MATA
Saraf kranial (III, IV, VI) berfungsi (dan mempunyai korelasi klinis) untuk
menggerakan mata, sebagai pusat penglihatan, dan refleks pupil seperti yang telah
dibahas dalam Bab 8. Refleks vestibulo-okular secara singkat akan dijelaskan dalam
Bab 17. Dalam bab ini akan dibahas bentuk, fungsi, dan lesi pada sistem penglihatan
dari retina sampai serebrum.
Sel Batang
Sel batang, yang berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan sel kerucut, merupakan
fotoreseptor yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas rendah dan memberikan
input visual ketika cahaya sedang dalam keadaan redup (misalnya pada saat senja dan
malam). Sementara itu, sel kerucut distimulasi oleh cahaya dengan intensitas yang
relatif tinggi sehingga berfungsi dalam penglihatan yang tajam dan membedakan warna.
Sel batang dan sel kerucut memiliki segmen luar yang mengandung banyak diskus-
diskus yang mengandung pigmen fotosensitif yang bereaksi terhadap cahaya. Selain itu,
mereka juga mempunyai segmen dalam yang mengandung sel nukleus dan mitokondria
serta membentuk sinaps dengan sel bipolar tingkat dua. Tranduksi cahaya menjadi
signal neural terjadi ketika foton diabsorpsi oleh molekul yang bersifat fotosensitif
(pigmen visual) di sel batang dan sel kerucut.
Pigmen visual di dalam sel batang retina disebut rhodopsin, merupakan reseptor
membran yang berhubungan dengan protein-G. Ketika cahaya mengenai rhodopsin,
cahaya akan diubah menjadi metarhodopsin II, kemudian menjadi scotopsin dan
retinene. Reaksi yang diaktikan oleh cahaya ini kemudian akan mengaktivasi protein G
yang dikenal sebagai transdusin, yang akan memecah cyclic guanosine monophosphate
(GMP). Oleh karena cyclic GMP beraksi di sitoplasma fotoreseptor untuk menjaga agar
kanal natrium tetap terbuka, pengurangan cyclic GMP yang dirangsang oleh cahaya
akan menyebabkan penutupan kanal natrium sehingga menyebabkan hiperpolarisasi
(lihat Bab 3). Dengan demikian, sel batang akan mengalami hiperpolarisasi ketika
terkena cahaya dan menyebabkan berkurangnya transmisi sinaps ke sel bipolar.
Sel Kerucut
Sel kerucut juga mempunyai pigmen visual yang memberikan respon maksimal pada
cahaya dengan panjang gelombang 440, 535, dan 565 nm (sesuai dengan ketiga jenis
warna dasar: biru, hijau, dan merah). Ketika sel kerucut terkena cahaya dengan panjang
gelombang yang tepat, akan terjadi kaskade molekular yang mirip dengan sel batang,
dimana protein G akan teraktivasi dan menutup kanal natrium sehingga menyebabkan
hiperpolarisasi.
B. Penglihatan Warna
Spektrum yang menstimulasi retina untuk menghasilkan penglihatan berkisar dari 400
sampai 800 nm. Stimulasi terhadap mata normal, baik oleh seluruh nilai panjang
gelombang tersebut maupun oleh campuran dari beberapa bagian dari spektrum , akan
menghasilkan sensasi cahaya putih. Radiasi monokromatik dari satu bagian spektrum
akan diterima sebagai suatu warna spesifik atau hue. Teori Young-Helmholtz
mendalilkan bahwa retina mengandung tiga jenis sel kerucut dengan fotopigmen yang
berbeda, dimana masing-masing dari ketiga jenis sel kerucut tersebut paling sensitif
terhadap salah satu warna dasar (merah, biru, dan hijau). Sensasi dari warna lain
ditentukan oleh frekuensi relatif impuls tersebut terhadap masing-masing jenis sel
kerucut. Sel ganglion parvocelular menerima signal spesifik warna dari ketiga jenis sel
kerucut ini dan menyampaikannya ke otak melalui nervus optikus.
