Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

0 Tempat Kerja

Menurut Kepmenaker RI. No : Kep-186/MEN/1999 tentang unit

penanggulangan kebakaran di tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,

tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja untuk keperluan

suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

1 Potensi Bahaya dan Identifikasi Bahaya

Potensi bahaya adalah merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai

kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun

manusia. (Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 2001)

Di tempat kerja, potensi sebagai sumber resiko khususnya terhadap

keselamatan atau kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa

faktor-faktor berikut ini :

a. Faktor fisik : Kebisingan, pencahayaan, radiasi, vibrasi, suhu dan debu.

b. Faktor kimia : Solven, gas, asap, uap, logam berat.

c. Faktor biologik : Tumbuhan, hewan, bakteri dan virus.

d. Aspek ergonomik : Desain, sikap dan cara kerja.

e. Kebakaran, peledakan, kebocoran.

f. Mesin, peralatan kerja, pesawat kerja.

6
2

g. Tata rumah tangga (house keeping)

h. Sistem Manajemen Perusahaan.

i. Listrik dan sumber energi bising.

(Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 2001)

a. Potensi bahaya kebakaran

Menurut Suma’mur (1996), Peristiwa terbakar adalah suatu reaksi yang

hebat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam. Beberapa industri seperti

industri kimia, minyak bumi dan cat sangat rawan dipandang dari sudut

kebakaran. Pada umumnya menurut Depnakertrans 1998/1999, penyebab

kebakaran dan peledakan bersumber pada 3 faktor yaitu :

1) Faktor manusia

Manusia sebagai faktor penyebab kebakaran dan peledakan antara lain

dilihat dari dua faktor yaitu pekerjanya dan pengelola yang tidak mau tahu atau

kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan kebakaran atau peledakan.

2) Faktor teknis

Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan antara lain

adalah :

a) Melalui proses fisik atau mekanis dimana dua faktor penting yang menjadi

peranan dalam proses ini ialah timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau

timbulnya bunga api akibat dari pengetesan benda-benda maupun adanya api

terbuka
3

b) Melalui proses kimia yaitu terjadi sewaktu-waktu pengangkutan bahan-

bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa

memperhatikan petunjuk-petunjuk yang ada

c) Melalui tenaga listrik, pada umumnya terjadi karena hubungan pendek

sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau

membakar komponen lain.

3) Faktor alam

Faktor alam sebagai penyebab kebakaran dan peledakan seperti petir,

gunung meletus dan lain-lain.

Suatu bahan kimia yang termasuk kriteria cairan mudah terbakar, cairan

sangat mudah terbakar dan gas mudah terbakar menurut Kepmenaker No. :

187/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja

ditetapkan dengan memperhatikan sifat kimia dan fisika.

Sifat kimia dan fisika yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a) Cairan mudah terbakar dalam hal ini titik nyala > 21ºc dan < 55ºc pada

tekanan 1 atmosfer.

b) Cairan sangat mudah terbakar dalam hal ini titik nyala < 21ºc dan titik

didih > 20ºc pada tekanan 1 atmosfer.

c) Gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20ºc pada tekanan 1 atmosfer.

b. Potensi bahaya peledakan

Menurut Suma’mur (1996), Peledakan adalah suatu peristiwa sebagai

akibat bebasnya energi secara cepat dan tanpa dikendalikan. Setiap debu, uap atau
4

gas yang dapat terbakar dan bercampur dengan udara atau unsur-unsur penunjang

lain pada keadaan yang sesuai, akan meledak jika dinyalakan.

Menurut Suma’mur (1996), tiga syarat terjadinya peledakan adalah

sebagai berikut :

1) Bahan yang mudah terbakar

2) Udara atau unsur penunjang lain bagi terjadinya pembakaran

3) Sumber terjadinya nyala atau suhu di atasnya temperature suatu zat

terbakar.

Bahan kimia ditetapkan termasuk kriteria mudah meledak apabila reaksi

kimia bahan tersebut menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan besar serta

suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan sekelilingnya.

Identifikasi bahaya adalah proses pencarian terhadap semua jenis kegiatan,

situasi, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera atau sakit

(SUCOFINDO, 1998).

