Ipi423633 PDF
Ipi423633 PDF
ABSTRAK
Pendahuluan: Penuaan adalah proses alami yang dialami oleh semua manusia. Perkembangan psikososial lansia ada pada
tahap peningkatan integrasi diri. Terapi individu reminiscence merupakan salah satu bentuk penatalaksanaan psikososial
pada lansia dengan me-recall ingatan mengenai peristiwa hidup di masa lalu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh terapi individu reminiscence terhadap tingkat depresi lansia yang tinggal di panti sosial. Metode:
Penelitian berdesain quasi eksperimental pre-post test dengan kelompok kontrol. Sejumlah 60 lansia direkrut untuk menjadi
responden, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (31 orang) dan kontrol (29 orang). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah terapi individu reminiscence 5 sesi, yang diberikan pada kelompok perlakuan. Sementara,
variabel dependennya adalah tingkat depresi lansia. Data dikumpulkan dengan GDS (Geriatric Depression Scale), dan
dianalisis dengan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney dengan level signifikansi 0,05. Hasil: Setelah mendapatkan terapi
individu reminiscence diketahui bahwa kelompok perlakuan mengalami penurunan tingkat depresi yang signifikan,
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p = 0,008). Diskusi: Terapi individu reminiscence bermanfaat untuk mengatasi
depresi pada lansia. Perawat dapat mengetahui kepribadian dari masing-masing lansia untuk meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan pada lansia tersebut.
ABSTRACT
Introduction: Aging is a natural process in oldest old. The psychosocial development of the elderly to enhance self-
integration. Reminiscence therapy is one of psychosocial treatment for elderly using memory recall of ones life event in
the past. The purpose of this study was to determine the effect of individual reminiscence therapy on depression among
elderly in the social homes. Methods: The study design was used Quasy-Eksperiment Pre-Post Test with Control Group.
A total of 60 elderly people were recruited in this study and assigned into two groups, 31 participants in the intervention
group and 29 participants in the control group. Independent variable was reminiscence therapy five sessions, which given
to the intervention group. While, dependent variable was the level of depression on elderly. Data were collected by using
GDS, then analyzed by using Wilcoxon and Mann-Whitney statistical test with level of significance 0.05. Results:
After providing individual reminiscence therapy, the intervention group showed a significant decrease in depression
as compared to those in the control group was found (p = 0.008). Discussions: The individual reminiscence therapy is
useful to overcome depression among elderly. The nurse can know the personality of each elderly so as to improve the
quality of nursing care for elderly
222
Terapi Individu Reminiscence Menurunkan Tingkat Depresi (Laili Nur Hidayati, dkk.)
223
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 222232
Tabel 2. Perbedaan kondisi depresi pada lansia yang tidak mendapatkan terapi individu
reminiscence
Variabel n Median (min-maks) Mean SD p value
Sebelum 29 7 (5 14) 7,24 2,54
0,046
Sesudah 29 6 (4 13) 6,93 2,04
224
Terapi Individu Reminiscence Menurunkan Tingkat Depresi (Laili Nur Hidayati, dkk.)
Tabel 3. Perbedaan kondisi depresi pada lansia sebelum dan sesudah terapi individu reminiscence
Variabel n Median (min-maks) Mean SD p value
Sebelum 31 8 (5 12) 7,52 1,98
0,008
Sesudah 31 2 (0 6) 2,45 1,87
Tabel 4. Analisis perbedaan perubahan kondisi depresi antara lansia yang mendapatkan dan tidak
mendapatkan terapi individu reminiscence
Kelompok n Median(min-maks) Mean SD p value
Intervensi 31 2 (0 6) 2,45 1,87
0,034
Kontrol 29 6 (4 13) 6,93 2,04
Analisis perbedaan nilai median kondisi penurunan kondisi depresi hanya sebesar 0,31
depresi sebelum dan sesudah intervensi pada (lihat gambar 1).
kelompok intervensi dengan menggunakan uji
Wilcoxon menghasilkan p value sebesar 0,008.
