Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT HUSADA

Nama Mahasiswa : Garry Tanda Tangan :

NIM : 112015217 Tanggal :

Pembimbing : dr. Himawan

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A. W Agama : Islam

Umur : 31 tahun Suku Bangsa : Betawi

Jenis kelamin : Laki-laki Status Pernikahan : Sudah menikah

Alamat : Diketahui Tanggal / Jam berobat : 25-10-2017 /

Pekerjaan : Swasta pk. 18.10 WIB

I. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesa tanggal 25 Oktober 2017 jam 18.30 WIB
1. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit
2. Keluhan tambahan : Mual muntah dan demam
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Husada dengan keluhan nyeri pada perut bagian
kanan bawah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Rasa nyeri seperti
ditusuk dan sedikit berkurang bila pasien meringkuk. Nyeri terkadang
dirasakan menjalar ke pinggang kanan. Rasa nyeri dirasakan terus menerus
dan bertambah bila pasien mencoba berjalan. Selain rasa nyeri, pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah satu kali selang kurang lebih 30 menit setelah
nyeri perut kanan bawah dirasakan. Muntah berisi makanan dan minuman.

1
Pasien juga mengeluhkan badan terasa demam sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit, demam dirasa tidak terlalu tinggi, tidak ada mimisan atau gusi
berdarah. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada gangguan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang serupa. Pasien juga
tidak mempunyai riwayat sakit lambung, darah tinggi, kencing manis, asma
maupun keganasan. Pasien tidak memiliki alergi obat ataupun makanan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang seupa dengan pasien.
Keluarga pasien juga tidak mempunyai riwayat sakit lambung, darah tinggi,
kencing manis, asma maupun keganasan.

II. STATUS PRAESENS


Diperiksa pada tanggal 13 Oktober 2017 jam 19:15 WIB
1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4 M6 V5
Tanda vital
- Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
- Denyut nadi : 84 x / menit
- Suhu : 37.6 0C
- Laju pernafasan : 24 x/menit

Pemeriksaan Sistem

a. Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak teraba massa/ benjolan.


Kulit kepala tidak ada kelainan, rambut berwarna hitam dan
distribusi merata serta tidak mudah dicabut.
b. Mata : palpebral superior et inferior, dextra et sinistra tidak tampak
edema / cekung, konjungtiva anemis (-/-); sclera ikterik (-/-),
pupil bulat, isokor, diameter 3mm, reflex cahaya (+/+),
kornea jernih
c. Telinga : bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula

2
(-/-), KGB preaurikuler dan retroaurikuler dextra et sinistra
tidak teraba membesar, liang telinga dextra et sinistra lapang,
tidak ada sekret, tidak ada serumen.
d. Hidung : bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, mukosa
hiperemis (-), nyeri tekan sinus paranasal (-)
e. Mulut : tidak ada perioral sianosis, tonsil T1-T1, mukosa hiperemis
(-), caries dentis (-), bercak (-), papil lidah atrofi (-)
f. Leher : trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB
submandibular dan servikal dextra et sinistra tidak teraba
membesar
g. Thorax
- Paru : a. Inspeksi
Bentuk normal, pergerakan dada saat keadaan statis dan
dinamis simetris, tidak tampak retraksi dinding dada maupun
otot- otot pernafasan
b. Palpasi
Pergerakan dada saat statis dan dinamis simetris, tidak teraba
cekungan / retraksi sela iga. Fokal fremitus kanan kiri terdengar
simetris
c. Perkusi
Sonor diseluruh lapang paru, batas paru hepar di ICS VI
Midclavicula line dextra
d. Auskultasi
Vesikuler di seluruh lapang paru, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
- Jantung : a. Inspeksi

Pulsasi ictus cordis tidak tampak

b. Palpasi

Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V Midclavicula line sinistra

c. Perkusi

Redup

Batas jantung kanan : midsternum

3
Batas jantung atas : ICS III Parasternalis line sinistra
Batas jantung kiri : ICS V Midclavivula line sinistra

d. Auskultasi 25June1961 , 25061961

Bunyi Jantung I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)

h. Abdomen : ( Lihat status lokalis bedah)


i. Ekstremitas dan tulang belakang : Akral teraba hangat, perfusi jaringan
arteri perifer baik, capillary refill tme < 2 detik, tidak tampak edema pada
ekstremitas atas/ bawah baik kanan maupun kiri, tulang belakang tidak
tampak adanya scoliosis, lordosis maupun kifosis
j. Genitalia eksterna : tidak dilakukan karena apsien tidak bersedia
k. Kulit : turgor kulit baik, ikterik (-), tidak tampak kelainan
l. Kelenjar getah bening : tidak teraba membesar

