausahaan, seperti inovasi,
memperbaiki kualitas hidup. Pemerintahan yang berorientasi peluang (opportunities
demokratis membuka peluang bagi organisasi seeker),visioner, dan lain sebagainya untuk
non pemerintah maupun individu untuk aktif diimplementasikan dalam kerangka kegiatan
berkontribusi pada pembangunan ekonomi. sosial.
Selain itu, kekuatan perusahaan multinasional
memainkan peran penting dalam dinamika
ekonomi global, termasuk dampaknya terhadap METODE PENELITIAN
pertumbuhan ekonomi dunia serta konsep model Penelitian ini menggunakan pendekatan
bisnis yang dijalankan mampu meningkatkan kualitatif (Neuman, 2007; Creswell, 2009) yang
skala pada penciptaan nilai sosial dan ekonomi. bersifat deksriptif. Penelitian kualitatif
Perbaikan sistem komunikasi pun memperkuat merupakan eksplorasi dan pemaknaan atas
jaringan komunikasi antar masyarakat dunia permasalahan atau fenomena sosial. Metode
sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran penelitian yang digunakan adalah eksplorasi
informasi yang cepat. literatur dengan data yang diperoleh dari buku
Dari sisi permintaan, kewirausahaan sosial dan jurnal yang berkaitan dengan teori dan
muncul sebagai jawaban atas ketidakmerataan aplikasi kewirausahaan sosial, serta laporan dari
ekonomi. Berkembangnya ideologi pasar bebas lembaga kewirausahaan sosial, seperti Ashoka
serta perilaku kompetesi dalam pemanfaatan Foundation dan Schwab Foundation. Ashoka
sumber daya menumbuhkan benih konsep Foundation dan Schwab Foundation
kewirausahaan sosial dalam upaya mengatasi merupakan organisasi yang fokus pada
dampak pembangunan ekonomi yang tidak perkembangan praktik kewirausahaan sosial.
merata. Selain itu, pemerintah yang sedianya Selain itu, pengumpulan informasi pun
dilakukan dengan wawancara mendalam
kepada pelaku wirausaha sosial.

PENGENTASAN KEMISKINAN... (Nur Firdaus) 59


Tabel 1. Faktor Pendorong Tumbuhnya Kewirausahaan Sosial

Sisi Penawaran Sisi Permintaan


1. Meningkatnya kesejahteraan global dan perbaikan 1. Ketidakmerataan ekonomi
mobilitas sosial 2. Krisis lingkungan dan kesehatan
2. Bertambahnya masa usia produktif 3. Tidak efisiennya pemerintah dalam memberikan pelayanan
3. Pemerintahan yang demokratis umum
4. Meningkatnya kekuatan perusahaan multinasional 4. Berkembangnya ideologi pasar bebas
5. Membaiknya sistem komunikasi 5. Peran organisasi nirlaba yang semakin meningkat
6. Kompetisi sumber daya
Sumber: Nicholls (2006)

60 Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1,


2014
Praktik kewirausahaan sosial dalam penelitian produk dengan tujuan untuk pembiayaan secara
ini berfokus pada pembangunan ekonomi, mandiri untuk keberlanjutan (self-sustaining),
khususnya terkait masalah kemiskinan. Praktik (2) pemilik perusahaan dapat memperoleh
kewirausahaan sosial yang dijadikan studi kembali dana yang telah diinvestasikan selama
kasus adalah yang berbentuk social business. periode tertentu, tapi keuntungan yang diperoleh
Social business menggunakan pendekatan tidak dalam bentuk dividen, dan (3) laba yang
konsep kewirausahaan dalam upaya diperoleh tetap dipertahankan untuk perusahaan
membangun ekonomi masyarakat miskin. dan digunakan untuk keberlanjutan usaha atau
Berdasarkan data yang diperoleh dari pun perluasan usaha. Berdasarkan karakteristik
Ashoka Foundation dan Schwab Foundation, social business dan ketersediaan informasi, ada
wirausaha sosial yang bergerak di bidang dua wirausaha sosial yang dikaji dalam
pembangunan ekonomi sebanyak 27 orang penelitian ini, yaitu Bina Swadaya dan Mitra
(lihat Tabel 2). Kedua organisasi ini memiliki Bali.
kriteria dalam menentukan wirausaha sosial. Kedua aspek ini menjadi nilai strategis
Kriteria ini mencakup gagasan atau ide yang untuk membangun model bisnis dengan
baru terhadap perubahan sosial dan transformatif, berlandasakan pada misi utama, yaitu
kreatif, kualitas kewirausahaan, dampak sosial penyelesaian masalah kemiskinan. Pada model
dari gagasannya, serta keberlanjutan praktik bisnis, ada beberapa indikator yang digunakan,
kewirausahaan sosial. Dari 27 wirausaha sosial yaitu keterampilan kewirausahaan,
ini kemudian dipilih yang berbentuk social entrepreneurial opportunities, orientasi
business. Definisi social business merujuk pemasaran, serta networking. Dari model
pada Yunus (2007), yaitu suatu cara baru bisnis yang dibangun, outcome-nya adalah
dengan pendekatan bisnis yang kreatif untuk kontribusi terhadap pembangunan ekonomi,
mengatasi permasalahan sosial. Karakteristik yaitu penciptaan lapangan pekerjaan,
social business adalah (1) menjual peningkatan pendapatan masyarakat, serta
kohesi sosial dan pertumbuhan ekonomi yang
inklusif.