PEMBAHASAN
Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan kondisi depresi antara sebelum dan Kara k ter isti k usia lansia yang
sesudah terapi individu reminiscence yaitu mengalami depresi di PSTW Provinsi DIY
terjadi penurunan skor kondisi depresi (lihat yaitu 70 tahun. Miller (2015) menjelaskan
tabel 3). bahwa dalam teori biologi dan genetik
Analisis statistik perbedaan perubahan terjadinya depresi pada lansia, usia yang
kondisi depresi antara kelompok intervensi semakin menua berkaitan dengan atrofi volume
dan kontrol setelah selesai dilakukan terapi otak yang dapat berkontribusi terjadinya late-
individu reminiscence dianalisis dengan uji life depression. Rentang usia dalam hasil
nonparametrik Mann-Whitney. Hasil ini penelitian ini melebihi usia harapan hidup
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang di Indonesia yaitu pada tahun 2011 mencapai
bermakna kondisi depresi antara lansia yang 69,65 tahun (Kemenkes RI, 2013).
mendapatkan dan tidak mendapatkan terapi Usi a h a r a p a n h id u p s e m a k i n
individu reminiscence sesudah dilakukan meningkat dengan dipengaruhi semakin
terapi individu reminiscence pada kelompok baiknya pelayanan kesehatan mengakibatkan
intervensi dengan nilai p value (0,034) < seseorang mencapai usia tua. Hasil penelitian
(0,05). Kesimpulannya pada = 0,05 Keshavarzi, Ahmadi dan Lankarani (2015)
lansia yang mendapatkan terapi individu
Reminiscence mengalami penurunan secara
bermakna terhadap kondisi depresi yang
dialami (lihat tabel 4).
Kelompok intervensi terjadi penurunan
skor depresi dengan diberikan terapi generalis
sebesar 0,84 poin ditambah terapi spesialis
individu Reminiscence penurunan sebesar
4,23 poin sehingga terjadi penurunan kondisi
depresi sebesar 5,07. Sedangkan pada
kelompok kontrol penurunan skor depresi Gambar 1. Perbandingan penurunan rerata
pada pemberian terapi generalis pertama kondisi depresi antara lansia yang
mendapat terapi generalis dengan
sebesar 0,17 dan pada akhir setelah kelompok
lansia yang mendapat terapi
intervensi mendapatkan terapi individu
generalis dan terapi individu
Reminiscence penurunan sebesar 0,14 sehingga
reminiscence.
225
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 222232
menjelaskan bahwa prevalensi terjadinya adanya penyakit fisik yang dialami. Lansia
depresi semakin meningkat pada usia lanjut semakin panjang usia semakin lama tinggal
dan membutuhkan pelayanan kesehatan yang di panti menjadikan stresor yang lebih tinggi,
lebih adekuat pada klien lansia. Penelitian sehingga perawat harus lebih memperhatikan
Mackin et al (2015) bahwa late-onset kondisi lansia dan menggunakan komunikasi
depression atau depresi yang terjadi saat usia terapeutik dalam memberikan perawatan.
tua berpengaruh pada gangguan memori dan Lansia yang mengalami depresi
fungsi tubuh. Sebaliknya, penelitian Forlani dari hasil penelitian ini lebih dari separuh
et al (2014) prevalensi gejala depresi ringan perempuan, namun memang dari populasi di
akan menurun seiring dengan pertambahan panti baik pada kelompok intervensi maupun
usia dikarenakan adanya hambatan untuk kontrol yang mendominasi adalah perempuan.
