Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Soil Transmitted Helminths

Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus), dan Strongyloides stercoralis. (Adi Sasongko, 2009)

Soil Transmitted Helminths ini ditularkan menghasilkan berbagai gejala

termasuk manifestasi usus (diare, sakit perut), malaise dan kelemahan umum,

yang dapat mempengaruhi kemampuan bekerja dan belajar dan merusak

pertumbuhan fisik. Cacing tambang usus kronis menyebabkan kehilangan darah

yang mengakibatkan anemia. (WHO, 2009)

Cacing yang menyukai lingkungan kotor dan lembab ini sering ditemui

pada lingkungan yang kumuh dan lembab. Mahluk yang tergolong parasit ini

masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau secara langsung menembus kulit

tubuh. Bila melalui makanan berarti telur atau larva cacing berada pada makanan

yang tidak higienis (sayur dan daging yang tidak dimasak matang, misalnya).

Jika masuk secara langsung, cacing bisa masuk lewat telapak kaki saat anak

bermain di tempat-tempat kotor seperti di tanah tanpa alas kaki. (Hindra Irawan

Satari, 2009)

1
2

B. Macam-macam Penyakit Kecacingan

Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya

merugikan, manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar

daripada nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Diantara 9 nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang ditularkan

melalui tanah dan disebut Soil Transmitted Helmints yang terpenting adalah

Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan

Trichuris trichiura (Srisasi Gandahusada, 2000:8)

Tetapi dalam sehari-hari sering juga ditemukan infeksi cacing

Strongyloides stercoralis. (Hindra Irawan Satari, 2009)

1. Ascariasis (Penyakit Cacing Gelang)

a. Parasit penyebabnya adalah Ascaris lumbricoides

b. Toxonomi
Sub kingdom : Metazoa

: Phylum Nemathelminthes

: NematodaKelas
: Phasmidia : Ascaridia

Sub kelas Super famili : Ascaridoidea

: Ascaris Genus
Ordo

Spesies

(Jeffrey dan Leach, 1993)


3

c. : A.lumbricoidesMorfologi

Cacing jantan mempunyai ukuran 10-31 cm, ekor melingkar, dan

memiliki 2 spikula. Sedangkan cacing betina mempunyai ukuran 22-35

cm, ekor lurus, pada 1/3 bagian anterior, dan memiliki cincin kopulasi.

Baik cacing jantan, maupun betina memiliki mulut terdiri atas tiga buah

bibir.

Telur yang dibuahi berukuran 60x45 mikron, berbentuk oval,

berdinding tebal dengan tiga lapisan dan berisi embrio. Sedangkan telur

yang tidak dibuahi berukuran 90x40 mikron, berbentuk bulat lonjong

atau tidak teratur, dindingnya terdiri atas dua lapisan dan dalamnya

bergranula. Selain itu terdapat pula telur decorticated, dimana telurnya

tanpa lapisan albuminoid yang lepas karena proses mekanik. (Pinardi

Hadidjaja, dan Srisasi Gandahusada, 2002)

Gambar 2.1.1 Telur Ascaris lumbricoides


(Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)

Gambar 2.1.2 Cacing Ascaris lumbricoides

(http://medicastore.com/rss.artikel.php. 2009)

d. Siklus Hidup

Bentuk infektif bila tertelan oleh manusia, menetas di usus

halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah

atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran

darah ke paru-paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah,

lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakhea

melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakhea melalui larva ini menuju

ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Di usus halus

larva berubah menjadi cacing dewasa, sejak telur matang sampai cacing

dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua bulan. (Srisasi

Gandahusada, 2006)
Gambar 2.1.3 Siklus Hidup Ascaris lumbricoides
(Srisasi Gandahusada, 2006)

e. Patologi dan Gejala Klinik

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing

dewasa dan larva.


6

Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru.

Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus

dan timbul gangguan paru yang disertai dengan batuk, demam dan

eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam

waktu tiga minggu. Keadaan ini disebut Sindrom Loffler. Gangguan

yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang

penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu

makan berkurang, diare atau konstipasi.Pada infeksi berat, terutama pada

anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan

malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal

dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).

Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran

empedu, apendiks, atau bronkus dan menimbulkan keadaan gawat

darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.

f. Diagnosa Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja. Selain

itu diagnosis dapat pula dibuat apabila cacing keluar sendiri baik melalui

mulut, hidung, maupun tinja. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita

Pribadi, 2006)

2. Trikuriasis (Penyakit Cacing Cambuk)

a. Parasit penyebabnya adalah Trichuris trichiura

b. Toxonomi
Sub kingdom : Metazoa

(Jeffrey dan Leach, 1993)


7

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub kelas : Aphasmidia

Ordo : Enoplida

Super famili : Trichinellidea

Genus : Trichuris

Spesies : T. trichuira
c. Morfologi

Cacing jantan mempunyai panjang 4 cm, bagian anteriornya

halus seperti cambuk, dengan bagian ekor melingkar. Sedangkan cacing

betina panjangnya 5 cm, bagian anteriornya pun halus seperti cambuk,

tetapi bagian ekor lurus berujung tumpul.

