Anda di halaman 1dari 13

SISTEM PENGLIHATAN

MATA
Saraf kranial (III, IV, VI) berfungsi (dan mempunyai korelasi klinis) untuk
menggerakan mata, sebagai pusat penglihatan, dan refleks pupil seperti yang telah
dibahas dalam Bab 8. Refleks vestibulo-okular secara singkat akan dijelaskan dalam
Bab 17. Dalam bab ini akan dibahas bentuk, fungsi, dan lesi pada sistem penglihatan
dari retina sampai serebrum.

Anatomi dan Fisiologi


Komponen optik dari mata terdiri dari kornea, pembukaan pupil pada iris, lensa, dan
retina (Gambar 15-1). Cahaya akan melewati keempat komponen tersebut, ruang
anterior, dan vitreous untuk mencapai ke retina; titik fiksasi cahaya yang normal akan
berada di fovea. Retina (dimana berkembang menjadi bagian dari otak, dan dianggap
oleh beberapa ilmuan neurologi sebagai suatu bagian yang istimewa dari otak, yang
terletak di dalam mata) mengubah cahaya menjadi impuls elektrik (Gambar 15-2).
Retina tersusun dari 10 lapisan, mengandung dua jenis fotoreseptor (sel batang
dan sel kerucut) dan empat jenis sel neuron (sel bipolar, sel ganglion, sel horizontal,
dan sel amakrin) (Gambar 15-2 dan 15-3). Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut,
merupakan first-order neurons/neuron tingkat pertama) bersinaps dengan sel bipolar
(Gambar 15-4) yang selanjutnya akan bersinaps dengan sel ganglion yang merupakan
third-order neurons/neuron tingkat ketiga, dimana akson-aksonnya akan berkumpul
meninggalkan mata menjadi nervus optikus.
Di dalam lapisan pleksiform luar retina, terdapat sel horizontal saling terhubung
dengan sel reseptor. Sementara itu, sel amakrin yang berada di dalam lapisan
pleksiformis dalam, saling terhubung dengan sel ganglion (dan pada beberapa kasus
juga menghubungkan sel bipolar dan sel ganglion).

Sel Batang
Sel batang, yang berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan sel kerucut, merupakan
fotoreseptor yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas rendah dan memberikan
input visual ketika cahaya sedang dalam keadaan redup (misalnya pada saat senja dan
malam). Sementara itu, sel kerucut distimulasi oleh cahaya dengan intensitas yang
relatif tinggi sehingga berfungsi dalam penglihatan yang tajam dan membedakan warna.
Sel batang dan sel kerucut memiliki segmen luar yang mengandung banyak diskus-
diskus yang mengandung pigmen fotosensitif yang bereaksi terhadap cahaya. Selain itu,
mereka juga mempunyai segmen dalam yang mengandung sel nukleus dan mitokondria
serta membentuk sinaps dengan sel bipolar tingkat dua. Tranduksi cahaya menjadi
signal neural terjadi ketika foton diabsorpsi oleh molekul yang bersifat fotosensitif
(pigmen visual) di sel batang dan sel kerucut.
Pigmen visual di dalam sel batang retina disebut rhodopsin, merupakan reseptor
membran yang berhubungan dengan protein-G. Ketika cahaya mengenai rhodopsin,
cahaya akan diubah menjadi metarhodopsin II, kemudian menjadi scotopsin dan
retinene. Reaksi yang diaktikan oleh cahaya ini kemudian akan mengaktivasi protein G
yang dikenal sebagai transdusin, yang akan memecah cyclic guanosine monophosphate
(GMP). Oleh karena cyclic GMP beraksi di sitoplasma fotoreseptor untuk menjaga agar
kanal natrium tetap terbuka, pengurangan cyclic GMP yang dirangsang oleh cahaya
akan menyebabkan penutupan kanal natrium sehingga menyebabkan hiperpolarisasi
(lihat Bab 3). Dengan demikian, sel batang akan mengalami hiperpolarisasi ketika
terkena cahaya dan menyebabkan berkurangnya transmisi sinaps ke sel bipolar.

