Anda di halaman 1dari 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPONS PENDERITA TERHADAP

OBAT

DOSIS YANG DIBERIKAN

(RESEP)
Bisa
- Kepatuhan penderita
diper
- Medication error (perbedaan dalam kualitas baiki

obat)

DOSIS YANG DIMINUM

Faktor-faktor Farmakokinetik:

- Absorpsi (jumlah dan kecepatan)

- Distribusi (ukuran dan komposisi tubuh,

distribusi dalam cairan-cairan tubuh, ikatan

dengan protein plasma dan jaringan)

- Biotransformasi
Eliminasi (kecepatan)
- Ekskresi

- Kondisi fisiologik

KADAR DI TEMPAT KERJA


- Faktor patologis
OBAT
- Faktor genetik

- Interaksi obat

- Timbulnya toleransi
Faktor-faktor Farmakodinamik:

- Interaksi obat-reseptor
Sensitivitas

- Keadaan fungsional jaringan reseptor/jaringan

- Mekanisme homeostatik

INTENSITAS EFEK FARMAKOLOGIK (RESPONS PENDERITA)

1. KONDISI FISIOLOGIK

1.1. ANAK

Usia, berat badan, luas permukaan tubuh dapat digunakan untuk

menghitung dosis anak dari dosis dewasa.

Pada neonates dan bayi premature terdapat perbedaan respons yang

disebabkan oleh belum sempurnanya berbagai fungsi farmakokinetik

tubuh, yakni:

1) Fungsi biotransformasi hati (glukuronidasi, dan juga hidroksilasi)

yang kurang

2) Fungsi ekskresi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli) yang

hanya 60-70% dari fungsi ginjal dewasa

3) Kapasitas ikatan protein plasma (terutama albumin) yang rendah

4) Sawar darah-otak serta sawar kulit yang belum sempurna


Sehingga diperoleh kadar obat yang tinggi dalam darah dan jaringan.

Peningkatan sensitivitas reseptor terhadap beberapa obat

mengakibatkan terjadinya respon yang berlebihan atau efek toksik

pada dosis terapi berdasarkan perhitungan luas permukaan tubuh.

1.2. USIA LANJUT

Perubahan respon penderita usia lanjut disebabkan oleh:

1) Penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli)

Penurunan filtrasi glomerulus sekitar 30% pada usia 65 tahun,

penurunan kapasitas metabolism beberapa obat, berkurangnya

kadar albumin plasma, pengurangan berat badan dan cairan tubuh,

serta penambahan lemak tubuh (mengubah distribusi obat), dan

berkurangnya absorpsi aktif.

2) Perubahan faktor-faktor farmakodinamik, yi peningkatan

sensitivitas reseptor, dan penurunan mekanisme homeostatic

3) Adanya berbagai penyakit

4) Penggunaan obat banyak meningkatkan kemungkinan terjadinya

interaksi obat.

Pada usia lanjut waktu paruh obat bisa meningkat sampai 50% dan

timbul respon yang berlebihan atau efek toksik serta berbagai efek

samping pada pemakaian dosis terapi.


Perubahan respons terhadap obat pada pediatric dan geriatric

Obat Respons Mekanisme


NEONATUS DAN BAYI
PREMATUR Neurotoksisitas Sawar kulit belum sempurna
Heksaklorofen topikal
Sulfonamide, kernikterus (bilirubin masuk Ikatan Br protein plasma
vitamin K kedalam otak ) terdesak oleh obat, kapasitas
ikatan protein plasma menurun,
glukoronidasi Br oleh hepar
menurun, dan sawar darah otak
belum sempurna.
Kloramfenikol Grey baby syndrome Glukoronidasi obat dihepar
menurun, filtrasi glomerulus
menurun, kadar obat dalam
darah dan jaringan meningkat.
Aminoglikosida intoksikasi Filtrasi glomerulus menurun

