Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea ( iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan berbagai
penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi
biasanya juga ikut mengalami inflamasi.

Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang
disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut
iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis
tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.

Pola pernyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknik
pemeriksaan laboratorium sebagai sebagai sarana penunjang diagnostik. Lebih dari dari
75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun 37% kasus diantaranya
ternyata merupakan reaksi imunologik yang berhubungan dengan uveitis anterior
meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma reiter, arthritis, psoriatika, penyakit Crohn,
colitis ulserativa dan penyakit Whipple. Keterkaitan antara uveitis anterior dengan
spondilitis ankilosa pada pasien dengan predisposisi genetic HLA-B27 positif pertama
kali dilaporkan oleh Brewerton et al.

Insiden uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior.
Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika
Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah retinopati diabetik dan
degenerasi macular. Umur bervariasi antara usia prepubertas sampai 50 tahun.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Uvea

Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan
khoroid.

Iris

Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang ditengahnya terdapat
lubang yang dinamakan pupil. Iris berpangkal pada badan siliar dan merupakan pemisah
antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan iris warnanya sangat
bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut
kripti. Jaringan otot iris terusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari
pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Iris menipis di dekat
perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil. Pembuluh darah di
sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut
sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang
bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.

2
Korpus Siliaris

Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi di
belakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri
atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi.

Khoroid

Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara sklera dan retina. Khoroid tersusun dari
tiga lapisan pembuluh darah khoroid, besar, sedang dan kecil. Semakin ke dalam letak
pembuluh di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Khoroid di sebelah dalam dibatasi
oleh membrana Bruch dan di sebelah luar dibatasi oleh sklera. Khoroid melekat erat ke
posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid bersambung dengan badan
siliar.

Fungsi dari uvea antara lain :

1. Regulasi sinar ke retina


2. Imunologi, bagian yang berperan dalam hal ini adalah khoroid
3. Produksi akuos humor oleh korpus siliaris
4. Nutrisi
5. Filtrasi

2.2 Definisi dan Klasifikasi

Uveitis diartikan sebagai peradangan dari uveal tract, lapisan pembuluh darah
mata yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur ini biasanya
diikuti oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera, vitreous, retina, dan
nervus optikus.

Uveitis dapat diklasifikasikan menurut :

a. Anatomi
Yaitu berdasarkan seberapa besar bagian uvea yang terkena. Menurut Standardization of
Uveitis Nomenclatur (SUN) Working Group pada tahun 2005 membuat suatu system
klasifikasi secara anatomis suatu uveitis.

Tipe Fokus Inflamasi Meliputi

Uveitis Anterior COA Iritis

3
Iridosiklitis
Siklitis Anterior

Uveitis Intermediat Vitreus Pars Planitis


Siklitis Posterior
Hialitis

Uveitis Posterior Retina dan Koroid Koroiditis Fokal,


Multifokal atau difus
Korioretinitis
Retinokoroiditis
Retinitis
Neuroretinitis

Pan Uveitis COA, Viterus, Retina


dan Koroid

b. Gambaran klinik :

Tipe Keterangan

Akut Karakteristik Episodenya: onset tiba-


tiba, durasi 3 bln

Rekuren Episode berulang, dengan periode


inaktivasi tanpa terapi 3bln

Kronik Uveitis persisten dengan relaps < 3 bln


setelah terapi dihentikan

c. Histopatologi
1. Granulomatosa, umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh
organisme penyebab.
2. Non-granulomatosa, umumnya tidak ditemukan organisme pathogen dan
berespon baik terhadap terapi kortikosteroid sehingga diduga peradangan ini
merupakan fenomena hipersensifitas.

