Anda di halaman 1dari 5

Akuntansi di Era Emas Kerajaan Singosari: Perspektif Foucauldian

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengungkapkan bentuk akuntansi yang
digunakan di era kerajaan Singosari dengan menggunakan pendekatan etnoarcheologi di
Indonesia mengumpulkan benda bersejarah dan serta menerapkan perspektif Foucauldian
tentang hubungan antara kekuatan dan pengetahuan. Kegunaan konsep Foucauldian
adalah untuk menunjukkan kompleksitas akuntansi struktur kekuatan dan pengetahuan
dalam suatu masyarakat. Konsep ini menunjukkan sistem akuntansi sebagai ilmu sosial
yang berharga untuk mendisiplinkan masyarakat dan mewunjudkan kekuatan politik yang
komprehensif dalam masyarakat.
Masuk pada pembahasan akuntansi di era emas kerajaan Singosari (1222-1292) terdapat
fakta bahwa selama kerajaan Singosari dan Majapahit, perbendaharaan penuh merupakan
hal yang sangat penting untuk menyukseskan kegiatan pemerintahan. Kedua kerajaan
tersebut mengembangkan sistem perpajakan reguler, yang mana berkaitan dengan
menyediakan pajak untuk barang dagangan dalam berbagai tarif dan jenis-jenis pungutan
berdasarkan komoditas. Hal tersebut ditandakan dengan adanya catatan pemungutan
pajak yang tersermin pada prasasti Turyyan yang menyebutkan bahwa penghasilan
masyarakat dalam setahun sama dengan 1 kati dan 3 emas swarna.
Pada dasarnya media penulisan yang digunakan pada era tersebut tidak hanya melalui
prasasti, akan tetapi dimulai melalui daun kelapa, tembaga, emas lembaran perak yang
kemudian disalin ke batu yang lebih kita kenal sebagai prasasti. Dari prasasti ini juga
diketahui bagaimana tentang transaksi perdangangan dan transaksi penggalian tanah serta
mata uang yang digunakan pada masa itu adalah uang emas. Tidak hanya itu, dijelaskan
pula pada era kerajaan Singosari, adanya rekaman transaksi perdagangan yang diatur
oleh penjual itu sendiri agar dapat dipahami dengan mudah. Kegiatan tersebut dilakukan
agar dapat mengetahui mengetahui biaya dan keuntungan serta mempermudah dalam
pembuatan keputusan sehubungan dengan masa depan bisnis mereka. Hal ini bisa dilihat
melalui penggunaan angka Jawa kuno dalam prasasti.
Selanjutnya, terkait dengan pajak yang dikenakan pada prasasti itu ditemukan
pada kalimat di mana mereka memberi informasi mengenai penentuan daerah
menjadi sima. Sima adalah daerah khusus dibebaskan dari pajak pembayaran yang
diberikan oleh raja untuk pejabat kerajaan atau penduduk sebagai orang yang berjasa
terhadap kerajaan, atau tempat untuk tempat suci. Dan disini juga termasuk informasi
terkait dengan administrasi, kegiatan sosial-ekonomi, dan setiap bagian dari tenaga yang
memiliki hubungan dekat dengan pendapatan kerajaan.

Strategi Akuntansi dan Akuntabilitas Pemerintah Gajah Mada:


