Anda di halaman 1dari 3

1.

Gerak Brown

Gerak Brown adalah gerakan terus menerus dari suatu partikel


zat cair ataupun gas, artinya partikel-partikel ini tidak pernah dalam
keadaan stasioner atau sepenuhnya diam. Hal ini, pertama kali dibuktikan dan dicetuskan
oleh Robert Brown seorangbotanis Skotlandia pada tahun 1827. Prinsip gerak ini mudah
sekali, Brown mengamati beberapa partikel dengan mikroskop dan dia menemukan
bahwa pergerakan terus menerus dari partikel-partikel kecil tersebut makin lama makin
cepat bila temperaturnyamakin tinggi.

Gerak ini dapat diamati pada zat cair koloid atau gas. Di dalam suatu ruang
pergerakan partikel gas tersebut (analogi terhadap zat cair juga) bergerak bebas dan tidak
teratur, dengan kata lain partikel gas itu bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Bila partikel gas tersebut menabrak partikel gas lain atau menabrak tembok dinding
ruang, maka kecepatan serta arahvektornya ikut berubah. Penyebaran kecepatan ini dapat
dirumuskan dengan penyebaran kecepatan Maxwell yang memberikan gambaran bahwa
kecepatan partikel tergantung dari temperatur ruang dan lingkungannya. Kecepatan rata-
rata pergerakan molekul di udara adalah 500m/s atau 1800 km/h. Kecepatan ini melebihi
kecepatan gelombang suara yang besarnya 330 m/s. Energi dari partikel gas ideal juga
tergantung dari suhu udara

Molekul-molekul (partikel) pada sistem koloid protoplasma bergerak secara zig-


zag karena molekul dalam koloid saling bertubrukan dan dipengaruhi oleh listrik, berat
jenis, dan suhu (gerak Brown (1872)). Gerak Brown pada protoplasma kecepatannya
tergantung pada besarnya partikel dan suhu protoplasma..

Partikel - partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat
acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat.
Untuk sistem koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel -
partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel - partikel koloid itu sendiri.
Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup
kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu
resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi
gerak zig zag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi.
Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown
yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan
tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).

Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid,
maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel - partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya
semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka
gerak Brown semakin lambat.

2. Viskositas

Viskositas (kekentalan) dapat diartikan sebagai suatu gesekan di dalam cairan zat cair.
Kekentalan itulah maka diperlukan gaya untuk menggerakkan suatu permukaan untuk
melampaui suatu permukaan lainnya, jika diantaranya ada larutan baik cairan maupun gas
mempunyai kekentalan air lebih besar daripada gas, sehingga zat cair dikatakan lebih
kental daripada gas.

Secara fisis, protoplasma mempunyai viskositas yang bervariasi bergantung pada


ukuran dan densitas (kepadatan) partikel yang ada di dalamnya. Viskositas protoplasma
pada suatu bagian sel dapat berbeda dari bagian yang lain. Keadaan ini dapat dilihat
antara lain pada sel amoeba. Bagian luar sitoplasma amoeba (ektoplasma) mempunyai
viskositass yang lebih tinggi dari pada bagian dalam (endoplasma). Hal ini
memungkinkan amoeba dapat bergerak menggunakan kaki semu atau pseudopodia.

Sebagai sistem koloid, protoplasma memiliki tegangan permukaan. Tegangan


permukaan berubah-ubah bergantung dari kekentalannya dan suhu. Pada suhu yang
tinggi, protoplasma mempunyai viskositas rendah. Viskositas diperlukan untuk
kelancaran transport antar membran.

Mengingat bahwa komponen utama protoplasma adalah air maka sifat-sifat


protoplasma juga tidak jauh berbeda dari sifat-sifat air.
Pada sel yang sedang mengalami pertumbuhan, komponen selulosa mikrofibril
merupakan bagian dari matriks yang berupa komponen viskositas. Kita sel mengalami
pembentangan, maka mikrofibril akan mengalami penguraian sehingga proses
pembentangan menjadi lebih maksimal (Marga et al., 2005). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentangan sel selain proses pembelahan juga terdapat faktor-faktor
lain seperti pH, kadar air, dan tekanan osmosis.

Tekanan osmosis dalam sel juga dapat mempengaruhi kadar air dalam sel yang
berpengaruh terhadap proses pembentangan. Dehidrasi akibat perbedaan tekanan osmosis
dalam sel akibat juga dapat mempengaruhi viskositas plasma dalam sel (Martnez et al.,
2007). Viskositas atau disebut juga viskoelastik merupakan perubahan bentuk sel akibat
pengaruh viskositas atau tingkat kekentalan suatu matriks dalam plasma sel.

3. Koagulasi

Dalam hal ini, koagulasi koloid merupakan proses bergabungnya partikel-partikel


koloid secara bersamaan membentuk zat dengan massa yang lebih besar. Pada dasarnya,
penggumpalan partikel-partikel koloid dapat terjadi baik secara fisis maupun secara
kimia. Secara fisis, penggumpalan koloid biasanya terjadi akibat perubahan suhu. Dalam
hal ini, suatu koloid dapat menggumpal ketika dipanaskan dan didinginkan.
Koagulassi merupakan salah satu sifat dari koloid. Partikel-partikel suatu koloid
dapat mengalami penggumpalan membentuk zat semi-padat.
Partikel-partikel yang tersebar dalam protoplasma mempunyai muatan yang sama,
akibat dari saling tolak yang berkelanjutan menyebabkna partikel-pertikel tidak dapat
mengendap dan keadaan ini mempertahankan stabilitas koloid. Jika ion atau partikel
koloid dibuat berlawanan muatan listriknya, akibatnya akan bersifat netral, akibat
selanjutnya partikel-partikel dalam sistem koloid akan menggumpal.

Anda mungkin juga menyukai