Menurut PERTAMINA (1998), kegunaan identifikasi bahaya adalah

sebagai berikut :

a. Mengetahui bahaya- bahaya yang ada,

b. Mengetahui potensi bahaya, baik akibat maupun frekuensi terjadinya.

c. Mengetahui lokasi bahaya.

d. Menunjukkan bahwa bahaya tertentu telah atau belum dilengkapi alat

pelindung keselamatan kerja.

e. Menganalisa lebih lanjut.


5

Menurut PERTAMINA (1998), keuntungan identifikasi bahaya adalah

sebagai berikut :

a. Menentukan sumber penyebab timbulnya bahaya.

b. Menentukan kwalifikasi fisik dan mental seseorang atau tenaga kerja yang

diberi tugas.

c. Menentukan cara, prosedur, pengoperasian maupun posisi yang berpotensi

bahaya dan mencari cara untuk mengatasinya.

d. Menentukan hal- hal atau lingkup yang harus dianalisa lebih lanjut.

e. Untuk tujuan non keselamatan kerja seperti peningkatan mutu dan

keandalan.

Prinsip identifikasi bahaya pada perusahaan kimia adalah untuk

mengetahui bahan kimia apa yang dipakai atau diproduksi, bagaimana cara bahan

kimia itu dapat kontak dengan tubuh dan menyebabkan penyakit atau cidera.

Bagaimana mereka dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan di tempat kerja

atau bagaimana suatu tumpahan atau bocoran dapat merusak lingkungan.

(PERTAMINA, 1998)

c. Sistem deteksi dini bahaya kebakaran

Sistem deteksi dini adalah sistem yang berfungsi mendeteksi awal adanya

suatu kebakaran dan alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang

memberikan isyarat adanya kebakaran, pemasangan komponen sistem terdiri dari

detektor panas, detektor asap, detektor nyala api, detektor gas, TPM, alarm
6

kebakaran, panel kebakaran, kabel, catudaya, dan peralatan bantu instalasi. (Basic

Safety Training, 1999)

Berdasarkan cara kerjanya, menurut Basic Safety Training 1999 sistem

deteksi pada instalasi alarm kebakaran otomatik dapat dibagi menjadi dua macam

yaitu sebagai berikut :

a. Sistem Otomatis

Pada sistem ini alat deteksi bahaya api selain mengaktifkan alarm bahaya

juga langsung mengaktifkan alat-alat pemadam. Dengan demikian resiko bahaya

langsung dapat ditangani sedini mungkin secara otomatis, sedangkan tenaga

manusia hanya diperlukan untuk menjaga kemungkinan lain yang terjadi.

b. Sistem Semi Otomatis

Pada sistem ini hanya sebagian peralatan yang bekerja secara otomatis,

sebagian peralatan lain masih memerlukan tenaga manusia. Misalnya alat yang

bekerja secara semi otomatis adalah alat deteksi awal, tindakan pemadaman

selanjutnya dilakukan seperti yang biasa atau dapat mengaktifkan sistem otomatis

pemadaman api.

Kedua sistem tersebut sangat berguna sebagai bagian-bagian dari cara

pencegahan terhadap kebakaran dalam perusahaan. Namun sangat baik lagi, bila

perusahaan dilindungi pula oleh alat pembangkit percikan air secara otomatis jika

terjadi kebakaran. Sistem otomatis dipaki untuk tempat-tempat kerja yang berisi

alat, bahan dan lain-lain yang mudah rusak oleh asap atau air. Dalam hal itu, tanda

bahaya perlu diberikan sebelum alat percikan air bekerja atau dipasang di daerah-

daerah yang tidak dilakukan secara lengkap pengamatan kebakaran.


7

Prinsip kerja deteksi dini bahaya kebakaran adalah sebagai berikut :

1) Alat-alat deteksi, mendeteksi adanya

bahaya kebakaran dengan macam-macam cara : Deteksi Asap, Deteksi Panas,

maupun Deteksi Nyala Api. Akibat dari bekerjanya alat-alat tersebut suatu

sinyal listrik dikirim kebagian Panel Kontrol Alarm Bahaya, sebagai suatu

input data yang akan diolah lebih lanjut.

2) Panel Kontrol Alarm Bahaya merupakan

unit pengontrol yang akan mengadakan pengolahan, seleksi dan evaluasi data.

