Anda di halaman 1dari 20

BAB I

A. LATAR BELAKANG

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah resapan air yang dapat
mengatur system tata air. Secara alami kualitas DAS dipengaruhi oleh factor biofisika
pembentuk tanah yaitu relief, topografi, fisiografi, iklim, tanah, air dan vegetasi
(Tan,1991)

Perubahan yang secara cepat pada tata guna lahan mengakibatkan


dibutuhkanya usaha yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi. Adanya
perubahan tataguna lahan menyebabkan penyempitan luasan penutup lahanyang
menciptakan ketidak seimbangan daur hidrologi dan berpengaruh negative pada
daerah yang bersangkutan. Diantaranya adalah berkurangnya kapasitas infiltrasi
akibat pengalihan lahan dari tanaman pelindung menjadi lahan pemukiman dan lahan
pertanian. Lebih-lebih dampak ini akan mengakibatkan banjir dan sedimentasi yang
dapat diindikasikan dari besarnya limpasan permukaan dan tingginya laju erosi akibat
tidak terpenuhinya pengisian kembali air tanah dan tingginya nilai erodibilitas tanah.

Beberapa factor yang menjadi penyebab masalah banjir yaitu adanya interaksi
antara factor penyebab yang bersifat ilmiah dan campur tangan manusia yang
beraktifitas pada daerah pengaliran. Masyarakat mengekploitasi sumber daya alam
melalui pembalakan hutan(forest loging), pengurangan aral tegakan hutan
(deforestasi), dan pembukaan lahan pertanian baru yang berada pada kawasan hulu
tanpa menggunakan kaidah konservasi yang mengakibatkan tanah rentan terhadap
erosi dan tanah longsor yang berperan mempercepat proses terjadinya banjir di
kawasan hilir DAS.
B. TUJUAN
1. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengklasifikasinan lahan di sub DAS
berdasarkan tingkat erosi dan resapan air sehingga dapat nilai tingkat bahaya
erosi yang akan menjadi dasar rehabilitasi lahan DAS ( Cileungsi, Jawa Barat)
2. Untuk menghitung laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (T), bearnya
laju erosi tanah (A) dan tingkat bahaya erosi pada beberapa penggunaan lahan
DAS (Padang)
3. Mengetahui laju erosi dan tingkat bahaya pada DAS ( Bondoyudho).
C. METODE PENELITIAN
1. Kajian rehabilitasi lahan dan konservasi tanah berdasarkann tingkat bahaya
erosi di sub DAS (Cileungsi, Jawa Barat)
2. Metode surval, lokasi ditetapkan pada 4 tipe penggunaan lahan yaitu lahan
perkebunan kelapa sawit yang umurnya 20 tahun, kebun karet, kebun coklat
dan kebun ubi pada setiap lokasi ditetapkan mengguanakan metode cluster
(metode acak) untuk menghitung erosi menggunakan metode Universal Soil
Loss Equation (USLE) (Padang)
3. Pendugaan besarnya laju erosi menggunakan metode MUSLE (Bondoyudo)
BAB II
A. PEMBAHASAN
1. Bahaya erosi dan tingkat bahaya erosi (sungai Cileungsi Jawa Barat)

Predikais erosi dengan model USLE dikatakan dapat menjelaskan kondisi


erosi yang mempertimbangkan factor tanah , tanaman dan aliran permukaan,
meskipun beberapa factor lain harus dipetimbangkan( Kinell dan Risse, 1998). Hasil
perhitungan bahaya erosi dibedakan menjadi 5 kelas bahaya erosi, yaitu kelas 1 (< 15
tin/ha/tahun), kelas II (15-60 ton/ha /tahun), kelas III (60-180 ton /ha/tahun), kelas IV
(180-480 ton/ha/tahun) dan kelas V (>480 ton/ha/tahun)

Lahan dengan bahaya erosi kelas 1 tergolong rendah, menyebar cukup luas
pada berbagai kondisi lereng. Menyebar cukup luas pada berbagai kondisi lereng,
mulai dari 0 %sampai lebih dari 40% penggunaan lahan berupa sawah irigasi , sawah
tadah hujan, semak belukar dan kebun campuran dan hutan, rendahnya bahaya erosi
selain karena kemiringan lereng rendah, juga karena teknik konservasi berupa teras
telah diterapkan para petani dilahan lereng berupa tersering serta penggunaan lahan
dengan komoditas dengan kontribusi erosi rendah.