Setiap jenis fotopigmen telah diidentifikasi dimana sekuens asam amino dari
ketiganya menunjukkan bahwa ketiganya 41% homolog dengan rhodopsin. Pigmen
sensitif hijau sangat mirip dengan pigmen sensitif merah (sekitar 40% homolog) dan
dikode oleh kromosom yang sama. Pigmen sensitif biru hanya homolog sekitar 43%
dengan pigmen merah dan biru dan dikode oleh kromosom yang berbeda.
Pada penglihatan warna yang normal (trikromatik), mata manusia menerima tiga
warna dasar dan dapat mengkombinasinya dengan proporsi yang sesuai untuk
menghasilkan warna putih atau warna dari spektrum lain. Buta warna dapat disebabkan
oleh terdapatnya kelemahan dari salah satu sistem sel kerucut atau oleh penglihatan
dikromatik, dimana hanya dua sistem sel kerucut yang bekerja. Penderita hanya dapat
melihat dua warna dasar dan hanya kedua warna inilah yang dapat dikombinasikan
untuk menghasilkan warna lain. Kebanyakan dikromat buta dengan warna merah-hijau
dan tidak dapat membedakan warna merah, kuning, dan hijau. Pemeriksaan buta warna
menggunakan kartu khusus atau benang rajut berwarna.
C. Akomodasi
Lensa mata tetap berada pada tempatnya karena ditahan oleh serabut-serabut di
antara kapsul lensa dan badan siliaris (Gambar 15-1 dan 15-7). Pada keadaan tidak
terakomodasi, serabut elastik tersebut menjadi tegang dan menarik lensa sehingga lensa
menjadi berbentuk gepeng. Pada keadaan terakomodasi, kontraksi dari dari otot siliaris
sirkular mengurangi tegangan dari serabut elastik, dan alhasil lensa, yang mempunyai
kapasitas intrinsik untuk menjadi lebih bulat, menjadi lebih berbentuk bikonveks. Otot
siliaris adalah otot halus yang diinervasi oleh sistem parasimpatetik (nervus kranialis
III; lihat Bab ); dan bisa dilumpuhkan oleh atropin ataupun obat yang serupa.
D. Refraksi
Ketika seseorang sedang melihat objjek yang jauh, mata yang normal (emetrop)
tidak berakomodasi dan objek berada pada fokus. Mata yang normal dapat fokus
terhadap objek yang jauh pada retina 24 mm di belakang kornea; panjang fokus optik
dan jarak dari kornea ke retina seimbang, dan kondisi ini dikenal sebagai emetropia
(Gambar 15-8). Untuk fokus terhadap objek yang lebih dekat, mata harus meningkatkan
kemampuan refraktifnya dengan cara akomodasi. Kemampuan lensa mata akan hal ini
berkurang seiring dengan usia karena lensa kehilangan elastisitasnya dan mengeras.
Dampak terhadap penglihatan biasanya disadari oleh penderita pada usia sekitar 40
tahun; pada usia 50 tahun, akomodasi secara umum kehilangan kemampuannya
(presbiopia).
Korelasi Klinis
VISUAL PATHWAY
Anatomi
Alur penglihatan dimulai dari retina, melalui nervus optikus, menuju ke otak dimana
akhirnya akan mencapai korteks oksipital. Oleh karena alur penglihatan mempunyai
jalan yang panjang, mereka menjadi lebih rentan terhadap cedera pada daerah multipel.