2. Status Lokalis Bedah Regio Abdomen


- Inspeksi : bentuk abdomen datar, simetris, tidak terlihat adanya massa /
benjolan, tidak terlihat jaringan parut / luka bekas operasi, tidak
ada gambaran caput medusae, pulsasi / peristaltic usus tidak
terlihat
- Auskultasi : bising usus normoperistaltik (11)
- Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
- Palpasi : supel, defans muskuler ( - ), hepar dan lien tidak teraba
membesar , Mc Burney sign ( + ), Rovsing sign ( + ), Blumberg
sign ( + ). Obturator sign (-), Psoas sign (+)
- Rectal touche : tidak dilakukan karena pasien menolak.

III. PEMERIKSAAN KHUSUS LAIN


- Foto Thorak tanggal 25 Oktober 2017
Kesan : Jantung tak membesar ; Paru dalam batas normal

4
IV. LABORATORIUM
Lab darah tanggal 25 Oktober 2017 Jam 09.30 WIB

Hematologi

Parameter Unit Satuan Nilai rujukan


Hemoglobin 13.5 g/dL 11.7 -15.5
Hematokrit 39 % 35 47
Leukosit 16.900 103 / dL 3.6 11.0
Trombosit 281 ribu/dL 150 450
MCV 84 fL 80 -100
MCH 30 pg/mL 28 33
MCHC 35 g/dL 32 36
Eritrosit 4.6 juta/dL 4.20 5.40

Hemostasis

Parameter Unit Satuan Nilai rujukan


PT ( Pasien ) 11.3 Detik 9.0 12.1
PT ( Kontrol ) 10.0 Detik
APTT ( Pasien ) 45.4 Detik 31.0 47.0
APTT ( Kontrol ) 35.0 Detik

Kimia klinik

Parameter Unit Satuan Nilai rujukan


Glukosa sewaktu cito 86 mg/dL 70-200
Ureum darah 21 mg/dL 19-49
Kreatinin darah 0.82 mg/dL 0.6 1.1
GFR 111.1 mL/min/1.73m^2 78.0 116.0
Kalium ( K ) 4.0 mmol/L 3.5 5.0
Natrium ( Na ) 138 mmol/L 136 - 146

5
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 31 tahun datang ke IGD RS Husada dengan keluhan nyeri pada
perut bagian kanan bawah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Rasa nyeri seperti ditusuk
dan sedikit berkurang bila pasien meringkuk. Nyeri terkadang dirasakan menjalar ke
pinggang kanan. Rasa nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah bila pasien mencoba
berjalan. Selain rasa nyeri, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah satu kali selang
kurang lebih 30 menit setelah nyeri perut kanan bawah dirasakan. Muntah berisi makanan
dan minuman. Pasien juga mengeluhkan badan terasa demam sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit, demam dirasa tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan Mc Burney
sign (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign ( +), Psoas sign (+). Pada pemeriksaan penunjang
ditemukan kadar leukosit yang meningkat yaitu 16.900.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Apendisitis Akut
VII. DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis
Limfadenitis Mesenterika
Infeksi Panggul
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Apendikogram
IX. PENGOBATAN
Appendiktomi (Lihat Lampiran 1)
Ceftriaxone 2 x 1 gram
Metronidazole 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x1 gram
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