Hasilnya merupakan output yang juga berisi informasi tentang lokasi

kebakaran (bisa disebutkan berupa nomor ruangan), sehingga dengan

demikian petugas mengetahui diruangan mana terjadi kebakaran. Output dari

unit control tersebut juga secara otomatis mengakibatkan bekerjanya peralatan

dipusat alarm (tanda bahaya berupa alarm, lampu, telepon dan sebagainya).

3) Setelah alarm bahaya berbunyi dan

lokasi kebakaran diketahui, maka petugas dapat segera melakukan tindakan

pemadaman lebih lanjut. Bila lokasi kebakaran sudah dilengkapi dengan

pemadam api otomatis maka sinyal dan unit kontrol dapat langsung

mengakibatkan bekerjanya peralatan tersebut (misalnya : sprinkler otomatis)

(Basic Safety Training, Fire Prevention and Fire Fighting, 1999)

d. Instalasi dan Jenis Alarm Kebakaran Otomatik


8

Menurut Permenaker No : Per/02/MEN/1983, Instalasi Alarm Kebakaran

Otomatik adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan

detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil secara manual

serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran.

Kelompok alarm adalah bagian dari sistem alarm kebakaran termasuk relai,

lampu, saklar, hantaran, dan detektor sehubungan dengan perlindungan satu area.

Syarat-syarat dipasangnya suatu detektor di suatu bangunan adalah sebagai

berikut : (Permenaker No : Per/02/MEN/1983, Pasal : 3)

a. Detektor harus dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila bagian

bangunan tersebut telah dilindungi dengan system pemadam kebakaran

otomatik.

b. Apabila detektor-detektor dipasang dalam suatu ruangan aman yang tahan

api (strong room), maka detektor-detektor tersebut harus memiliki kelompok

alarm yang terpisah atau harus terpasang dengan alat yang dapat

mengidentifikasi sendiri yang dipasang diluar ruangan tersebut.

c. Setiap ruangan harus dilindungi secara tersendiri dan apabila suatu

ruangan terbagi oleh dinding pemisah atau rak yang mempunyai celah 30

(Tiga Puluh) cm kurang dari langit-langit atau dari balok melintang harus

dilindungi secara sendiri-sendiri.

d. Barang-barang dilarang untuk disusun menumpuk seolah-olah membagi

ruangan, kecuali untuk ruang demikian telah diberikan perlindungan secara

terpisah.
9

Menurut Permenaker No : Per/02/MEN/1983 Pasal 16, Lokasi atau area

yang tidak memerlukan pemasangan detektor adalah :

a. Kakus tunggal, kamar mandi atau pancuran atau kamar mandi tunggal.

b. Berada terbuka dengan deretan tiang kolom, jalanan beratap atau yang

menggantung dan sebagainya jika terbuat dari bahan yang tidak dapat terbakar

dan ruangan tersebut tidak dipakai untuk menyimpan barang ataupun sebagai

tempat parkir mobil atau kendaraan.

c. Pelataran, kap penutup, saluran dan sejenisnya yang lebarnya kurang dari

2 m serta tidak menghalangi mengalirnya udara yang harus bebas mencapai

detektor yang terpasang diatasnya.

Jenis-jenis Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik

a. Detektor Panas (Heat Detector)

Adalah suatu detektor yang sistem bekerjanya didasarkan pada panas atau

temperatur. Menurut Depnakertrans, 1998/1999 ada tiga jenis detektor panas

yaitu :

1) Detektor bertemperatur tetap

Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas tertentu

(Fixed Temperatur). Detektor ini tidak boleh digunakan untuk ruangan yang

suhunya rendah, karena bila terjadi kebakaran suhunya diperkirakan naik sangat

lambat sehingga menyebabkan pendeteksian menjadi lambat. Bila suatu alat

temperatur tetap bekerja, temperatur udara disekelilingnya akan selalu lebih tinggi

dari temperatur kerja alat itu sendiri. Perbedaan temperatur kerja dari alat dan
10

kenyataan temperatur udara sekelilingnya biasanya disebut sebagai kelambatan

panas dan ini sebanding dengan laju kenaikan temperatur.

2) Detektor yang bekerjanya mendasarkan kecepatan naiknya

temperatur (Rate Of Rise ).