PENGENTASAN KEMISKINAN... (Nur Firdaus) 61


Tabel 2. Wirausaha Sosial Bidang Pembangunan Ekonomi di Indonesia

No. Nama Nama Organisasi No. Nama Nama Organisasi


1. Nani Zulminarni Perempuan Kepala Keluarga 15. Masril Koto Agribusiness Microfinance
(PEKKA) Institution (LKMA)
2. Ewa Wojkwoska Kopernik 16. Kasmiati Yayasan Koperasi ANNISA
3. Dodo Juliman COMBINE 17. Jumadi SORAK
Widianto
4. Enny Soekoer Yabaka 18. Bambang Ismawan Bina Swadaya
5. P. Sarijo Lesman 19. Ali Hasan Yayasan Bissma
6. Iwan Saktiawan Yayasan PERAMU 20. Panut Hadisiswoyo Orangutan Information Centre
7. Yani Sagoroa Lembaga Olah Hidup 21. Suprio Guntoro Bali Tekno Hayati Foundation
8. Shemmy Rory Paguyupan Penata Parkir 22. Gunardo Yayasan Kesejahteraan
Surakarta Masyarakat Indonesia
9. Ratna Refida Yayasan Kerja Pemukiman 23. Stepanus Djuweng Institute of Dayakology Research
Rakyat (YKPR) and Development
10. Onno Purbo - 24. Ronny Dimara -
11. Tri Mumpuni - 25. Rossana Dewi Yayasan Gita Pertiwi
12. Iwan Mucipto Futura Hijau Lestari 26. Agung Alit Mitra Bali
Moeliono
13. Hamzah M. - 27. Pamikatsih InterAksi
14. Maria Loretha Yayasan Cinta Alam
Pertanian
Sumber: Ashoka Foundation dan Schwab Foundation

62 Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1,


2014
HASIL DAN PEMBAHASAN kreatif dalam konsep kewirausahaan seringkali
Kewirausahaan sosial telah disadari melewati batas-batas tradisi dalam aktivitas
memberikan dampak sosial yang besar, ekonomi yang berlaku secara konvensional.
terutama dalam mengentaskan kemiskinan. Kemunculan konsep kewirausahaan telah
Inovasi dan ide yang meretas asumsi yang ada dalam teori ekonomi
di luar batas pemikiran umum (out of the box) neo klasik. Merujuk pada Schumpeter,
menjadi instrumen utama. Selain itu, kecerdasan kewirausahaan didefinisikan sebagai
emosional yang dimiliki oleh wirausaha sosial creative destruction (Drucker, 1985).
terus mendorong untuk mencari peluang dalam Definisi ini menekankan bahwa konsep
melakukan perubahan sosial. Karakteristik kewirausahaan bersifat kreatif. Kreativitas
seorang wirausaha yang berani mengambil mendorong pada inovasi dan menjadi alat utama
risiko menandakan sebagai seseorang yang dalam memanfaatkan peluang yang ada.
tangguh dalam upaya menyelesaikan Wirausaha akan selalu mencari perubahan dan
permasalahan sosial. meresponnya, serta memanfaatkannya
Pembangunan ekonomi yang berkeadilan, sebagai peluang untuk menciptakan nilai dan
terutama bagi masyarakat miskin menjadi menyelesaikan masalah.
pendorong untuk melakukan perubahan yang Merujuk dari Tabel 2, di Indonesia
signifikan melalui inovasi sosial. Pendekatan wirausaha sosial yang berfokus dalam
kewirausahaan membuka jalan bagi pemerataan pembangunan ekonomi berjumlah 27 orang.
distribusi ekonomi. Selain itu, gagasan baru Dari jumlah ini, yang merupakan social
yang business dan menjadi unit
Gambar 3. Proses Kewirausahaan Sosial

