Makalah Gizi
Makalah Gizi
GIZI DI MASYARAKAT
Oleh:
SITI NUR ALYAH
NPM:17340134.P
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
timbulnya penyakit diabetes, kegemukan, hipertensi, penyakit jantung
koroner dan penyakit defiensi vitamin-mineral yang cukup parah. Di negara
miskin dimana persediaan pangan terbatas jumlahnya, sering dijumpai
keadaan gizi karena kombinasi faktor-faktor pertama, kedua dan ketiga
diatas.
Mengingat Indonesia merupakan negara berkembang yang masih
banyak masayrakat hidup berkekurangan, sehingga tidak mudah untuk
mereka memenuhi kebutuhan makanan. Penting untuk kita mengetahui
masalah-masalah gizi apa yang bisa dialami masyarakat Indonesia serta
bagaimana upaya penanggulangan masalah gizi di Indonesia. Hal inilah yang
melatar belakangi kelompok untuk megembangkan materi tentang
penanggulangan gizi utama di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Masalah Gizi Utama di Indonesia
Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah
gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya
disebabkan oleh kemiskinan; kurangnya persediaan pangan; kurang baiknya
kualitas lingkungan (sanitasi); kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi,
menu seimbang dan kesehatan; dan adanya daerah miskin gizi (iodium).
Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan
masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu
seimbang dan kesehatan.
3
penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberi makan anggota keluarga
yang sedang sakit.
Komponen biologi yang menjadi latar belakang KEP antara lain,
malnutrisi ibu, baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta
diet rendah energi dan protein. Seorang ibu yang mengalami KEP selama
kurun waktu tersebut pada gilirannya akan melahirkan bayi berberat badan
rendah. Tanpa ketersediaan pangan yang cukup, bayi KEP tersebut tidak akan
mampu mengejar ketertinggalannya, baik kekurangan berat semasa
kandungan maupun setelah lahir.
Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan
terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya
tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP menurunkan produktivitas kerja
dan derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit.
KEP berat pada orang dewasa yang disebabkan oleh kelaparan, pada
saat ini sudah tidak terdapat lagi. KEP berat pada orang dewasa di kenal
sebagai honger oedeem. KEP pada saat ini terutama terdapat pada anak balita.
Pada umumnya KEP lebih banyak terdapat di daerah pedesaan
daripada di daerah perkotaan. Di samping kemiskinan, faktor lain yang
berpengaruh adalah, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan.
Faktor lain yang berpengaruh adalah, kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan atau pemberian makanan
sesudah bayi disapih serta tentang pemeliharaan lingkungan yang sehat.
Menurut prevalensi gizi buruk dan gizi kurang secara rata-rata,
walaupun Indonesia mengalami krisis ekonomi sejak tahun 1997, diduga
sebagai akibat diselenggarakannya program Jaringan Sosial Bidang Kesehatan
(JS-BK) yang dikembangkan sejak tahun 1998, antara lain dengan pemberian
makanan tambahan (PMT) kepada balita bermasalah melalui rumah sakit-
rumah sakit dan puskesmas.
4
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah gizi
utama di Indonesia. Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat
diamati dari besarnya angka kesakitan dan angka kematian janin, serta
kematian maternal antara lain pendarahan pascapartum dan plasenta previa
yang kesemuanya bersumber pada anemia defisiensi.
Penyebab masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk
mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan
biologik tinggi (asal hewan), dan pada perempuan ditambah dengan
kehilangan darah melalui haid atau pada persalinan. Secara umum ada tiga
penyebab anemia gizi besi, yaitu: (1) kehilangan darah secara kronis, sebagai
dampak pendarahan kronis seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid,
infestasi parasit dan proses keganasan, (2) asupan zat besi tidak cukup dan
penyerapan tidak adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk
pembentukan sel darah merah yang lazim berlagsung pada masa pertumbuhan
bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui.
Tanda dan gejala anemia gizi besi biasanya tidak khas dan sering tidak
jelas, seperti: pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak napas.
Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva
palpebra.
AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau produktivitas
kerja, penurunan kemampuan berpikir dan penurunan antibodi sehingga
mudah terserang infeksi. Penanggulangannya dilakukan melalui pemberian
tablet atau sirup besi kepada kelompok sasaran.
5
beresiko mengalami kekurangan iodium, semata karena kesalahan memilih
tempat bermukin di tanah yang tidak cukup mengandung iodium.
Kekurangan Iodium biasanya terjadi di daerah pegunungan, di mana
tanah kurang mengandung iodium yang mungkin diakibatkan oleh terbawa
hanyutnya iodium bersama air hujan. Namun daerah yang terbentang
didataran rendah pun bukan tidak mungkin mengalami kekurangan iodium.
Air bah yang kerap berkunjung, menghanyutkan iodium yang tersimpan
dalam tanah.
GAKI yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar
tiroid, yang secara perlahan menyebabkan kelenjar ini membesar sehingga
menyebabkan gondok. Istilah ini digunakan untuk setiap pembesaran kelenjar
tiroid. Pada anak-anak rendahnya kadar hormone tiroid dalam aliran darah
menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan jasmani, maupun mental. Hal
tersebut berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu, terbelakang atau bodoh.
Daerah GAKI merentang sepanjang Bukit Barisan di Sumatera, daerah
pegunungan di Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan
Irian Jaya. Di daerah tersebut GAKI terdapat secara endemik.
Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui
pemberian kapsul minyak beriodium/iodized oil capsule kepada semua wanita
usia subur dan anak sekolah dasar di daerah endemik. Secara umum
pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur.
6
ekologis. Kasus defisiensi ini kerap terjadi secara berkelompok, bersifat
musiman, mencapai puncaknya pada masa kesulitan pangan, sesudah epidemi
penyakit campak dan diare, dan setelah terjadi penyakit infeksi.
Banyak sekali keadaan yang mempengaruhi status vitamin A
seseorang. Salah satu faktor yang penting ialah kecukupan asupan vitamin A
dan provitamin A. Asupan yang dianjurkan minimal sebesar 180-450 g
retinol dan kesetaraan retinol (RE) dalam sehari bergantung pada usia, jenis
kelamin serta keadaan fisiologis. Sumber vitamin A untuk masyarakat yang
beresiko mengalami defisiensi sebagian besar berasal dari buah dan sayuran
berwarna kuning dan hijau yang mengandung karetenoid. Bahan pangan ini
kerap bersifat musiman. Karena itu untuk membangun cadanagan vitamin A,
seseorang harus mengonsumsi buah dan sayuran ini sebanyak bebrapa kali
dari jumlah yang dianjurkan (konsumsi sayuran kurang dari sekali seminggu
akan meninggikan resiko sebesar 7,3 kali).
Kurang vitamin A yang menyebabkan kebutaan, pada akhir
Pembangunan Jangka Panjang I (PJP I) sudah hampir tidak ada lagi. Hasil
Susenans di 15 provinsi rawan defesiensi vitamin A menunjukkan, bahwa
prevalensi KVA dengan indikator bercak bitot (X1B), yang pada tahun 1987
ada sebesar 1,3%, pada tahun 1992 turun menjadi 0,35% (TABEL).
Prevalensi ini berada di atas kriteria WHO guna menetapkan apakah KVA
merupakan masalah kesehatan masyarakat (X1B > 0,5%), sehingga secara
nasional KVA saat ini tidak merupakah masalah lagi. Tingkat yang lebih
parah, xerosis kornea (X2), ulkus kornea (X3A), keratomalasia (X3B), dan
parut kornea (XS), sejak tahun 1992 sudah tidak ditemukan lagi.
Hasil Susenas tahun 1992 menunjukkan bahwa masalah KVA barupa
bercak Bitot (X1B) masih terdapat di tiga provinsi yaitu Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah dan Maluku. Khusus Sulawesi Selatan, survei ulang yang
dilakukan 4 bulan kemudian menunjukkan penurunan prevalensi bercak Bitot
hingga 0%. Hal ini terjadi sebagai akibat intervensi yang dilakukan berupa
pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi di daerah kantong-kantong rawan
xeroftalmia. Atas keberhasilan penanggulangan masalah KVA ini, pada tahun
7
1995 Indonesia mendapat penghargaan dari Yayasan Helen Keller
Internasional.