mendeteksi depresi pada oldest old secara Miller (2015) menyatakan bahwa jenis kelamin
khusus karena seringkali adanya demensia wanita merupakan salah satu faktor demografi
atau gangguan kognitif. Hal ini didukung yang berpengaruh terjadinya depresi pada
dengan Provinsi DIY memiliki jumlah lansia lansia. Hal ini juga dipengaruhi perubahan
tertinggi sehingga menjadi tantangan ke depan biologik yang terjadi pada wanita yaitu lebih
bagi tenaga kesehatan khususnya perawat cepat daripada laki-laki untuk kehilangan
untuk menjaga kesejahteraan lansia. massa otot ditambah dengan proses menopause
Karakteristik lama masuk panti membuat wanita lebih rentan mengalami
diketahui pada kelompok intervensi rata- osteoporosis (Townsend, 2009). Fenomena
rata lansia tinggal lebih lama masuk di panti ini sesuai dengan penjelasan Stuart (2013)
daripada kelompok kontrol. Townsend (2009) bahwa pada wanita lebih berisiko 2030%
menjelaskan lansia secara pribadi lebih dibandingkan laki-laki untuk terjadi depresi
menyukai tinggal di rumah sendiri atau milik mayor. Penelitian Misesa, Keliat dan Wardani
keluarganya. Pada penelitian ini alasan masuk (2013) di Kalimantan Selatan juga mayoritas
ke panti sebagian besar karena keinginan wanita yang tinggal di panti sosial mengalami
sendiri dan kondisi ekonomi yang kurang. depresi, walaupun memang dari sekian banyak
Selain itu, ada lansia yang memilih tinggal di lansia yang tinggal di panti lebih banyak
panti dengan alasan agar lebih bisa lebih banyak wanita. Penelitian Keshavarzi, Ahmadi dan
waktu untuk beribadah dan mendekatkan Lankarani (2015) memaparkan bahwa 82%
diri kepada Tuhan. Lansia dengan komitmen depresi pada lansia dialami oleh wanita. The
religius yang bagus mempunyai rasio yang National Alliance on Mental Illness (2009) juga
rendah terjadinya bunuh diri, penyalahgunaan mengemukakan bahwa wanita dua kali lebih
obat dan perceraian serta bermanfaat untuk besar dibandingkan laki-laki untuk menderita
kesehatan mental. Kondisi ini didukung depresi yang serius dikarenakan faktor biologis
penelitian yang dilakukan Aly (2010) dan perubahan hormon membuat wanita lebih
bahwa agama dan spiritualitas merupakan rentan terkena depresi. Stres yang dialami
pengalaman mendasar seseorang yang akan akibat kehilangan pasangan atau anak juga
berpengaruh pada kehidupan sehari-hari yang berkontribusi tingginya depresi pada wanita.
dijalani. Lansia yang semakin lama tinggal Karakteristik lansia berdasarkan tingkat
di panti dengan rutinitas kegiatan yang ada pendidikan pada penelitian ini mayoritas
dan aktivitas sehari-hari yang terbatas, sering tidak bersekolah. Klasifikasi pendidikan
adanya ketidakcocokan antara lansia satu menurut Badan Pusat Statistik (2015) bahwa
dengan yang lain membuat lansia menjadi pendidikan dasar dimulai dari Sekolah
tertekan dan berisiko mengalami depresi. Hal Dasar (SD)/sederajat dan Sekolah Menengah
ini sejalan dengan penelitian Hoover et al Pertama (SMP)/sederajat. Hasil penelitian
(2010) semakin lama lansia tinggal di panti ini banyak lansia yang pernah sekolah tetapi
insiden terjadinya depresi semakin meningkat, tidak sampai lulus di tingkat SD/sederajat
didukung dengan semakin menurunnya kondisi termasuk Sekolah Rakyat (SR) sehingga
fisik lansia karena proses penuaan dan juga diklasifikasikan tidak sekolah. Selain itu
226
Terapi Individu Reminiscence Menurunkan Tingkat Depresi (Laili Nur Hidayati, dkk.)
untuk lansia yang berpendidikan tinggi hanya bercerai. Faktor yang memengaruhi kondisi
ada pada kelompok intervensi yaitu sebanyak status perkawinan duda/janda dikarenakan
2 orang yang berpendidikan sampai diploma. kematian, faktor ekonomi dan sudah tidak
Penelitian Zhou et al (2012) menyatakan ada kecocokan lagi untuk hidup bersama.
bahwa sebagian besar lansia dengan depresi Kondisi ini didukung dengan hasil penelitian
mempunyai tingkat pendidikan yang Abe et al (2012) bahwa prevalensi dan faktor
rendah. Pendidikan yang rendah dengan risiko terjadinya depresi lansia bahwa lansia
lingkungan sosial yang kurang mendukung yang hidup sendirian lebih berisiko mengalami
sebagai sumber koping lansia berpengaruh depresi.
terhadap mekanisme koping lansia saat Pasangan yang belum lama meninggal
menghadapi masalah. Hal ini sesuai dengan membuat lansia masih dalam kondisi berduka
teori penuaan kontinuitas yang menjelaskan dan kehilangan pasangan, serta harus hidup
bahwa karakteristik strategi koping seseorang sendirian dapat meningkatkan risiko terjadinya
telah ada jauh sebelum seseorang menjadi depresi pada lansia. Stuart (2013) menjelaskan
tua, sehingga kepribadian juga bersifat bahwa semua orang dengan pengalaman
dinamis dan terus berkelanjutan. Tindakan depresi dan perpisahan mempunyai risiko
yang bisa dilakukan untuk memprediksi untuk melakukan tindakan bunuh diri
bagaimana seseorang bisa menyesuaikan sehingga pada semua lansia yang menderita
menjadi tua dengan memeriksa bagaimana depresi harus dikaji juga untuk bunuh diri.