Sel Kerucut
Sel kerucut juga mempunyai pigmen visual yang memberikan respon maksimal pada
cahaya dengan panjang gelombang 440, 535, dan 565 nm (sesuai dengan ketiga jenis
warna dasar: biru, hijau, dan merah). Ketika sel kerucut terkena cahaya dengan panjang
gelombang yang tepat, akan terjadi kaskade molekular yang mirip dengan sel batang,
dimana protein G akan teraktivasi dan menutup kanal natrium sehingga menyebabkan
hiperpolarisasi.

Sel Bipolar, Amakrin, dan Ganglion Retina


Transmisi dari fotoreseptor (sel batang dan kerucut, neuron tingkat pertama) ke sel
bipolar (neuron sensorik tingkat kedua) dan kemudian ke sel ganglion retina (neuron
sensorik tingkat ketiga) dimodifikasi oleh sel horizontal dan amakrin. Setiap sel bipolar
menerima input dari 20 50 sel reseptor. Lapangan reseptif sel bipolar ini (yaitu daerah
pada retina yang memengaruhi aktivitas di dalam sel) dimodifikasi oleh sel horizontal.
Sel horizontal membentuk sinaps pada fotoreseptor dan sel bipolar sekitarnya untuk
mempertajam lapangan reseptif pada setiap sel bipolar. Oleh sebab itu, sel bipolar
tidak hanya merespon terhadap cahaya difus teteapi bahkan juga memberikan informasi
tentang titik-titik cahaya kecil yang dikelilingi oleh daerah yang gelap (sel-sel ini
mempunyai lapangan reseptif on-centre, sedangkan yang lain memberikan informasi
tentang titik-titik kecil yang gelap yang dikelilingi oleh cahaya [lapangan reseptif off-
centre]).
Sel amakrin menerima input dari sel-sel bipolar dan bersinaps dengan sel bipolar
pada tempat yang dekat dengan tempat sel bipolar menerima input dari sel ganglion.
Seperti halnya sel horizontal, sel amakrin mempertajam respon dari sel ganglion.
Beberapa sel ganglion akan memberikan respon yang hebat pada titik cahaya yang
dikelilingi oleh kegelapan, sedangkan yang lain sangat aktif memberikan respon
terhadap titik gelap yang dikelilingi oleh cahaya.
Daerah retina yang memberikan penglihatan sentral, penglihatan terfiksasi saat
terdapat cahaya yang terang adalah makula. Lapisan dalam retina pada daerah makula
terpisah sehingga membentuk fovea sentralis, suatu ruang kecil daerah tengah yang
mengandung sel-sel kerucut yang tersusun padat sehingga daerah tersebut menjadi
tempat paling tajam untuk penglihatan dan diskriminasi warna.
Sel ganglion retina merupakan neuron istimewa yang dapat dikelompokkan
menjadi dua kelas yang mempunyai fungsi yang berbeda pula. Sel ganglion
magnoselular mempunyai akson dengan diameter yang lebih besar (kecepatan
konduksi yang lebih cepat, sensitif terhadap gerakan namun tidak sensitif terhadap
warna atau bentuk detail. Sel ganglion parvoselular mempunyai akson dengan diameter
yang lebih kecil (kecepatan konduksi yang lebih lambat) dan memberikan informasi
tentang bentuk dan warna. Kedua aliran informasi ini berpusat pada lapisan nukleus
genikulata lateral yang berbeda (lihat seksi Visual Pathway), yang merupakan target
sentral yang penting.
Akson sel ganglion pada retina membentuk lapisan serabut saraf. Semua akson
sel ganglion akan meninggalkan mata dan membentuk nervus optikus, pada daerah 3
mm medial dari posterior pole. Titik dimana akson itu keluar dinamakan diskus optikus
dan dapat dilihat dari oftalmoskop (lihat Gambar 15-6). Pada diskus optikus tidak
terdapat sel batang ataupun sel kerucut sehingga disebut blind spot.
A. Adaptasi
Ketika seseorang berada di tempat yang terang selama beberapa waktu dan berpindah
ke lingkungan dengan penerangan yang redup maka retina akan perlahan menjadi lebih
sensitif terhadap cahaya karena orang tersebut menjadi terbiasa dengan keadaan gelap.
Penurunan dari ambang penglihatan ini disebut adaptasi gelap, dimana dapat bertahan
sampai maksimal 20 menit, walaupun dapat terjadi penurunan yang lebih parah pada
periode yang lebih lama. Sementara itu, jika seseorang berpindah secara tiba-tiba dari
tempat yang gelap ke lingkungan yang terang, maka orang tersebut akan merasa cahaya
tersebut terlalu terang dan tidak nyaman sampai mata dapat beradaptasi terhadap
pencahayaan tersebut dan ambang penglihatan meningkat.

