Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus IPE Klinik

Interprofessional Case Presentation

Nama Mahasiswa/NIM/Prodi
1. Maretta Rosabella Purnamasari/1302006010/PSPD
2. Ni Wayan Ari Anindita Sari/1302006011/PSPD
3. Ni Putu Ardhenariswari/1302006012/PSPD
4. Ni Nengah Yuni Ardani/1302006013/PSPD
5. I Kadek Adi Paramartha/1302006014/PSPD
6. Shalini S Jaya Raman/ 1302006287/PSPD
7. Shaantiieni Govindasamy/ 1302006288/PSPD
8. Kogeela Vani Veerasingam/ 1302006289/PSPD
9. Fitria Aprilina/ 1502116001/PSIK
10. Ni Made Praba Dharma Santhi/ 1502116002/PSIK
11. Ni Nyoman Tri Nur Permata Sari Suatra/ 1608612005/FARMASI

Nama Pembimbing / NIDN / Prodi


Ns. Kadek Cahya Utami, M.Kep/1986090320100122001/PSIK

Interprofessional Education Unit


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar Bali Indonesia
2017
I. Identitas Kasus
1. Nama : I Kadek Juliarta
2. Tempat/tgl lahir : Gianyar, 30 Juli 2003
3. Usia : 14 tahun
4. Alamat tinggal : Br. Pamesan Ketewel
Gianyar
5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Pelajar
7. Status perkawinan : Belum Menikah
8. Jenis kasus sesuai SKDI (kompetensi) : 3B
9. Lokasi kasus diambil (RS, poliklinik, Puskesmas, dll) : RSUP Sanglah
10. Berat Badan :

II. Keluhan utama:


Nyeri pada lengan kiri dan paha kanan

III. Anamnesis (auto)


a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri pada lengan kiri dan paha kanan setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas 4 jam yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien merupakan pengendara sepeda motor, menggunakan helm,
mengalami kecelakaan pada tanggal 13/10/2017 di by pass Ida Bagus
Mantra. Pasien mengaku diserempet mobil dari arah kiri depan dengan
kondisi laju kecepatan mobil yang tinggi. Pasien jatuh ke sisi kanan
dengan kaki menghantam aspal terlebih dahulu. Tidak ada keluhan nyeri
kepala setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, mual dan muntah
disangkal, riwayat penurunan atau kehilangan kesadaran disangkal. Pasien
pada awalnya dibawa ke Rumah Sakit Kasih Ibu daerah Saba, namun
karena rumah sakit tidak bekerja sama dengan BPJS, pasien dan keluarga
pasien memutuskan untuk menolak perawatan di rumah sakit dan
memutuskan untuk dirujuk ke RSUP Sanglah. Di Rumah Sakit Kasih Ibu
daerah Saba pasien sempat mendapat perawatan berupa pemberian
analgetik dan juga pembidaian untuk imobilisasi sebelum dirujuk. Selain
itu juga dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto polos daerah femur
dan pergelangan tangan untuk membantu penegakkan diagnosis. Di RSUP
Sanglah pasien pertama kali dibawa ke triage bedah untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Penanganan yang didapat saat itu berupa obat
analgetik, pemasangan skin traksi dengan beban 5 kg pada kaki kanan
yang mengalami close fraktur femur dan pemasangan short arm cast pada
lengan kiri yang mengalami close fraktur. Saat pengkajian dilakukan,
pasien sudah dirawat selama lima hari di Ruang Angsoka RSUP Sangah
Denpasar.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat trauma di daerah yang
sama, tidak memiliki riwayat kelainan tulang patologis maupun penyakit
sistemik lainnya seperti diabetes mellitus, asma, hipertensi.
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami trauma serupa.
Riwayat sosial pasien sebagai seorang pelajar sekolah menengah pertama.
Kebiasaan mengkonsumi alkohol, rokok ataupun obat-obatan terlarang
disangkal.