Analisis Pengetahuan Daya
Penelitian ini bertujuan untuk lebih mendalam menganalisa sejarah akuntansi di
Indonesia, khususnya di kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Gajah Mada beserta
dengan bagaimana Strategi akuntansi Gajah Mada yang menjadi salah satu strategi sukses
dalam membentuk kepulauan Indonesia. Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini
ialah Foucauldian yang mana adalah alat dan strategi untuk mengungkap akuntansi dan
akuntabilitas di pemerintahan Majapahit di era Gajah Mada. Terdapat dua prinsip
kerangka pengetahuan kekuatan Foucault yang diantaranya adalah kekuatan (geneologi)
yang memiliki tujuan untuk lebih mengembangkan sejarah akuntansi menuju kemunculan
ilmu pengetahuan manusia dan secara langsung bertujuan untuk melengkapi analisis
historis tentang sistem pemikiran. Sedangkan pengetahuan (arkeologi) bertujuan untuk
meneliti kondisi yang memungkinkan munculnya ilmu pengetahuan manusia modern
hingga proyek arkeologi pada sejarah terkait hubungan kekuasaan / pengetahuan.
Perkembangan akuntansi di Majapahit tidak terlepas dengan adanya berbagai kegiatan
ekonomi seperti halnya transaksi dalam perdagangan dan beserta pajaknya. Perdagangan
pada zaman tersebut hanya pada scope pertanian dan industri kecil yang mana pada saat
itu masyarakat pada era itu menggunakan uang sebagai alat bertransaksi baik berbentuk
mata uang emas dan perak. Sedangkan pendapatan terbesar bagi kerajaan Majapahit ini
bersumber dari penerimaan pajak yang terdiri atas pajak perdagangan, pajak untuk orang
asing, pajak izin keluar-masuk, pajak tanah dan pajak seni yang dikumpulkan dari
masyarakat. Orang berkewajiban untuk membayar pajak atas kegiatan yang dilakukan di
atas tanah yang dimiliki raja, jumlah pembayaran tersebut ditentukan. Kerajaan
Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada, telah menyiapkan undang-undang untuk
mengatur semua sengketa dan sanksi yang diberikan dalam bentuk denda, yang akan
digunakan untuk mendanai kegiatan kerajaan sekaligus untuk secara optimal
memperbaiki dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Penerimaan kerajaan yang berasal dari pajak akan dikembalikan kepada masyarakat
untuk mengembangkan infrastruktur seperti membangun jalan, jembatan, tempat ibadah,
dll, atau digunakan untuk membayar gaji pejabat kekaisaran. Tidak semua desa atau
penduduk desa harus membayar pajak. Dalam kasus tertentu, ada desa-desa yang
sepenuhnya dibebaskan dari retribusi atau pajak seperti yang ditunjukkan pada prasasti
Selomandi II.
Dari penjelasan diatas bahwa konsep power-knowledge Foucault dapat terlihat pada
perkembangan akuntansi Majapahit. Hal tersebut bisa dilihat melalui kekuatan Hayam
Wuruk dan Gajah Mada menjadi kekuatan yang memiliki peran penting dalam
membentuk pola akuntansi kerajaan, Gajah Mada menggunakan pengetahuan yang dia
miliki di semua wilayah sosial, termasuk akuntansi. Seperti, Gajah Mada merumuskan
strategi pengembangan ekonomi kerajaan yang hanya terbatas pada lingkup pertanian dan
industri kecil.
Praktik Akuntansi dan Penggunaan Uang di Pemerintahan Raja
Udayana di Bali: Pendekatan Ethnoarcheological
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi keberadaan praktik akuntansi dan
penggunaan uang pada masa pemerintahan Raja Udayana (periode tersebut 989-
1011). Periode itu dianggap penting karena zaman keemasannya Kerajaan
Singhamandawa di Bali dimana Raja Udayana berhasil mengintegrasikan Bali dan Nusa
Tenggara, dan pengaruhnya mencapai Jawa Timur serta bagaimana perannya yang sangat
sentral terhadap perkembangan nilai sosial, ekonomi, politik dan agama. Adapun
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnoarcheologi yang
mana pendekatan tersebut digunakan untuk memberikan pemahaman tentang konstruksi
praktik akuntansi pada penggunaan mata uang yang diterapkan di masa lalu.
Perkembngan akuntansi pada era kerajaan Udayana ini dapat ditunjukkan dengan
ditemukannya beberapa prasasti yang menggunakan bahasa Bali maupun bahasa
sansekerta dan kepingan mata uang pada saat itu. Prasasti tersebut diantaranya adalah
prasasti bwahan yang menjelaskan terkait bagaimana adanya transaksi jual beli tanah
antara rakyat dan Raja. Transaksi ini bertujuan untuk membantu rakyat yang sedang
mengalami kesulitan baik tidak memiliki lahan atau ternak untuk membayar upeti kepada
Raja Udayana. Dengan adanya transaksi tersebut, rakyat dapat bekerja secara mandiri dan
dapat membayar upeti ataupun pajak kepada Raja. Tidak hanya itu, terdapat juga
berbagai transaksi yang berpusat di pasar yang lebih condong kearah perdagangan, hal ini
juga ditunjukkan dengan adanya penemuan mata uang yang dijelaskan pada prasasti
Gobleg Batur. Mulai dari mata uang kepeng, yang dipergunakan untuk transaksi yang
sifatnya lebih kecil. Sedangkan mata uang emas dan perak lebih dipergunakan untuk
transaksi yang relatif besar.
Transaksi yang lebih jelas ditemukan dalam prasasti Dawan menyebutkan bahwa
penduduk desa Lutungan yang mengingat diberikan pinjaman oleh Raja sebagai modal
sebanyak 30 kerbau dengan harga 6 masa mas (6 mas ma). Pemberian pinjaman
dimaksudkan sebagai pinjaman ternak yang diberikan kepada orang-orang dari desa
Lutungan untuk membajak sawah mereka sehingga orang bisa panen padi. Panen yang
sukses dari desa Lutungan berarti bahwa warga akhirnya bisa membayar pinjaman. Selain
itu, penerimaan pajak dari kerajaan pertanian dan pajak lain yang terkait dengan bidang
irigasi nantinya bisa dikumpulkan sesuai dengan harapan kerajaan
Pada era kerajaan Udayana juga diyakini bahwa praktik akuntansi dilakukan atau
dijalankan dengan menggunakan praktik keseimbangan. Transaksi terkait dengan
penggunaan perdagangan mata uang dilakukan antara kerajaan dan penduduk desa seperti
yang diungkapkan dalam prasasti menunjukkan bagaimana kerajaan benar-benar
memahami arti kesejahteraan dan keseimbangan hidup.