Detektor ini tidak boleh dipasang untuk ruangan yang kenaikan

temperaturnya sangat cepat, karena akan menyebabkan pendeteksian palsu.

3) Detektor kombinasi

Detektor kombinasi yang bekerjanya berdasarkan kenaikan temperatur dan

batas temperatur maksimum yang ditetapkan.

Menurut Depnakertrans 1998/1999, Detektor panas harus dipasang sesuai

dengan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan yaitu :

a) Detektor bertemperatur tetap atau Fixed temperature heat detector

dipasang di dapur.

b) Kombinasi Rate Of Rise dan Fixed temperature heat detector yang

dipasang di ruang tamu, garasi mobil, restauran, ruang sidang, kamar tidur,

ruang generator dan transformator, laboratorium kimia, studio televisi, radio

dan sebagainya.

Menurut Basic Safety Training, 1999 Prinsip kerja dari detektor panas

adalah sebagai berikut :

a) Pada temperatur normal, tekanan udara diruangan juga normal, demikian

juga tekanan udara di dalam alat tersebut. Pada kondisi ini kontak listrik

(semacam relay) tidak berhubungan atau membuka.


11

b) Bila temperatur tiba-tiba naik (terjadi kebakaran), maka tekanan udara

akan cepat pula naik. Naiknya tekanan udara menyebabkan terhubungnya

kontak listrik (pada type Rate Heat Detector : temperatur naik di atas 50c,

dalam waktu sekitar 15 detik)

c) Akibatnya rangkaian elektronis akan aktif bekerja, dan akan menyalakan

lampu indikator tanda bahaya serta menghasilkan sinyal untuk mengaktifkan

alarm bahaya.

Pada Permenaker No. : PER/02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm

Kebakaran Otomatik pasal 61 ayat 1, letak dan jarak antara dua detektor harus

sedemikian rupa sehingga merupakan letak yang terbaik bagi pendeteksian adanya

kebakaran yaitu :

a) Untuk setiap 46 m luas lantai dengan tinggi langi-langit dalam keadaan

rata tidak lebih dari 3 m harus dipasang sekurang-kurangnya satu buah

detektor panas.

b) Jarak antara detektor dengan detektor harus tidak lebih dari 7 m

keseluruhan jurusan ruang biasa dan tidak boleh lebih dari 10 m dalam

koridor.

c) Jarak detektor panas dengan tembok atau dinding pembatas paling jauh 3

m pada ruang biasa dan 6 m dalam koridor serta paling dekat 30 cm.

Pada Permenaker No. : PER/02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm

Kebakaran Otomatik pasal 61 ayat 2, Detektor panas yang dipasang pada

ketinggian yang berbeda (staggered principle) sekurang-kurangnya satu detektor

untuk 92 m2 luas lantai dengan syarat ;


12

a) Detektor disusun dalam jarak tidak boleh lebih 3 m dari dinding.

b) Sekurang-kurangnya setiap sisi dinding memiliki satu detektor.

c) Setiap detektor bejarak 7 m.

Jarak detektor panas dapat dikurangi dengan mengingat pertimbangan

sebagai berikut :

a) Bila daerah yang dilindungi terbagi-bagi oleh rusuk, gelagar, pipa saluran

atau pembagi yang semacam itu yang mempunyai kedalaman melampaui 25

cm maka untuk setiap bagian yang berbentuk demikian harus ada sekurang-

kurangnya sebuah detektor bila luas bagian tersebut melampaui 57 m2, namun

jika langit-langitnya terbagi dalam daerah yang lebih sempit, maka harus

dipasang sekurang-kurangnya satu detektor untuk luas 28 m2.

b) Bila letak langit-langit melampaui ketinggian 3 m dari lantai, maka

batasan luas lingkup untuk satu detektor harus dikurangi dengan 20 % dari

luas lingkupnya.