IV. Hasil pemeriksaan Fisik


1. Primary Survey
Airway : bebas, trakea ditengah
Breathing : spontan, dada simetris (+), sesak nafas (-), RR 20 x/menit,
vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, SaO2 99% udara
ruangan
Circulation : TD 110/70mmHg, Nadi 84x/menit regular kuat angkat
(+), Tax 36,5 C
Disability : alert, GCS E4V5M6

2. Secondary Survey
Kepala : Cephal hematome (-)
Mata : Brill Hematoma -/-, pupil bulat isokor +/+,
konjungtiva pucat -/-
Maxillofacial : Jejas (-), Oedem (-), maloklusi (-)
Leher : Nyeri tekan (-), jejas (-)
Thorax : simetris, jejas (-)
Cor : S1S2 regular murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki-/-, Wheezing -/-
Abdomen : Bising usus (+) Normal, Nyeri tekan (-)
Pelvis : Jejas (-), Pelvis stabil
Ekstremitas : Hangat

Pemfis di ruang rawat inap juga dibuat


3. Status Lokalis
Regio radius sinistra
L : Swelling (+) sekitar lengan kiri bawah sepertiga distal , deformitas
(+) angulasi, external rotation (+), bruise (-)
F : Nyeri tekan (+) sekitar lengan kiri bawah sepertiga distal, CRT<2,
Sa O2 99%, sensasi (+) normal, perabaan hangat
M: ROM aktif siku kiri terbatas karena nyeri
ROM aktif wrist 30/45
ROM aktif MTP-IP 0/90

Regio femur dextra


L : Swelling (+) sekitar daerah femur sepertiga atas, deformitas (+)
pemendekan, external rotation (+), bruise (-)
F : Nyeri tekan (+) sekitar daerah femur sepertiga atas dan sekitar area
panggul kanan, arteri dorsalis pedis (+) teraba, CRT<2, Sa O2 99%,
sensasi (+) normal, perabaan hangat
M: ROM aktif lutut kanan terbatas karena nyeri
ROM aktif Ankle 30/45
ROM aktif MTP-IP 0/90

V. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (16 Oktober 2017)
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
WBC 8.53 103/l 4.1-11.0
NE% 59.27 % 47-80
LY% 27.63 % 13-40
MO% 6.06 % 2.0-11.00
EO% 5.82 % 0.0-5.0 Tinggi
BA% 1.22 % 0.0-2.0
NE# 5.05 103/l 2.50-7.50
LY# 2.36 103/l 1.00-4.00
MO# 0.52 103/l 0.10-1.20
EO# 0.50 103/l 0.00-0.50
BA# 0.10 103/l 0.0-0.1
RBC 3.83 106/l 4.5-5.9 Rendah
HGB 9.65 g/dL 13.5-17.5 Rendah
HCT 31.46 % 41.0-53.0 Rendah
MCV 82.09 fL 80.0-100.0
MCH 25.18 pg 26.0-34.0 Rendah
MCHC 30.67 g/dL 31-36 Rendah
RDW 12.79 % 11.6-14.8
PLT 259.70 103/l 150-440

Faal Hemostasis (16 Oktober 2017)


Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
APTT 28.8 detik 24-36
INR 1.26 0.9-1.1 Tinggi
PPT 15.1 detik 10.8-14.4 Tinggi

Kimia Klinik (16 Oktober 2017)


Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Glukosa 119 mg/dL 70-140
Darah
Sewaktu
BUN 11.5 mg/dL 8.00-23.00
Kreatinin 0.73 detik 0.70-1.20
AST/SGOT 24.8 U/L 11.0-33.00
ALT/SGPT 11.00 U/L 11.00-50.00

Foto Manus Sinsitra AP/Schapoid View (14 Oktober 2017 05:20:35)


Kesan : Fraktur pada distal radius sinistra, contracted +, dengan soft tissue
swelling di sekitarnya. Susp hair line fracture inferior pole schapoid
sinistra.

Foto Wrist Sinistra AP/Lateral View (14 Oktober 2017 05:24:35)

Kesan : Fraktur growth plate hingga metafisis radius distal sinistra,


mengesankan fraktur salter harris type 2, disertai soft tissue swelling di
sekitarnya. Susp hair line fracture inferior pole schapoid sinistra disertai
scapholunate disosiasi sinistra.