Granulomatosa Non-granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada/ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata

4
Merah sirkumneal Nyata Ringan
Keratik presipitat Putih halus Mutton fat
Pupil Kecil dan tidak teratur Kecil dan tidak teratur
Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Lokas Uvea anterior Uvea anterior, media,
posterior

Nodul iris Tidak ada Kadang-kadang


Perjalanan penyakit Akut Kronik
Kekambuhan Sering Kadang-kadang
Perbedaan Uveitis Granulomatosa dan Non-Granulomatosa

2.3 Epidemiologi

Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya terjadi pada usia muda dan usia
pertengahan. Insidensi dari uveitis di Amerika Serikat sekitar 15 per 100.000 orang per
tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar
50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada
umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti Amerika
Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada dekade 30-
40 tahun.

2.4 Etiologi

Pada kebanyakan kasus tidak diketahui penyebabnya, diduga terjadi proses


inflamasi dan non infeksi.

1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intra


okuler, ataupun iatrogenik.
2. Endogen : karena adanya kelainan sistemik sebagai faktor predisposisi
a. Bakteri : Tuberkulosa, sifilis
b. Virus : Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV, Penyakit
Vogt- Koyanagi-Hanada, Sindrom Bechet.
c. Jamur : Kandidiasis
d. Parasit : Toksoplasma, Toksokara
e. Penyakit Sistemik : Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple
sklerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler
f. Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika

5
g. Neoplastik : Limfoma, reiculum cell carcinoma
3. Immunodefisiensi : AIDS
4. Idiopatik

2.5 Patofisiologi

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu
trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi
terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh
diluar mata.

Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi


hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.
Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu
setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-
partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Apabila presipitat keratik ini besar disebut mutton fat.

6
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit
ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada
perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca
nodules.

Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris
dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula terjadi
perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup
oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah
dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik
mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe.
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada
sudut bilik mata depan, sedangkan pada fase lanjut glaukoma terjadi karena adanya
seklusio pupil.

Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos
humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan
siliar.

2.6 Gejala Klinis

a. Gejala subyektif
1) Nyeri :
Uveitis anterior akut
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan
penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang
timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri
ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi
iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita,
sehingga sulit menentukan derajat nyeri.
Uveitis anterior kronik
Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati
bulosa akibat glaukoma sekunder.
2) Fotofobia dan lakrimasi

7
Uveitis anterior akut
Fotofobia disebabkan spasmus siliar bukan karena sensitif terhadap
cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar,
jadi berhubungan erat dengan fotofobia.
Uveitis anterior kronik
Gejala subjektif ini hampir tidak ataupun ringan.
3) Penglihatan kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan-sedang, berat atau hilang timbul,
tergantung penyebab.
Uveitis anterior akut
Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan aquos dan
badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.
Uveitis anterior kronik
Disebabkan oleh karena kekeruhan lensa, badan kaca dan kalsifikasi
kornea.

b. Gejala objektif
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek,
bila diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.
1) Injeksi Silier
Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna
keunguan.
Uveitis anterior akut
Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi
dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva.
Uveitis anterior hiperakut
Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis
marginalis. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada
pembuluh darah siliar depan dengan reflex aksonal dapat difusi ke
pembuluh darah badan siliar.

2) Perubahan kornea
Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan sel
radang dalam bilik mata depan
pada endotel kornea akibat aliran
konveksi akuos humor, gaya
berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di
bagian tengah dan bawah dan juga difus.
Keratik presipitat dapat dibedakan :
o Baru dan lama : Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih. Lama

8
akan mengkerut, berpigmen dan lebih jernih.
o Jenis sel : Leukosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah,
halus keabuan. Limfosit kemampuan beraglutinasi sedang
dan membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih.
Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi
sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar
dikenal
sebagai mutton fat.
o Ukuran dan jumlah sel : Halus dan banyak terdapat pada iritis dan
iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis
intermedia.
Mutton fat berwarna kebuan dan agak basah. Terdapat pada uveitis
granulomatosa disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, lepra, vogt-koyanagi-
harada dan simpatik oftalmia. Juga ditemui pada uveitis non-granulomatosa
akut dan kronik yang berat. Mutton fat dibentuk oleh makrofag yang bengkak
oleh bahan fagositosis dan sel epiteloid berkelompok atau bersatu
membentuk kelompok besar. Pada permulaan hanya beberapa dengan ukuran
cukup besar dengan hidratasi dan tiga dimensi, lonjong batas tidak teratur.
Bertambah lama membesar dan menipis serta berpigmen akibat fagositosis
pigmen uvea, dengan membentuk daerah jernih pada endotel kornea.
Pengendapan Mutton fat sulit mengecil dan sering menimbulkan perubahan
endotel kornea gambaran merupakan gelang keruh di tengah karena
pengendapan pigmen dan sisa hialin sel.