B. Penglihatan Warna
Spektrum yang menstimulasi retina untuk menghasilkan penglihatan berkisar dari 400
sampai 800 nm. Stimulasi terhadap mata normal, baik oleh seluruh nilai panjang
gelombang tersebut maupun oleh campuran dari beberapa bagian dari spektrum , akan
menghasilkan sensasi cahaya putih. Radiasi monokromatik dari satu bagian spektrum
akan diterima sebagai suatu warna spesifik atau hue. Teori Young-Helmholtz
mendalilkan bahwa retina mengandung tiga jenis sel kerucut dengan fotopigmen yang
berbeda, dimana masing-masing dari ketiga jenis sel kerucut tersebut paling sensitif
terhadap salah satu warna dasar (merah, biru, dan hijau). Sensasi dari warna lain
ditentukan oleh frekuensi relatif impuls tersebut terhadap masing-masing jenis sel
kerucut. Sel ganglion parvocelular menerima signal spesifik warna dari ketiga jenis sel
kerucut ini dan menyampaikannya ke otak melalui nervus optikus.
Setiap jenis fotopigmen telah diidentifikasi dimana sekuens asam amino dari
ketiganya menunjukkan bahwa ketiganya 41% homolog dengan rhodopsin. Pigmen
sensitif hijau sangat mirip dengan pigmen sensitif merah (sekitar 40% homolog) dan
dikode oleh kromosom yang sama. Pigmen sensitif biru hanya homolog sekitar 43%
dengan pigmen merah dan biru dan dikode oleh kromosom yang berbeda.
Pada penglihatan warna yang normal (trikromatik), mata manusia menerima tiga
warna dasar dan dapat mengkombinasinya dengan proporsi yang sesuai untuk
menghasilkan warna putih atau warna dari spektrum lain. Buta warna dapat disebabkan
oleh terdapatnya kelemahan dari salah satu sistem sel kerucut atau oleh penglihatan
dikromatik, dimana hanya dua sistem sel kerucut yang bekerja. Penderita hanya dapat
melihat dua warna dasar dan hanya kedua warna inilah yang dapat dikombinasikan
untuk menghasilkan warna lain. Kebanyakan dikromat buta dengan warna merah-hijau
dan tidak dapat membedakan warna merah, kuning, dan hijau. Pemeriksaan buta warna
menggunakan kartu khusus atau benang rajut berwarna.

C. Akomodasi
Lensa mata tetap berada pada tempatnya karena ditahan oleh serabut-serabut di
antara kapsul lensa dan badan siliaris (Gambar 15-1 dan 15-7). Pada keadaan tidak
terakomodasi, serabut elastik tersebut menjadi tegang dan menarik lensa sehingga lensa
menjadi berbentuk gepeng. Pada keadaan terakomodasi, kontraksi dari dari otot siliaris
sirkular mengurangi tegangan dari serabut elastik, dan alhasil lensa, yang mempunyai
kapasitas intrinsik untuk menjadi lebih bulat, menjadi lebih berbentuk bikonveks. Otot
siliaris adalah otot halus yang diinervasi oleh sistem parasimpatetik (nervus kranialis
III; lihat Bab ); dan bisa dilumpuhkan oleh atropin ataupun obat yang serupa.