Sumber: Adaptasi dari Perrini dan Vurro (2006), Austin (2006)

PENGENTASAN KEMISKINAN... (Nur Firdaus) 63


analisis adalah Bina Swadaya dan Mitra Bali. sosial mendorong sebuah gagasan bagi
Bina Swadaya merupakan organisasi organisasi
kewirausahaan sosial yang memberikan
pleayanan kepada petani untuk dapat
meningkatkan perekonomiannya melalui
bantuan keuangan dan juga pembentukan
organisasi yang berfokus pada pengembangan
pertanian secara berkelanjutan. Pada awalnya,
Bina Swadaya merupakan sebuah organisasi
yang bernama Ikatan Petani Pancasila (IPP)
yang berfokus pada pengembangan sektor
pertanian yang meliputi (1) intensifikasi
pertanian, (2) ekstensifikasi pertanian, (3)
pendidikan dan pelatihan, (4) pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian, serta (5)
advokasi (Ismawan,
2012; Ismawan, 2013; www.binaswadaya.org).
Selanjutnya, pada era Presiden Soeharto tahun
1974, IPP harus melebur dengan Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Namun,
dalam perkembangannya pegiat IPP membentuk
Bina Swadaya yang bergerak dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kegiatan
pemberdayaan yang dilakukan oleh Bina
Swadaya awalnya didanai oleh lembaga donor.
Akan tetapi, seiring dengan dinamika politik
yang berkembang, terdapat perubahan
orientasi lembaga donor untuk memberikan
bantuan yang menyangkut isu-isu politik,
demokrasi, dan hak asasi manusia. Sebagai
responnya, Bina Swadaya berupaya untuk
tidak lagi bergantung pada sumber
pembiayaan lembaga donor. Bina Swadaya
kemudian berkembang menjadi lembaga yang
mandiri dengan menumbuhkan nilai-nilai
kewirausahaan dalam kegiatan sosialnya.
Pendekatan kewirausahaan yang dilakukan
oleh Bina Swadaya dalam bentuk social
business merupakan bentuk kemandirian secara
finansial untuk mendukung kegiatan sosialnya.
Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas
wirausaha dikembangkan dan disitribusikan
kembali kepada masyarakat, khususnya
kelompok masyarakat berisiko (masyarakat
miskin) melalui kegiatan yang berdampak
sosial atau positif (Haryadi dan Waluyo,
2006). Selain itu, Bina Swadaya juga
mengembangkan pendekatan development
finance dengan business finance untuk
program pengembangan masyarakat. Ini sejalan
dengan Seelos dan Mair (2006) yang
menjelaskan bahwa pendekatan kewirausahaan
nirlaba untuk berupaya mencari pembiayaan pengrajin dieksploitasi oleh
untuk aktivitas sosialnya sehubungan dengan
keterbatasan dana yang diperoleh dari donor. Di
sini Bina Swadaya telah bertransformasi
menjadi organisasi yang mandiri dan telah
membuktikan keberhasilannya dalam
mengimplementasikan nilai-nilai
kewirausahaan dalam aktivitasnya.
Keberhasilan Bina Swadaya sebagai social
business yang mengimplementasikan praktik
kewirausahaan sosial tidak terlepas dari
keyakinan bahwa pendekatan kewirausahaan
dapat menjadi jalan sebagai pengungkit ekonomi
dalam upaya penyelesaian masalah sosial
(Noruzi et al., 2010; Patra dan Nath, 2014;
Utomo, 2014). Pencipataan nilai sosial tetap
menjadi tujuan utama dalam setiap kegiatan
yang dilakukan. Merujuk pada Haryadi dan
Waluyo (2006), ada tiga hal yang menjadi kunci
keberhasilan Bina Swadaya dalam
mempraktikan kewirausahaan sosial. Pertama,
adanya komitmen yang kuat dari pendiri dan
pengurus bahwa pendirian Bina Swadaya
ditujukan untuk dapat membantu atau
memberdayakan masyarakat miskin dan
terpinggirkan. Ada internalisasi nilai-nilai
kewirausahaan sosial dalam organisasi Bina
Swadaya. Kedua, adanya kesadaran dalam
organisasi yang menekankan bahwa Bina
Swadaya bukanlah bertujuan untuk
mencari keuntungan, namun bukan berarti
menolak untuk memperoleh keuntungan.
Penekanannya adalah Bina Swadaya dapat
memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat
dari keuntungan yang diperolehnya. Keuntungan
yang diperoleh Bina Swadaya disirkulasikan
untuk tujuan organisasi, yaitu memberdayakan
masyarakat dalam bentuk peningkatan kualitas
hidup. Ketiga, Bina Swadaya senantiasa
berfokus pada tujuan organisasi. Bina Swadaya
harus tetap pada jalur yang telah ditetapkan,
yaitu penciptaan nilai sosial.
Selanjutnya, social business yang kedua
adalah Mitra Bali. Mitra Bali merupakan
organisasi yang berdiri sejak 1993 yang
berfokus pada pembangunan sosial dan ekonomi
dengan melakukan pemberdayaan kelompok
pengrajin ( ww w.en.mitrabali.co m). Latar
belakang berdirinya Mitra Bali adalah praktik
perdagangan tidak adil (unfair trade) yang
dirasakan oleh pengrajin. Praktik ini sangat
merugikan pengrajin karena seringkali
perantara (tengkulak) perdagangan. Kegiatan memberikan pemahaman dan mengembangkan
ekonomi bidang kerajinan pada dasarnya model perdagangan yang adil (fair trade)
memainkan peran penting bagi perekonomian sehingga dapat kembali memberikan
masyarakat Bali. Hal inilah yang mendorong keuntungan kepada pengarajin.
Mitra Bali untuk membantu pengrajin dalam
Tabel 3. Analisis Wirausaha Sosial