Kemungkinan munculnya kembali masalah KVA sebagai masalah
kesehatan masyarakat tetap perlu diwaspadai, karena pada tahap subklinik
KVA masih merupakan masalah. Sebanyak 50,0% anak balita masih
menunjukkan kadar serum vitamin A yang rendah, yaitu < 20g/dl (Dit. BGM
Depkes, 2000).
KVA dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh
sehingga mudah terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian pada
anak-anak. Penyebab masalah KVA adalah kemiskinan dan kurangnya
pengetahuan tentang gizi.
8
neoplasma (tumor dan kanker) menonjol di perkotaan, khususnya di antara
penduduk berpendidikan tinggi.
9
10. Upaya pengawasan makanan dan minuman dan
11. Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi
10
Selanjutnya fase rehabilitasi, yang semestinya telah dimulai di rumah sakit
dan dianjurkan secara rawat jalan. Penderita harus terus mengonsumsi energi,
protein dan zat-zat gizi lain dalam jumlah yang tepat, terutama jika makanan
tradisional telah dimasukkan kedalam menu harian. Sementara itu dukungan fisik
dan emosi juga harus diberikan, dismaping pengobatan untuk diare yang
membandel, parasit usus, penyulit, serta vaksinasi.Tugas utama dari fase ini ialah
mendorong anak untuk makan sebanyak mungkin, memulai dan mendorong
pemberian air susu ibu secukupnya, merangsang perkembagan fisik dan emosi,
serta menyiapkan ibu atau pengasuh dalam pengawasan anak setelah keluar rumah
sakit..
Pemberian makanan tradisional, yaitu makanan yang biasa disantap
dirumah, baru dapat terlaksana manakala edema telah lenyap, lesi kulit hampur
sembuh, penderita telah aktif serta dapat berinteraksi dengan lingkungannya,
nafsu makan telah pulih, dan kecepatan tumbuh untuk mengejar ketertinggalan
selama sakit telah tercapai. Dalam fase ini, makanan tradisional yang tersedia
dirumah (dicampur dengan makanan formula yang mengandung kalori dan
protein tinggi) perlahan-lahan dimasukkan dalam diet. Untuk anak-anak, jumlah
asupan protein sehari minimal 3-4 gram, dan energy 120-150 kkal/kgBB. Untuk
memperoleh nilai ini, makanan padat yang kaya akan energi harus diperkaya lagi
dengan menambahkan minyak, sementara mutu kepadatan protein didapat melalui
penggunaan bahan pangan yang berasal dari hewan, protein kacang, dan
campuran protein sayuran.
Penanganan fisik dan emosi tidak kalah penting dalam pengobatan KEP
berat. Sejak awal pengobatan, penderita memerlukan perhatian dan kasih sayang
baik dari keluarga maupun staf rumah sakit. Segera setetelah mampu bergerak
tanpa bantuan dan mau berinteraksi dengan staf rumah sakit dan anak-anak lain,
anak harus didorong agar mau bermain serta berpartisipasi pada seluruh kegiatan
fisik. Sementara untuk pasien dewasa harus melakukan olahraga secara teratur
agar terjadi penigkatan ketahanan kardiorespiratorik secara bertahap.
11
Penanggulangan anemia gizi besi dapat dilakukan dengan tindakan
pencegahan yang sejauh ini terdapat empat pendekatan dasar pencegahan anemia
defisiensi zat gizi. Keempat pendekatan tersebut adalah (1) pemberian tablet dan
suntikan zat besi, (2) pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan
peningkatan asupan zat besi melalui makanan, (3) pengawasan penyakit infeksi,
dan (4) fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.