D. Refraksi
Ketika seseorang sedang melihat objjek yang jauh, mata yang normal (emetrop)
tidak berakomodasi dan objek berada pada fokus. Mata yang normal dapat fokus
terhadap objek yang jauh pada retina 24 mm di belakang kornea; panjang fokus optik
dan jarak dari kornea ke retina seimbang, dan kondisi ini dikenal sebagai emetropia
(Gambar 15-8). Untuk fokus terhadap objek yang lebih dekat, mata harus meningkatkan
kemampuan refraktifnya dengan cara akomodasi. Kemampuan lensa mata akan hal ini
berkurang seiring dengan usia karena lensa kehilangan elastisitasnya dan mengeras.
Dampak terhadap penglihatan biasanya disadari oleh penderita pada usia sekitar 40
tahun; pada usia 50 tahun, akomodasi secara umum kehilangan kemampuannya
(presbiopia).

Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


Dalam menilai ketajaman penglihatan, penglihatan jarak auh dinilai dengan Snellen atau
kartu yang serupa untuk orang dengan penglihatan yang hampir normal. Pemeriksaan
hitung jari dan pergerakan jari digunakan pada orang yang penglihatannya di bawah
normal, dan persepsi dan proyeksi cahaya nyata di bawah normal. Pemeriksaan
pandangan dekat dilakukan dengan kartu baca yang standar
Perimetri digunakan untuk menentukan lapangan pandang (Gambar 15-9).
Lapangan untuk setiap mata (lapangan monokular) ditandai dengan menggunakan suatu
alat atau dengan metode konfrontasi untuk menentukan adanya skotoma atau kelainan
lapangan pandang yang lain (lihat bagian Clinical Correlations under Visual Pathway).
Pada keadaan normal, lapangan pandang saling tumpang tindih pada daerah penglihatan
binokulat (Gambar 15-10).

Korelasi Klinis

A. Gangguan pada refrakter


Pada miopia (rabun jauh), sistem refrakter terlalu kuat untuk panjang bola mata
sehingga bayangan jatuh di depan retina (Gambar 15-8). Bayangan akan jelas
apabila diletakkan dekan dengan mata. Miopia bisa dikoreksi dengan lensa negatif
(minus).
Pada hiperopia (rabun dekat) sistem refrakter terlalu lemah untuk panjang bola
mata sehingga bayangan jatuh di belakang retina. Hiperopia dapat dikoreksi dengan
lensa positif (plus).
Astigmatisma terjadi ketika lekukan dari lensa atau kornea lebih besar dari satu
aksis atau meridian. Sebagai contoh, jika kekuatan refrakter dari aksis vertikal
kornea lebih besar dari aksis horizontalnya maka cahaya vertikal akan direfrakter
lebih dari cahaya horizontal, dan sumber dari cahaya akan terlihat berbentuk elips.
Lensa astigmatisma dapat mengoreksi kondisi ini.
Skotoma adalah titik buta yang berada pada lapangan pandang (titik buta yang