Aspek Kewi- Wirausaha Sosial (Social Business)


No. rausahaan Bina Swadaya Mitra Bali
Sosial
1. Social value Memberikan pelayanan kepada para petani untuk Membantu pengrajin yang dalam
creation dapat meningkatkan pertanian dengan berfokus mengakses pasar sehingga mampu
pada peningkatan pertanian, pembiayaan mikro, mengurangi tingkat kemiskinan.
pembangunan perdesaan, serta pendidikan.
2. Inovasi Membangun ekonomi petani melalui pembentukan Implementasi model bisnis fair trade
unit usaha yang bergerak di bidang pertanian serta dalam perdagangan hasil kerajinan.
pendidikan dan pelatihan (inovasi ini di luar pemikiran
dasar sebagai LSM yang menjalankan kegiatan bisnis)
3. Model bisnis 1. Pemberdayaan masyarakat yang mencakup pelati- 1. Menciptakan peluang pasar yang adil
han, fasilitasi, dan konsultasi. kepada pengrajin
2. Memberikan jasa keuangan mikro dalam bentuk 2. Pemberian bantuan pinjaman bebas
koperasi simpan pinjam dan bank perkreditan bunga (sof loans)
rakyat. 3. Mendirikan koperasi bagi pengrajin
3. Membangun bisnis pertanian yang mencakup dalam mendukung kegiatan perda-
proses dan pemasaran produk maupun peralatan gangan dalam skema kerjasama
pertanian. antara Mitra Bali dan pengrajin.
4. Membangun komunikasi dalam bentuk publikasi 4. Membangun jejaring kerjasama
majalah, buku, dan penyelenggaraan kegiatan dengan organisasi Fair Trade lokal
yang berkaitan dengan program pembangunan. (Rumah Fair Trade Indonesia) dan
5. Membangun pariwisata alternatif dalam bentuk internasional (World Fair Trade
cultural, environmental, and developmental expo- Organization)
sure program (CEDEP).
6. Membangun jejaring kerjasama, baik nasional
maupun internasional, dalam bentuk community
forestry network, AKSI (Indonesia Social Entre-
preneurship Association), program Bina Desa dan
Gema PKM (pergerekan pengembangan kredit
mikro).
7. Memberikan bantuan fasilitas untuk penyeleng-
garaan konferensi, program peatihan, workshop,
serta seminar.
4. Transformasi Melepaskan ketergantungan pembiayaan dari lembaga Mengimplementasikan praktik fair trade
donor untuk menjamin keberlanjutan kegiatan sebagai bentuk perhatian terhadap
sosialnya dengan cara memandirikan lembaga melalui pengarajin dengan tujuan memperbaiki
aktivitas wirausaha. perekonomian keluarga pengrajin dalam
bentuk bantuan fasilitas perdagangan
hasil produk kerajinan dan bantuan
pembiayaan.
5. Dampak sosial 1. Peningkatan kapasitas ekonomi petani 1. Peningkatan pendapatan pengrajin
(outcome) 2. Peningkatan keberdayaan masyarakat 2. Mengatasi masalah kemiskinan
3. Kohesi sosial petani pengrajin
3. Menciptakan pengrajin yang sukses
dalam menjalankan usaha dan mem-
berikan kontribusi ekonomi yang
lebih baik kepada keluarga
4. Kohesi sosial di antara pengrajin
Sumber: Data olahan, 2015
Mitra Bali memberdayakan pengrajin Menjadi social business merupakan suatu
dalam bentuk model bisnis yang berupaya untuk strategi untuk mendukung keberlanjutan
memberikan pembelajaran kepada pengrajin organisasi agar misi sosial terwujud. Nilai-nilai
terkait kelemahan mereka dalam perdagangan kewirausahaan menjadi pendorong bagi
dan cara mengatasi permasalahan tersebut. organisasi dalam membangun kemandirian.
Implementasi model bisnis perdagangan yang Ini yang membedakan antara praktik
adil (fair trade) yang digagas oleh Mitra Bali kewirausahaan sosial dengan kewirausahaan
ini merupakan inovasi sosial yang memberikan komersial. Kewirausahaan sosial berupaya untuk
dampak pada perbaikan ekonomi pengarajin. menciptakan nilai, bukan menangkap nilai
Dalam konsep kewirausahaan sosial, inovasi (Santos, 2012). Penciptaan nilai sosial dilakukan
sosial merupakan elemen penting. Wirausaha dengan mengimplementasikan praktik
sosial dituntut untuk senantiasa membangun kewirausahaan. Kewirausahaan sosial sangat