Foto Femur Dextra AP/Lateral View (14 Oktober 2017 05:31:07)

Kesan : Fraktur komplit displaced, contracted pada os femur 1/3


proksimal dengan displacement +, disertai soft tissue swelling di
sekitarnya.
Foto Wrist Sinsitra AP/ Lateral View (14 Oktober 2017 07:01:11)
Kesan : Fraktur pada metafisis os radius distal sinistra, dan penyempitan
physis distal radius sinistra, mengesankan fraktur salter harris type II,
dengan terpasang cast fiksasi, kedudukan dan aposisi baik, sudah tak
tampak displacement. Sudah tak tampak jelas disosiasi schapolunate
sinistra maupun garis hair line fraktur pada schapoid sinistra.

Foto Manus Sinsitra AP/Oblique View (14 Oktober 2017 07:10:44)

Kesan : Fraktur pada metafisis os radius distal sinistra, dan penyempitan


physis distal radius sinistra, mengesankan fraktur salter harris type II,
dengan terpasang cast fiksasi, kedudukan dan aposisi baik, sudah tak
tampak displacement. Hair line fracture pada os schapoid sinistra. Sudah
tak tampak jelas disosiasi schapolunate sinistra.
Foto Wrist Sinistra AP/Lateral View (13 Oktober 2017-RS Kasih Ibu)

Foto Femur Dextra


AP View (13 Oktober
2017- RS Kasih Ibu)
VI. Diagnosis
Close Fracture Epifisiolisis Radius Distal Sinistra + Close Fracture Styloid
Radius Sinistra + Close Fracture Schapoid Manus Sinistra
Close Fracture Femur Dextra 1/3 Proximal
VAS 4/10 cm

VII. Permasalahan kesehatan yang dijumpai pada kasus


a. Daftar Masalah Kedokteran :
1. Fraktur tertutup epifisiolisis radius distal sinistra, styloid radius sinistra,
schapoid manus sinistra, dan pada femur dextra 1/3 proximal.
2. Keadaan pre operasi pasien berupa anemia derajat ringan.
3. Nyeri saat sebelum operasi dan nyeri setelah operasi.

b. Daftar Masalah Keperawatan :


1. PK. Anemia
2. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan sekunder pada fraktur, edema
ditandai dengan pasien melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan
perilaku melindungi daerah yang nyeri.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan berupa fraktur pada ekstremitas superior : tangan (sinistra) dan
ekstremitas inferior: kaki (dextra).
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak, nyeri dan
kelemahan ditandai dengan skala ambulasi : 3 (dibantu orang lain dan alat)
aktivitas pasien dibantu oleh orang tua dan keadaan umum lemah.

c. Daftar Masalah Farmasi :


1. Nyeri.

VIII. Pemecahan Masalah Masing-masing Prodi


a. Pemecahan Masalah Kedokteran :
1. Pasien ini mengalami fraktur tertutup epifisiolisis radius distal sinistra,
styloid radius sinistra, schapoid manus sinistra, femur dextra 1/3 proximal.
Tujuan utama penatalaksanaan fraktur adalah untuk menyatukan fragmen
tulang yang terpisah. Secara umum, prinsip tatalaksana fraktur menurut
Chaeruddin Rosjad, 1998 adalah rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi (4R).1
-
Rekognisi, adalah berupa diagnosa dan penilaian fraktur.1
-
Reduksi, bertujuan untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang.
Reduksi dapat dicapai dengan manipulasi tertutup atau reduksi terbuka
progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksi untuk menarik
fraktur kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesegarisan
normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka pada fraktur tertutup
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan, terdapat
fragmen artikular yang besar, atau untuk traksi pada fraktur dengan
fragmen yang terpisah. Reduction internal fixation (ORIF) adalah
pembedahan terbuka yang berfungsi mengimobilisasi fraktur dengan cara
memasukkan skrup/pen ke dalam fraktur sehingga bagian-bagian tulang
yang fraktur terfiksasi secara bersamaan.1
-
Retensi, setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi atau retensi dapat dilakukan dengan menggunakan
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, atau implant logam.2
-
Rehabilitasi, bertujuan untuk mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal
mungkin. Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi.1,2
Pada pasien ini, fraktur tertutup epifisiolisis radius distal
sinistra, styloid radius sinistra, dan schapoid manus sinistra ditatalaksana
dengan reduksi tertutup + imobilisasi menggunakan short arm cast.
Sedangkan untuk fraktur tertutup pada femur dextra 1/3 proximal
ditatalaksana dengan menggunakan traksi 5 kg load dan dilakukan
imobilisasi dengan teknik pembedahan ORIF.
Dari pemecahan tersebut diharapakan tercapai target dari masalah sesuai
dengan kriteria di bawah ini