normal berada pada diskus optikus yang mengandung sedikit sel reseptor). Skotoma
mempunyai banyak tipe, diantaranya skotoma sentral (kehilangan penglihatan
makular) yang sering dijumpai pada neuritis optikus atau retrobulbar (inflamasi pada
nervus optikus dekat atau di belakang mata); titik fiksasi akan terlibat dan ketajaman
penglihatan sentral akan terganggu. Skotoma sentrosekal melibatkan titik fiksasi dan
melewati titik buta normal; skotoma parasentral berada sejajar dengan titik fiksasi.
Skotoma cincin (annular) melingkar titik fiksasi. Scintillating scotoma adalah suatu
pengalaman subjektif yang transien dimana terlihat cahaya terang yang tidak
berwarna maupun berwarna pada lapangan pandang, yang sering dideskripsikan
pasien sebagai aura sebelum sakit kepala sebelah. Skotoma jenis lain disebabkan
oleh lesi seperti pada perdarahan dan glaukoma.
B. Lesi pada Aparatus Visual
Inflamasi pada nervus optikus (neuritis optikus atau papillitis) berhubungan dengan
berbagai bentuk retinitis (contohnya: sederhana, sifilitik, diabetik, perdarahan, dan
herediter) (Gambar 15-11). Salah satu bentuk dari neuritis, yaitu neuritis
retrobulbar, terjadi sangat jauh di belakang diskus optikus sehingga pada
pemeriksaan funduskopi tidak tampak adanya perubahan; penyebab yang paling
sering adalah sklerosis multipel.
Papilledema (choked disc) biasanya merupakan salah satu gejala dari peningkatan
intrakranial yang disebabkan oleh massa, seperti tumor otak (Gambar 15-12).
Peningkatan tekanan dikompensasikan ke diskus optikus melalui ekstensi dari ruang
subarachnoid sekitar nervus optikus (Gambar 15-1). Papilledema disebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial yang tiba-tiba yang berkembang dalam waktu 24
sampai 48 jam. Ketajaman penglihatan tidak terganggu pada papilledema meskipun
titik buta dapat membesar. Namun ketika terjadi atrofi optik sekunder, maka
lapangan pandang dapat menyempit.
Atrofi optik menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan dan perubahan warna
diskus optikus menjadi merah jambu muda, putih, atau abu-abu (Gambar 15-13).
Atrofi optik primer disebabkan oleh suatu proses yang melibatkan nervus optikus
yang tidak menyebabkan papilledema, yang mungkin dapat disebabkan oleh
glaukoma, atau peningkatan tekanan kranial.
Sindrom Holmes-Adie dikarakteristikkan dengan reaksi tonik pupil dan tidak
terdapatnya satu atau lebih refleks tendon. Pupil menjadi tonik dan sangat lambat,
hampir tidak bisa berkontraksi ketika terdapat cahaya; dilatasi terjadi lambat ketika
setelah stimulus cahaya dihilangkan.