Telurnya mempunyai ukuran 50 x 22 mikron, bentuk seperti

tempayan dengan ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi larva.

(Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)

Gambar 2.2.1 Telur Trichuris trichuira


(Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)

Gambar 2.2.2 Cacing Trichuris trichuira


(Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)

d. Siklus Hidup
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur

tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan

yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur

matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara

infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang.

Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.

Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk

ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus

paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing

dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. (Srisasi

Gandahusada, Ilahude,Wita Pribadi, 2006)

Gambar 2.2.3 Siklus Hidup Trichuris trichuira


(Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)

e. Patologi dan Gejala Klinis


Cacing Trichuris trichuira pada manusia terutama hidup di

sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens.

Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di

seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum

yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu

defekasi.

Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus,

hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa

usus. Pada tempat perlekatannnya dapat terjadi perdarahan. Di samping

itu rupanya cacing ini mengisap darah hospesnya, sehingga dapat

menyebabkan anemia.

Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris trichuira

yang berat dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare

yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun,

dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.

Infeksi berat Trichuris trichuira sering disertai infeksi cacing

lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala

klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Parasit ini ditemukan

pada pemeriksaan tinja rutin.

f. Diagnosa Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja (Srisasi

Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)

3. Penyakit Cacing tambang


a. Parasit penyebabnya adalah Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus

b. Toxonomi
Sub kingdom : Metazoa

Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda

Sub kelas : Phasmidia

Ordo : Rhabditida

Super famili : Ancylostomaidea dan Necator


Genus : Ancylostoma dan Necator

Spesies : A. duodenale

N. americanus

(Jeffrey dan Leach, 1993)

c. Morfologi

a) Ancylostoma duodenale

Memiliki panjang badan 1 cm, menyerupai huruf C.

dibagian mulutnya terdapat dua pasang gigi. Cacing jantan

mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya. Sedangkan

cacing betina ekornya runcing.

b) Necator americanus

Memiliki panjang badan 1 cm, menyerupai huruf S. bagian

mulutnya mempunyai benda kitin. Cacing jantan mempunyai bursa


kopulaptriks pada bagian ekomya. Sedangkan cacing betina ekornya

runcing.

Telurnya berukuran 70 x 45 mikron, bulat lonjong,

berdinding tipis, kedua kutub mendatar. Di dalamnya terdapat

beberapa sel.

Larva rabditiformnya memiliki panjang 250 mikron,

rongga mulut panjang dan sempit, esophagus dengan dua bulbus dan

menempati 1/3 panjang badan bagian anterior. Sedangkan larva

filariform, panjangnya 500 mikron, ruang mulut tertutup,

esophagus menempati lA panjang badan bagian anterior. (Pinardi

Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)

Gambar 2.3.1 Telur Cacing Tambang (Pinardi, 2002)

\CCr
C?( C

Gambar 2.3.2 A. duodenale


Gambar 2.3.3 N.americanus

(Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)

d. Siklus Hidup

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam

waktu 1-1,5 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3

hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat

menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah.

Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron,

berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat

4-8 sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron,

sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron. (Srisasi

Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)


Gambar 2.3.4 Siklus Hidup cacing tambang

(Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)

e. Patologi dan gejala klinis

1) Stadium Larva

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit,

maka terjadi perbahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan

pada paru biasanya ringan.

2) Stadium Dewasa
Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing, serta keadaan gizi penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing Ancylostoma duodenale
menyebabkan kehilangan darah 0,080,34 cc sehari, sedangkan Necator americanus 0,005-0,1 cc

sehari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu

juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan

anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi

daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun. (Srisasi

Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)


f. Diagnosa Laboratorium ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja

segar. Untuk membedakan spesies A. duodenale dan N. americanus

dapat dilakuka biakan tinja dengan cara Harada-Mori. (Srisasi

Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)

4. Strongiloidiasis

a. Parasit penyebabnya Strongyloides stercoralis

b. Toxonomi
Sub kingdom : Metazoa

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub Kelas : Phasmidia

Ordo : Rhabditida

Super famili : Strongyloidea

Genus : Strongyloides

Species : Strongyloides stercoralis

(Jeffrey dan Leach,1993)


c. Morfologi

Cacing jantan memiliki panjang 1 mm, dengan ekor

melingkar dengan spikulum, dan esofagus pendek dengan dua bulbus.