orang tersebut mampu menyesuaikan dengan Qualls dan Knight (2006) menjelaskan
perubahan dalam kehidupannya (Miller, 2015). kehilangan pasangan dan kondisi lain yang
Stuart (2013) menyatakan pendidikan akan terkait apabila tidak tertangani dengan baik
memengaruhi cara berpikir dan perilaku maka dapat berlanjut dalam kondisi depresi
individu, seseorang dengan pendidikan lebih pada lansia. Hal ini juga sesuai dengan
tinggi akan lebih mudah menerima informasi, penelitian Johnson, Zhang dan Prigerson
mudah mengerti dan mudah menyelesaikan (2008) bahwa gejala depresi seakan-akan tidak
masalah. bisa hilang dikarenakan kematian pasangan
Hasil riset menunjuk kan bahwa yang sebelumnya sangat bergantung pada
pendidikan berkorelasi dengan sumber pasangannya tersebut.
koping seseorang. Pendidikan yang rendah Lansia yang mengalami depresi pada
akan berpengaruh pada pola pemikiran penelitian ini sebagian besar pernah bekerja
sebagai sumber koping dalam penyelesaian di masa lalu, walaupun pekerjaan yang
masalah yang terjadi dalam kehidupan. Lansia dilakukan dengan penghasilan tidak tetap
yang tinggal di panti dengan keterbatasan setiap bulannya. Pekerjaan yang pernah
informasi yang diperoleh karena pengetahuan dilakukan beragam, sebagian besar sebagai
yang rendah, saat mengalami masalah kurang buruh, petani dan wiraswasta serta ada juga
mampu membentuk strategi koping yang beberapa sebagai pegawai negeri sipil. Kondisi
akan dipilih. Apabila penyelesaian masalah lansia dari bekerja menjadi tidak bekerja lagi
tidak dilakukan dengan baik maka dapat dapat berpengaruh timbulnya depresi. Hal
menimbulkan putus asa, tidak bersemangat, ini dikarenakan beberapa hal yaitu aktivitas
selalu berpikiran buruk terhadap diri sendiri yang menurun, perubahan lingkungan sosial
yang pada akhirnya dapat menimbulkan dan penghasilan. Stresor bisa diawali saat
depresi pada lansia tersebut. mulai masa pensiun misalnya adanya tuntutan
Lansia yang mengalami depresi ekonomi sedangkan penghasilan menurun
pada penelitian ini sebagian besar dengan dan perubahan peran yang terjadi baik dalam
status perkawinan duda/janda, baik yang keluarga maupun masyarakat. Hal ini bisa
ditinggalkan pasangan meninggal, perceraian menimbulkan persepsi diri yang negatif yang
maupun pasangan yang masih hidup namun semakin lama dapat berisiko terjadi depresi.
tidak tinggal bersama lagi dikarenakan aturan Hasil ini sejalan penelitian yang
agama yang tidak memperbolehkan untuk dilakukan Keshavarzi, Ahmadi dan Lankarani
227
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 222232
(2015) bahwa depresi pada lansia banyak maka tingkat depresi juga semakin tinggi.
dialami lansia yang tidak bekerja. Townsend Depresi ini sebagian besar tidak disadari
(2009) menjelaskan bahwa aktivitas yang sehingga tidak mendapatkan penanganan
bertujuan merupakan hal yang penting dari tenaga kesehatan. Townsend (2009)
untuk mampu beradaptasi dengan baik juga mengungkapkan bahwa aktivitas yang
agar mampu bertahan hidup. Selain itu juga biasa dilakukan akan terbatas dikarenakan
mengungkapkan bahwa seseorang dengan adanya penyakit atau trauma seiring dengan
ekonomi kurang yang bekerja sepanjang meningkatnya usia.