VISUAL PATHWAY
Anatomi
Alur penglihatan dimulai dari retina, melalui nervus optikus, menuju ke otak dimana
akhirnya akan mencapai korteks oksipital. Oleh karena alur penglihatan mempunyai
jalan yang panjang, mereka menjadi lebih rentan terhadap cedera pada daerah multipel.
Maka dari itu, penting bagi klinisi untuk mengerti anatomi dari alur penglihatan
sehingga dapat memudahakan untuk melokalisasi lesi dari sistem penglihatan yang luas
dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Nervus optikus terdiri dari satu juta serabut saraf dan mengandung akson yang
berasal dari lapisan dalam sel ganglion retina. Serabut-serabut ini berjalan melalui
lamina kribosa dari sklera dan menuju ke kanal optik di tengkorak untuk membentuk
kiasma optikum (Gambar 5-1). Serabut-serabut tersebut membentuk setengah daerah
retina berdekusasio do kiasma optikum sedamgkam yang setengah lateralnya temporal)
tidak demikian.
Susunan dari kiasma optikum yaitu akson dari setegah daerah lateral retina kiri
dan setengah daerah nasal retina kanan memproyeksi secara sentral ke belakang kiasma
pada jalur optik kiri. Hasil dari setengah daerah retina kiri dan kanan ini berupa
informasi penglihatan dari sisi kanan. Susunan anatomi ini juga terjadi pada hemisfer
kiri untuk menerima informasi visual kontralateral (sisi kanan) dan sebaliknya (lihat
Gambar 15-14) dan kolikulus superior.
Badan genikulata lateral dan medial mengandung nukleus yang penting, untuk
penting untuk penglihatan dan pendengaran, di dalam talamus. Nukleus genikulata
lateral merupakan struktur yang mempunyai 6 lapisan. Setiap lapisan yang berbeda
mempunyai peran yang berbeda juga dalam proses visual. Signal dari sel ganglion
magnoselular dan parvoselular diteruskan ke lapisan-lapisan genikulata lateral yang
berbeda. Signal ini memberikan aliran informasi visual yang multipel, dan paralel, yang
setiap signalnya berperan dalam menganalisis aspek yang berbeda dari lingkungan
penglihatan. Serabut silang dari traktur optikus berakhir pada lamina 1, 4, dan 6,
sedangakan serabut yang tidak menyilang berakhir pada limna 2, 3, dan 5. Akson traktur
optikus berakhir dengan susunan yang sangat terorganisir, dan akhir dari sinapsnya
terorganir dengan konsep seperti peta (retinotopik) yang mereproduksi geometri retina
(badan genikulata lateral memainkan peran penting pada lapangan pandang daerah
tengah, mungkin dengan memberikan resolusi visual yang lebih bagus, atau sensitivitas
terhadap detail pada daerah ini). Lapangan reseptif dari neuron di badan genikulata
lateral biasanya mengandung on centre yang berhubungan dengan lingkungan off
dan sebaliknya.
Dari setiap badan genikulata lateral, akson akan berproyeksi secara ipsilateral
dengan cara radiasi optik ke korteks kalkarina di lobus oksipital. Maka dari itu,
setengah bagian kanan dari setiap retina (yang berhubungan dengan setengah bagian
dari penglihatan) akan berproyeksi melalui radiasi optik ke lobus oksipital dan
sebaliknya.
Serabut genikulokalkarina (radiasi optik) membawa impuls dari badan
genikulata lateral ke koreteks visual. Mayers loop adalah suatu jalur dari serabut
genikulokalkarina yang melengkung sekitar ventrikel lateral, mencapai ke lobus
termporal sebelum menuju ke koreteks kalkarina. Meyers loop membawa serabut
radiasi saraf untuk memberikan lapangan pandang kontralateral bagian atas. Daerah
korteks berperan lebih luas pada penglihatan sentral (Gambar 15-15).
Selain berproyeksi ke badan genikulata lateral, akson sel ganglion retina di
traktus optikus juga berakhir di kolikulus superior, dimana akson-akson tersebut akan
membentuk peta retinotopik. Kolikulus superior juga menerima sinaps dari korteks
visual dan berproyeksi ke medulla spinalis melalui traktus tektospinal, yang berperan
dalam refleks pergerakan kepala, leher, dan mata sebagai respon dari respon visual
(lihat Bab 13)
Selain itu, juga terdapat saraf aferen dari traktus optikus yang melalui area
pretektal ke neuron parasimpatetik di nukleus Edinger-Westphal (bagian dari nukleus
okulomotor). Akson neuron parasimpatetik mengarah ke nervus okulomotor dan
berhenti di ganglia siliaris (lihat Gambar 15-14). Neuron postganglion di ganglia
siliaris berproyeksi ke otot sfingter iris. Lingkaran neuron ini berperan dalam refleks
cahaya pupil, dimana terjadinya konstriksi pupil sebagai respon mata terhadap
stimuulasi cahata. Akson visual dari setiap traktus optikus berproyeksi ke nukleus
Edinger-Westphal secara bilateral. Demikian, jika cahaya ditujukan ke satu mata saja,
maka konstriksi pupil tidak hanya terjadi pada mata ipsilateral (refleks cahaya langsung)
tetapi juga pada mata kontralateral (refleks cahaya tidak langsung)