Menurut Depnaker RI, 2000 Pemasangan detektor harus diatur sedemikian

rupa sehingga elemennya yang peka panas tidak boleh berada posisi kurang dari

15 m dari atau lebih dari 100 mm dibawah permukaan langit-langit. Apabila

terdapat kerangka penguat bangunan detektor dapat dipasang pada sebelah bawah

kerangka tersebut, asalkan kerangka itu tidak mempunyai kedalaman melampaui

25 cm. Dan pada kelompok sistem alarm kebakaran tidak boleh dipasang lebih

dari 40 buah detektor panas.

b. Detektor asap (smoke detektor)


13

Adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas asap. Menurut

Basic Safety Training, 1999 ada dua tipe detektor asap, yaitu :

1) Detektor asap ionisasi

Detektor asap ionisasi digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang

terdiri dari partikel kecil yang biasa terjadi pada kebakaran sempurna.

Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang tidak kelihatan

(ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang diproduksi oleh kebanyakan nyala

kebakaran. Reaksinya agak lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari

kebanyakan api tanpa nyala. Pada tipe ini cara mendeteksi asap menggunakan

elemen radioaktif dan dua elektroda yaitu Positif dan Negatif.

Cara kerja detektor asap ionisasi adalah sebagai berikut :

a) Dalam kondisi normal, antara kedua elektroda timbul suatu medan listrik.

b) Elemen radioaktif memancarkan radiasi kearah medan listrik antara dua

elektroda, sehingga terjadi proses ionisasi. Maka akibatnya akan terjadi aliran

listrik antara dua elektroda tersebut dan aliran listrik ini masih kecil dan lemah

sekali.

c) Bila antara elektroda tercemar oleh gas atau asap kebakaran, maka aliran

listrik akan membesar sehingga cukup untuk mengaktifkan rangkaian

elektronismenya. Akibatnya lampu indikator akan memberikan tanda bahaya

(nyala padam) disertai bunyi alarm bahaya.


14

2) Detektor asap optik

Detektor asap optik digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang

menghasilkan asap tebal seperti pada kebakaran PVC. Deteksi pancaran cahaya

foto-elektrik lebih bereaksi terhadap partikel yang kelihatan (ukuran lebih kecil

dari satu mikron) yang diproduksi oleh kebanyakan api yang tanpa nyala. Alat

deteksi asap tipe ini menggunakan bahan bersifat foto-elektrik yang sangat peka

sekali terhadap cahaya.

Cara kerja detektor asap optik adalah sebagai berikut :

a) Dalam keadaan normal, bahan foto elektrik mendapat cahaya dari lampu

kecil yang menyala sehingga bahan tersebut mengeluarkan arus listrik. Arus

listrik yang berasal dari bahan foto elektrik tersebut digunakan untuk

membuka suatu saklar elektronis.

b) Bila ada asap yang masuk, maka cahaya terhalang dan bahan foto elektrik

berhenti mengeluarkan arus listrik. Akibatnya, saklar elektronis yang tadinya

membuka menjadi menutup.

c) Menutupnya saklar elektronis akan mengakibatkan suatu rangkaian

penghasil pulsa listrik, yang nantinya diteruskan kelampu indikator (Tanda

bahaya nyala padam), dan mengakibatkan alarm bahaya.

Menurut Permenaker No. : PER/02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm

Kebakaran Otomatik pasal 68, yaitu :

1) Bila detektor asap dipasang secara terbenam, maka alas dari elemen

penginderaannya harus berada sekurang-kurangnya 40 mm dibawah

permukaan langit-langit.
15

2) Dalam menentukan letak detektor asap harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

a. Bila detektor asap dipasang dalam saluran udara yang mengalir

dengan kecepatan lebih dari 1 m perdetik perlu dilengkapi dengan alat

penangkap asap (sampling device).

b. Bila disuatu tempat dekat langit-langit atau atap dimungkinkan

dapat timbul suhu tinggi, maka detektor pelu diletakkan jauh dibawah

langit-langit atau atap tersebut agar detektor dapat bereaksi sedini

mungkin.

c. Apabila detektor asap dipasang dekat dengan saluran udara atau

dalam ruang berairconditioning harus diperhitungkan pengaruh aliran udar

serta gerakan asapnya.

Menurut Permenaker No. : PER/02/MEN/1983 pemasangan detektor asap

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Untuk setiap 92 m2 luas lantai harus dipasang sekurang-kurangnya satu

detektor asap atau satu alat penangkap asap.

b. Jarak antar detektor asap atau alat penangkap asap tidak boleh melebihi

dari 12 m dalam ruangan biasa dan 18 m di dalam koridor.

c. Jarak dari titik pusat detektor asap atau alat penangkap asap yang terdekat

kedinding atau pemisah tidak boleh melebihi dari 6 m dalam ruangan biasa

dan 12 m di dalam koridor.