hidupnya dapat lebih miskin saat lansia, Lansia yang mengalami depresi banyak
sedangkan lainnya menjadi miskin saat tua. dikuasai perasaan sedih, menurunnya minat
Lansia dengan ekonomi menengah mempunyai untuk beraktivitas, merasa tidak berguna dan
kualitas hidup yang lebih baik. Stuart (2013) tidak bahagia. Hal ini sesuai dengan tanda
menjelaskan bahwa pada seseorang yang tidak gejala inti yang muncul pada depresi yaitu
memiliki penghasilan menjadi salah satu faktor anhedonia atau adanya penurunan minat atau
predisposisi terjadinya depresi. Penghasilan kesenangan pada hampir semua aktivitas
ini sebagai dukungan secara finansial yang (Taylor, 2014). Depresi pada lansia semakin
menggambarkan produktivitas lansia, dengan berkembang dikarenakan penyakit fisik dan
tidak adanya dukungan finansial menjadi atau disabilitas (kecacatan) yang terjadi pada
beban psikis bagi orang dengan usia lanjut. lansia (Qualls & Knight, 2006). Kondisi medis
Hasil penelitian ini sesuai penelitian yang dihubungkan dengan depresi meliputi
Hua et al (2015) pada lansia yang tinggal diabetes, kanker, stroke, epilepsi, Parkinson,
di kota China menyatakan bahwa terdapat penyakit jantung, gagal ginjal kronik dan
hubungan yang signifikan antara pendapatan penyakit endokrin lainnya (Stuart, 2013).
rendah dengan terjadinya depresi pada lansia. Penelitian Hoover et al (2010) pada lansia
Penghasilan yang diperoleh tidak hanya dengan perawatan yang cukup lama di rumah
digunakan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diperoleh hasil bahwa nyeri dan
sehari-hari saja akan tetapi juga sebagai penyakit fisik lainnya mempunyai hubungan
cadangan pembiayaan kesehatan. Lansia yang positif dengan munculnya depresi. Hal
dengan semakin bertambahnya usia maka ini berarti penyakit fisik yang dialami di usia
fisik menjadi lebih rentan terhadap penyakit. tua berisiko timbulnya depresi pada lansia.
Kondisi sakit yang dialami disertai tidak Menurut hasil penelitian ini lansia
adanya penghasilan membuat lansia menjadi yang menderita depresi di PSTW Provinsi
putus asa dan menjadi beban secara psikologis Daerah Istimewa Yogyakarta dikategorikan
lansia. depresi ringan. Nilai median pada kedua
Peneliti menyarankan kepada lansia yang kelompok sebelum diberikan terapi hampir
tinggal di panti sosial agar tidak menjadikan sama. Depresi merupakan salah satu gangguan
beban dalam dirinya karena sudah tidak punya alam perasaan (mood) yaitu adanya penurunan
penghasilan lagi. Hal ini dikarenakan untuk mood dengan ditandai adanya perasaan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari sudah dapat sedih, putus asa, kehilangan minat dalam
terpenuhi dan pembiayaan kesehatan sudah beraktivitas, munculnya gejala pada gangguan
ditanggung dari panti. Kondisi yang demikian fisik, nafsu makan berubah serta pola tidur
diharapkan dapat menurunkan tingkat depresi juga berubah (Townsend, 2009). Depresi dapat
yang dialami lansia. dialami pada semua umur (Stuart, 2013) yang
Lansia yang tinggal di panti lebih berbeda antara depresi pada lansia dengan usia
dari separuh yang mengalami sakit fisik. dewasa. Depresi pada saat lansia dibedakan
Stuart (2013) menjelaskan bahwa insiden menjadi dua, yaitu early-life onset (depresi
terjadinya depresi ditemukan sebagian besar kambuh lagi di usia lanjut) dan late life onset
pada pasien dengan penyakit fisik, dengan (onset terjadinya depresi setelah lansia),
semakin berat penyakit fisik yang dialami dengan lebih tingginya tingkat kesakitan dan
228
Terapi Individu Reminiscence Menurunkan Tingkat Depresi (Laili Nur Hidayati, dkk.)
kematian, kecacatan serta ketidaknormalan dengan waktu yang menyesuaikan klien tidak
neuropsikologik dihubungkan dengan harus terikat satu sama lain seperti dilakukan
penurunan fungsi pada lansia (Miller, 2015). dalam kelompok.