Tabel 1. Kelas bahaya erosi dan luasannya didaerah aliran sungai cilengusi

Kelas bahaya erosi Luas


ton/ha/tahun ha %
I <15 17.820 33
II 15-60 7.892 14,78
III 60-180 4.427 8,19
IV 180-480 2.898 5,37
V >480 3.033 5,62
Kawasan 17.840 3,03
pemukiman dan
industri
Total 54.000 100

Lahan dengan bahaya erosi agak berat sampai berat termasuk kelas IV dan
kelas V mempunyai penyebaran sempit pada lahan berlereng >8% dengan
penggunaan lahan tegalan, kebun karet dan kebun campuran yang tidak terawatt baik,
tingkat bahaya erosi ditentukan berdasarkan bahaya erosi solum tanah didaerah
penelitian bervariasi dari dalam (>90cm) sampai dangkal(<30cm), sebagian besar
solum tanah tergolong dalam sampai sedang dan sebagian kecil saja yang bersolum
dangkal dan sangat dangkal, yaitu sekitar 6,162 ha atau 11% dari luas daerah
penelitian, sub DAS Cileungsi terbagi dalam 5 tingkat bahaya erosi yaitu sangat
ringan , sedang berat dengan masing masing luasan pada table 2.

Daerah dengan tingkat bahaya errosi sangat ringan (SR) menyebar pada
berbagai kondisi lereng 0-40% dengan penggunaan lahan berupa irigasi , sawah tadah
huajan , hutan, belukar dan kebun campuran, daerah dengantingkat bahaya erosi
ringan menyebar pada berbagai kondisi lereng0-40% dan berbagai penggunaan
lahan. kebun campuran, tegalan dan sawah tadah hujan, belukar dan hutan.

Penyebaran tanah dengan tingkat bahaya erosi sedang (S) terdapat pada lahan
belereng 0-40% dengan penggunaan lahan pada umumnya adalah tegalan dan kebun
campuran, dibeberapa tepat lahan juga diusahakan untuk kebun kelapa dan rumput.
Lahan dengan tingkat erosi berat (B) menyebar pada lahan berlereng lebih dari 3%
dengan penggunaan lahan berupa tegalan dan kebun campuran. Sedangkan lahan
dengan tingkat bahaya tinggi adalah erosi sangat berat (SB) dijumpai pada lereng
lebih dari *% dengan penggunana lahan berupa tegalan kebun campuran dan
perkebunan karet

Intensifikasi system pertanian dengan manajemen instensif pada jangkan


panjang dapat menyebabkan erosi , dengan kecepatan erosi di system pertanian
traopis lebih cepat daripada kecepatan pembentukan tanah (Sparovek dan
Schnug,2001) didaerah studi , tingkat erosi yang agak berat dan berat tenyata terdapat
dilahan perkebunan dengan kemiringan tinggi. Dengan demikian untuk melestarikan
tanah seharusnya daerah ini direhabilitasi dengan kehutanan. Cerda (1999) ,
keberadaan vegetasi meningkatatkan resapan dan menguraingi aliran permukaan Dan
erosi.

Table 2. tingkat bahaya erosi dan luasan daerah aliran sungai Cilengusi

Tingkat bahaya Erosi Luas


Sangat ringan Ha %
Ringan 10.760 19,93
Sedang 5.682 12,37
Berat 7.178 13,29
Sangat berat 6.598 12,22
Kawasan pemukiman 4.942 9,15
dan industry
total 17.840 33,04
54.000 100,00

Hasil dan pembahasan di Sungai Padang

Tabel 1. Nilai erodibilitas tanah pada lokasi penelitian

Permeabilitas
Tekstur % Bahan Organik Struktur Erodibilitas
Vegetasi Tanah (M) (a) (b) (c) (K)

SAWIT1 1622,6 0,84 3 4 0,188

SAWIT2 2371,4 1,60 3 4 0,234

SAWIT3 1781,0 1,14 3 4 0,196

KARET1 2257,8 0,72 3 3 0,227

KARET2 2891,4 1,22 3 3 0,269


KARET3 2685,0 0,84 3 3 0,265

COKLAT1 2541,0 1,72 3 3 0,219

COKLAT2 1945,8 0,57 3 3 0,200

COKLAT3 1648,2 0,57 3 3 0,171

UBI1 960,00 0,68 2 4 0,099

UBI2 893,00 0,42 2 4 0,096

UBI3 1388,8 0,87 2 4 0,134

Dari hasil penelitian, nilai erodibitas tanah yang diperoleh tertinggi terdapat
pada vegetasi karet yaitu sebesar 0,265 dan terendah pada vegetasi ubi kayu sebesar
0,096 Tingginya nilai erodibilitas tanah pada vegetasi