Maka dari itu, penting bagi klinisi untuk mengerti anatomi dari alur penglihatan
sehingga dapat memudahakan untuk melokalisasi lesi dari sistem penglihatan yang luas
dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Nervus optikus terdiri dari satu juta serabut saraf dan mengandung akson yang
berasal dari lapisan dalam sel ganglion retina. Serabut-serabut ini berjalan melalui
lamina kribosa dari sklera dan menuju ke kanal optik di tengkorak untuk membentuk
kiasma optikum (Gambar 5-1). Serabut-serabut tersebut membentuk setengah daerah
retina berdekusasio do kiasma optikum sedamgkam yang setengah lateralnya temporal)
tidak demikian.
Susunan dari kiasma optikum yaitu akson dari setegah daerah lateral retina kiri
dan setengah daerah nasal retina kanan memproyeksi secara sentral ke belakang kiasma
pada jalur optik kiri. Hasil dari setengah daerah retina kiri dan kanan ini berupa
informasi penglihatan dari sisi kanan. Susunan anatomi ini juga terjadi pada hemisfer
kiri untuk menerima informasi visual kontralateral (sisi kanan) dan sebaliknya (lihat
Gambar 15-14) dan kolikulus superior.
Badan genikulata lateral dan medial mengandung nukleus yang penting, untuk
penting untuk penglihatan dan pendengaran, di dalam talamus. Nukleus genikulata
lateral merupakan struktur yang mempunyai 6 lapisan. Setiap lapisan yang berbeda
mempunyai peran yang berbeda juga dalam proses visual. Signal dari sel ganglion
magnoselular dan parvoselular diteruskan ke lapisan-lapisan genikulata lateral yang
berbeda. Signal ini memberikan aliran informasi visual yang multipel, dan paralel, yang
setiap signalnya berperan dalam menganalisis aspek yang berbeda dari lingkungan
penglihatan. Serabut silang dari traktur optikus berakhir pada lamina 1, 4, dan 6,
sedangakan serabut yang tidak menyilang berakhir pada limna 2, 3, dan 5. Akson traktur
optikus berakhir dengan susunan yang sangat terorganisir, dan akhir dari sinapsnya
terorganir dengan konsep seperti peta (retinotopik) yang mereproduksi geometri retina
(badan genikulata lateral memainkan peran penting pada lapangan pandang daerah
tengah, mungkin dengan memberikan resolusi visual yang lebih bagus, atau sensitivitas
terhadap detail pada daerah ini). Lapangan reseptif dari neuron di badan genikulata
lateral biasanya mengandung on centre yang berhubungan dengan lingkungan off
dan sebaliknya.
Dari setiap badan genikulata lateral, akson akan berproyeksi secara ipsilateral
dengan cara radiasi optik ke korteks kalkarina di lobus oksipital. Maka dari itu,
setengah bagian kanan dari setiap retina (yang berhubungan dengan setengah bagian
dari penglihatan) akan berproyeksi melalui radiasi optik ke lobus oksipital dan
sebaliknya.
Serabut genikulokalkarina (radiasi optik) membawa impuls dari badan
genikulata lateral ke koreteks visual. Mayers loop adalah suatu jalur dari serabut
genikulokalkarina yang melengkung sekitar ventrikel lateral, mencapai ke lobus
termporal sebelum menuju ke koreteks kalkarina. Meyers loop membawa serabut
radiasi saraf untuk memberikan lapangan pandang kontralateral bagian atas. Daerah
korteks berperan lebih luas pada penglihatan sentral (Gambar 15-15).