3) Kelainan kornea
Uveitis anterior akut
Keratitis dapat bersamaan
uveitis dengan etiologi
tuberculosis, sifilis,
lepra, herpes simpleks,
herpes zoster atau reaksi
uvea sekunder terhadap
kelainan kornea.
Uveitis anterior kronik
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descement
dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan
Descement dan vesikel pada epitel kornea.
4) Bilik mata

9
Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya kadar
protein, sel dan fibrin.
4.1. Efek Tyndall
Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling tepat
dengan tyndalometri.
Uveitis anterior akut
Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan derajat
peradangan dan penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan pada
pengobatan uveitis anterior.
Uveitis anterior kronik
Terdapat efek Tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan telah
terjadi perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi
peningkatan efek Tyndall disertai dengan eksudasi sel menunjukkan
adanya eksaserbasi peradangan.
4.2. Sel
Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila
efek Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam
ruangan gelap dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3 mm dengan sudut 45 o.
dapat dibedakan sel yang terdapat dalam bilik mata depan.
Jenis sel : Limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan.
Makrofag lebih besar, warna tergantung bahan yang difagositosis.
Sel darah berwarna merah.
4.3. Fibrin
Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau
bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea.
1.4. Hipopion
Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah.
Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebukan sel
leukosit berinti banyak.

10
5) Iris
5.1. Hiperemi iris
Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang
tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hipremi ini harus
dibedakan dari rubeosis iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa
percabangan abnormal.
5.2. Pupil
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena
iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap
cahaya lambat disertai nyeri.
5.3. Nodul Koeppe
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih,
warna putih keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi baik
pada permukaan atau lebih dalam.
5.4. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai
benjolan putih pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk kelompok
dalam liang setelah mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul Busacca
merupakan tanda uveitis anterior granulomatosa.
5.5. Granuloma iris
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris
merupakan kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti
tuberculosis, lepra dan lain-lain. Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris lain.
Terdapat hanya tunggal, tebal padat, menimbul, warna merah kabur, dengan
vaskularisasi dan menetap. Bila glaucoma hilang akan meninggalkan parut
karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan.
5.6. Sinekia iris
Merupakan perlengketan iris dengan struktur yang berdekatan pada
uveitis anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses
organisasi sel radang dan fibrosis iris. Sinekia posterior merupakan perlengketan
iris dengan kapsul depan lensa. Perlengketan dapat berbentuk benang atau
dengan dasar luas dan tebal. Bila luas akan menutupi pupil, dengan pemberian
midriatika akan berbentuk bunga. Bila eksudasi fibrin membentuk sinekia seperti
cincin, bila seklusio sempurna akan memblokade pupil (iris bombe). Kelainan ini
dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa atau non-granulomatosa, lebih sering
bentuk akut dan subakut, dengan fibrin cukup banyak. Ditemui juga pada bentuk
residif bila efek Tyndall berat. Sedangkan sinekia anterior merupakan
perlengketan iris dengan sudut irido-kornea, jelas terlihat dengan gonioskopi.

11
Sinekia anterior timbul karena pada permukaan blok pupil sehingga akar iris
maju ke depan menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada
dasar iris, sehingga setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea
menarik iris kea rah sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan
determinan uveitis anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam
bilik mata depan.