-
Fraktur yang stabil dan kembali ke posisi yang anatomis(Panjang serta
kesegarisan tulang
-
Pembetukan kallus/penyatuan tulang yang sesuai
-
fungsi perfusi yang baik ke distal ekstremitas untuk mencegah
munculnya sindroma kompartemen
2. Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 16 Oktober 2017 menunjukkan
nilai hemoglobin sebesar 9,65 g/dL. Nilai hemoglobin tersebut
menunjukkan bahwa pasien menderita anemia derajat ringan. Nilai cut off
point untuk menyatakan anemia yang umum dipakai ialah kriteria WHO
tahun 1968, yaitu hemoglobin <13 g/dl untuk laki-laki dewasa,
hemoglobin < 12 g/dl untuk perempuan dewasa tidak hamil, hemoglobin
<11 g/dl untuk perempuan hamil, hemoglobin <12 g/dl untuk anak umur
6-14 tahun, dan hemoglobin <11 g/dl untuk anak umur 6 bulan-6 tahun.
Derajat anemia sendiri bisa digolongkan menjadi 4 golongan yaitu anemia
ringan sekali (Hb 10 g/dL - cut off point), anemia ringan (Hb 8 g/dL Hb
9,9 g/dL), anemia sedang (Hb 6 g/dL Hb 7,9 g/dL), dan anemia berat
(Hb <6 g/dL).3
Pada pasein ini direncanakan untuk dilakukan operasi ORIF (Open
Reduction Internal Fixation) pada femur kanannya. Berdasarkan
konsensus NIH (The National Institutes of Health) Conference Report,
terdapat beberapa kriteria untuk memberikan transfusi pada kondisi
perioperatif, seperti berikut.4
- Nilai hemoglobin yang belum mencapai 10 g/dl
- Durasi anemia (kronik, akut)
- Volume intravaskular pasien
- Luasnya operasi yang akan dilakukan
- Kemungkinan massive blood loss
- Penyakit penyerta seperti gangguan fungsi paru, curah jantung yang
tidak mencukupi, iskemia miokard, penyakit serebrovaskular, dan
penyakit sirkulasi perifer.
Pada pasien nilai hemoglobin belum mencapai 10 g/dl sehingga untuk
operasi diperlukan transfusi hingga hemoglobin 10 g/dl. Sehingga pada
pasien ini perlu dilakukan transfusi menggunakan whole blood sebanyak 1
unit untuk menaikkan hemoglobin sebanyak 1g/dl.
Target dari koreksi anemia pada pasien ini harus sesuai dengan kriteria
yang disebutkan sebelumnya ditambah monitoring komplikasi akut dari
tranfusi seperti reaksi allergi,Hipokalsemia dan overload cairan.
3. Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan
aktual. Nyeri bersifat subjektif. Terdapat beberapa skala untuk mengukur
nyeri yaitu Visual Analogue Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS),
Numerical Rating Scale (NRS). Visual Analogue Scale terdiri atas mistar
garis sepanjang kurang lebih 10 cm dengan tidak nyeri pada ujung kiri dan
nyeri paling berat diujung kanan. Pasien diminta untuk menandai garis
tersebut dititik yang menggambarkan intensitas nyeri yang dialaminya.
Verbal Rating Scale (VRS) memberikan pilihan lima skala deskripsi verbal
atau visual untuk menggambarkan nyeri yang dialami pasien. Numerical
Rating Scale (NRS) adalah alat pengukur level interval yang digunakan
secara verbal untuk menanyakan intensitas nyeri pasien dalam skala 0-5
atau 0-10. Pada kasus ini menggunakan skala pengukur nyeri NRS yaitu
dengan skala nyeri 4 dari 10. Tujuan penanganan nyeri yaitu membuat
pasien dalam kondisi senyaman mungkin, menurunkan intensitas nyeri
sampai level yang ditolerir oleh pasien. Penanganan nyeri harus dilakukan
secara multimodal yang dapat dimulai dengan pendekatan psikologi yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian obat-obatan. Pada pasien ini
yaitu pasien trauma biasanya sangat cemas dan gelisah sehingga sangat
penting untuk dilakukan pendekatan psikologi dengan cara membuat
pasien tetap tenang agar rasa nyeri yang dirasakan dapat berkurang. Obat-
obatan terdiri dari NSAIDs (COX-1 : acetosal, ketorolac; non selective
cox inhibitor : ibuprofen, ketoprofen; COX-2 : diclofenac, meloxicam,
nimesulide), paracetamol, opioid. Pada pasien dalam kasus ini
menggunakan terapi injeksi ketorolac yang merupakan analgesik dan
paracetamol tablet 3 x 500 mg. Setelah dilakukan intervensi terhadap nyeri
kemudian akan dievaluasi setiap 30 menit. Secara umum, diharapkan level
nyeri pada pasien berkurang. Pemberian analgetika sesuai derajat nyeri
pasien, analgetika dapat berupa NSAID, jika perlu opioid, kerja sama
dengan sejawat farmasi. Dengan harapan setelah pemberian analgetika,
target VAS pasien <1/10 cm dengan minimal efek samping dari pemberian
analgetika terutama opioid,serta monitoring gejala gejala efek samping
opioid seperti depresi respiratori dan gangguan motilitas usus.