gagasan yang inovatif karena menjadi pijakan menekankan bagaimana memaksimalkan
dalam upaya penyelesaian masalah sosial. dampak sosial (Bornstein dan Davis, 2010).
Lebih lanjut, praktik kewirausahaan sosial Namun, di sini kewirausahaan sosial dalam
yang dilakukan oleh Mitra Bali adalah melalui bentuk social business tidak menampikkan
strategi pemberdayaan kelompok yang inovatif upaya untuk memperoleh keuntungan. Artinya,
(innovative community development program). kewirausahaan sosial mengkombinasikan tujuan
Pemberdayaan ini berbentuk forum diskusi sosial dengan motif keuangan.
yang membahas permasalahan yang dihadapi Dari kedua social business, baik Bina
oleh pengrajin, seperti bagaimana menghadapi Swadaya dan Mitra Bali menunjukkan bahwa
pembeli yang tidak jujur, kekurangan pendekatan kewirausahaan dapat digunakan
permodalan, hingga pada membangun dalam upaya mengatasi permasalahan sosial.
akses informasi pemasaran. Selain itu, Bina Swadaya dan Mitra Bali, keduanya
pengrajin juga diberikan pembelajaran terkait menjalankan praktik kewirausahaan sebagai
mengelola bisnis. Kegiatan pemberdayaan yang katalisator perubahan sosial. Kewirausahaan
dilakukan oleh Mitra Bali ini merupakan suatu telah diakui berperan penting dalam
bentuk revitalisasi ekonomi dan kesejahteraan. perekonomian. Kewirausahaan dapat
Keberhasilan Mitra Bali dalam menjalankan mendorong pada penciptaan lapangan kerja
ke gi a ta n s os i al ny a de nga n pe nde ka t a n dan peningkatan kesejahteraan. Asumsi ini
kewirausahaan tidak terlepas dari prinsip didasarkan bahwa kewirausahaan mendorong
kemandirian organisasi. Mitra Bali memiliki pada penciptaan ide dan pembentukan peluang
prinsip self-sufficiency dan independence. Prinsip pasar baru (Henrekson, 2005). Bina Swadaya
ini merupakan karakteristik dasar sebagai social dan Mitra Bali memiliki sense of business dalam
business. Ini telah dilakukan oleh Mitra Bali melakukan pemberdayaan.
dengan dibentuknya badan usaha, yaitu PT Mair dan Noboa (2006) serta Swedberg
Teduh Mitra Utama. Badan usaha ini merupakan (2009) menjelaskan bahwa dalam bukunya
perusahaan non profit yang keuntungannya S c h um p e t e r , T h e T he or y o f Ec on om i c
diinvestasikan kembali ke dalam program Mitra Development, kewirusahaan pada dasarnya
Bali. Sejalan dengan Yunus (2007), social mencakup aktivitas tidak hanya ekonomi saja
business pada dasarnya adalah perusahaan yang melainkan juga non ekonomi. Kewirausahaan
berupaya melakukan aktivitas bisnis namun sosial dikategorikan sebagai kewirausahaan
laba yang diperoleh tetap dipertahankan untuk non ekonomi. Kewirausahaan sejatinya adalah
perusahaan dan digunakan untuk keberlanjutan mechanism of economic change selanjutnya
usaha atau pun perluasan usaha. Dalam konteks telah bergeser dan membuka konsep baru
Mitra Bali, keuntungan usaha yang diperoleh menjadi mechanism of social change. Dalam
didistribusikan kembali untuk tujuan sosial dan konteks Bina Swadaya dan Mitra Bali
keberlanjutan kegiatan (sustainability). menunjukkan keduanya sebagai wirausaha
yang merupakan agen ekonomi dengan
memanfaatkan daya inovasinya sebagai
kekuatan pendorong untuk menciptakan ide
baru dalam produknya disertai
dengan keberanian mengambil risiko atas apa sebagainya. Pendekatan kewirausahaan dalam
yang dilakukan (Ebner, 2005). Kreft dan Sobel pembangunan ekonomi masyarakat miskin yang
(2005) dengan merujuk pada Schumpeter dilakukan oleh agen perubahan sosial (social
menjelaskan bahwa karakteristik dari wirausaha business) telah terbukti kebermanfaatannya.
adalah inovator, berani mengambil risiko, dan Meskipun demikian, dampaknya belum secara
memiliki kemampuan dalam mengalokasikan meluas dirasakan oleh masyarakat. Untuk
sumber daya yang ada secara efisien. itu, semakin bertumbuhnya wirausaha sosial