Sedangkan cacing betina memiliki panjang yang sama dengan jantan,

10 mm, dengan uterus berisi telur, dan ekor runcing, serta memiliki

esofagus pendek dengan dua bulbus.

Larva rabditiformnya memiliki panjang 225 mikron, mulut

terbuka, pendek, dan lebar, esofagus dengan dua bulbus. Larva ini

memiliki ekor runcing.

Larva filariformnya memiliki panjang 700 mikron, langsing,

tanpa sarung, ruang mulut tertutup, esofagus menempati !4 panjang

badan, bagian ekor berujung tumpul berlekuk. (Pinardi Hadidjaja dan

Srisasi Gandahusada, 2002)

Gambar 2.4.1 Cacing Strongyloides stercoralis


d. (Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)Siklus Hidup

1) Siklus langsung

Sesudah 2 sampai tiga hari di tanah, larva rabditiform yang

berukuran kira-kira 225 x 16 mikron, berubah menjadi larva

filariform dengan bentuk langsing dan merupakan benruk infektif.

Panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila menembus kulit manusia,

larva tumbuh, masuk ke dalam peredaran darah vena dan kemudian

melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai

menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakhea dan laring.

Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk, sehingga parasit

tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi

dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28

hari sesudah infeksi.

2) Siklus tidak langsung

Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah berubah

menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-

bentuk yang berisi ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing

yang betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran

0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan dua

buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan

telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform


dalam waktu beberapa hari dpat menjadi larva filariform yang

infektif dan masuk ke dalam hospes baru, atau

larva rabditiform tersenut dapat juga mengulangi fase hidup bebas.

Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan

sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan

untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri- negeri tropic

dengan iklim lemabab. Siklus langsung ini sering terjadi di negeri-

negeri yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan

untuk parasit tersebut.

3) Autoinfeksi

Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di

usus atau daerah sekitar anus (perianal), misalnya pada pasien

penderita obstipasi dan pada pasien penderita diare.

Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal,

maka terjadi suatu daur perkembangan di dalam hospes. Adanya

autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada

penderita yang hidup di daerah non endemik. (Srisasi Gandahusada,

Ilahude, Wita Pribadi, 2006 )


Gambar 2.4.2 Siklus Hidup Cacing Strongyloides stercoralis

(Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006 )

e. Patologi dan Gejala Klinis

Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul

kelainan yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan

rasa gatal yang hebat.

Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda.

Infeksi ringan dengan Strongyloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui

hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat

menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah

dan tidak menjalar. Mungkin ada mual, dan muntah, diare dan konstipasi

saling bergantian. Pada strongiloidiasis


ada kemungkinan terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada
hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan

di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai

alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Sering ditemukan pada orang

yang mengalami gangguan imunitas dan dapat menimbulkan kematian.

Pada pemriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau

hiperesinofilia meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal.

(Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)

f. Diagnosa Laboratorium

Diagnosis klinis tidak pasti, karena strongiloidiasis tidak

memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti yaitu apabila

menemukan larva rabditiform dalam tinja segar dalam biakan atau dalam

aspirasi duodenum. Biakan tinja selama sekurang-kurangnya 2 x 24 jam

menghasilkan larva rabditiform dan cacing dewasa Strongyloides

stercoralis yang hidup bebas. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita

Pribadi, 2006)

C. Tanah

1. Pendahuluan

Tanah adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated)

terletak dipermukaan bumi, yang telah dan tetap akan mengalami perlakuan
dan dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi

bahan induk, iklim (termasuk kelembaban dan suhu), organisme

(makro dan mikro) dan topografipada suatu periode waktu tertentu.

(Kumar Abadi, 2005)

a. Sifat Fisik Tanah

Secara keseluruhan sifat fisik tanah ditentukan oleh :

1) Ukuran dan komposisi partikel-partikel hasil pelapukan bahan

penyusun tanah.

2) Jenis dan proporsi komponen-komponen penyusun partikel- partikel.

3) Keseimbangan antara suplai air, energi dan bahan dengan

kehilangannya.

4) Intensitas reaksi kimiawi dan biologis yang telah atau sedang

berlangsung. (Kumar Abadi, 2005)

b. Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukan komposisi partikel penyusun tanah

(separat), yaitu :

1) . Pasir (sand) berdiameter 2,00 sampai 0,20 mm atau 2000-200 pm

2) . Debu (silt) berdiameter 0,20-0,002 mm atau 200-2 pm

3) . Liat (clay) berdiameter < 2 pm

Berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi:


a) Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang

mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir

berlempung.

b) Tanah bertekstur halus atau tanah berliat berarti tanah yang

mengandung minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu

atau liat berpasir.

c) Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:

(1) Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang

bertekstur lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir

halus.