Pada sistem alat penangkap asap harus tersedia dua kipas angin, satu

digerakkan oleh arus listrik dari sumber utama dan yang satu dari baterai
16

akimulator, atau hanya satu kipas angin yang digerakkan oleh arus listrik dari

sumber utama dengan satu sakelar pemindah otomatik kebaterai akimulator.

Dalam merencanakan suatu instalasi harus menanamkan dalam pikirannya bahwa,

agar sebuah detektor asap bereaksi, asap harus bergerak dari titik asalnya ke

detektor. Dalam melakukan evaluasi setiap bangunan tertentu atau lokasi, kiranya

lokasi api harus ditentukan terlebih dahulu. Dari masing titik-titik asal, jalur dari

perjalanan asap harus ditentukan. Dimana kepraktisan, pengetesan lapangan

sesungguhnya perlu diadakan. Lokasi yang paling diinginkan untuk perletakan

detektor asap adalah titik perpotongan bersama dari perjalanan asap dari lokasi api

menembus atau menerobos bangunan. (Depnaker RI, 2000)

c. Detektor nyala api (Flame detector)

Adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas radiasi nyala api.

(Depnaker RI, 2000) Ada dua tipe detektor nyala api yaitu :

1) Detektor nyala api Ultra Violet

Adalah suatu alat yang elemen penginderaannya akan bereaksi terhadap

energi radiasi di luar jangkauan mata manusia (kira-kira di bawah 4.000

Angstrom).

2) Detektor nyala api Infra Merah

Adalah suatu alat yang elemen penginderaannya akan bereaksi terhadap

energi radiasi di luar jangkauan penglihatan manusia (kira-kira 7.700 Angstrom).

Setiap kelompok atau setiap zona detektor harus dibatasi maksimum 20

buah detektor nyala api yang dapat melindungi ruangan dengan luas maksimum

1.000 m2. Pemasangan alat deteksi nyala api berlainan dengan alat-alat deteksi
17

sebelumnya, pada umumnya alat deteksi nyala api dipasang ditempat-tempat yang

mempunyai resiko bahaya kebakaran lebih besar dan dalam keaktifan pembakaran

yang lebih cepat. Karena kemampuan mendeteksi yang cepat, flame detector

biasanya hanya dipasang untuk daerah dengan bahaya yang tinggi (high hazard)

seperti :

a) Tempat menaikkan bahan bakar

b) Daerah proses industri

c) Daerah dengan ceiling yang tinggi

d) Daerah dengan bahaya explosive atau daerah dengan api yang cepat

menjalar.

Prinsip kerjanya hampir sama dengan alat-alat deteksi sebelumnya,

bedanya terletak pada sensor yang dilakukan yaitu mendeteksi terhadap sinar ultra

violet yang terpancar dari api kebakaran.

Menurut Depnakertrans 1998/1999, Pada sistem instalasi alarm kebakaran

juga diperlukan kelengkapan berupa :

a. Titik Panggil Manual (Manual Call Point)

Adalah suatu alat yang bekerjanya secara manual untuk mengaktifkan

isyarat adanya kebakaran yang dapat berupa :

1) Titik panggil manual secara tuas (Full Down)

2) Titik panggil manual secara tombol tekan (Push Button)

b. Alarm kebakaran
18

Adalah komponen dari sistem yang memberika isyarat atau tanda adanya

suatu kebakaran yang dapat berupa :

1) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi

khusus (Audible Alarm).

2) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap

oleh pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).

c. Panel indikator kebakaran

Adalah suatu komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang

fungsinya unuk mengendalikan bekerjanya sistem dan terletak di ruang operator.