b. Pemecahan masalah keperawatan :


1. Monitor adanya tanda-tanda anemia dengan mengbservasi keadaan umum
pasien. Monitor adanya dispneu. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
meningkatkan asupan nutrisi pasien. Kolaborasi untuk pemberian terapi
initravena dan tranfusi darah (sesuai indikasi). Monitor hasil pemeriksaan
darah lengkap terutama : HGB, HCT, RBC, serta menganjurkan pasien untuk
istirahat yang cukup. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan anemia pasien teratasi dengan kriteria hasil : HGB dalam rentang
normal (13.5 17.5) g/dL, RBC dalam rentang normal (4.5 5.9) 10 6/L,
HCT dalam rentang normal (41.0 53.0)%, kulit tidak pucat, CRT < 2 detik,
konjungtiva merah muda, Pasien tidak tampak lemah, dan tidak ada dispneu
yang merupakan gejala dari anemia berat.
2. Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri, kemudian pertahankan imobilisasi pada
bagian yang sakitnya. Ajarkan teknik nonfarmakologi relaksasi dan jelaskan
prosedur sebelum melakukan tindakan. Beri posisi yang tepat secara berhati-
hati pada area fraktur dan beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri
berlangsung. Kolaborasi dalam pemberian terapi medik berupa analgetik.
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan nyeri
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil : intensitas nyeri 0-1 (0-10) tidak
nyeri, wajah tidak meringis, TTV dalam rentang normal, melaporkan secara
verbal nyeri berkurang atau menghilang, pasien dapat beristirahat.
3. Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna, kelabu, memutih. Observasi tanda-tanda vital dan observasi adanya
perdarahan aktif. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan. Letakkan
bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang. Membersihkan,
memantau, dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup
dengan jahitan, klips, atau straples, serta memonitor adanya tanda dan gejala
infeksi, dan lakukan perawatan luka steril pada daerah insisi atau daerah luka
fraktur. Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan kriteria
hasil : perfusi jaringan baik, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami, integritas jaringan kembali utuh.
4. Berikan penilaian terhadap kemandirian pasien dan skor ambulasi pasien.
Monitor kemampuan pasien untuk perawatan diri yang mandiri. Monitor
kebutuhan pasien untuk alatalat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias,toiletingdanmakan.Sediakanbantuansampaipasienmampusecara
utuh untuk melakukan self care secara mandiri. Dorong pasien untuk
melakukanaktivitasseharihariyangnormalsesuaikemampuanyangdimiliki.
Ajarkanpasien/keluargauntukmendorongkemandirian,untukmemberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 diharapkan didapatkan hasil:
pasien terbebas dari bau badan, pasien menyatakan kenyamanan dan lebih
bersihdanrapi,kebutuhanakanperawatandiripasienterpenuhi.