5.7. Oklusi pupil


Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel radang
pada pinggir pupil.
5.8. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi
iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis
akut disebabkan oleh virus, terutama herpetic.
5.9. Kista iris
Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan, bedah
mata dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel
seperti pada epitel kornea.
6) Perubahan pada lensa.
6.1. Pengendapan sel radang.
Akibat eksudasi ke dalam akuos diatas kapsul lensa terjadi pengendapan
pada kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih
keabuan, bulat, menibul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa.

6.2. Pengendapan pigmen


Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan
lensa menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior
yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.

12
6.3. Perubahan kejernihan
lensa
Kekeruhan lensa
disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses degenerasi-
proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan tergantung
pada tingkat perlengketan lensa-iris, berat dan lamanya penyakit.
7) Perubahan dalam badan kaca
Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa
kolagen, didepan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau
bergerak. Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma dan makrofag.
8) Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni
timbul karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi
menunjukkan berkurangnya peradangan pada bilik mata depan. Hipertoni dini
ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel
radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.

Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan
tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala
uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang
yang hebat sedang terjadi.

a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa

Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,


injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.2,6
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior
kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah
deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat

13
memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah
pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu
small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas
pada herpes zoster dan Fuchs uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada
kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis
mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP
atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu,
akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin
terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia
posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.

Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior

b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa

Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan


berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa.
Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP
mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior
kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul
Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di
seluruh stroma iris disebut nodul Busacca

2.7 Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

14
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien,
misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian
riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien. Keluhan
yang dirasakan pasien biasanya antara lain :

Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa
ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke
daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan
menghilang segera setelah muncul.
Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari
yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
Pandangan kabur (blurring)
Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan Oftalmologi
Visus : Visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah
daripada mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh
penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan
tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow)
cairan akuos
Konjungtiva : Terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada
kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
Kornea : KP (+), Udema stroma kornea
Camera Oculi Anterior (COA) : Sel-sel flare dan/atau hipopion

Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses


inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan
slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan
dari :

0 : Tidak ditemukan sel


+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel

15
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh


darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya
sel-sel bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-
lamp yang sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan
sebagai berikut :

0 : Tidak ditemukan flare


+1 : Terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : Moderat, iris terlihat bersih
+3 : Iris dan lensa terlihat keruh
+4 : Terbentuk fibrin pada cairan akuous

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan


penyakit terkait HLA B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait
iritis.

Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior

Iris : dapat ditemukan sinekia posterior


Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat
pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat
ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.

2.8 Diagnosa Banding

16
1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret
dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier

2. Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.

3. Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/
keruh.

4. Neoplasma
Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa
terdiagnosa sebagai uveitis.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Flouresence Angiografi

FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit


korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna
baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada
FA, yang dapat dinilai adalah edema intraokular, vaskulitis retina,
neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada
koroid.

2. USG

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan


pelepasan retina

3. Biopsi Korioretinal

Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non


granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non spesifik. Sedangkan pada uveitis

17
anterior yang tetap tidak responsive harus diusahan untuk menemukan diagnosis
etiologinya.

2.10 Tatalaksana

Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obat intra okuler, seperti


sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS atau kortikosteroid, dapat juga
digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu pada pengobatan yang tidak berespon
terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.

a. Midriatik atau sikloplegik


Midriatik atau sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia
posterior dan menghilangkan efek fotofobia sekunder yang diakibatkan oleh
spasme dari otot siliaris. Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis
siklopegik yang dibutuhkan semakin tinggi.

b. OAINS
Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan
OAINS dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan.
Pemakaian OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus
peptikum, perdarahan traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik.

c. Kortikosteroid
Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang
berat. Namun efek samping yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus
dengan indikasi yang spesifik, seperti pengobatan inflamasi aktif di mata dan
mengurangi inflamasi intra okuler di retina, koroid dan N.optikus.

d. Imunomodulator
Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam
penglihatan yang sudah tidak merespon terhadap kortikosteroid. Imunomodulator
bekerja dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat
reaksi inflamasi. Indikasi digunakannya imunomodulator adalah :
1. Inflamasi intraocular yang mengancam penglihatan pasien.
2. Gagal dengan terapi kortikosteroid.
3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid.