Keberadaan Akuntansi Lokal Kegiatan Perdagangan


Dalam Kerajaan Majapahit (1293 AD -1478 M)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi akuntansi dalam kegiatan
perdagangan dalam kerajaan Majapahit. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan arkeologi, yang mana pendekatan ini dapat menjelaskan keberadaan
akuntansi melalui prasasti dan bahan lama yang berada di museum.
Keberadaan akuntansi pada masa kerajaan Majapahit ini dapat dibuktikan dengan hasil
penelitian ini yang menunjukkan bahwa kerajaan Majapahit adalah sebuah organisasi
yang terstruktur dengan baik. Meskipun kata akuntansi itu belum ada, tapi dengan cara
penamaan akuntansi digunakan untuk proses sosial, ekonomi dan budaya untuk mengatur
kegiatan di pken (pasar). Kegiatan dipasar inilah yang menjadi perhatian pada penelitian
ini, dimana berdasarkan pasar dapat diketahui berbagai transaksi, komoditas yang
diperdagangkan dalam transaksi ini adalah mulai dari hasil tani dan ternak yang
dijelaskan pada prasasti Karang Bogem yang pada akhirnya dapar berdampak pada
penerimaan pajak bagi kerajaan Majapahit. Sedangkan mata uang yang digunakan pada
kegiatan ekonomi di era majapahit tidak berbeda dengan kerajaan Udayana, Singosari
dan pada pemerintahan Gajah Mada, yang menggunakan mata uang emas dan perak serta
penggunaan mata uang kepeng bagi transaksi yang sifat lebih kecil.
Adapun pendapatan lain bagi kerajaan Majapahit bersumber dari pajak. Pajak dipungut
pada hasil panen dan aktivitas perdagangan. Pengenaan pajak untuk perdagangan
memiliki konsekuensi bagi raja sebagai penguasa untuk mengelola perdagangan dan
menyediakan fasilitas untuk perdagangan yang lebih baik. Fasilitasnya adalah pasar dan
transportasi. Ketentuan pajak barang yang diperdagangkan terlihat dalam prasasti Katiden
Kemajuan kerajaan Majapahit dalam peradaban digambarkan dalam Buku Kakawin
Nagarakrtagama. Majapahit memiliki sistem konstitusional yang sangat terorganisir,
memiliki keunikan dalam kehidupan sosio-politik, agama, budaya, adat istiadat dan
sastra. Dalam kondisi seperti ini menunjukkan bahwa akuntansi sudah ada sejak lama.