KORTEKS VISUAL
Anatomi
Informasi visual disampaikan dari badan genikulata lateral ke korteks visual melalui
akson bermielin di radiasi optik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa
peta retinotopik akan disampaikan ke korteks. Korteks visual primer merupakan stasiun
pertama signal visual yang datang, namun neuron yang responsif terhadap visual berada
di dalam 6 bagian dari korteks oksipital dan lobus temporal dan parietal, yang
membentuk area penglihatan yang berbeda-beda sesuai dengan masing-masing jalurnya
dengan retina
Pemeriksaan MRI menunjukkan aktivasi dari korteks visual sebagai respon
terhadap stimulasi visual yang berpola seperti yang ditampilkan pada Gambar 15-18.
Ketika setengah lapangan pandang kiri distimulasi, korteks visual pada daerah kanan
teraktivasi dan sebaliknya

Korteks Visual Primer


Korteks visual primer (yang juga disebut korteks kalkarina, area 17, atau V1)
terletak pada permukaan medial dari lobus oksipital di atas dan di bawah fisura
kalkarina (Gambar 15-15). Daerah kortikal ini disebut korteks striate karena jika
dilihat secara histologis, daerah ini terlihat seperti garis-garis belang horizontal yang
berwarna terang (yang disebabkan serabut bermielin yang mengandung substansia
putih) di lamina IV. Ketika diwarnai dengan mitochondrial enzyme cytochrome, lapisan
superfisial (lapisan 2 dan 3) dari area 17 menunjukkan daerah yang kaya akan enzim
(disebut blob region/daerah gumpalan) dan daerah interblob yang mengandung sedikit
enzim. Pada lapisan superfisial dari area 17, input dari parvoselular yang membawa
informasi berupa warna cenderung terproyeksi pada daerah gumpalan sedangkan input
yang membawa informasi berupa bentuk dan warna terproyeksi pada daerah interblob.
Input dari magnoselular yang membawa informasi berupa pergerakan, kedalaman, dan
wujud, diproyeksikan ke lapisan kortekss striate yang lebih dalam.

Korteks Asosiasi Visual (Ekstrastriate)


Selain korteks visual primer, terdapat beberapa area visual (area 18 dan area 19) yang
terdapat di luar korteks visual primer area-area ini disebut sebagai korteks
ekstrastriate atau korteks asosiasi visual. Pada area 18 (V2 dan V3) terdapat dua peta
visual, dan pada area 9 (V3A, V4, dan V5). V2 mengandung garis-garis yang kaya
sitokrom, dan dipisahkan oleh garis interstripes yang mengandung sedikit sitokrom.
Berlanjut dari alur proses informasi visual yang multipel dan paralel, input dari
magnoselular disalurkan ke daerah garis yang tebal sedangkan input dari parvoselular
diproses di daerah interstripe dan garis tipis dari V2.
Korelasi klinis

Pemeriksaan kelainan penglihatan yang akurat merupakan hal yang sangat penting
untuk mengetahui lokasi lesi. Lesi dapat berada di mata, reina, nervus optikus, kiasma
atau traktus optikus, atau korteks visual.
Gangguan penglihatan pada satu mata biasanya terjadi karena kelainan yang
melibatkan mata, retina, atau nervus optikus (Gambar 15-16A).
Defek pada lapangan pandang dapat terjadi pada satu atau kedua lapangan pandang.
Jika lesi terletak pada kiasma optikum, traktus optikus, atau korteks visual, kedua mata
akan mengalami defek lapangan pandang.
Lesi kiasmatik (sering terjadi pada tumor pituitari atau lesi di sekitar sella tursika) dapat
merusak akson dekusasio pada sel ganglion retina di kiasma optikum. Akson-akson
yang rusak ini berasal dari setengah bagian nasal dari kedua retina. Maka pada lesi jenis
ini dapat menyebabkan hemianopsia bitemporal, yang dikarakteristikkan dengan
kebutaan pada setengah lapangan pandang lateral atau temporal masing-masing mata
(Gambar 15-16B).
Lesi di belakang kiasma optikum menyebabkan defek lapangan pandang pada lapangan
temporal dari satu mata, dan bersamaan dengan defek lapangan padang pada lapangan
nasal (medial) dari mata yang lainnya. Gangguan ini disebut juga hemianopsia
homonimus dimana gangguan lapangan pandang berada pada sisi berlawanan lesi
(Gambar 15-16C, 15-16E, dan 15-17).
Jika terjadi lesi pada lobus termporalis maka dapat menyebabkan defisit lapangan
pandang pada kuadran superior kontralateral (pie in the sky). Lingkaran Meyer
membawa serabut radiasi optik yang memberikan lapangan pandang bagian atas sebelah
kontralateral. Gangguan lapangan pandang ini disebut kuadrantanopsia superior
(Gambar 15-16D).