c. Pemecahan Masalah Farmasi :


Pasien mendapatkan terapi injeksi ketorolac dan parasetamol tablet
untuk penanganan nyeri. Rasa nyeri pada pasien yang mengalami fraktur
bersifat subjektif. Keputusan pemakaian analgesik yang dipilih harus
berdasarkan kegunaan dan keamanannya. Pertimbangan dosis dan berapa
lama analgesik yang diberikan pada pasien akan memengaruhi hasil dari
penatalaksanaan nyeri. Hal ini penting, agar tercapainya target sesuai tujuan
awal penggunaan analgesik tersebut. Jenis analgesik yang dipakai, dosis,
metode pemberiannya, serta lama penggunaan obat analgesik perlu dikaji
lebih lanjut sehingga dapat menurunkan nyeri pada pasien. Penggunaan
ketorolac untuk mengatasi nyeri sedang hingga nyeri berat untuk
sementara. Biasanya obat ini digunakan sebelum atau sesudah operasi.
Ketorolac adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drug
(NSAID) yang bekerja dengan memblok produksi substansi alami tubuh
yang menyebabkan inflamasi dan nyeri. NSAID merupakan agen obat yang
digunakan dalam penanganan nyeri tulang. Berdasarkan catatan
pengobatan, pasien mendapatkan injeksi ketorolac pada saat pasien dibawa
pertama kali ke UGD RS Kasih Ibu Saba.
Pasien mendapatkan terapi paracetamol dimulai dari tanggal 15
Oktober 2017 setelah dirawat di RSUP Sanglah Denpasar. Dosis
paracetamol yang diterima pasien adalah 3 kali sehari x 500 mg setelah
makan dimana dosis dan waktu pemberian paracetamol sudah sesuai.
Pemberian analgesik harus dimulai dengan agen analgesik yang paling
efektif dan memiliki efek samping paling sedikit. Paracetamol lebih dipilih
daripada golongan opiat dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang.
Mekanisme kerja paracetamol yang utama adalah menghambat enzim
cyclooksigenase-1 dan cyclooksigenase-2. Namun efeknya lebih selektif
terhadap COX-2 sehingga tidak menghambat pembentukan tromboksan
yang bertanggung jawab terhadap pembekuan darah