6
XI. PEMBAHASAN UMUM
Anatomi Apendiks
Apendiks ileum dan kolon asendens beasal dari midgut/usus tengah. Apendiks
pertama kali tampak pasa saat minggu ke delapan perkebangan embriologi sebagai bagian
ujung dari sekum. Dasar dari apendiks dapat ditemukan dengan mengikuti taenia coli yang
berorientasi longitudinal ke pertemuan mereka pada sekum. Ujung apendiks dapat ditemuka
di berbagai lokasi. Lokasi tersering ditemukannya apendiks yaitu di retrosekal, namun masih
dalam rongga intra peritoreal. Pada 30% populasi ujung apendiks ditemukan di daerah pelvik
dan 7% di daerah retroperineum. Bervariasinya lokasi dari ujung appendiks cenderung
menjelaskan berbagai gejala yang berhubungan dengan radang apendiks.1,2,3
Apendiks berbentuk tabung seperti umbai cacing, dengan ukuran bervariasi dari 2
hingga 20 cm, dan panjang rata-ratanya yaitu 9 cm pada orang dewasa. Pada pemeriksaan
histologis dari apendiks menunjukkan bahwa sel goblet , yang menghasilkan mucus tersebar
ke seluruh mukosa apendiks. Submukosa apendiks berisi folikel limford yang menyebabkan
adanya spekulasi bahwa apendiks mungkin memiliki peranan penting namun belum jelas,
dalam fungsi kekebalan tubuh disini selama perkembangan. Sistem limfatik mengali ke
anterior dari kelenjar getah bening ileocolic (Nodi lymphoidei ileocolici).1,2,3
Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularisyang merupakan cabang dari
arteri ileocolica. Arteri apendikularis berasal dari posterior ileum terminal, memasuki
mesoappendiks yang dekat dengan dasar appendiks . Arteri apendikularis merupaka arteri
tanpa kolateral, yang apabila terjadi penyumbatan pada arteri ini, apendiksakan mengalami
gangren. 1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

7
Persarafan apendiks berasal dari elemen simpatis yaitu plexus mesenterika superior
(TI0-LI) dan aferen dari elemen parasimpatis melalui Nervus Vagus (N.X). Oleh karena itu,
nyeri visceral pada apendisitis bermua di sekitar umbilikus.1,2,3

Fisiologi Apendiks
Apendiks menhasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara apendisitis.1,2,3
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Numun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempegaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe
disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan dis eluruh tubuh.
1,2,3

Apendisitis Akut
Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-
hari. 1,2,3
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun , setelah itu menurun.
Insidens pada laki-laki dan permpuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
ketika insidens pada laki-laki lebih tinggi. 1,2,3
Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus. Disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askeris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lainnya yang diduga dapat menimulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasite seperti E. histolytica. 1,2,3
Penelitian epidemoologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
8
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut. 1,2,3

Patologi
Pada dasarnya apendisitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.1
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Setelah
mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum
parietale maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney).
Titik Mc Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus.1
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.1
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi yaitu dengan
mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate apendiks dan disebut proses walling off.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.1
Pada orangtua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah
lemah dan telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.1

Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh terjadiya
peradagan mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, baik disertai maupun
tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal. 1,2,3

9
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan akan menurun. 1,2,3
Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah, ke titik Mc Burney.
Disini nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatic
setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. 1,2,3
Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindungi oleh
sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena
kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 1,2,3
Radang pada apendiks yang rerletak di rongga pelvis dapat menimbulakan gejala dan
tanda rangsanagan sigmoid atau raktum sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan
rektum sehingga peristalsis meningkat dan pengososongan rektum menjadi lebih cepat serta
berulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing akibat rangsagan apendiks terhadap dinding kandung kemih. 1,2,3
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan . Anak sering tidak bisa melukisakan rasa
nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik.
Karena gejala yang tidak khas tersebut, apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi
perforasi. Pada bayi, 80% - 90% apandesitis baru diketahi setelah terjadi perforasi. 1,2,3
Pada beberapa keadaan, apendisitis akut agak sulit didiagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan teradi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut,
gejalanya sering samar-samar sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi. 1,2,3
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitas adalah nyeri perut, mual dan muntah. Hal
ini perlu dicerati karena pada khamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
kelhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke region lumbal kanan. 1,2,3

10
Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100


Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah
kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu 50
tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Pemeriksaan
Biasanya terdapat demam ringan dengan sUhu sekitar 37,5oC - 38,5oC. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. 1,2,3
Pada infeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderitadengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atau pada abses periapendikuler. 1,2,3
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disetai nyeri
lepas. Defens muskular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan
perut kanan bawah ini merupaka kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah, akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal
atau retroileal, diperukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 1,2,3
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan rasa nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan telujuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika, tanda perut
sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur. 1,2,3
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditunjukkan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot
psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aletis sendi panggul kanan,

11
kemudian paha kananditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamanan
apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.1,2,3
Pada auskultasi, peristalsis usus sering normal tetapi dapat juga menghilang akibat
adanya ilens paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis
perforata.1,2,3

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix.
Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut

12
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)

Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila
pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.

13
Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.

Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau
Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium2,3,6,7)

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada


keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the
left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung
jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis
sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
Appendix dengan atau tanpa abscess.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai
respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam
inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000,
dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.
Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam
sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.