Lebih lanjut, Austin (2006) menekankan diharapkan akan dapat berkontribusi terhadap
ada dua elemen penting kewirausahaan sosial, pembangunan ekonomi dan terutama pada
yaitu inovasi dan penciptaan nilai sosial (social pengentasan kemiskinan.
value creation). Inovasi mengacu pada konsep
kewiarusahaan yang menekankan pentingnya KESIMPULAN
aktivitas inovasi dalam upaya memanfaatkan
setiap peluang untuk menghasilkan sesuatu yang Kewirausahaan sosial memainkan peran penting
baru. Alvord et al., (2004) menjelaskan ada tiga berupa terobosan dalam upaya pengurangan
tipe inovasi yang mencirikan kewirausahaan kemiskinan. Manifestasi social business
sosial, yaitu transformasional, ekonomi, dan semakin menguatkan bahwa kewirausahaan
politik. Swedberg 34 menambahkan dengan menjadi pengungkit ekonomi bagi
merujuk pada definisi kewirausahaan sosial dari masyarakat untuk memperbaiki perekonomian
Schumpeter, inovasi terdiri dari gabungan dan meningkatan pendapatan. Selain itu,
lingkup politik, seni, ilmiah, serta kehidupan kewirausahaan sosial m e ndorong pa da pe
sosial (moral considerations). Sementara itu, m ba ngun a n e konom i meskipun masih
elemen kedua, yaitu penciptaan nilai sosial dalam jangkauan yang terbatas, namun dalam
merupakan elemen yang membedakan jangka panjang agenda pengentasan kemiskinan
kewirausahaan sosial dengan konsep dapat terwujud. Di sini, gagasan inovatif dan
kewirausahaan secara umum yang berorientasi keberanian mengambil risiko atas apa yang
pada keuntungan (profit motivation). Kedua dilakukan karena menggabungkan konsep sosial
elemen ini dimiliki oleh Bina Swadaya dan dan bisnis serta memanfaatkan peluang
Mitra Bali. kewirausahaan memberikan harapan pada upaya
penyelesaian masalah sosial.
Perrini dan Vurro (2006) manambahkan
bahwa kewirausahaan sosial secara aktif Bina Swadaya dan Mitra Bali sebagai
berkontribusi terhadap perubahan sosial dengan pelaku kewirausahaan sosial berperan dalam
kreativitas dan inovasi yang berlandaskan mendorong perbaikan ekonomi masyarakat
pada praktik kewirausahaan. Di sini wirausaha dalam rangka mengurangi kemiskinan. Program
sosial menjadi penggerak perubahan, pioner yang berbasiskan pada pendekatan
dalam berinovasi dalam bidang sosial dengan kewirausahaan telah terbukti secara nyata pada
kua l i t as kewi ra usahaa n ya ng me nc a kemandirian ekonomi masyarakat. Keberdayaan
kup pemecahan masalah, peningkatan kapasitas, masyarakat menjadi nilai penting sebagaimana
dan mempertunjukkan kualitas gagasan secara dalam konsep kewirausahan sosial, penciptaan
konkrit sehingga dapat mengukur dampak nilai sosial adalah tujuan utamanya dengan
sosialnya. menggabungkannya dengan aktivitas inovatif.
Kewirausahaan sosial menjadi alternatif Kewirausahaan sosial yang muncul sebagai
dalam upaya membangun ekonomi masyarakat respon atas kegagalan pemerintah menjadi
miskin yang memiliki keterbatasan akses signal bahwa peran pemerintah dalam upaya
terhadap sumber daya produktif ataupun pengurangan kemiskinan diharapkan lebih nyata.
terhadap sumber- sumber ekonomi. Keberadaan pelaku praktik kewirausahaan
Inklusivitas pembangunan ekonomi yang sosial dapat menjadi mitra pemerintah dalam
dilakukan oleh pemerintah sejatinya pembangunan ekonomi di masa yang akan
menghadapi berbagai kendala, seperti kualitas datang sehingga upaya percepatan pengentasan
sumber daya manusia yang masih rendah, kemiskinan dapat terwujud. Kerjasama dan
kebijakan yang belum tepat sasaran, minimnya insentif pemerintah
pendanaan untuk infrastruktur, dan lain
dapat diarahkan pada praktik kewirausahaan Economic
sosial yang sudah terbukti dapat membantu Development: From Classical Politcal
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan masayarakat sehingga model-
model wirausaha sosial akan banyak
bermunculan dan tumbuh dengan subur.