Karet disebabkan oleh tingginya persentase struktur tekstur tanah (M) yang
terdapat pada lokasi penelitian ukuran partikel tanah (tekstur) dan juga struktur tanah
yang berada pada kelas struktur granular sedang sampai kasar yaitu harkat 3. Pada
vegetasi ubi kayu, nilai ukuran partikel yaitu tekstur tanah bernilai rendah serta
struktur tanah berada pada kelas granular halus. Nilai permeabilitas tanah pada
vegetasi ini adalah harkat 4 yaitu lambat sampai dengan sedang. Nilai erodibilitas
tanah dipengaruhi oleh sifat fisik dan bahan organik tanah.

Tabel 2. Nilai erosi (A) pada lokasi penelitian

vegetasi Erosivitas ( R ) Erodibilitas Topografi Tanaman Konservasi Erosi (A)

(cm/thn) (K) (LS) (C) (P) (ton/ha.thn)

SAWIT1 1736 0,188 1,917 0,55 0,500 172,267

SAWIT2 1736 0,234 2,150 0,55 0,500 240,170


SAWIT3 1736 0,196 1,917 0,55 0,500 179,150

KARET1 1736 0,227 1,917 0,85 0,500 320,724

KARET2 1736 0,269 1,451 0,85 0,500 288,410

KARET3 1736 0,265 1,917 0,85 0,500 374,298

COKLAT1 1736 0,219 0,754 0,8 0,100 22,956

COKLAT2 1736 0,200 0,754 0,8 0,100 20,992

COKLAT3 1736 0,171 0,754 0,8 0,100 17,960

UBI1 1736 0,099 0,754 0,8 0,500 51,717

UBI2 1736 0,096 0,712 0,8 0,500 47,464

UBI3 1736 0,134 0,712 0,8 0,500 66,251

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai erosi tertinggi berada pada vegetasi karet3
yaitu sebesar 374,298ton/ha/tahun kemudian disusul oleh vegetasi kelapa sawit 2
yaitu sebesar 320,724ton/ha/tahun. Nilai erosi terendah diperoleh pada vegetasi coklat
3 yaitu sebesar 17,960 ton/ha/tahun.nilai erosi aktual tertinggi berada pada vegetasi
karet3 yaitu sebesar 374,298ton/ha/tahun pada keadaan topografi yang bergelombang
kemudian disusul oleh vegetasi kelapa sawit 2 yaitu sebesar 320,724ton/ha/tahun
pada keadaan topografi yang bergelombang. Nilai erosi terendah diperoleh pada
vegetasi coklat 3 yaitu sebesar 17,960 ton/ha/tahun pada keadaan topografi
yang datar. Besarnya nilai erosi pada vegetasi karet dipengaruhi oleh besarnya
nilai erodibilitas tanah. Erosi akan semakin besar apabila nilai erodibilitas tanah
semakin tinggi dan juga dipengaruhi oleh faktor topografinya pada lahan yang
ditanami karet dan kelapa sawit diambil pada topografi yang bergelombang
sedangkan padalahan yang ditanami ubi kayu dan coklat diambil pada keadaan
lahan yang datar hal ini akan berpengaruh terhadap nilai erosi yang dihasilkan karena
semakin curam kemiringan lerengnya maka run off nya akan semakin tinggi pula,
sedangkan pada lahan yang datar run off nya akan lebih rendah.