Selain berproyeksi ke badan genikulata lateral, akson sel ganglion retina di
traktus optikus juga berakhir di kolikulus superior, dimana akson-akson tersebut akan
membentuk peta retinotopik. Kolikulus superior juga menerima sinaps dari korteks
visual dan berproyeksi ke medulla spinalis melalui traktus tektospinal, yang berperan
dalam refleks pergerakan kepala, leher, dan mata sebagai respon dari respon visual
(lihat Bab 13)
Selain itu, juga terdapat saraf aferen dari traktus optikus yang melalui area
pretektal ke neuron parasimpatetik di nukleus Edinger-Westphal (bagian dari nukleus
okulomotor). Akson neuron parasimpatetik mengarah ke nervus okulomotor dan
berhenti di ganglia siliaris (lihat Gambar 15-14). Neuron postganglion di ganglia
siliaris berproyeksi ke otot sfingter iris. Lingkaran neuron ini berperan dalam refleks
cahaya pupil, dimana terjadinya konstriksi pupil sebagai respon mata terhadap
stimuulasi cahata. Akson visual dari setiap traktus optikus berproyeksi ke nukleus
Edinger-Westphal secara bilateral. Demikian, jika cahaya ditujukan ke satu mata saja,
maka konstriksi pupil tidak hanya terjadi pada mata ipsilateral (refleks cahaya langsung)
tetapi juga pada mata kontralateral (refleks cahaya tidak langsung)
KORTEKS VISUAL
Anatomi
Informasi visual disampaikan dari badan genikulata lateral ke korteks visual melalui
akson bermielin di radiasi optik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa
peta retinotopik akan disampaikan ke korteks. Korteks visual primer merupakan stasiun
pertama signal visual yang datang, namun neuron yang responsif terhadap visual berada
di dalam 6 bagian dari korteks oksipital dan lobus temporal dan parietal, yang
membentuk area penglihatan yang berbeda-beda sesuai dengan masing-masing jalurnya
dengan retina
Pemeriksaan MRI menunjukkan aktivasi dari korteks visual sebagai respon
terhadap stimulasi visual yang berpola seperti yang ditampilkan pada Gambar 15-18.
Ketika setengah lapangan pandang kiri distimulasi, korteks visual pada daerah kanan
teraktivasi dan sebaliknya
Pemeriksaan kelainan penglihatan yang akurat merupakan hal yang sangat penting
untuk mengetahui lokasi lesi. Lesi dapat berada di mata, reina, nervus optikus, kiasma
atau traktus optikus, atau korteks visual.
Gangguan penglihatan pada satu mata biasanya terjadi karena kelainan yang
melibatkan mata, retina, atau nervus optikus (Gambar 15-16A).
Defek pada lapangan pandang dapat terjadi pada satu atau kedua lapangan pandang.
Jika lesi terletak pada kiasma optikum, traktus optikus, atau korteks visual, kedua mata
akan mengalami defek lapangan pandang.
Lesi kiasmatik (sering terjadi pada tumor pituitari atau lesi di sekitar sella tursika) dapat
merusak akson dekusasio pada sel ganglion retina di kiasma optikum. Akson-akson
yang rusak ini berasal dari setengah bagian nasal dari kedua retina. Maka pada lesi jenis
ini dapat menyebabkan hemianopsia bitemporal, yang dikarakteristikkan dengan
kebutaan pada setengah lapangan pandang lateral atau temporal masing-masing mata
(Gambar 15-16B).
Lesi di belakang kiasma optikum menyebabkan defek lapangan pandang pada lapangan
temporal dari satu mata, dan bersamaan dengan defek lapangan padang pada lapangan
nasal (medial) dari mata yang lainnya. Gangguan ini disebut juga hemianopsia
homonimus dimana gangguan lapangan pandang berada pada sisi berlawanan lesi
(Gambar 15-16C, 15-16E, dan 15-17).
Jika terjadi lesi pada lobus termporalis maka dapat menyebabkan defisit lapangan
pandang pada kuadran superior kontralateral (pie in the sky). Lingkaran Meyer
membawa serabut radiasi optik yang memberikan lapangan pandang bagian atas sebelah
kontralateral. Gangguan lapangan pandang ini disebut kuadrantanopsia superior
(Gambar 15-16D).
Area MT, suatu area visual yang terletak di daerah posterior dari sulkus temporalis
superior, menerima dan menganalisis informasi tentang lokasi dari stimulus visual,
bukan bentuk ataupun warna. Area MT tidak memberikan informasi tentang apa
stimulus yang diberikan melainkan dimana lokasi dari stimulus tersebut.