Pada tataran praktisi klinis, jika penyebab anemia sudah ditemukan,
pengobatan diarahkan untuk mengganti defisit zat besi dengan garam besi
anorganik. Sesungguhnya masalah defisisensi zat besi cukup diterapi dengan
memberikan makanan yang cukup mengandung zat besi. Namun, jika anemia
sudah terjadi, tubuh tidak akan mungkin menyerap zat besi dalam jumlah besar
dan dalam waktu yang relatif singkat. Karena itu pengobatan selalu meggunakan
suplementasi zat besi, disamping dengan menambah jumlah makanan yang kaya
akan dan yang dapat menambah penyarapan zat besi.
12
misalnya campak dan KKP berat, selayaknya diperlakukan sebagai kasus gawat
darurat. Xeroftalmia bukan hanya merusak kornea dan menyebabkan kebutaan,
tetapi juga sepsis dan kematian. Pengobatan KVA secara efektif diawali dari
menggali secara cepat dan tepat anak yang berpenyakit aktif , menyelenggarakan
pemberian vitamin A dosis tinggi, mengobati penyakit sistemik yang melatar
belakangi dan KKP secara bersamaan.
Vitamin A dosis tinggi harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakan.
Pilihan pertama ialah preparat oral karena telah terbukti amat efektif, aman dan
murah. Tablet vitamin A dengan minyak sebagai bahan utama lebih disukai, tetapi
jika preparat tersebut tidak tersedia boleh digunakan vitamin A yang larut dalam
air.
Cara lain, yaitu suntikan intra muskular, dapat dilakukan jika anak tidak
dapat menelan, misalnya akibta menderita stomatitis, muntah berkepanjangan atau
gangguan penyerapan. Pada keadaan ini disuntikkan 55 mg (100.000 IU) retinel
palmitat yang terlarut dalam air (jangan menggunakan preparat yang terlarut
dalam lemak karena sulit diserap dari lokasi yang disuntik). Untuk mengobatai
atau mengurangi resiko infeksi mata sekunder (akibat bakteri atau virus) yang
dapat memperburuk kerusakan kornea, sebaiknya diberikan antibiotik salep mata
yang mengandung tetrasiklin atau kloramfenikol.
13
Cara mengakhiri masalah gizi kurang adalah dengan penanggulangan
kurang gizi jangka panjang. Cara tersebut akan bergantung pada kemampuan
manusia untuk bekerja sama untuk terwujudnya perkembangan pendidikan dan
ekonomi, kedamaian, pengendalian pertumbuhan penduduk, perbaikan sanitasi,
keadilan sosial bagi perempuandan anak-anak. Faktor lain adalah kebijakan dan
praktik yang benar terhadap lingkungan dan produktivitas pertanian. Kelompok
yang sangat terpengaruh oleh kurang gizi harus aktif berpartisipasi dalam proses
perencanaan dan implementasi program perbaikan gizi-kesehatan.
Terdapat program yang telah berhasil mengurangi masalah kurang gizi di
berbagai negara di dunia yang dapat diadopsi. Program yang sering didengungkan
adalah perbaikan ekonomi, pendidikan, gizi dan sanitasi akan mengatasi masalah
kurang gizi dan penyakit infeksi serta meningkatkan usia harapan hidup di negara
maju sekitar 100 tahun silam. Selain itu, kurang zat gizi tertentu secara nyata
dapat diatasi melalui fortifikasi makanan dan program edukasi gizi, contohnya:
1. Program suplementasi vitamin A dan edukasi tentang makanan kaya
kandungan vitamin A dikaitkan dengan pemrmnan drastis kasus kurang
vitamin A sedang dan berat serta infeksi pada anak-anak di Indonesia.
2. Suplementasi makanan pada kelompok bayi di Rusia, Brazll, Afrika Selatan
dan Cina dikaitkan dengan peningkatan skor IQ pada usia 8 tahun.
3. Yodisasi garam dapat mengatasi masalah kurang yodium di Bolivia dan
Ekuador.
4. Kematian pada anak balita akibat kurang gizi danpenyakit terkait turun secara
nyata di negara yang mempraktikkan pernberian ASI.
5. Status kesehatan masyarakat di negara yang sedang berkembang mengalami
perbaikan dengan penggunaan cairan oralityang melindungi anak dari
kekurangancakan akibat diare dan program vaksinasi yang melindungi anak
dari berbagai penyakit infeksi.