14
.Ultrasonografi1,2,6,7)

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix


diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-
posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung
diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar
dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.

USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian
positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya,
dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith,
dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang
akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh
karena tekanan.

15
Gambar .Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)

Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang
dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak
spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih
dari proses pneumoni lobus kanan bawah.

Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.
Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih
mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai
adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak
spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari
pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan
tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

16
Gambar . Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata

dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)

Gambar. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix

(panah) dengan appendicolith1)

17
Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)

USG CT Scan Appendix

Sensitivitas 85% 90-100%

Spesifitas 92% 95-97%

Penggunaan Evaluasi pasien pada Evaluasi pasien pada


pasien Appendicitis pasien Appendicitis

Keuntungan Aman Lebih akurat

Relatif murah Lebih baik dalam


mengidentifikasi Appendix
Dapat menyingkirkan normal, phlegmon dan
penyakit pelvis pada abscess
wanita

Lebih baik pada anak-anak

Kerugian Tergantung operator Mahal

Secara teknik tidak Radiasi ionisasi


adekuat dalam menilai gas
Kontras
Nyeri

Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis
akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hal ini dapat disebabkan karena pada
perempuan, terutama usia muda, sering timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut.
Keluhan tersebut dapat berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang pelvis
atau penyakit ginekologik lain.1,2,3,4,5,6
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apensisitis akut, bila diagnosois
meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi setiap 1-2 Jam.

18
Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi
diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan. 1,2,3,4,5,6
Pemeriksaan jumlah leukosit juga membantu dalam menegakkan diagnosis apensisitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.
Untuk mempermudah diagnosis apendisitis akut, sering diunakan skor Alvarado. Skor
Alvarado masih sering digunakan di seluruh dunia karena cepat, murah, dan praktis. Skor
Alvarado juga serinng disebut sebagai skor Mantrels. Hal ini dikarenakan digunakannya
akronim berdasar urutan gejala dan tanda apendisitis. 1,2,3,4,5,6

Alvarado Sore / Mantrels Score


Value
Symptoms Migration 1
Anorexia aceton 1
Nausea - romiting 1
Signs Tenderness in right lower quadrant 2
Rebound pain 1
Elevation of temperature 1
Laboratory Leukocytosis 2
Shift to the left 1
Total Score 10

o Keterangan:
- M = Migration
Migrasi rasa nyeri ke region perut kanan
- A = Aneroxia
Nafsu makan menurun / tidak ada nafsu makan
- T = Tenderness
Nyeri tekan region perut kanan bawah ( Mc Burneys sign )
- R = Rebound pain
Nyeri lepas ( Blumbergs sign )
- E = Elevation of temperature
Suhu aksila >37,5oC
- L = Leukocytosis

19
Leukosit > 10.000 sel/ml
- S = Shift to the left
Hitung jenis leukosit didominasi oleh sel PMN
o Diagnosis Apendisitis :
- Skor Alvarado 3 = kemungkinan bukan apendistis
- Skor Alvarado 4-6 = mungkin apendistis
- Skor Alvorado 6-8 = kemunginan besar apendistis
- Skor Alvorado 9-10 = pasti apendisitis

Diagnosis Banding1
1. Demam Tifoid (perforasi usus)
Penderita demam tifoid dengan ileum perferensi mengeluh nyeri perut yang hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut
2. Kelainan Ovulasi
Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan
bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul.
Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasanya hilang dalam waktu 24 jam, tetapi dapat
juga terjadi hingga 48 jam.
3. Radang Panggul
Radang panggul pada wanita bias any adisertai keputihan dan infeksi urin. Salfingitis
sering dianggap seperti apendisitis akut. Suhu biasnya lebih tinggi dan nyeri perut
bagian bawah lebih difus. Pada vaginal touch akan timbul nyeri hebat di panggul jika
uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan rectal touche
4. Kehamilam Ektopik Terganggu
Hampir selalu ada riwayat terlambat menstruasi dengan keluhan tidak menentu. Jika
terjadi rupture tuba atau abortus kehamilan di luar Rahim dengan perdarahan , akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok
hiporolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan adanya penonjolan
rongga douglas dan pada kildosentesis didapatkan darah
5. Kista Ovarium terpuatir ( dextra )
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga
pelvis pada pemeriksaan perut, vaginal touch atau rectal touch. Tidak terdapat
demam. Pemeriksaan USG dapat menentukan diagnosis.