Tabel 3. Besar erosi diperbolehkan (T) pada lokasi penelitian

Kedalaman Faktor
Vegetasi Efektif Kedalaman W BD T

(mm) Tanah (tahun) (gr/cm/3) (ton/ha.thn)

SAWIT1 103 1 400 1,03 26,523

SAWIT2 101 1 400 1,01 25,503

SAWIT3 97 1 400 1,03 24,978

KARET1 112 1 400 1,00 28,000

KARET2 101 1 400 1,00 25,250

KARET3 95 1 400 1,00 23,750

COKLAT1 104 1 400 1,00 26,000

COKLAT2 99 1 400 1,00 24,750

COKLAT3 100 1 400 1,00 25,000

UBI1 113 1 400 1,00 28,250

UBI2 113 1 400 1,00 28,250

UBI3 113 1 400 1,00 28,250


Tabel di atas menunjukkan besar erosi diperbolehkan pada lokasi penelitian
yang tertinggi berada pada vegetasi ubi kayu yaitu sebesar 28,250 ton/ha.tahun. Besar
nilai erosi diperbolehkan terendah berada pada vegetasi karet yaitu sebesar 23,750
ton/ha/tahun Arsyad (2000) menyatakan batas toleransi adakah batas maksimal
besaran erosi yang masih diperkenankan terjadi pada lahan besarnya batas toleransi
erosi dipengaruhi kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah iklim dan
permeabilitas.

Tabel 4. Tingkat bahaya erosi (TBE) pada lokasi penelitian

Vegetasi A (ton/ha.thn) T (ton/ha.thn) TBE KET

SAWIT1 172,267 26,523 6,495 Sangat ringan

SAWIT2 240,170 25,503 9,418 Sangat ringan

SAWIT3 179,150 24,978 7,172 Sangat ringan

KARET1 320,724 28,000 11,454 Sangat ringan

KARET2 288,410 25,250 11,422 Sangat ringan

KARET3 374,298 23,750 15,760 Ringan

COKLAT1 22,956 26,000 0,883 Sangat ringan

COKLAT2 20,992 24,750 0,848 Sangat ringan

COKLAT3 17,960 25,000 0,718 Sangat ringan

UBI1 51,717 28,250 1,831 Sangat ringan

UBI2 47,464 28,250 1,680 Sangat ringan

UBI3 66,251 28,250 2,345 Sangat ringan


Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai tingkat bahaya erosi tebesar
berada pada vegetasi karet sebesar 15,760ton/ha/tahun dan terendah pada vegetasi
coklat sebesar 0,718ton/ha/tahun. Kriteria tingkat bahaya erosi pada vegetasi karet
yaitu kriteria ringan dan sangat ringan dan pada vegetasi kelapa sawit, vegetasi coklat
dan ubi kayu kriteria sangat ringan.

Nilai erodibitas tanah yang diperoleh tertinggi terdapat pada vegetasi karet
yaitu sebesar 0,265 dan terendah pada vegetasi ubi kayu sebesar 0,096.
Tingginya nilai erodibilitas tanah pada vegetasi karet disebabkan oleh
tingginya persentase tekstur tanah (M) yang terdapat pada lokasi penelitian
disebabkan oleh tingginya nilai ukuran partikel tanah (tekstur) dan juga
struktur tanah yang berada pada kelas struktur granular sedang sampai kasar
yaitu harkat 3.

Menurut Arsyad (2000), beberapa sifat tanah yang mempengaruhi


erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah,
dan tingkat kesuburan tanah, sedangkan kepekaan tanah terhadap erosi yang
menunjukkan mudah dan tidaknya tanah mengalami erosi ditentukan oleh
berbagai sifat fisika tanah.

Nilai erosi aktual tertinggi berada pada vegetasi karet3 yaitu sebesar
374,298 ton/ha/tahun pada keadaan topografi yang bergelombang kemudian
disusul oleh vegetasi kelapa sawit 2 yaitu sebesar 320,724ton/ha/tahun pada
keadaan topografi yang bergelombang. Nilai erosi terendah diperoleh pada
vegetasi coklat 3 yaitu sebesar 17,960 ton/ha/tahun pada keadaan topografi
yang datar. Besarnya nilai erosi pada vegetasi karet dipengaruhi oleh besarnya
nilai erodibilitas tanah. Erosi akan semakin besar apabila nilai erodibilitas
tanah semakin tinggi dan juga dipengaruhi oleh faktor topografinya pada
lahan yang ditanami karet dan kelapa sawit diambil pada topografi yang
bergelombang sedangkan pada lahan yang ditanami ubi kayu dan coklat
diambil pada keadaan lahan yang datar hal ini akan berpengaruh terhadap nilai
erosi yang dihasilkan karena semakin curam kemiringan lerengnya maka run
off nya akan semakin tinggi pula, sedangkan pada lahan yang datar run off
nya akan lebih rendah.