Panel indikator kebakaran dapat terdiri dari panel kontrol utama atau satu panel

kontrol dengan satu atau beberapa panel bantu.

d. Catu Daya

Catu Daya harus mempunyai 2 buah sumber energi listrik yaitu sebagai

berikut :

1) Listrik PLN atau pembangkit tenaga listrik (emergency generator)

2) Baterai

e. Perlengkapan bantu instalasi atau perlengkapan tambahan

Perlengkapan tambahan yang tidak merupakan peralatan pokok dari sistem

alarm kebakaran yang telah disahkan dapat dihubungkan lewat relai dengan syarat

bahwa alat perlengkapan tambahan tersebut tidak mengganggu bekerjanya sistem.


19

5. Pemeliharaan Dan Pengujian

Menurut Depnakertrans 1998/1999, Pemeliharaan dan pengujian sistem

alarm kebakaran dilakukan secara menyeluruh, dengan jalan mengaktifkan

detektor atau alarm initiating device dimana sinyal kebakaran dari alarm akan

dikirim atau ditransfer ke panel alarm, kemudian sinyal akan mengaktifkan alarm

kebakaran yang berbentuk alarm audio dan alarm visual. Pengujian yang

dilakukan pada alat detektor adalah sebagai berikut :

a. Detektor panas dan detektor kombinasi

Untuk membangkitkan sinyal dari detektor panas dapat dilakukan dengan

cara menyulutkan api pada permukaan detektor. Setelah temperaturnya cukup,

detektor akan mengirimkan sinyal ke unit panel maka alarm akan bekerja dan

tanda apabila detektor aktif yaitu lampu indikator yang ada pada detektor akan

menyala.

b. Detektor asap

Proses mengaktifkannya sama dengan detektor panas, hanya kita tidak

menggunakan api atau panas tetapi kitatiupkan asap kedetektor asap setelah

beberapa saat detektor akan bekerja.

c. Detektor nyala api

Proses pengaktifkannya sama dengan menyalakan korek api didekat

detektor nyala api, maka detektor akan bekerja.


20

Pemeliharaan dan pengujian yang dilakukan pada instalasi alarm

kebakaran menurut Permenaker No. : PER/02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm

Kebakaran Otomatik, Pasal 57 adalah sebagai berikut :

1) Terhadap instalasi alarm kebakaran otomatik harus dilakukan

pemeliharaan dan pengujian berkala secara mingguan bulanan dan tahunan.

1. Pemeliharaan dan pengujian tahunan dapat dilakukan oleh konsultan

kebakaran atau organisasi yang telah diakui oleh Direktur atau pejabat yang

ditunjuk.

Pemeliharaan dan pengujian mingguan antara lain meliputi :

membunyikan alarm secara simulasi, memeriksa kerja lonceng memeriksa

tegangan dan keadaan baterai, memeriksa seluruh system alarm dan mencatat

hasil pemeriksaan serta pengujian buku catatan.

Pemeliharaan dan pengujian bulanan antara lain meliputi : Menciptakan

kebakaran simulasi, memeriksa lampu-lampu indikator, memeriksa fasilitas

penyediaan sumber tenaga darurat, mencoba dengan kondisi gangguan terhadap

sistem, memeriksa kondisi dan kebersihan panel indikator dan mencatat hasil

pemeliharaan dan pengujian dalam buku catatan.

Pemeliharaan dan pengujian tahunan antara lain meliputi : memeriksa

tegangan instalasi, memeriksa kondisi dan keberhasilan seluruh detektor serta

menguji sekurang–kurangnya 20 % detektor dari setiap kelompok instalasi

sehingga selambat-lambatnya dalam waktu 5 tahun, seluruh detektor sudah teruji.

Hasil pemeriksaan tahunan harus dimuat dalam berita acara pemeriksaan berkala

dan dicatat dalam buku catatan.


21

B. Kerangka Pemikiran

Tempat Kerja

Sumber Bahaya Kebakaran

Deteksi dini Penanggulangan


Kebakaran

Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik

Pemeriksaan, Pemeliharaan Tidak dilakukan pemeriksaan,


Dan Pengujian pemeliharaan dan pengujian

Pendeteksian awal terjadinya Deteksi tidak berfungsi


kebakaran

Penanggulangan
Kerugian akibat Kebakaran
kebakaran Penanggulangan kebakaran
Kebakaran besar
cepat kecil
dan tepat terlambat
22

- Kerugian (Harta, benda, aset


dll)
- Terganggunya proses
produksi
- Kematian

Anda mungkin juga menyukai