PENDAHULUAN
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif
berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder
(MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari
tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa tidak
terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak hanya
dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat
mendiagnosis depresi. Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis
lainnya menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis
atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis
lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada
pasien.1
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi berat paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup
sekitar 15 persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25 persen, sekitar 10 persen
di perawatan primer dan 15 persen dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2 persen, dan usia remaja 5 persen.2
Jenis Kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga
adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial
2
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang
ketidakberdayaan.2
Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hamper 50 persen awitan diantara usia 20-
50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia.
Data terkini menunjukan, gangguan depresi berat di usia kurang dari 20 tahun
mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alcohol dan penyalahgunaan
zat dalam kelompok usia tersebut.2
Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai
hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau terpisah.
Perempuan yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk
menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun hal ini berbanding
terbalik untuk laki-laki.2
2.3 KLASIFIKASI
Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut PPDGJ III
Termasuk dalam bagian F30-F39, yakni:5
3
F33 Gangguan depresif berulang
o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa
gejala psikotik
o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan
gejala psikotik
o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
o F34.0 Siklotimia
o F34.1 Distimia
o F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
lainnya
o F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya
o F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal
lainnya
.00 Episode afektif campuran
o F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang
lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
o F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal
lainnya YDT
F39 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT
4
2.4 PATOFISIOLOGI
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali
lebih besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengn MDD, dengan
onset umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi
adopsi, kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi
jauh lebih mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan
orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi anak kembar yang
membandingkan kembar monozigot dan dizygot, memperlihatkan pada
pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit.
Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik
antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari
berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.1
Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama
50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja
antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari
defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps.
Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang
meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun,
teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena
5
kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan
kembali. Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan
bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada
MDD.1,4
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama
diakui dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi
faktor pelepasan kortikotropin / hormon (CRF / CRH) meningkatkan sekresi
hormon adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid.
Glukokortikoid mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui
peraturan adrenoceptors beta-dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres
kronis pada hipersensitivitas sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan MDD
dikaitkan dengan immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari
CRF dalam nukleus hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor
CRF-R1 di korteks frontal. sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek
neurotoksik, terutama pada neurogenesis di hippocampus1
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai
fitur utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi
biologi telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography
digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan
beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada
kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur
adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi
relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran
pathoogenetic untuk gangguan tidur pada MDD.1,4
6
Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
Gangguan pada slow wave activity (SWA)
Neuropsikologi
o Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan
daya ingat, terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang
tersamar. Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka
panjang dan pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif
khusus seperti pemilihan strategi dan pemantauan performa.1
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai
jalur neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan
menjabarkan ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi,
terutama dengan episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.1
o Lingkungan dan kejadian kehidupan
Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada
episode depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat
seperti kekerasan pada anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang
buruk adalah stres yang paling umum yang terjadi pada pasien depresi.
Peningkatan bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma dapat
mengakibatkan gangguan sistem biologik pada depresi.1,4
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan
kejadian saat hidup dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh
dengan stres tidak terdapat resiko dalam menghasilkan depresi pada wanita
dengan faktor genetik yang rendah., tetapi kejadian saat hidup dapat
meningkatkan resiko depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada
depresi.1
7
2.5 GEJALA
8
depresi sering salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil
tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat
menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan
rasa bersalah yang muncul kembali.1
o Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan
adalah hal yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat
biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia,
keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.1
o Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat
dalam makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan
beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun,
pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau
perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi,
berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat
badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak
pada gambaran diri dan harga diri.1
o Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan
pada fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering
terlihat pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan
(melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan
yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau
katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik
(berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).1,6
o Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan
bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana
bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide
bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga
dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan
hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap
adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk
terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan
9
motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan),
membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan
dan rencanakan untuk bunuh diri.1
o Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang
umum pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat,
berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah
terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood,
dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran
bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga
berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala,
sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.1,6
2.6 DIAGNOSIS
MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi
mayor (Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada
pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya
terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus
memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan
beberapa penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.1,4
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan dan
10
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya:
kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di
bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-)
Pedoman diagnostik
11
F32.1 episode depresif sedang
Pedoman diagnostik
Pedoman diagnostik
12
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menunjukkan
stupor.
Jika diperlikan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan afek (mood-congruent)
Kriteria Umum
1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir
untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak
responsif terhadap keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya
menyenangkan
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat
13
Gejala Lainnya
14
8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa
perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara
klinis
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-
obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid)
E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau
saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor
dengan jarak penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki
beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat
keparahan.1
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan
pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan
maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan
prognosisnya. Kotak 3 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa
kunci-kuncinya.1
15
Depresi atipikal Dengan gambaran Mood reaktif, terlalu banyak
atipikal tidur, makan berlebihan,
paralisis yang dibuat,
sensitive pada penolakan
interpersonal
Depresi psikotik Dengan gambaran Halusinasi atau waham
(waham) psikotik
Depresi katatonik Dengan gambaran Katalepsi, katatonik,
katatonik negativism, mutisme,
mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim
pada klinis sehari-hari)
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif Musiman Onset yang seperti biasa dan
musiman kambuh pada saat musim
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4
minggu postpartum
16
Kotak 4. Derajat keparahan depresi 1
Keparahan Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
depresi
Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 2 gejala tipikal
minat + 4 gejala depresi lainnya 2. 2 gejala inti lainnya
2. Gangguan minor sosial/
pekerjaan
Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 2 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala 2. 3 atau lebih gejala
depresi lainnya inti lainnya
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
bervariasi
Berat 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 3 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala 2. 4 atau lebih gejala
depresi lainnya inti lainnya
2. Gangguan sosial atau pekerjaan Juga dapat dengan
yang berat atau ada gambaran atau tanpa gejala
psikotik psikotik
17
Kotak 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1
Gejala Bereavement Episode depresi mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
18
karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan
obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung selama beberapa bulan.1
4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan
bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode
depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan
dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis
bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu
yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau
manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu gangguan
bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran
atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan.
Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak
mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal mereka menerima itu
sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman
terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.1
19
2.8 PROGNOSIS
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps
terjadi pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien,
58% akan relaps setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah
penyembuhan yang terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi
terdahulu memiliki 70% kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang
sudah mengalami episode ke tiga memiliki kemungkinan 90% untuk relaps.
Berdasarkan progres dari penyakitnya, interval antara episode depresi menjadi lebih
pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi lebih luas. Lebih dari 20
tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.1,8
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis meunjukkan
gejala yang bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi
mayor akan sembuh dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi
hanya sembuh sementara atau menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu
tahun terdiagnosis post MDD, 40% mengalami penyembuhan tanpa ada gejala
depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi tidak memenuhi kriteria MDD, dan
40% tetap menjadi menalami episode depresi mayor. Individu dengan gejala depresi
residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh, bunuh diri, fungsi
psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi medis
lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari
episode depresi mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode
campuran yang mengindikasikan kepada gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indicator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam
tingkat kekambuhan pada individu dengan depresi.1
2.9 TERAPI
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif
telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien.
Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya
dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi
20
dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya
untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus
dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau
tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1
Farmakoterapi
Anti depresi
21
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja
ganda yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine
Oxidase Inhibitors (MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine
oleh Monoamine oxidase A atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain
mengantagonis kerja autoreseptor 2-adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya
pelepasan norepinefrin, mengantagonis reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau
keduanya.
22
SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa muda
(18-24 tahun) adalah Fluoxetine.
NRIs (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)
Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek
antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas
yang mirip dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.
Antidepresan kerja ganda
Serotoninnorepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine,
duloxetine, dan milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif
daripada trisiklik antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas
yang lebih tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah
bila dibandingan dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara
venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis
dan diabteik neuropathy
MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitor)
MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok
isoenzim MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik
antidepresan. Namun MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan
pasien yang memilih pengobatan dengan MAOI diharuskan untuk mengikuti
diet dengan tyramine rendah untuk mencegah munculnya krisis hipertensi,
serta karena MAOI juga memiliki resiko interaksi obat yang tinggi dengan
pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan
trisiklik antidepresan.
Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan
menghambat autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A,
reseptor serotonin 5-HT3, serta reseptor hitsamin H-1.
23
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin
dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan
efek samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca
melahirkan, depresi kronis dan depresi major dengan gangguan cemas yang
resisten terhadap pengobatan lainnya.
24
25
Interaksi dengan obat-obatan lain
Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang
fungsinya untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode
manik. Lithium baik dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak
dianjurkan untuk pasien dengan depresi mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping
menginduksi Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis
meskipun penurunan dosis secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti
asam valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati
episode mania dalam kasus bipolar.
Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan
haloperidol menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik
atipikal (clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and
aripiprazole) berperan sebagan antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik
yang dikombinasikan dengan antidepresan digunakan untuk mengobati depresi
dengan fitur-fitur psikotik. Atipikal antipsikotik memberikan efek samping
parkinsonisme, akathisia dan dyskinesia.
26
27
28
Psikologi Terapi 3,7,8
Behaviour therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah
dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan disini dan sekarang, yang
memandang individu sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau
masalah yang akan dipecahkan dalam proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien
sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi masalahnya dan dengan pemahaman
yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau
bicara sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang
dialami. Pikiran pikiran negative tersebut muncul secara otomatis, sering
diluar kesadaran pasien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat
kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptive
yang menambah berat masalahnya.
Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau
menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis
sering didasarkan atas kesalahan logika, maka program Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) diarahkan untuk membantu pasien mengenali
dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih mengenali pikiranya, dan
mendorong untuk menggunakan ketrampilan, menginterpretasikan secara
lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptive.
Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas
interpretasi dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses
terapi.
Interpersonal Therapy
Terapi interpersonal:
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan
pihak-pihak lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial
29
atau perubahan hidup lainnya. Banyak dilakukan terhadap depresi sedang
dan berat.
Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan
memerlukan tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap
keadaan bahaya atau penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan
yang menyakitkan, agar tercapai kembali keadaan seimbang (emotional
equilibrium). Dalam terapi ini kita harus secepatnya membina hubungan
interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan
hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan yaitu
reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita
ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk
mencegah terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.
30
BAB III
KESIMPULAN
Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi
biologis karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya
neurotransmitter, dari sisi psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian
yang rentan terhadap timbulnya depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-
lingkungan sekitar yang tidak mendukung berlangsungnya kehidupan yang baik dan
dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan ketakwaan.
31
DAFTAR PUSTAKA
32