18
Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis
pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau
kelainan darah. Dan sebelum dilakukan informed concent.

e. Analgetika

Analgetik dapat diberikan secara sistemik terutama diberikan pada kasus uveitis
non granulomatosa, karena biasanya pasien mengeluhkan nyeri.

Untuk uveitis anterior non-granulomatosa

a) Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit


b) Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia
c) Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine
digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda,
dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin
d) Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang dan
menurunkan TIO. Tetes steroid local yang paling aman adalah Fluorometalon
dengan pemberian kurang dari 1 bulan dan membutuhkan pengawasan
e) Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang
tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga
diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka
lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil.
f) Sikoplegik spesifik diberikan dengan waktu 2 minggu untuk mengatasi
penglihatan. Namun, dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama sampai
tidak ada sinekia posterior. Sikloplegik dapat meminimalisir pengeluaran sel-
sel radang dengan mengistirahatkan badan siliar yang sedang meradang.

Untuk uveitis anterior granulomatosa


Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan
sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena.

2.11 Komplikasi

Komplikasi dari uveitis dapat berupa :

19
1. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan
hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penupukan
cairan ini bersama-samadengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur
dari out flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya
dapat diberikan midriatika.
2. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan
gangguan metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak
pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi
post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian
jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan
setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa
fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat
memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata
dengan uveitis.
Prognosis penglihatan pasien dengan katarak komplikata ini tergantung pada
penyebab uveitis anteriornya. Pada Fuchs heterochromic iridocyclitis operasi
berjalan baik dengan hasil visualisasi bagus. Sedangkan pada tipe lain
(idiopatik, pars planitis, uveitis associated with sarcoidosis, HSV, HZF,
syphilis, toksoplasmosis, spondylo arthopathies) menimbulkan masalah,
walaupun pembedahan dapat juga memberikan hasil yang baik.
3. Neovaskularisasi
4. Ablasio retina
Akibat dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.
5. Kerusakan N.optikus
6. Atropi bola mata
7. Edem Kisoid Makulae
Terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan.

2.12 Prognosis
Prognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran
histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat hilang

20
dalam beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering
terjadi kekambuhan. Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat
berlangsung berbulan-bulan hingga bertahunan, kadang-kadang terjadi remisi dan
eksaserbasi. Pada kasus ini dapat timbul kerusakan permanen walaupun dengan
pemberian terapi terbaik.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Uveitis Anterior adalah inflamasi traktus uvea ( iris, korpus siliaris, dan
koroid) dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan
uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.
Penatalaksanaan Uveitis Anterior dapat dilakukan dengan obat-obat intra okuler,
seperti sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid dapat juga digunakan obat-obatan
secara sistemik. Selain itu pada pengobatan yang tidak berespon terhadap
kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator. Prognosis Uveitis Anterior
tergantung dari etiologi atau gambaran histopatologinya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas Sidarta, 2002. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Sagung Seto. Jakarta
Ilyas Sidarta, 2006. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Faultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Vaughan Daniel, 2000. Traktus Uvealis dan Sklera. Oftalmologi Umum. Wydia Medika.
Jakarta.
Gordon, Kilbourn, 2008. Iritis dan Uveitis. E Medicine available from :
http://www.emedicine.com/emrg/byname/iritisdanuveitis.htm.
Skuta Gregory, Chantor Luis, Weiss Jayne, 2008. Clinical Approach to Uveitis.
Intraocular Inflamation and Uveitis. American Academy Ophtalmology.

22
Singapore.
Ardy, Hafid. 1993. Diagnosis Etiologi Uveitis. Cermin Dunia Kedokteran no. 83.
Suharjo, Gunawan, 2005. Gambran Klinis Uveitis Anterior Akuta Pada HLA-B27
Positif.
Samsoe, Sudarman. 1993. Penatalaksanaan Uveitis. Cermin Dunia Kedokteran no. 83.

23

Anda mungkin juga menyukai