Barbiturate Depresi pernafasan Sawar darah-otak belum


sempurna.
Salisilat kernikterus (bilirubin masuk Ikatan Br protein plasma
kedalam otak ) terdesak oleh obat, kapasitas
ikatan protein plasma menurun,
glukoronidasi Br oleh hepar
menurun, dan sawar darah otak
belum sempurna.
USIA LANJUT
Digoksin intoksikasi BB menurun, filtrasi glomerulus
menurun, adanya gangguan
elektrolite, penyakit
kardiovaskuler lanjut.
Diuretik tiazid Hipotensi, hipokalemia, BB menurun, filtrasi glomerulus
hiperglikemia, hiperurikemia menurun, dan mekanisme
hemoestatik kardiovaskuler
menurun, urikemia.
Antikoagulan perdarahan Respon hemostatik vaskular
menurun
Barbiturate Bervariasi dari gelisah sampai Sensitivitas otak menurun,
psikosis metabolisme hepar menurun.

Diazepam Depresi SSP Sensitivitas otak menurun,


metabolisme hepar menurun
Fenotiazin Hipotensi postural, hipotermia Sensitivitas otak menurun,
metabolisme hepar menurun,
reaksi choreiform
Triheksifenidil Kebingungan mental, halusinasi, Sensitivitas otak menurun,
konstipasi, retensi urine eliminasi menurun.

Streptomisin Ototoksisitas Fungsi ginjal menurun

Isoniazid hepatotoksitas Metabolisme hepar menurun

Klorpronamid hipoglikemia BB menurun, filtrasi glomerulus


menurun.
2. KONDISI PATOLOGIK

Pembahasan akan dibatasi pada penyakit organ-organ utama yang

melaksanakan fungsi farmakokinetik tubuh.

2.1. Penyakit Saluran Cerna. Penyakit ini dapat mengurangi kecepatan dan/

atau jumlah obat yang diabsorpsi pada pemberian oral melalui

perlambatan pengosongan lambung, percepatan waktu transit dalam

saluran cerna, malabsorpsi, dan/atau metabolisme dalam saluran cerna.

2.2. Penyakit Kardiovaskuler. Penyakit ini menurunkan volume distribusi dan

aliran darah ke hepar dan ginjal untuk eliminasi sehingga kadar obat

tinggi dalam darah dan menimbulkan efek yang berlebihan atau efek

toksik.

2.3. Penyakit Hepar. Penyakit ini menurunkan metabolisme obat sehingga

kadar obat dalam plasma tinggi. Jika hepar rusak, sintesis protein yang

diperlukan untuk mengikat obat dalam plasma menurun sehingga

kadar obat yang terikat plasma berkurang. Kadar obat bebas dalam

plasma meningkat dan dapat memberikan efek farmakodinamik yang

berlebihan.

2.4. Penyakit Ginjal. Penyakit ini menyebabkan ekskresi terganggu sehingga

kadar obat dalam plasma tinggi, terutama untuk golongan yang

diekskresikan dalam bentuk aktif. Efek lebih dan intoksikasi dapat

terjadi. Penyakit ini juga dapat menurunkan kadar protein plasma dan
mengubah kesetimbangan elektrolit asam basa sehingga

mempengaruhi farmakokinetik obat.


Perubahan respons terhadap obat pada berbagai kondisi patologik
Penyakit Obat Respons Mekanisme utama
Penyakit Saluran Cerna
Digoksin, kontrasepsi oral, Respon menurun Waktu transit dalam saluran
Diare/gastroenteritis fenitoin cerna menurun menjadi
waktu untuk obat melarut
dan diabsorpsi menurun
menjadi jumlah obat yang
diabsorpsi menurun.
Digoksin, penicillin Respon menurun Kapasitas absorpsi menurun
Sindrom malabsorpsi
Penyakit Kardiovaskular

Infark miokard dengan Lidokain, prokainamid, Intoksikasi Volume distribusi menurun,


gagal jantung kuinidin aliran darah hepar untuk
eliminasi menurun kadar
obat menurun
Penyakit Hati

Sirosis dengan edema Diuretic tiazid, diuretic kuat ensefalopati Kehilangan banyak K

Penyakit hati/empedu Kontrasepsi oral Kolestasis, toksisitas Ekstrogen menurun


kolestatik ekstrogen naik

Rifampicin, isoniazid, Hepatotoksisitas naik Metabolisme menurun


pirazinamid, metildopa,
Penyakit hati berat klofibrat

Antikoagulan oral Perdarahan Sintesis faktor-faktor


pembenkuan darah
Hepatitis, sirosis hepatitis menurun

Penyakit Ginjal
Digoksin, prokainamid Toksisitas Ekskresi menurun,
Gagal ginjal gangguan elektrolit

