Anda di halaman 1dari 19

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

MAKALAH PEMANFAATAN BATUBARA


Pemanfaatan Batubara Sebagai Bahan Bakar PLTU

Dibuat untuk memenuhi syarat ujian akhir semester mata kuliah pemanfaatan
batubara

Oleh :

Nama : Wahyu Eko P


Nim/bp : 1302709/2013
Jurusan : teknik pertambangan (s1)
Dosen pengampu : ansosry, ST, MT

TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batubara saat ini telah digunakan secara besar-besaran untuk
pembangkit tenaga listrik, Saat ini batu bara memberikan pasokan
sebesar 39% bagi listrik dunia. Di banyak negara, peran batu bara jauh
lebih tinggi. Ketersediaan pasokan batu baradengan biaya rendah baik di
negara maju maupun di negara berkembang sangat vital untuk
mendapatkan tingkat pemasangan listrik yang tinggi. Contohnya di Cina,
700 juta orang telah memiliki sistem listrik selama lebih dri 15 tahun
yang lalu. Kini 99% dari negara tersebut telah memiliki sambungan
listrik, dimana sekitar 77% dari listrik tersebut dihasilkan oleh pusat
pembangkit listrik tenaga uap.(WCI, 2005).
Indonesia sendiri Tercatat dari seluruh konsumsi batubara dalam
negeri pada tahun 2005 sebesar 35,341 juta ton, 25,132 juta ton atau
sekitar 71,11% di antaranya digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini,
PLTU berbahan bakar batubara, baik milik Perusahaan Listrik Negara
maupun yang dikelola swasta, ada 9 PLTU, dengan total kapasitas saat
ini sebesar 7.550 MW dan mengkonsumsi batubara sekitar 25,1 juta ton
per tahun.(Nugraha, 2009).
Batubara digunakan sebagai bahan bakar dalam pembangkit tenaga
listrik uap, dimana energi panas yang dikeluarkan oleh batubara mampu
memanaskan air yang terdapat di dalam boiler yang menghasilkan steam
atau uap panas, Jika air didihkan sampai menjadi steam, volumenya akan
meningkat sampai 1600 kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai
bubuk mesiu yang mudah meledak. Energi yang terdapat pada uap panas
ini digunakan untuk memutar turbin dan generator akan berputar dengan
sendirinya sehingga menghasilkan arus listrik. Secara garis besar
pembangkit tenaga listrik uap terdiri atas komponen: boiler, reactor
pembakaran, kondensor, dan turbin uap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Batubara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat
fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai
bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya
terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon,
kira-kira 340 juta tahun yang lalu, merupakan masa pembentukan batu
bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black
coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman
Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai
belahan bumi lain. Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari
tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama
pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang
dapat terawetkan.

B. Tingkatan Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh
tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas
yaitu antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-
10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di
Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
C. Pembentukan batu bara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara
disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2
tahap proses yang terjadi, yakni :

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam
proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan
kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit
menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

D. Sumberdaya batubara
Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama
di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya
dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat
ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua,
dan Sulawesi. Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih
memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi.
Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan
Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala
status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian
besar berada di kawasan hutan konservasi. Rata-rata produksi
pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun.
Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi
dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke
luar.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar
(diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi
ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan
perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu
bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil
terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan
milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi
listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin
membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik
melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2,
NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai
tambah tinggi. Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih
bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan
petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah
dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk
mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran
langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan
lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar PLTU


Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber
daya alamnya. Salah satu potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia
adalah batubara. Berdasarkan data dari hasil riset Departemen ESDM,
Total sumber daya batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar
ton, dimana cadangan batu bara diperkirakan 21 miliar ton. Tambang
batubara utama berlokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan. Produksi batubara meningkat sebesar 16% per tahun
selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari total produksi batubara
diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Eropa.

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang


mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik.
Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang
dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap
panas/kering. Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai
macam bahan bakar terutama batu bara dan minyak bakar serta MFO
untuk start up awal.

PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap


yang terdiri dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai
mendapat tempat sebagai bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring
dengan perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu
mengakomodasi batubara berkualitas rendah.
Gambar 3.1 Skema PLTU Bahan Bakar Batubara

B. Tahapan Pembakaran dalam Pengolahan Batubara Sebagai Bahan Bakar


PLTU
1. Pembakaran Lapisan Tetap
Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses
pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan
kadar abu yang tidak terlalu rendah danberukuran maksimum sekitar
30mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran
batubara yang digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah
fine coal yang ikut tercampur ke dalam batubara tersebut. Alasan tidak
digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah adalah
karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan
abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) pada
stoker boiler.