Penur unan skor depresi setelah Terapi Reminiscence yang diberikan
mendapatkan terapi individu Reminiscence secara individu ditujukan untuk memulihkan
dari 7,52 menjadi 2,45 poin yang dikategorikan kondisi depresi yang dialami lansia. Hasil
dari depresi ringan menjadi normal. Menurut penelitian yang dilakukan McReady (2010)
Gillies dan James (1994) menjelaskan bahwa dalam Hasson (2013) menunjukkan bahwa
terapi Reminiscence dapat dilakukan secara terapi yang dilakukan secara individu
individu maupun kelompok dapat menjadi cara maka aspek kemanusiaan (humanity) dapat
yang terbaik untuk membantu kesendirian pada terpenuhi dengan kedekatan secara langsung
lansia dengan meningkatkan keterampilan dan sentuhan yang diberikan. Penyembuhan
sosial dan komunikasi yang akan menurunkan secara emosional tidak akan tercapai dengan
gejala depresi yang dialami. Depresi pada teknologi akan tetapi dengan pendekatan secara
lansia merupakan indikasi diberikannya terapi intim, adanya komunitas, seni, musik dan
spesialis keperawatan jiwa sesuai penelitian bermain peran. Selain itu juga Reminiscence
Poorneselvan dan Steefel (2014) bahwa yang dilakukan dengan individu menjadi jalan
Reminiscence yang dilakukan secara individu yang terbaik saat tidak siap untuk bergabung
dapat mengatasi depresi lansia yang tinggal di dengan kegiatan berkelompok (Schweitzer &
panti. Reminiscence berarti memotret kembali Bruce, 2008).
bagian kehidupan masa lalu dan berfokus pada Pelaksanaan penelitian masing-
diri sendiri untuk memperkaya kehidupan masing sesi terapi individu Reminiscence
sehari-hari mereka (Schweitzer & Bruce, yang dilakukan dikembangkan yaitu SolCos
2008). Reminiscence Model yang dimodifikasi oleh
Permasalahan setiap individu yang peneliti. Sesi terapi yang digunakan secara
berbeda sehingga mendukung bahwa dalam umum terdiri dari 5 sesi, mulai dari Sesi 1
pelaksanaan terapi Reminiscence dilakukan Pendahuluan dan memori tentang keluarga;
secara individu sehingga bisa f leksibel Sesi 2 Masa anak-anak; Sesi 3 Pekerjaan; Sesi
menyesuaikan dengan kondisi yang dialami 4 Berkeluarga dan mengasuh anak; dan Sesi 5
masing-masing lansia. Bender, Baucham, dan Evaluasi integritas diri.
Norris (1998) mengemukakan bahwa kondisi Perubahan yang bermakna kondisi
fisik lansia yang semakin lemah membuat depresi yaitu terjadi perubahan yang lebih
lansia membatasi diri untuk bergabung dalam baik dengan menurunnya skor depresi sebesar
sebuah kelompok bersama dengan klien lain 5,07 poin pada kelompok yang mendapatkan
sehingga diperlukan tindakan yang bersifat terapi individu Reminiscence. Pada kelompok
perorangan. kontrol yang tidak mendapat terapi individu
Lansia yang mendapatkan terapi Reminiscence penurunan skor depresi sebesar
Reminiscence secara i ndividu d apat 0,31 poin. Penurunan secara bermakna kondisi
me nc e r it a k a n p e ng a la m a n nya ya ng depresi antara lansia yang mendapat terapi
menyenangkan sehingga merasa nyaman individu Reminiscence dibandingkan dengan
dan senang karena pikirannya kembali lagi lansia yang tidak mendapatkan terapi individu
pada memori masa lalu yang menyenangkan. Reminiscence.
Kegiatan yang dilakukan secara individu ini Hasil penelitian ini juga membandingkan
sangat fleksibel menyesuaikan waktu dan penurunan kondisi depresi dengan pemberian
tempat yang diinginkan lansia serta bisa bebas terapi generalis pada kelompok intervensi
terbuka menceritakan apa yang dirasakan sebesar 0,84 dan kelompok kontrol 0,17.
lansia karena hanya bersama terapis saja. Penurunan kondisi depresi dengan pemberian
Synder dan Lindquist (2002) dalam teorinya terapi spesialis individu Reminiscence sebesar
mengemukakan bahwa Reminiscence yang 4,23 dan kelompok kontrol yang hanya
dilakukan secara individu bersifat informal diberikan terapi generalis sebesar 0,14. Selisih
229
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 222232
perbedaan skor depresi ini cukup signifikan, panti sosial, sesuai dengan penelitian Chen,
hal ini berarti pada lansia yang menderita H. Li dan J. Li (2012) bahwa berdasarkan
depresi lebih efektif apabila diberikan terapi pengalaman klinik melak ukan terapi
spesialis individu Reminiscence dibandingkan Reminiscence, terapi ini dapat dilakukan oleh
hanya terapi generalis saja. perawat yang sudah mendapatkan pelatihan
Lansia pada kelompok yang hanya terapi Reminiscence. Hal ini dikarenakan
mendapatkan terapi generalis penurunan terapi ini tidak menimbulkan efek samping
kondisi depresinya tidak bermakna dengan yang berbahaya bagi lansia.