Area MT, suatu area visual yang terletak di daerah posterior dari sulkus temporalis
superior, menerima dan menganalisis informasi tentang lokasi dari stimulus visual,
bukan bentuk ataupun warna. Area MT tidak memberikan informasi tentang apa
stimulus yang diberikan melainkan dimana lokasi dari stimulus tersebut.
Histologi
Korteks visual primer mempunyai enam lapisan. Korteks visual primer juga
mengandung serabut bermielin di lamina IV (garis Gennari, atau garis eksternal
Baillarger; lihat Gambar 15-19). Sel stelata dari lamina IV menerima input dari nukleus
genikulata lateral, dan sel piramidalis dari lapisan V berproyeksi ke kollikulus superior.
Sel lapisan VI mengirim proyeksi yang berulang ke nukleus genikulata lateral.

Fisiologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat peta yang rapi (retinotopik) dari
visual ke beberapa bagian dari korteks visual. Proyeksi dari daerah makula retina
diperbesar pada peta ini, suatu keistimewaan yang mungkin meningkatkan sensitivitas
detail visual dari lapangan pandang sental.
Informasi visual yang diperoleh dari sel ke sel di korteks visual primer akan
diproses dengan cara yang amat kompleks (Gambar 15-20). Simple cells pada korteks
visual mempunyai lapangan reseptif on atau off centre, bentuk seperti persegi
dengan orientasi spesifik, dan diapit oleh zona komplementer. Simple cells biasanya
memberikan respon pada stimulus dari suatu lokasi, misalnya suatu simple cell on
memberikan respon paling baik terhadap stimulus yang berbentuk batang, tepat berada
pada 45, dan diapit oleh area off yang lebih luas pada suatu lokasi. Jika batang
tersebut dirotasi atau dipindahkan sedikit, respon dari simple cell akan hilang. Maka dari
itu, sel ini memberikan respon terhadap garis, pada orientasi tertentu, berada di daerah
tertentu dari pandangan.
Complex cells pada korteks visual mempunyai lapangan reseptiff yang lebih luas
dari simple cells (Gambar 15-20). Sel ini memberikan respon terhadap garis atau tepi
dengan orientasi spesiik (misalnya 60) tetapi akan tereksitasi ketika garis-garis ini
berada dimanapun dalam lapangan pandang tanpa melihat posisinya. Adapun beberapa
complex cells secara khusus sensitif terharap pergerakan dari garis atau tepi.
D.Hubel dan T. Wiesel, yang menerima hadiah nobel atas analisi mereka tentang
korteks visual, mengusulkan bahwa lapangan reseptif dari simple cell di kortes visual
dapat dibentuk dari lapangan neuron visual yang lebih sederhana di genikulata lateral.
Pola konvergen dari neuron genikulata ke sel kortikal visual mendukung hipotesis ini.
Demikian, dengan memproyeksikan ke complex cell di korteks visual, kumpulan dari
simple cells dengan lapangan reseptif yang sesuai dapat menghasilkan respon dengan
tingkat yang lebih tinggi yang memberikan respon terhadap garis dan tepi pada suatu
orientasi di beragam posisi.
Korteks visual mempunyai kolumna orientasi vertikal, dengan diameter sekitar 1
mm. Setiap kolumna mempunyai simple cell yang lapangan reseptifnya hampir sama
dengan posisi dan orientasi retina. Complex cell pada kolumna ini memproses informasi
untuk megeneralisasi dengan mengenali orientasi yang sesuai tanpa dipengaruhi oleh
lokasi stimulus.
Sekitar setengah dari complex cell di korteks visual menerima input dari kedua
mata. Input orientasi dan lokasi stimulus serupa pada kedua mata, namun biasanya
terdapat preferensi pada satu mata. Sel ini disebut memberikan dominasi okular, dan sel
ini juga tersusun dalam suatu pola yang tumpang tindih pada kolumna dominasi okular,
dengan diameter masing-masing 0,8 mm. Kolumna dominasi okular menerima input
dari satu mata bergantian dengan input yang diterima kolumna mata lain (Gambar 15-
21).

Anda mungkin juga menyukai