Konferensi tingkat tinggi pangan dunia pada tahun 1996 telah menetapkan
bahwa pada tahun 2015 negara akan menurunkan angka kelaparan dan kurang gizi
sebanyak 50%, namun karena lambatnya pencapaian tersebut maka dbutuhkan
waktu sampai tahun 2030.
14
Di Indonesia, sampai saat ini masalah gizi terutama masalah gizi buruk
belum terselesaikan secara tuntas. Sering dipertanyakan, mengapa hal itu dapat
terjadi, padahal sudah banyak program diupayakan dan jumlah pakar gizi dari
berbagai tingkatan dan jalur pendidikan gizi sudah cukup, baik dari dalam
maupun luar negeri.
Untuk program gizi masyarakat dengan tujuan penanggulangan masalah gizi,
sudah banyak program yang diluncurkan, antara lain program edukasi gizi,
program suplementasi gizi melalui pernberian makanan maupun produk zat gizi
seperti pil besi dan vitamin A, program fortifikasi bahan makanan seperti
fortifikasi yodium pada garam maupun fortifikasi besi pada tepung. Meskipun
demikian, angka kurang gizi di masyarakat terutama pada kelompok rentan
masalah gizi seperti bayi, balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui
serta lanjut usia masih tetap menjadi masalah. Pertanyaannya adalah mengapa
demikian? Apakah masih ada yang harus diperbaiki dalam penyusunan kebijakan
penyusunan progmm penanggulangan masalah gizi ini? Secara klasik,
penanggulangan masalah gizi dilakukan mengikuti kegiatan siklus gizi kesehatan
masyarakat, yang dimulai dengan:
1. Mengenal faktor risiko utama terkait masalah gizi
2. Menyusun hasil akhir yang diharapkan
3. Menyusun tujuan khusus program
4. Menyusun indikator keberhasilan program
5. Menyusun kegiatan program
6. Melaksanakan kegiatan program
7. Melakukan evaluasi program
Selain itu perlu dipertimbangkan pula bahwa suatu kebijakan atau program
seyogyanya disusun secara dinamis karena akan bergantung pada berbagai faktor
terkait seperti faktor sosial, ekonomi, politik, kelompok produk pangan, kelompok
sasaran, kelompok pedagang produk pangan. Faktor yang tidak kalah penting
adalah kelompok pakar yang akan memberikan bukti ilmiah terkait program
tersebut. Singkatnya, ada beberapa kelompok kunci dalam penyusunan suatu
kebijakan yaitu: pemegang kebijakan (biasanya pemerintah dan politisi),
kelompok berpengaruh (biasanya kelompok yang mempunyai kepentingan),
publik, dan media. Kelompok dominan dalam penyusunan kebijakan tersebut
terutama suasana politik negara. Para praktisi politik penyusun kebijakan akan
15
mempertimbangkan apakah kebijakan yang disusun akan mencapai hasil sesuai
dengan yang mereka harapkan sehingga akan memberi kredit positif kepada
kinerja mereka. Tanpa komitmen di tingkat politik tersebut maka akan sulit
memperoleh dukungan pelaksanaan program dan dukungan dalam pencapaian
hasil yang diharapkan sesuai tujuan program.
Meningkatkan ketrampilan para tenaga kesehatan, penargetan sumber daya
yang lebih baik, dan memperkuat pengetahuan dasar tentang berperilaku
sederhana seperti pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama setelah
bayi baru lahir, dan menerapkan pemberian makanan tambahan setelah enam
bulan tersebut, diketahui dapat mengurangi resiko gizi buruk juga membantu
mengurangi angka kematian anak.
Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah seperempatnya sejak
tahun 1990, namun laporan terbaru menunjukkan bahwa sebanyak 134.000 anak-
anak di bawah usia lima tahun meninggal dunia setiap tahunnya, dimana hal
tersebut terutama disebabkan oleh masih adanya permasalahan kesehatan dan gizi.