Berdasarkan empat artikel dari berbagai kerajaan tersebut secara umum dapat dikatakan
penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana perkembangan akuntansi di Indonesia pada zaman dahulu khususnya pada
masa kerajaan Singosari, kerajaan Majapahit, kerajaan Udayana serta pada masa
pemerintahan Gajah Mada. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti
yakni pendekatan ethnoarcheological yang mana pada dasarnya pendekatan ini dapat
menjelaskan keberadaan akuntansi melalui berbagai benda peninggalan sejarah seperti
prasasti dan sebagainya.
Perkembangan ekonomi pada keempat era tersebut sebenarnya bertumpu pada aktivitas
perdagangan, baik dari hasil pertanian, peternakan dan berbagai keperluan rumah tangga
lainnya. Pada masa tersebut, sudah terdapat mata uang yang digunakan sebagai alat tukar
atau sebagai alat untuk bertransaksi. Hala ini ditunjukkan dengan ada penemuan berbagai
mata uang jenis emas dan perak serta mata uang jenis kepeng yang dibawa oleh bangsa
China. Kegiatan ekonomi berpusat pada pasar yang biasanya letaknya sangat sentral,
seperti pasar yang berlokasi yang berdekatan dengan kerajaan maupun pasar yang
berlokasi dipinggiran sungai.
Secara keseluruhan, empat kerajaan tersebut memiliki tatanan perekonomian yang sangat
bagus. Hal ini ditandai dengan prasasti yang berisi bagaimana aturan pajak yang
diberlakukan serta bagaimana strategi dan kearifan para raja untuk mengelola
perekonomiannya. Kerajaan tidak serta merta dalam mendapatkan keuntungan, akan
tetapi ia sangat memperhatikan bagaimana kondisi rakyatnya dengan mendengarkan apa
alasan rakyatnya yang tidak bias membayarkan upeti kepada raja. Setelah mendengarkan
apa yang menjadi permasalahan, raja memberikan solusi seperti memberikan pinjaman
berupa lahan atau ternak agar mereka bias secara mandiri mendapatkan penghasilan serta
tidak lupa membayar apa yang sudah menjadi tanggung jawab rakyat tersebut kepada
raja.
Kesimpulannya bahwa akuntansi telah berkembang di Indonesia sebelum munculnya
tokoh bapak akuntansi yakni Luca pacioli meskipun perkembangan akuntansi pada era
empat kerajaan tersebut masih tergolong sederhana, hal tersebut dibuktikan dengan
adanya penjelasan yang tertera di berbagai prasasti yang berisikian bagaiaman pesatnya
perdagangan serta penjelasan terkait pajak yang menjadi salah satu sumber pendapatan
terbesar bagi kerajaan. Tidak lupa juga bagaiamana seorang raja dapat mencapai
perkembangan yang tersebut kearifan dan strategi yang dapat diterapkan dengan baik
sehingga mampu menggerakan roda perekonomian masyarakat pada masa itu.

Anda mungkin juga menyukai