(2) Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur lempung

berpasir halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam)

atau debu (silt).

(3) Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat

(clay loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam) atau

lempung liat berdebu (sandy-silt loam) (Kumar Abadi, 2005).

2. Penyebaran penyakit kecacingan

Penyebaran penyakit kecacingan dari tinja manusia dapat melalui

salah satunya adalah tanah (Soemirat, 2000).

Berbagai akibat kurangnya dalam pengelolaan sampah sejak sampah

dihasilkan sampai pembuangan akhir sangat merugikan kesehatan


masyarakat secara langsung salah satunya adalah terjadinya pencemaran

tanah oleh nematoda usus soil transmitted helminths (Ascaris lumbricoides,

Trichuris trichuira, Ancylostoma duodenale, dan Strongyloides stercoralis)

(Cahyo Wu, 2009)

Penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya

tanah dengan tinja yang mengandung telur Trichuris trichiura, telur tumbuh

dalam tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal 30C .

(Depkes R.I, 2004:18).

Tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara

25C-30C sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides

sampai menjadi bentuk infektif (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi,

2006:11).

Sedangkan untuk pertumbuhan larva Necator americanus yaitu

memerlukan suhu optimum 28C-32C dan tanah gembur seperti pasir atau

humus, dan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah yaitu 23 C- 25 C

tetapi umumnya lebih kuat (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi,

2006:15).

Kondisi tanah yang lembab dengan bertumpuknya banyak sampah

merupakan habitat yang tepat untuk nematoda hidup dan berkembang biak.

Tesktur tanah yang sangat bervariasi yang terdiri dari tanah pasir, debu dan

liat sangat memungkinkan hidup dan berkembang biak telur-telur cacing


hingga menjadi cacing yang infektif menularkan penyakit kecacingan.

(Cahyo Wu, 2009)

Upaya kebersihan yang harus dilakukan untuk mewujudkan kondisi

halaman rumah yang bersih melalui pengelolaan sampah. Pengendalian

dampak pembuangan sampah untuk mengurangi resiko bagi kesehatan

masarakat terutama untuk mengurangi terjadinya infeksi kecacingan. (Cahyo

Wu, 2009)

3. Halaman Rumah

Halaman merupakan pekarangan di muka rumah. (Trisno Yuwono

dan Silvita, 2006)

Dalam penelitian ini, yang dimaksud halaman rumah adalah

pekarangan di sekitar rumah, meliputi pekarangan depan, samping, maupun

belakang rumah.

Anda mungkin juga menyukai

  • 130 294 1 SM
    130 294 1 SM
    Dokumen27 halaman
    130 294 1 SM
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Chapter I
    Chapter I
    Dokumen6 halaman
    Chapter I
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Reaksi Imun Terhadap Infeksi TBC
    Reaksi Imun Terhadap Infeksi TBC
    Dokumen6 halaman
    Reaksi Imun Terhadap Infeksi TBC
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • 03 Mar 2017
    03 Mar 2017
    Dokumen7 halaman
    03 Mar 2017
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Gonorhea Pada Laki - Laki
    Gonorhea Pada Laki - Laki
    Dokumen12 halaman
    Gonorhea Pada Laki - Laki
    Murty Ekawaty M
    Belum ada peringkat
  • Jamur
    Jamur
    Dokumen15 halaman
    Jamur
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Agama
    Agama
    Dokumen1 halaman
    Agama
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • 2 Dimensi
    2 Dimensi
    Dokumen3 halaman
    2 Dimensi
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Reaksi Imun Terhadap Infeksi TBC
    Reaksi Imun Terhadap Infeksi TBC
    Dokumen6 halaman
    Reaksi Imun Terhadap Infeksi TBC
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Sayankku
    Kata Pengantar Sayankku
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar Sayankku
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Audit
    Audit
    Dokumen12 halaman
    Audit
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Artikel
    Artikel
    Dokumen5 halaman
    Artikel
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • PANTUN
    PANTUN
    Dokumen9 halaman
    PANTUN
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Marketing
    Manajemen Marketing
    Dokumen11 halaman
    Manajemen Marketing
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Marketing
    Manajemen Marketing
    Dokumen11 halaman
    Manajemen Marketing
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Marketing
    Manajemen Marketing
    Dokumen11 halaman
    Manajemen Marketing
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • PANTUN
    PANTUN
    Dokumen9 halaman
    PANTUN
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Asam Urat
    Asam Urat
    Dokumen25 halaman
    Asam Urat
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat
  • Plasmodium Malariae
    Plasmodium Malariae
    Dokumen3 halaman
    Plasmodium Malariae
    'Ranie Zleyr Izranie'
    Belum ada peringkat