lebih kecil dari pada besarnya erosi yang diperbolehkan, sehingga perlakuan
konservasinya hanya tetap menjaga kestabilan lahan tersebut saja menurut
Rahim (2003), pengikisan bagian atas, misalnya erosi selalu diikuti oleh
pembentukan tanah lapisan baru pada bagian bawah profil tanah, tapi laju
pembentukan ini umumnya tidak mampu mengimbangi kehilangan tanah
karena erosi dipercepat denagn adanya erosi dipercepat dengan laju rendah
pun biasanya tidak mampu mengimbangi laju pembentukan tanah Besar nilai
erosi diperbolehkan terendah berada pada vegetasi karet yaitu sebesar 23,750
ton/ha.tahun. Besarnya nilai erosi diperbolehkan pada lokasi ini dipengaruhi
oleh faktor kedalam tanah, umur guna serta bobot isi tanah. Arsyad (2000)
menyatakan batas toleransi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih
diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Besarnya batas toleransi erosi
dipengaruhi oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan
permeabilitas tanah.

Nilai tingkat bahaya erosi tebesar berada pada vegetasi karet sebesar
15,760 ton/ha/tahun dan terendah pada vegetasi coklat sebesar
0,718ton/ha/tahun. Kriteria tingkat bahaya erosi pada vegetasi karet yaitu
kriteria ringan dan sangat ringan dan pada vegetasi kelapa sawit, vegetasi
coklat dan ubi kayu kriteria sangat ringan. Pada lahan karet terdapat
perbedaan hasil kriteria tingkat bahaya erosi yaitu ada yang sangat ringan dan
ada yang degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi
dari lahan tersebut

METODE PENELITIAN di DAS BONDOYUDO

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif analisis sebagai upaya untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi khususnya masalah erosi di DAS Bondoyudo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis laju erosi di DAS Bondoyudo
pada kondisi masa sekarang dengan tahapan pengumpulan data, mengklarifikasikan,
mengolah, dan menganalisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Erosivitas (R)

Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan menggunakan Metode Bols dan penentuan luas
pengaruh Stasiun Hujan digunakan Metode Thiessen sehingga akan didapat poli gon yang
membagi wilayah DAS Bondoyudo menjadi 3 wilayah yaitu daerah pengaruh Stasiun Hujan

Gucialit sebesar 11.326,695 Ha, Stasiun Hujan Senduro 3.437,155 Ha, Stasiun Hujan
Sukodono 12.225,368 Ha. Stasiun Hujan yang memiliki luas daerah terbesar mempunyai
koefisien Thiessen yang besar yaitu Stasiun Hujan Sukodono. Besar kapasitas curah hujan
memiliki pengaruh yang sedikit terhadap penentuan curah hujan rerata daerah. Koefisien
Thiessen Stasiun Hujan Gucialit adalah 0,42; Stasiun Hujan Senduro 0,127; Stasiun Hujan
Sukodono 0,453.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai R terbesar terjadi pada bulan Januari di
daerah pengaruh Stasiun Hujan Sukodono yaitu 3,376 sedangkan pada bulan Juli dan Agustus
nilai R sama dengan 0 pada Stasiun Hujan Gucialit karena pada tidak turun hujan atau berada
dalam musim kering dan pada Stasiun Hujan Senduro dan Sukodono, nilai R cenderung kecil
pada bulan tersebut. Nilai R terbesar terjadi karena curah hujan pada bulan Januari pada
daerah pengaruh Stasiun Hujan Sukodono relatif tinggi selain faktor curah hujan , luas daerah
pengaruh Stasiun Hujan juga cukup besar yang mempengaruhi perhitungan curah hujan
dengan metode Thiessen. Nilai R tahunan terbesar terjadi di daerah pengaruh Stasiun Hujan
Sukodono yaitu 11,351 sedangkan untuk nilai R terkecil terjadi di daerah pengaruh Stasiun
Hujan Senduro dengan nilai R sebesar 1,914.