Tetrasiklin Kerusakan ginjal (Azotemia) Ekskresi menurun sehingga


efek anti anabolik naik

Diuretic tiazid Respon turun, Ekskresi turun


hiperurikemia,,
hiperglikemia
3. FAKTOR GENETIK

Faktor genetic dapat mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik. Hal

ini sangat mempengaruhi metabolisme obat, sedangkan pengaruhnya untuk

absorpsi, distribusi, dan ekskresi tidak banyak berarti.

Farmakogenetik adalah ilmu khusus yang mempelajari perbedaan respon

tubuh terhadap obat yang disebabkan oleh faktor genetic. Ilmu ini bertujuan

untuk mengidentifikasi perbedaan respon obat dan mengembangkan cara

mengenal penderita yang mempunyai kelainan genetic sehingga dosis dapat

diberikan dengan tepat agar tidak terjadi respon kurang atau lebih.

Contoh obat yang menimbulkan respon berbeda karena perbedaan genetic

Obat Respons Mekanisme kerja


Isoniazid, hidralazin, Asetilator cepat : respon Perbedaan aktivitas
prokainamid, toksisitas oleh derivate enzim N-Asetil
sulfametazin, dapson N-AsetilAsetilator transferase
lambat.
Toksisitas meningkat
Debrisokuin, metoprolol, Hidroksilator ekstensif ; Perbedaan salah satu
lidokain, perheksilin respon hidroksilator sitokrom P-450 hati
lambat yang mengoksidasi
Respon naik debrisokuin-spartein
Diazepam, omeprazole Hidroksilator ekstensif; Perbedaan salah satu
respon hidroksilator sitokrom P-450 hati
lambat yang mengoksidasi S-
Respon naik mefenitoin
Primakuin, kuinin, Hemolisis pada Defisiensi glukosa-6-
kloramfenikol, aspirin pemberian bersama pospat dehidrogenase
obat-obat yang bersifat
oksidator

4. TIMBULNYA TOLERANSI

1. Toleransi primer ( bawaan )

Peristiwa tidak berefeknya obat pada manusia atau binatang yang

dalam tubuhnya atau bawaan lahirnya sudah intoleransi terhadap suatu

bahan atau zat tertentu didalam obat, dimungkinkan karena DNA atau

adanya sel imun yang toleran terhadap zat tertentu.

Misalnya : terhadap beberapa individu yang intoleran terhadap

golongan antibiotika penisillin atau beberapa golongan lainnya.

2. Toleransi sekunder

Peristiwa yang bisa timbul setelah menggunakan obat selama beberapa

waktu dan membutuhkan kenaikan dosis atau pergantian jenis zat

dikarenakan tubuh telah resisten atau berkurangnya kepekaan tubuh

terhadap obat atau suatu zat dalam kadar tertentu maka dibutuhkan

kenaikan dosis atau pergantian jenis zat atau obat.

Misalnya : penggunaan antibiotik yang terus menerus sehingga

diperlukan kenaikan dosis atau pada penggunaan obat darah tinggi


yang dipakai berkala sehingga tubuh tidak atau kurang merespon

terhadap kadar zat tersebut.

Contoh : pengunaan amlodipine 5 mg yang digunakan setiap hari

sehingga tubuh atau saraf reseptor membutuhkan kadar yang berlebih

sehingga dosis dinaikan menjadi 10 mg.

3. Toleransi silang

Peristiwa penggunaaan obat antara zat zat dengan struktur kimia

serupa atau kadang antara zat-zat yang berlainan misalnya alkohol dan

barbital yang akhirnya akan timbul efek yang berlebihan sehingga

tubuh merespon struktur yang sama itu sehingga dianggap obat

tersebut memiliki kadar yang tinggi.

Misalnya : pada penggunaan fenobarbital dan buto barbital secara

bersamaan pada kasus epilepsi.

NAMA: AYU LIFIA NUR KARTIKASARI

NIM : 22165007A

TEORI :6

Anda mungkin juga menyukai