kategori masih dalam depresi ringan. Perawat juga menjadi tahu lebih banyak
Intervensi yang diberikan tidak secara khusus kepribadian dari masing-masing lansia dengan
menangani depresi yang dialami akan tetapi berbagai macam pengalaman kehidupan masa
pada respons yang muncul dari lansia tersebut lalu serta memberikan kesempatan berinteraksi
yaitu diagnosa keperawatan harga diri rendah. dengan aktivitas yang menyenangkan. Hal
Miller (2015) mengemukakan teorinya bahwa ini sesuai dengan seni terapi Reminiscence
depresi yang muncul pada usia lansia (late life yaitu SolCos Reminiscence Model yang
depression) dikaitkan dengan kumpulan gejala dikembangkan oleh Soltys dan Coats (1994).
depresi yang dialami dan akan berpengaruh Model yang dikembangkan dalam penelitian
pada aktivitas serta kualitas hidup seseorang. ini menyediakan kerangka kerja untuk
Penelitian yang dilakukan Zhou et al (2012) membantu kegiatan Reminiscence tetapi
dengan hasil bahwa terapi Reminiscence dapat juga mengekspresikan dan memperkaya
menurunkan gejala depresi dan meningkatkan pendekatan dari pemberi pelayanan kesehatan
harga diri. dalam berinteraksi (Soltys & Coats, 1995).
Teori Maslow (1954, dalam Meiner & Terapis menjadi semakin memahami
Lueckenotte, 2006) menjelaskan bahwa setiap biografi kehidupan lansia sehingga akan
individu mempunyai kebutuhan internal yang dapat memberikan tindakan yang berfokus
akan memotivasi perilaku manusia. Motivasi dari masing-masing pengalaman yang sudah
setiap individu digambarkan sebagai suatu dilalui.
hirarki kebutuhan yang sangat penting untuk
tumbuh dan berkembang sebagai partisipasi
SIMPULAN DAN SARAN
aktif dalam kehidupan untuk mencapai
aktualisasi diri. Tahap perkembangan terakhir Simpulan
yaitu integritas diri, tahap psikososial ini Terapi individu Reminiscence yang
apabila tidak dapat tercapai dengan baik diberikan pada depresi lansia menurunkan
akan mengakibatkan depresi dan putus asa. kondisi depresi secara bermakna. Perbedaan
Intervensi yang bisa diberikan pada lansia penurunan kondisi depresi pada lansia yang
yang menderita depresi di panti sosial yaitu mendapatkan terapi individu Reminiscence
Reminiscence (Melillo & Houde, 2011). lebih besar secara bermakna dibandingkan
Terapi Reminiscence mudah dilakukan lansia yang tidak mendapatkan terapi individu
dan efisien untuk meningkatkan kapasitas Reminiscence.
adaptif dan ketahanan (resilience) pada lansia
sebagai sumber koping menghadapi situasi Saran
buruk yang dialami serta dapat meningkatkan
Terapi individu Reminiscence bisa
kualitas hidup lansia (Melendez, Foruna,
diberikan pada setting rumah perawatan, panti
Sales & Mayordomo, 2015). Penelitian lain
sosial, rumah sakit dan masyarakat untuk
yang dilakukan Gudex et al (2010) bahwa
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
penggunaan terapi Reminiscence mempunyai
pada lansia. Penelitian selanjutnya diperlukan
efek jangka pendek pada depresi lansia
untuk mengetahui keefektifan terapi individu
sehingga perlu dilakukan secara teratur sebagai
Reminiscence dengan menurunnya tanda dan
aktivitas sosial yang menyenangkan. Tindakan
gejala depresi dan meningkatnya kemampuan
ini bisa dilakukan oleh perawat yang ada di
lansia.
230
Terapi Individu Reminiscence Menurunkan Tingkat Depresi (Laili Nur Hidayati, dkk.)
231
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 222232
232