Histologi
Korteks visual primer mempunyai enam lapisan. Korteks visual primer juga
mengandung serabut bermielin di lamina IV (garis Gennari, atau garis eksternal
Baillarger; lihat Gambar 15-19). Sel stelata dari lamina IV menerima input dari nukleus
genikulata lateral, dan sel piramidalis dari lapisan V berproyeksi ke kollikulus superior.
Sel lapisan VI mengirim proyeksi yang berulang ke nukleus genikulata lateral.
Fisiologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat peta yang rapi (retinotopik) dari
visual ke beberapa bagian dari korteks visual. Proyeksi dari daerah makula retina
diperbesar pada peta ini, suatu keistimewaan yang mungkin meningkatkan sensitivitas
detail visual dari lapangan pandang sental.
Informasi visual yang diperoleh dari sel ke sel di korteks visual primer akan
diproses dengan cara yang amat kompleks (Gambar 15-20). Simple cells pada korteks
visual mempunyai lapangan reseptif on atau off centre, bentuk seperti persegi
dengan orientasi spesifik, dan diapit oleh zona komplementer. Simple cells biasanya
memberikan respon pada stimulus dari suatu lokasi, misalnya suatu simple cell on
memberikan respon paling baik terhadap stimulus yang berbentuk batang, tepat berada
pada 45, dan diapit oleh area off yang lebih luas pada suatu lokasi. Jika batang
tersebut dirotasi atau dipindahkan sedikit, respon dari simple cell akan hilang. Maka dari
itu, sel ini memberikan respon terhadap garis, pada orientasi tertentu, berada di daerah
tertentu dari pandangan.
Complex cells pada korteks visual mempunyai lapangan reseptiff yang lebih luas
dari simple cells (Gambar 15-20). Sel ini memberikan respon terhadap garis atau tepi
dengan orientasi spesiik (misalnya 60) tetapi akan tereksitasi ketika garis-garis ini
berada dimanapun dalam lapangan pandang tanpa melihat posisinya. Adapun beberapa
complex cells secara khusus sensitif terharap pergerakan dari garis atau tepi.
D.Hubel dan T. Wiesel, yang menerima hadiah nobel atas analisi mereka tentang
korteks visual, mengusulkan bahwa lapangan reseptif dari simple cell di kortes visual
dapat dibentuk dari lapangan neuron visual yang lebih sederhana di genikulata lateral.
Pola konvergen dari neuron genikulata ke sel kortikal visual mendukung hipotesis ini.
Demikian, dengan memproyeksikan ke complex cell di korteks visual, kumpulan dari
simple cells dengan lapangan reseptif yang sesuai dapat menghasilkan respon dengan
tingkat yang lebih tinggi yang memberikan respon terhadap garis dan tepi pada suatu
orientasi di beragam posisi.
Korteks visual mempunyai kolumna orientasi vertikal, dengan diameter sekitar 1
mm. Setiap kolumna mempunyai simple cell yang lapangan reseptifnya hampir sama
dengan posisi dan orientasi retina. Complex cell pada kolumna ini memproses informasi
untuk megeneralisasi dengan mengenali orientasi yang sesuai tanpa dipengaruhi oleh
lokasi stimulus.
Sekitar setengah dari complex cell di korteks visual menerima input dari kedua
mata. Input orientasi dan lokasi stimulus serupa pada kedua mata, namun biasanya
terdapat preferensi pada satu mata. Sel ini disebut memberikan dominasi okular, dan sel
ini juga tersusun dalam suatu pola yang tumpang tindih pada kolumna dominasi okular,
dengan diameter masing-masing 0,8 mm. Kolumna dominasi okular menerima input
dari satu mata bergantian dengan input yang diterima kolumna mata lain (Gambar 15-
21).