16
c. Penanggulan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau
kota secara terus menerus dengan koordinasi lintas instansi / sektor atau
dinas organisasi masyarakat.
d. Penangulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demoatis
transparan melalui kemitraan di tingkat kabupaten atau kota anatara
pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat.
e. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan
pemberdayaan masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk
memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan pendapatan,
serta keterlibatan dalam proses pengembalian keputusan. Masyarakat yang
telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku / pelaksanaan,
melakukan advokasi, dan melakukan pemantauan untuk peningatan
pelayanan publik.
2. Strategi
a. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh
kabupaten / kota di indonesia sesuai dengan kewenangan wajib dan standar
pelayanan minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya
masalah.
b. Mengambilkan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi
masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita,
mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami
gangguan pertumbuhan melalui revitalitas posyandu.
c. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata
laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi melakukan tata laksana gizi
burk untuk mendukung fungsi posyandu yang di kelola oleh masyarakat
melalui revitalisasi Puskesmas.
d. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok
rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul
Vitamin A, MP ASI, dan makanan tambahan.
17
e. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan
sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup
bersih dan sehat.
f. Mengalang kerjasama lintas sektor dan kemiraan dengan swasta ataun
dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam angka
meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan
bergizi seimbang.
g. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
melalui revit alisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk,
yang dievaluasi dengan kajian data SKDN < yaitu semua balita mendapat
kartu menuju sehat ditimbang setiap bulan, dan berat badan naik dan
penyakit dan dat pendukung lainnya.
f. penyedian modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan
mendorong partisipasi swata.
18
2. Revitalisasi puskesmas
Pokok kegiatan revintalisasi puskesmas meliputi :
a. pelatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan dan
petugas puskesmas dan jaringan.
b. Penyediaan biaya operational puskesmas untuk pembinaan
posyandu,pelacakan kasus kerja sama lintas sektor tingkat kecamatan,dll.
c. Pemenuhan saran atau pometri KIE bagi puskesmas dan jaringan.
19
5. Dengan demikian Direktorat Gizi Masyarakat menyusun rencana program
yang berlandaskan kebijaksanaan dan perencanaan holistik atau menyeluruh
dengan memperhatikan the Strengh, the weakness, the Theat (analisa SWOT).
Program-program yang mendukung aksi pangan dan gizi disusun dengan
mengacu pada progrm pembangunan nasinal (Propenas 2010-2005) bidang
pertanian, kesehatan dan industri. Program-program dalam aksi pangan dan gizi
ini dirancang sedemikian rupa sehingga merupakan ramuan yang sinergis antara
ketiga bidang tersebut di atas, dengan tetap memberikan ruang gerak yang luas
dalam implementasinya.
20
2. Mengembangkan, menyediakan, dan menyebar luaskan materi promosi pada
masyarakat, organisasi kemasyarakatan institusi, pendidikan, tempat kerja,
dan tempat-tempat umum.
3. Melakukan kampanye secara tehnik menggunakan media efektif terpilih.
4. Menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan
dukungan petugas.
21
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Gizi buruk atau lebih dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah
keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup
lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan
marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (RI dan WHO) orang yang
banyak makan tanpa disadari juga bisa menderita gizi buruk apabila mereka tidak
makan makanan yang mengandung nutrisi, vitamin dan mineral secara
mencukupi.
Orang yang menderita gizi buruk akan mudah untuk terkena penyakit atau
bahkan meninggal dunia akibat efek sampingnya. Anak-anak yang menderita gizi
buruk juga akan terganggu pertumbuhannya, biasanya mereka tidak tumbuh
seperti seharusnya (kerdil) dengan berat badan di bawah normal. Program-
program pemerintah untuk pencegahan dan penanggulangan gizi buruk di
Indonesia adalah : beras miskin (raskin), pemberian ASI, PKH (program keluarga
harapan), SUN (scaling up nutrition), kadarzi (keluarga sadar gizi), SKPG (Sistem
kerawanan pangan dan gizi).
3.2 Saran
1. Meningkatkan pemantauan dan evaluasi dari setiap program untuk
mengurangi angka gizi buruk di Indonesia.
2. Menigkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program guna meningkatkan
derajat kesehatan.
22
23