DAFTAR
PUSTAKA
Alvord, S., Brown, L., dan Letts, C. (2004).
Social Entrepreneurship and Societal
Transformation: An Exploratory Study.
Journal of Applied Behavioral Science,
40(3): 260-283.
Artha, D. R. P., dan Dartanto, T.
().
Multidimensional Approach to Poverty
Measurement in Indonesia. LPEM-FEUI
Working Paper 002.
Austin, J. E., 2006. Three Avenues for Social
Entrepreneurship Research. Dalam. J.
Mair, J. Robinson, dan K. Hockerts (Ed.).
Social Entrepreneurship: 22-33. New
York (USA): Palgrave Macmillan.
Badan Pusat Statistik (BPS) (http://www.bps.
go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_
subyek=23)
Barro, R., 1999. Inequality, Growth, and
Investment. NBER Working Paper No.
7038. National Bureau of Economic
Research, Cambridge, MA.
Bornstein, D., 2006. How to Change the World:
Social Entrepreneurs and the Power of
New Ideas (Terj. Kusumawijaya, M.).
Yogyakarta: INSISTPress-Nurani Dunia.
Bornstein, D., dan S. Davis, 2010. Social
Entrepreneurship: What Everyone Needs
to Know. New York: Oxford University
Press
Bourguignon, F., dan Chakravarty, S. R.
(2003).
The Measurement of Multidimensional
Poverty. The Journal of Economics
Inequality, Vol. 1(1), pp. 25-49.
Creswell, J. W., 2009. Research Design:
Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (3rd Ed.). SAGE.
Drucker, P. F., 1985. Innovation and
Entrepreneurship. New York: Harper &
Row.
Ebner, A., 2005. Entrepreneurship and
Economy to Economic Sociology. Journal Inc.
of Economic Studies, 32(3): 256-274.
Handayani, I. P. (2012). Beyond Statistics
of Poverty. The Jakarta Post. Diakses
dari http://www.thejakartapost.com/
new s/2012/02/13/beyond-statistics -
poverty.html.
Haryadi, E., dan S. J. Waluyo, 2006.
Kewirausahaan Sosial LSM Bina
Swadaya: Refleksi Perjalanan dalam
Menjalankan Misi Pemberdayaan
Masyarakat. Jurnal Galang, 1(4): 109-124.
Henrekson, M., 2005. Entrepreneurship: A
Weak Link in the Welfare State?.
Industrial and Corporate Change, 14(3):
437-467.
Ismawan, B., 2012. Bina Swadaya-45 Years
(1967-2012). Diunduh dari http://
as iadhrra.org/w ordpres s /w p-
content/ u p l o a d s / 2 0 1 3 / 0 6 / B i n a _ S
w adaya-
45Tahun_ENG.pdf.
, 2013. Empowering Society: Bina
Swadaya Experience in Indonesia. Materi
disampaikan dalam APEC SME Summit
(diunduh dari http://www.mbc.com.ph/
engine/wp-content/uploads/2013/01 /
APEC-SME-Summit-Bambang-Ismawan.
pdf).
Jiao, H., 2011. A Conceptual Model for Social
Entrepreneurship Directed Toward Social
Impact on Society. Social Enterprise
Journal, 7(2): 130-149.
Kreft, S. F., dan R. S. Sobel, 2005. Public
Policy, Entrepreneurship, and Economic
Freedom. Cato Journal, 25(3): 595-616.
Mair, J., 2006. Exploring the Intentions
and Opportunities Behind Social
Entrepreneurship. Dalam. J. Mair, J.
Robinson, dan K. Hockerts (Ed.). Social
Entrepreneurship: 89-94. New York
(USA): Palgrave Macmillan.
Mair, J., dan E. Noboa, 2006. Social