Indeks Erodibilitas Tanah (K)

Berdasarkan Peta Jenis Tanah DAS Bondoyudo mempunyai 5 jenis tanah yaitu tanal
Aluvial, tanah Mediteran, tanah Regosol, tanah Grumosol dan tanah Andosol. Nilai Indeks
Erodibilitas Tanah (K) diperoleh dari Klasifikasi Nilai K Tanah (Arsyad,2010 dan Asdak,
1995). Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa nilai K pada Tanah Grumosol
terbesar yaitu 0,210 sehingga pada wilayah Tanah Grumosol mempunyai kepekaan yang
tinggi terhadap erosi. Sedangkan Nilai K Tanah Mediteran terendah yaitu 0,1 00 sehingga
Tanah Mediteran kurang peka terhadap erosi.
Faktor Panjang Dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor panjang lereng (L) diukur dari tempat mulai terjadinya aliran air di atas
permukaan tanah sampai ke tempat mulai terjadinya pengendapan disebabkan oleh
berkurangnya kecuraman lereng atau ke tempat aliran air di permukaan tanah masuk ke
dalam saluran. Faktor kemiringan lereng (S) dinyatakan dalam derajat sudut lereng atau
persen. Pengolahan DEM pada dasarnya sangat memerlukan peta kontur (garis -garis
ketinggian) yang digunakan untuk memodelkan permukaan bumi secara digital. Hal ini
dikarenakan dari peta kontur inilah dapat diperkirakan bentuk relief dari permukaan bumi
yang akan dimodelkan. DEM dalam format grid ini akan digunakan dalam analisa spasial
untuk mengetahui karakteristik fisik daerah studi yang berupa arah aliran (flow direction),
dan akumulasi aliran (flow accumulation) yang berguna untuk menentukan Faktor Panjang
Lereng (L). Grid peta ketinggian didapatkan dari peta dengan format TIN yang dirubah
(convert) dalam bentuk grid. Permukaan bumi pada penelitian ini dimodelkan dalam ukuran
sel grid 50 m x 50 m dengan pengertian bahwa satu grid DEM mewakili luasan 50 m x 50 m
dipermukaan bumi, sehingga dari seluruh area DAS Bondoyudo terbentuk sebanyak 207.720
sel grid yang terdiri atas 360 baris sel grid dan 577 kolom sel grid.

Filled grid merupakan theme yang didapatkan dari grid ketinggian yang telah
mengalami proses fill sink, proses ini biasanya disebut dengan depresi DEM. Sink
didefinisikan sebagai sel grid yang delapan sel sebelahnya tidak berelevasi lebih rendah, hal
ini akan mengakibatkan sel grid tidak dapat mendefinisikan arah aliran. Proses depresi tidak
dilakukan, maka pada beberapa sel grid tidak dapat mendefinisikan arah aliran. Apabila
dilakukan proses penentuan arah aliran, hal ini akan mengakibatkan terbentuknya cukup
banyak aliran namun pendek dikarenakan pada beberapa bagian aliran terpotong oleh sel grid
yang tidak dapat mendefinisikan arah aliran.
Faktor Vegetasi Penutup Tanah dan Pengelolaan Tanah (C)

Penggunaan lahan pada DAS Bondoyudo terdiri dari danau atau bendungan, hutan,
kebun, ladang, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, semak belukar, dan tanah
kosong atau padang rumput. Nilai Faktor Vegetasi Penutup Tanah dan Pengelolaan Tanaman
(C) pada DAS Bondoyudo diperoleh dari tabel nilai C pada penelitian-penelitian sebelumnya

Faktor Tindakan-Tindakan Khusus Konservasi Tanah (P)

Tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat dari pengaruh aktivitas pengelolaan dan
konservasi tanah (P) bervariasi terutama tergantung pada kemiringan lereng. Pada wilayah
DAS Bondoyudo nilai P dilakukan pada masing-masing unit lahan yang terdiri atas
danau/bendungan, hutan, kebun, ladang, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan,
semak belukar dan tanah kosong/padang rumput

Nilai faktor P didasarkan atas besarnya kemiringan pada masing-masing penggunaan


lahan. Wilayah Hutan memiliki nilai P sebesar 0,717. Wilayah Kebun memiliki nilai P
sebesar 0,2, pada wilayah ini terdapat tindakan konservasi tanah dengan menggunakan teras
dan berada pada 8% - 25%. Wilayah Pemukiman memiliki nilai P sebesar 0,25. Wilayah
Tanah kosong memiliki nilai P sebesar 0,5 karena pengolahan tanah dan penanaman menurut
garis kontur dan berada pada kemiringan 0% - 8%. Wilayah Sawah Irigasi dan Sawah Tadah
- Hujan masing masing memiliki nilai P sebesar 0,3 dan 0,25, pada wilayah ini
menggunakan teras bangku yang baik pada pengelolaan lahannya dan berada pada
kemiringan 0 -15 %. Wilayah Danau/Bendungan memiliki nilai P terbesar yaitu 1, hal ini
disebabkan pada wilayah ini tidak ada tindakan konservasi tanah. Wilayah Ladang mamiliki
nilai P sebesar 0,35 dan memiliki kemiringan 8% - 25%.
Prediksi Laju Erosi

Hasil prediksi laju erosi memperlihatkan bahwa Wilayah DAS Bondoyudo


didominasi oleh laju erosi kurang dari 0-15 ton/ha/tahun, yaitu seluas 22.519.500,800 Ha.

Berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi dapat digolongkan menjadi 4 kategori, seperti


berikut :

tingkat bahaya erosi 0 -15 ton/ha/tahun masih dalam tingkatan erosi yang diijinkan.

Tingkaat bahaya erosi 15 60 ton/ha/tahun masih dikategorian tingkat bahaya erosi


ringan

tingkat bahaya erosi 60. -180 ton/ha/tahun termasuk tingkat bahaya erosi sedang.

Tingkat bahaya erosi 180 480 ton/ha/tahun termasuk tingkat bahaya erosi berat.

Luas wilayah yang mempunyai erosi sangat berat yaitu lebih besar dari 480
ton/ha/tahun yaitu 2.500,000 Ha. Berdasarkan perhitungan dapat dilihat nilai Laju Erosi 0-15
ton/ha/tahun merupakan yang terluas, dan merupakan Tingkat Bahaya Erosi Yang
Diijinkan.Areal yang mempunyai laju erosi 60 180

ton/ha/tahun seluas 2.750,000 Ha dan menempati lokasi kemiringan diatas 15%


diarahkan penggunaan lahan untuk hutan produksi. Pemilihan hutan produksi karena faktor
yang sangat berpengaruh terhadap erosi adalah kemiringan untuk mengurangi laju erosi
dapat dipergunakan vegetasi yang rapat maka disarankan penggunaan lahan adalah hutan
produksi dan areal mempunyai laku erosi kecil dengan kemiringan 3 8% diharapkan untuk
pertanian. Areal yang mempunyai erosi lebih kecil dari 15 ton/ha/tahun, dan mempunyai
kemiringan 0 3% dapat digunakan untuk pertanian intensif. Pertan ian intensif adalah
sistem pertanian yang yang pengolahan lahannya dapat diolah secara intensif walaupun
sistem pengolahan tanah masih harus memperhatikan unsur pengawetan tanah seperti
pengolahan tanah harus sejajar kontur. Dengan mempertimbangkan tingkat erosi mempunyai
kelas kemampuan lahan bervariasi dari kelas 1 sampai kelas 8 dilihat berdasarkan kemiringan
lahan.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Dari tiga hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa


1. Erosi lahan dipengaruhi oleh kemiringan laha, jumlah vegetasi penegak,
erovisitas hujan, erodibilitas tanah, dan kemampuan resapan tanah.
2. Erosi terjadi paling tinggi adalah pada kemiringan lereng yang tinggi dan
jumlah vegetasi yang sedikit
B. Dari tiga hasil penelitian diatas dapat disarankan bahwa
1. Pentingnya menjagalingkungan supaya tidak terjadi pendangkalan di daerah
alisan sungai
2. Pembukaan lahan harus beraspek konservasi lingkunga
3. Untuk menanggulangi erosi yaitu dengan membuat covercrop pada slop dan
penanaman pada area kemeringan serta membuat teras pada kemiringan yang
tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Melisa Dwi Desifindiana, Bambang Suharto, Ruslan Wirosoedarmo, Analisis


Tingkat Bahaya Erosi pada DAS Bondoyudo Lumajang dengan menggunakan
metode Musle, 2013 (jurnal ketenikan pertanian tropis dan biosistema)

Nanang Kamarudin, Peniliaian Tingkat Bahaya Erosi Di Sub Daerah Aliran


Sungai Cileungsi, Bogor, 2008 (jurnal Agrikultura)

Tomy Ardiansyah, Kemala Sari Lubis, Hamidah Hanum, Kajian BAhaya


Erosi Di Beberapa Penggunaaan Lahan Dikawasan Hillir Daerah ALiran Sungai
(DAS) Padang, 2013 (Jurnal Online Agroekoteknologi ISSN No 233&-6597)

Anda mungkin juga menyukai