Tabel 1. Analgesik Nonopiod


IX. Diskusi
Pada kasus ini, pasien datang ke RSUP sanglah dengan keluhan nyeri pada
lengan kiri dan kaki kanan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 4 jam yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien merupakan pengendara sepeda motor,
menggunakan helm, mengalami kecelakaan pada tanggal 13/10/2017 di by pass
Ida Bagus Mantra. Pasien mengaku diserempet mobil dari arah kanan depan
dengan kondisi laju kecepatan mobil yang tinggi. Pasien jatuh ke sisi kanan
dengan kaki menghantam aspal terlebih dahulu. Tidak ada keluhan nyeri kepala
setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, mual dan muntah disangkal,
riwayat penurunan atau kehilangan kesadaran disangkal. Pasien pada awalnya
dibawa ke rumah sakit kasih ibu daerah saba, namun karena rumah sakit tidak
bekerja sama dengan BPJS, pasien dan keluarga pasien memutuskan untuk
menolak perawatan di rumah sakit dan memutuskan untuk dirujuk ke RSUP
Sanglah. Di rumah sakit kasih ibu daerah saba pasien sempat mendapat perawatan
berupa pemberian analgetik dan juga pembidaian untuk imobilisasi sebelum
dirujuk. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto polos
daerah cruris dan lengan bawah untuk membantu penegakkan diagnosis. Di RSUP
Sanglah pasien pertama kali dibawa ke triage bedah untuk dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Penanganan yang didapat saat itu berupa obat analgetik, pemasangan
skin traksi dengan beban 5 kg pada kaki kanan yang mengalami close fraktur
femur dan pemasangan short arm cast pada lengan kiri yang mengalami close
fraktur. Saat pengkajian dilakukan, pasien sudah dirawat selama satu hari di
Ruang Angsoka RSUP Sangah Denpasar.
Permasalahan pada pasien ini mengalami fraktur tertutup epifisiolisis
radius distal sinistra, styloid radius sinistra, schapoid manus sinistra, femur dextra
1/3 proximal. Tujuan utama penatalaksanaan fraktur adalah untuk menyatukan
fragmen tulang yang terpisah. Secara umum, prinsip tatalaksana fraktur menurut
Chaeruddin Rosjad, 1998 adalah rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi (4R).
Pada pasien ini, fraktur tertutup epifisiolisis radius distal sinistra, styloid radius
sinistra, dan schapoid manus sinistra ditatalaksanan dengan reduksi tertutup +
imobilisasi menggunakan short arm cast. Sedangkan untuk fraktur tertutup pada
femur dextra 1/3 proximal ditatalaksana dengan menggunakan traksi 5 kg load
dan dilakukan imobilisasi dengan teknik pembedahan ORIF
Setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi dengan ORIF atau pemasangan
short arm cast, sejawat keperawatan bisa membantu dari segi rehabilitasi seperti
membantu pasien untuk bisa melakukan aktivitas fungsional sehari-hari yang
mendekati normal kembali. Selain itu juga perlu dipantau perawatan dari segi
kebersihan dan proses penyembuhan luka, memonitor adanya tanda dan gejala
infeksi, dan lakukan perawatan luka steril pada daerah insisi atau daerah luka
fraktur. Hasil akhir yang diharapkan dapat berupa meningkatnya kenyamanan
pasien dan terpenuhinya kebutuhan perawatan diri.
Pada pasien ini juga mengalami anemia yang didapat dari pemeriksaan
darah lengkap pada tanggal 16 Oktober 2017 menunjukkan nilai hemoglobin
sebesar 9,65 g/dL. Nilai hemoglobin tersebut menunjukkan bahwa pasien
menderita anemia derajat ringan. Namun dengan hemoglobin sekian, pasien
belum memenuhi syarat untuk dilakukan tindakan operasi. Dimana untuk
melakukan suatu tindakan operasi, hemoglobin perioperative pasien harus 10
g/dL, sehingga pada pasien ini perlu dilakukan transfusi menggunakan whole
blood sebanyak 1 unit untuk menaikkan hemoglobin sebanyak 1g/dl. Sejawat
keperawatan kemudian bisa membantu memonitor keadaan pasien serta reaksi
sebelum, selama dan setelah dilakukan transfusi darah, dengan cara membantu
mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan kesadaran pasien dan
sebelum, selama dan setelah transfusi diharapkan anemia dapat teratasi dengan
kriteria hasil hemogolobin dalam rentang normal (13.5 17.5) g/dL, RBC dalam
rentang normal (4.5 5.9) 106/L, HCT dalam rentang normal (41.0 53.0)%,
kulit tidak pucat, CRT < 2 detik, konjungtiva merah muda, dan pasien tidak
tampak lemah. Setelah anemia tertangani baru dapat dilanjutkan dengan reduksi
dan retensi fraktur.
Penatalaksaan nyeri bertujuan penanganan nyeri yaitu membuat pasien
dalam kondisi senyaman mungkin, menurunkan intensitas nyeri sampai level yang
ditolerir oleh pasien. Penanganan nyeri harus dilakukan secara multimodal yang
dapat dimulai dengan pendekatan psikologi yang kemudian dilanjutkan dengan
pemberian obat-obatan. Pada pasien ini yaitu pasien trauma biasanya sangat
cemas dan gelisah sehingga sangat penting untuk dilakukan pendekatan psikologi
dengan cara membuat pasien tetap tenang agar rasa nyeri yang dirasakan dapat
berkurang.
Pada pasien ini mendapatkan terapi injeksi ketorolac dan parasetamol
tablet untuk penanganan nyeri. Keputusan pemakaian analgesik yang dipilih harus
berdasarkan kegunaan dan keamanannya, jenis analgesik yang dipakai, dosis,
metode pemberiannya, serta lama penggunaan obat analgesik perlu dikaji lebih
lanjut sehingga dapat menurunkan nyeri pada pasien. Penggunaan ketorolac untuk
mengatasi nyeri sedang hingga nyeri berat untuk sementara. Biasanya obat ini
digunakan sebelum atau sesudah operasi. Ketorolac adalah golongan obat
nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang bekerja dengan memblok
produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan inflamasi dan nyeri. NSAID
merupakan agen obat yang digunakan dalam penanganan nyeri tulang.
Berdasarkan catatan pengobatan, pasien mendapatkan injeksi ketorolac pada saat
pasien dibawa pertama kali ke UGD RS Kasih Ibu Saba. Pasien juga mendapatkan
terapi paracetamol dimulai dari tanggal 15 Oktober 2017 setelah dirawat di RSUP
Sanglah Denpasar. Dosis paracetamol yang diterima pasien adalah 3 kali sehari x
500 mg setelah makan dimana dosis dan waktu pemberian paracetamol sudah
sesuai. Pemberian analgesik harus dimulai dengan agen analgesik yang paling
efektif dan memiliki efek samping paling sedikit. Paracetamol lebih dipilih
daripada golongan opiat dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang. Ajarkan
pula teknik nonfarmakologi relaksasi dan jelaskan prosedur sebelum melakukan
tindakan. Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur dan beri
kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung.