20
6. Endometriosis Eksterna
Endometrium diluar Rahim akan menimbulkan nyeri di tempat endemetriosis berada,
dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidakk ada jalan keluar.
7. Urolithiasis pielum / uretur kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguiral kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritosituria sering ditemukan. Foto polos perut aau
urografi intervena dapat memastikan penyakit. Pidonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.

Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah appendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. 1,2,3,4,5,6
Appendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila
appendektomi terbuka, insisi Mc Burneypaling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan
laboratorim dan USG dapat dilakukan bila daam observasi masih dapat keraguan. Bila
tersedia laarosko, tindakan laparoskopidiagnosis pada kasus meragukan dapt segera
menentukan dan dilakukan operasi atau tidak. 1,2,3,4,5,6

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):

a. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.


2. Dibuat sayatan kulit:

21
Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke
medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena
fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit
hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.

ditarik ke medial
2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke


medial bawah.

22
Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

23
Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi
trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan
pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M.
obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek
pembuluh dan membahayakan saraf.

4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De
Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter
bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa
hanya peritoneum yang diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari
Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock
dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

24
Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock


melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada
gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah
ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak
menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk
pus akan masuk ke dalam Caecum).

25
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam
Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi
dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat
dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna

26
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan
laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1)

2.9 KOMPLIKASI POST OPERASI 1)

1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda
asing, tuberculosis, Aktinomikosis.

2. Hernia cicatricalis.

3. Ileus

4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah


Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosis dan
erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem
porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

27
Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, bak berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa,
yang terdiri atas kumpulasn appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.1

XII. PEMBAHASAN KHUSUS


Pada kasus, pasien datang ke IGD RS Husada dengan keluhan nyeri pada perut bagian
kanan bawah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Rasa nyeri seperti ditusuk dan sedikit
berkurang bila pasien meringkuk. Nyeri terkadang dirasakan menjalar ke pinggang kanan.
Rasa nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah bila pasien mencoba berjalan. Selain rasa
nyeri, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah satu kali selang kurang lebih 30 menit
setelah nyeri perut kanan bawah dirasakan. Muntah berisi makanan dan minuman. Pasien
juga mengeluhkan badan terasa demam sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, demam
dirasa tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan Mc Burney sign (+), Rovsing
sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan kadar
leukosit yang meningkat yaitu 16.900.
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan peemeriksaan penunjang kita bisa membuat
skor Alvarado untuk menegakkan diagnosis apendisitis. Pada pasien terdapat migration,
anorexia, nausea-vomitting, tenderness, rebound pain, elevation of temperature, leukocytosis
jadi skor pada kasus ini adalah 9 poin (pasti apendisitis). Jadi pada kasus dan teori sudah
sesuai dengan diagnosis apendisitis akut. Pada kasus terapi yang diberikan pasien adalah
pelindung lambung serta antibiotik untuk medikamentosa, lalu untuk tindakan operatif
dilakukan appendiktomi, hal ini juga sudah sesuai antara teori dan praktek yang dilakukan.

XIII. DAFTAR PUSTAKA


1. Jong De, Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T. O. H, Rudiman R. Buku ajar
ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC; 2010. Halaman 755-62.
2. https://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a4
3. http://www.aafp.org/afp/2010/0415/p1043.html
4. Guideline for management of suspected acute appendicitis. Diunduh dari
http://www.health.gov.fj/wp-content/uploads/2014/05/Guideline-for-the-Management-of-
acute-appendicitis_Oct-2010.pdf
5. Diagnosis and management of acute appendicitis. EAES consensus development
conference 2015. Diunduh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5082605/
28
6. Acute appendicitis: What is the gold standard of treatment?. Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3870531/

LAMPIRAN 1. LAPORAN OPERASI


Pasien terlentang dengan posisi GA, asepsis antisepsis lapangan operasi. Insisi pada
titik Mcburney sampai peritoneum dibuka.
Identifikasi caecum, appendik letak antecaecal, panjang kurang lebih 12 cm, diameter 1
cm hiperemis.
Dilakukan appendictomy secara antecaecal.
Dilakukan double ligasi.
Kontrol pendarahan.
Rongga abdomen dicuci bersih.
Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Operasi selesai.
Tanggal : 14 Oktober 2017 mulai operasi jam 08.00 sampai dengan 08.50

Obat pulang :
-Cefadroxil 2 x 1
-Asam mefenamat 3 x 1
-Ranitidine 2 x 1

29

Anda mungkin juga menyukai