Entrepreneurship: How Intentions to
Create a Social Ventures are Formed.
Dalam. J. Mair, J. Robinson, dan K.
Hockerts (Ed.). Social Entrepreneurship:
121-135). New York (USA): Palgrave
Macmillan.
Neuman, W. L., 2007. Basic of Social
Research: Qualitative and Quantitative
Approach (2nd Ed.). Pearson Education
Nicholls, A., 2006. Social Entrepreneurship: Santos, F. M., 2012. A Positive Theory of Social
New Models of Sustainable Social Change. Entrepreneurship. Journal of Business
New York: Oxford University Press. Ethics, 111(3): 335-351.
Noruzi, M. R., J. H. Westover, dan G. R. Seelos, C., dan J. Mair, 2004. Social
Rahimi, 2010. An Exploration of Social Entrepreneurship: The Contribution of
Entrepreneusrhip in the Entrepreneurship Individual Entrepreneurs to Sustainable
Era. Asian Social Science, 6(6): 3-10. Development. Barcelona: Center for
Palesangi, M., 2012. Pemuda Indonesia Business Society, IESE Business School-
dan Kewirausahaan Sosial. University of Navarra.
Bandung, Universitas Katolik Situmorang, D. B. M., dan I. R. Mirzanti,
Parahyangan. 2012. Social Entrepreneurship to Develop
Patra, S. K., dan S. C. Nath, 2014. Social Ecotourism. Procedia Economics and
Transformation through Social Finance, 4: 398-405
Entrepreneusrhip: An Exploratory Study. Suryadarma, D., et al., 2005. A Reassessment
The IUP Journal of Entrepreneurship of Inequality and Its Role in Poverty
Development, XI(1): 7-17. Reduction in Indonesia. SMERU Working
World Bank. 2014. Penurunan Kemiskinan Paper,
di Indonesia Melambat, Ketimpangan Swedberg, R., 2009. Schumpeters Full Model
Meningkat. Diakses dari http:// of Entrepreneurship: Economic, Non-
w ww. worl dbank.o r g/i n/ new s/pr es economic and Social Entrepreneurship.
s- release/2014/09/23/poverty- Dalam R. Ziegler (Ed.). An Introduction
reduction- slows-inequality-increases- to Social Entrepreneurship: Voices,
world-bank- reports pada 12 Januari 2014. Preconditions, Contexts: 77-106.
Perrini, F., dan C. Vurro, 2006. Social Cheltenham (UK): Edward Elgar
Entrepreneurship: Innovation and Social Publishing Limited.
Change Across Theory and Practice. Utomo, H., 2014. Menumbuhkan Minat
Dalam. J. Mair, J. Robinson, dan K. Kewirausahaan Sosial. Among Makarti,
Hockerts (Ed.). Social Entrepreneurship: 7(14): 1-16.
57-85. New York (USA): Palgrave Yunus, M., 2007. Creating a World without
Macmillan. Poverty: Social Business and the Future
Pratiwi, Z. S., dan T. Siswoyo, 2014. of Capitalism. New York (USA): Perseus
Perancangan Kampanye Peningkatan Books Group.
Kesadaran Berwirausaha Sosial: Generasi www.ashoka.org
Pengubah. Jurnal Tingkat Saraja
www.schwabfound.org
Senirupa dan Desain, 3(1): 1-6.
http://binaswadaya.org/
Rahmawaty, P., 2011. Pengembangan Metode
Pembelajaran Pendidikan Karakter melalui http://en.mitrabali.com/
Kewirausahaan Sosial (Sociopreneurship).
Jurnal Pendidikan Inovatif, 1(2): 1-15.

Anda mungkin juga menyukai