X. Pemecahan Masalah Secara Interprofessional (Kesimpulan)


Pada pasien ini diakukan tindakan reduksi dan retensi dengan ORIF
dan short arm cast lalu dilakukan rehabilitasi yang bertujuan untuk
mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin. Latihan otot
dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran
darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi.
Pemberian obat anti nyeri dengan tujuan membuat pasien dalam
kondisi senyaman mungkin, menurunkan intensitas nyeri sampai level
yang ditolerir oleh pasien. Penanganan nyeri harus dilakukan secara
multimodal yang dapat dimulai dengan pendekatan psikologi yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian obat-obatan. Pada pasien ini
yaitu pasien trauma biasanya sangat cemas dan gelisah sehingga
sangat penting untuk dilakukan pendekatan psikologi dengan cara
membuat pasien tetap tenang agar rasa nyeri yang dirasakan dapat
berkurang.

XI. Tindak Lanjut / Saran


1. Saran dari Kedokteran
Pemberian komunikasi, edukasi, dan informasi kepada pasien dan
keluarga mengenai keadaan pasien dan tatalaksana yang akan dilakukan
merupakan hal yang penting. Rajin kontrol pasca operasi yaitu perwatan
luka pasca operasi dan reevaluasi radiologis dengan roentgen untuk
melihat ada abnormalitas proses penyembuhan tulang (Malunion).
2. Saran dari Keperawatan
Perlu melibatkan keluarga (orang tua) sebagai support system
dalam perawatan pasien yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar. Mengajarkan teknik non-farmakologi (distraksi/pengalihan nyeri)
pada keluarga guna mempersiapkan pasien ketika mengalami nyeri, dan
menyarankan keluarga agar memotivasi pasien untuk meningkatkan
asupan nutrisi yaitu diet tinggi kalori dan tinggi protein untuk
mempercepat proses penyembuhan luka.
3. Saran dari Farmasi
Pemberian komunikasi edukasi dan informasi mengenai
penggunaan parasetamol yang rasional. Diharapakan pasien
mengkomsumsi obat pasca operasi agar nyeri bisa terkontrol.Selain itu
dilakukan evaluasi nyeri pasca pemberian obat analgetik untuk
mempertimbangkan kemungkinan untuk mengganti obat ke jenis
analgetik yang lebih kuat atau menurunkan dosis maupun menghentikan
penggunaan obat.

XII. Dokumentasi laporan kasus


Gambar 2. Pasien dan Pemeriksa Tim IPE

Anda mungkin juga menyukai