Gambar 3.2 Stoker Boiler

2. Pembakaran Batubara Serbuk Coal Combustion/PCC


Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal
pulverizer (coal mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74m),
kemudian bersama sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke
boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas
batubara yang digunakan, terutama sifat ketergerusan (grindability),
sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara
yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat
ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas 40
dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel ratio)
kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan
menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan
sisanya berupa fly ash.
Gambar 3.3 PCC Boiler

3. Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)


Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih
dulu dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum
25mm. Tidak seperti pembakaran menggunakan stoker yang
menempatkan batubara di atas kisi api selama pembakaran atau
metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara dan udara pada
saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi
mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu
dari bagian bawah boiler.
Gambar 3.4 Tipikal boiler FBC
Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk
memanaskan air menjadi uap untuk memutar turbin uap, dihasilkan
pula gas hasil pembakaran yang memiliki tekanan tinggi yang dapat
memutar turbin gas, sehingga PLTU yang menggunakan PFBC
memiliki efisiensi pembangkitan yang lebih baik dibandingkan
dengan AFBC karena mekanisme kombinasi (combined cycle) ini.
Nilai efisiensi bruto pembangkitan (gross efficiency) dapat mencapai
43%.

Gambar 3.5 Prinsip kerja PFBC


Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi
sebagian (partial gasifier) yang menggunakan teknologi gasifikasi
lapisan mengambang (fluidized bed gasification) kemudian
ditambahkan pada unit PFBC. Dengan kombinasi teknologi gasifikasi
ini maka upaya peningkatan suhu gas pada pintu masuk (inlet) turbin
gas memungkinkan untuk dilakukan.

Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon


yang dicapai adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi
100% melalui kombinasi dengan pengoksidasi (oxidizer).
Pengembangan lebih lanjut dari PFBC ini dinamakan dengan
Advanced PFBC (A-PFBC), yang prinsip kerjanya ditampilkan pada
gambar 10 di bawah ini. Efisiensi netto pembangkitan (net efficiency)
yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat tinggi, dapat mencapai 46%.

Gambar 3.6 Prinsip kerja A-PFBC


Ruang pembakaran utama (primary combustion chamber) dan
ruang pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh
dinding penghalang yang terpasang miring. Kemudian, karena pipa
pemanas (heat exchange tube) tidak terpasang langsung pada ruang
pembakaran utama, maka tidak ada kekhawatiran terhadap keausan
pipa sehingga pasir silika digunakan sebagai pengganti batu kapur
untuk media FBC. Batu kapur masih tetap digunakan sebagai bahan
pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan sesuai dengan keperluan
saja.

Gambar 3.7 ICFBC


Pada sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang digunakan
untuk menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang
tersedia di pasaran saat ini untuk tipe tersebut misalnya Chevron
Texaco (lisensinya sekarang dimiliki GE Energy), E-Gas (lisensinya
dulu dimiliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir Conoco Phillips ),
dan Shell. Prinsip kerja ketiga alat tersebut adalah sama, yaitu
batubara dan oksigen berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya
kemudian dilakukan reaksi berupa oksidasi sebagian (partial
oxidation) untuk menghasilkan gas sintetis (syngas), yang 85% lebih
komposisinya terdiri dari H2 dan CO. Karena reaksi berlangsung pada
suhu tinggi, abu pada batubara akan melebur dan membentuk slag
dalam kondisi meleleh (glassy slag). Adapun panas yang ditimbulkan
oleh proses gasifikasi dapat digunakan untuk menghasilkan uap
bertekanan tinggi, yang selanjutnya dialirkan ke turbin uap.
Gambar 3.8 Tipikal IGCC

4. Pembangkitan Kombinasi Dengan Gasifikasi Batubara


Peningkatan efisiensi pembangkitan dengan mekanisme
kombinasi melalui pemanfaatan gas sintetis hasil proses gasifikasi
seperti pada A-PFBC, selanjutnya mengarahkan teknologi
pembangkitan untuk lebih mengintensifkan penggunaan teknologi
gasifikasi batubara ke dalam sistem pembangkitan. Upaya ini akhirnya
menghasilkan sistem pembangkitan yang disebut dengan Integrated
Coal Gasification Combined Cycle (IGCC).

C. Gambaran umum dan Mekanisme kerja peralatan PLTU batubara


Seperti kita ketahui bahwa PLTU batu bara merupakan jenis
pembangkit terbesar yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia
(PLN) untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik dan untuk mengurangi
ketergantungan BBM pada PLTD (Diesel). Ini tercermin pada program
percepatan listrik nasional tahap pertama dan kedua, walaupun porsinya
dikurangi di tahap kedua. Untuk itu, berikut ini singkat sistem kerja PLTU
batubara yang ada dan berdasar pada referensi. Prinsip kerja PLTU
batubara secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.9 Prinsip kerja PLTU
Keterangan gambar :
1. Cooling tower
2. Cooling water pump
3. Transimission line 3 phase
4. Transformer 3-phase
5. Generator Listrik 3-phase
6. Low pressure turbine
7. Boiler feed pump
8. Condenser
9. Intermediate pressure turbine
10. Steam governor valve
11. High pressure turbine
12. Deaerator
13. Feed heater
14. Conveyor batubara
15. Penampung batubara
16. Pemecah batubara
17. Tabung Boiler
18. Penampung abu batubara
19. Pemanas
20. Forced draught fan
21. Preheater
22. combustion air intake
23. Economizer
24. Air preheater
25. Precipitator
26. Induced air fan
27. Cerobong
Prinsip kerja PLTU batubara adalah sebagai berikut :
1. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan
conveyor (14) kemudian dihancurkan dengan the pulverized fuel
mill (16) sehingga menjadi tepung batubara.
2. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas
(24) oleh forced draught fan (20) sehingga menjadi campuran udara
panas dan bahan bakar (batu bara).
3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara
disemprotkan kedalam Boiler sehingga akan terbakar dengan cepat
seperti semburan api.
4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding Boiler,
air tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut
dialirkan ke tabung boiler (17) untuk memisahkan uap dari air yang
terbawa.
5. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater(19) untuk
melipatgandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu
570C dan tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa ikut
berpijar merah.
6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi inilah yang menjadi
sumber tenaga turbin tekanan tinggi (11) yang merupakan turbin
tingkat pertama dari 3 tingkatan.
7. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat
menyeting steam governor valve (10) secara manual maupun
otomatis.
8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari Turbin tekanan tinggi (11)
akan sangat berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke
boiler re-heater (21) untuk meningkatkan suhu dan tekanannya
kembali.
9. Uap yang sudah dipanaskan kembali tersebut digunakan sebagai
penggerak turbin tingkat kedua atau disebut turbin tekanan sedang
(9), dan keluarannya langsung digunakan untuk menggerakkan
turbin tingkat 3 atau turbin tekanan rendah (6).
10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas
titik didih, sehingga perlu di alirkan ke condensor (8) agar menjadi
air untuk dimasak ulang.
11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed
pump (7) untuk dimasak ulang. awalnya dipanaskan di feed heater
(13) yang panasnya bersumber dari high pressure set, kemudian ke
economiser (23) sebelum di kembalikan ke tabung boiler(17).
12. Sedangkan Air pendingin dari condensor akan di semprotkan
kedalam cooling tower (1) , dan inilah yang meyebabkan timbulnya
asap air pada cooling tower. kemudian air yang sudah agak dingin
dipompa balik ke condensor sebagai air pendingin ulang.
13. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3
phase (5), Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan
menengah ( 20-25 kV).
14. Dengan menggunakan transformer 3 phase (4) , tegangan dinaikkan
menjadi tegangan tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian
dialirkan ke sistem transmisi 3 phase.
15. Sedangkan gas buang dari boiler di isap oleh kipas pengisap(26)
agar melewati electrostatic precipitator (25) untuk mengurangi
polusi dan kemudian gas yg sudah disaring akan dibuang melalui
cerobong (27).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan mengenai Pemanfaatan
Batubara Sebagai Bahan Bakar PLTU dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengertian batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar,
terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
2. Bahan bakar yang digunakan pada PLTU adalah batubara jenis
subbituminus dan bituminus.
3. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU merukan solusi
yang dapat dipilih untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak
sebagai sumber tenaga pembangkit listrik.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/55111505/Batubara-Sebagai-Bahan-
Bakar-PLTU. (diakases tanggal 01 JUNI 2017)
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2014/02/20/teknologi-
pembakaran-pada-pltu-batubara-636534.html. (diakses tanggal
01JUNI 2017)
http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara. (diakses tanggal 01 JUNI
2017)
Sodiqin mandala putra .(2011). Teknologi pemanfaatan batubara
untuk Menghasilkan batubara cair, pembangkit tenaga Listrik, gas
metana dan briket batubara. Jurnal Pemanfaatan Batubara.
Palembang : Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai