PENDAHULUAN
Katarak adalah kondisi kekeruhan pada lensa kristalina, yang akan menyebabkan
turunnya tajam penglihatan dan akan menyebabkan gangguan penglihatan yang lain .
Penuaan adalah salah satu penyebab terbanyak. Katarak dapat juga disebabkan oleh
trauma, adanya penyakit sistemik, merokok, dan genetik (Harper &Shock, 2009).
WHO (2000) menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita kebutaan, dan
110 juta orang mengalami penurunan penglihatan. Perhitungan terakhir menyatakan
bahwa katarak terkait usia merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Diperkirakan 1 dari 1000 populasi akan menderita katarak pada setiap tahun di Afrika
dan Asia. Prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun sebesar 50%, dan
meningkat hingga 70% pada usia di atas 75 tahun (Harper &Shock, 2009).
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Prevalensi buta
karena katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5%. Hampir 16 20% buta katarak
dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang masih termasuk dalam
kelompok usia produktif. Katarak dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah, tetapi
pelayanan bedah katarak di Indonesia belum merata. Diperkirakan bahwa jumlah buta
katarak di Indonesia akan meningkat dua kali pada tahun 2020 (BPPK Depkes RI,
2008).
Sementara itu, Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali
lebih mudah mengalami kebuataan disbanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian
besar jaringan okuler.Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi
otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan
yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi
kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari
60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua
decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau
menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati
diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh
Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment
DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas
dari retinopati diabetic. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin membahas
lebih lanjut mengenai katarak dan diabetic retinopati dalam referat ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KATARAK
2.1.1 Definisi
Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa atau penurunan progresif
kejernihan lensa. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air
terjun. Katarak disebut bular dalam bahasa Indonesia, yaitu kondisi dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun karena lensa yang keruh.
Katarak dapat terjadi akibat kondisi hidrasi atau penambahan cairan pada lensa,
denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Kekeruhan lensa biasanya mengenai
kedua mata dan ditunjukkan dengan lensa yang berwarna putih keabuan sehingga
akan menyebabkan ketajaman penglihatan berkurang .
Ketika serat baru diproduksi, serat tersebut akan memadat bersama dengan serat
yang terbentuk sebelumnya. Hal ini menyebabkan serat yang pertama terbentuk akan
berada di bagian sentral.
Gambar 2. Lensa Kristalina
2.1.4 Etiologi
Katarak pada umumnya disebabkan karena perubahan degeneratif pada lensa.
Beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan katarak antara lain:
1. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, galaktosemi, hipokalsemi, wilson
disease, distrofi miotonik
2. Obat-obatan seperti kortikosteroid, klorpromazin, fenotiazin, miotikum,
amiodaron, dan statin
3. Trauma seperti kontusio, perforasi, radiasi, kimia, benda asing, metalosis, dan
elektrik
4. Defisiensi nutrisi seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid
5. Rokok dan alkohol
6. Penyakit mata yang mendahului seperti uveitis dan glaukoma
7. Penyakit kulit seperti dermatitis atopik
8. Penyakit pada sistem saraf pusat seperti neurofibroma tipe II, sindrom Zellweger,
dan Norries disease
9. Infeksi selama masa kehamilan seperti pada katarak kongenital
10. Mutasi genetik, seperti pada sindrom Down, sindrom Cri du chat, sindrom
Turner, sindrom Patau.
Katarak kortikal terjadi karena adanya perubahan hidrasi serat lensa yang
menyebabkan terbentuknya celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator.
Katarak subkapsular posterior akan menimbulkan gejala seperti silau dan penurunan
penglihatan pada kondisi pencahayaan yang terang. Katarak subkapsular posterior
dapat timbul akibat adanya trauma, penggunan kortikosteroid topikal atau sistemik,
adanya peradangan, ataupun pajanan radiasi .
Gambar 4. Katarak Kortikal dan Katarak Subkapsular Posterior.
a. Inflamasi
Meliputi inflamasi pada uvea seperti iridosiklitis, parsplanitis, dan koroiditis;
ulkus kornea dengan hipopion; dan endoftalmitis.
b. Kondisi degeneratif
Meliputi retinitis pigmentosa dan degenerasi korioretina miopikum.
c. Pengelupasan retina
d. Glaukoma primer dan sekunder
Peningkatan tekanan intraokular (TIO) diduga sebagai penyebab utama.
e. Tumor intraokular
Meliputi retinoblastoma atau melanoma. Tumor intraokular biasanya
menyebabkan katarak komplikata pada stadium akhir.
Katarak komplikata pada umumnya terjadi dalam 2 bentuk yaitu (Khurana, 2005):
a. Katarak komplikata kortikal posterior
Katarak terjadi karena adanya pengaruh dari segmen posterior. Perubahan
lensa terjadi di bagian kapsula posterior. Kekeruhan berbentuk iregular dengan
densitas bervariasi. Pemeriksaan slit-lamp akan menunjukan gambaran bread crumb.
Pada korteks tampak bercak kekuningan. Kekeruhan akan menyebar memenuhi
korteks, sehingga seluruh bagian akan berubah menjadi opak .
b. Katarak komplikata kortikal anterior
Terjadi karena adanya lesi pada segmen anterior seperti glaukoma, ulkus
kornea dengan hipopion, dan iritis akut. Tampak gambaran vakuola pada kapsul
anterior, diikuti dengan adanya kekeruhan pada serat kortikal dan penebalan dari
kapsula anterior .
3. Katarak Akibat Penyakit Sistemik
Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan sistemik seperti
diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia,
dan sindroma Lowe, Werner, dan Down. Katarak merupakan penyebab umum
gangguan penglihatan pada pasien diabetes. Kadar glukosa darah yang meningkat
akan menyebabkan peningkatan glukosa pada humor aqueous. Glukosa dari aqueous
akan memasuki lensa, sehingga kadar glukosa akan meningkat. Beberapa senyawa
glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase. Metabolisme
sorbitol di lensa berjalan lambat dan akan terakumulasi di sitoplasma sel lensa, yag
akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan terjadi influks air, sehingga
serat lensa akan cenderung edem .
Katarak diabetik akut disebut juga snowflake cataract, terjadi bilateral pada
bagian subkapsular lensa dengan gambaran kekeruhan multipel, biasanya pada usia
muda dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol. Dapat terbentuk vakuola dan
celah pada korteks .
Katarak pada pasien dengan dermatitis atopik biasanya bilateral dengan onset pada
dekade kedua atau ketiga. Katarak terjadi pada bagian subkapsular anterior di area
pupil dan tampak gambaran shieldlike plaque .
4. Drug-Induced Cataract
Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain kortikosteroid, fenotiazin,
miotikum, amiodaron, dan statin. Penggunaan kortikosteroid secara topikal, sistemik,
subkonjungtiva, dan inhalasi dapat menyebabkan terbentuknya katarak, terutama
katarak subkortikal posterior. Fenotiazin dapat menyebabkan deposit pigmen di epitel
anterior lensa, pada bagian aksis. Miotikum seperti pilokarpin dapat menyebabkan
terbentuknya vakuola pada bagian kapsul anterior dan posterior lensa (AAO, 2011).
5. Katarak Sekunder
Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah ekstraksi
katarak ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah dilakukan operasi. Gambaran yang
akan timbul berupa mutiara Elschnig dan cincin Soemmering. Epitel lensa
subkapsular yang tersisa menginduksi regenerasi serat-serat lensa, sehingga
memberikan gambaran telur kodok atau busa sabun pada kapsul posterior. Cincin
Soemmering terjadi karena kapsul anterior pecah dan traksi ke perifer, lalu melekat
pada kapsula posterior sehingga meninggalkan daerah jernih di bagian tengah,
memberikan gambaran cincin. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan laser
neodymium yag .
2.1.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 0.5 adalah
pemberian kacamata dengan koreksi terbaik. Jika visus lebih baik dari 0.5 tetapi
sudah mengganggu dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan
pasien atau ada indikasi medis lain, dapat dilakukan operasi katarak .
Terdapat beberapa jenis operasi katarak antara lain:
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK merupakan tindakan pengangkatan lensa seluruhnya beserta dengan
kapsulnya. EKIK sudah jarang dilakukan karena insiden terjadinya ablasio retina
lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan bedah lainnya. EKIK tetap dilakukan
juka tidak terdapat fasilitas untuk tindakan bedah yang lain. Kontraindikasi EKIK
adalah pasien berusia < 40 tahun yang masih memiliki ligamen hialoidea
kapsular .
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Pada
kapsul anterior dibuat sebuah saluran, kemudian nukleus dan korteks lensa
diangkat, kemudian lensa intraokular ditempatkan pada kantung kapsul yang
sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh. Insisi yang dibutuhkan
biasanya berukuran 9-10 mm .
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan modifikasi dari EKEK. Insisi yang dibutuhkan pada prosedur
SICS yaitu 5,5 7 mm. Kondisi ideal untuk dilakukan tindakan SICS adalah
kondisi kornea yang jernih, ketebalan normal, enndotel yang sehat, COA yang
cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula utuh. Keuntungan dari metode SICS
adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko astigmatisma yang minimal .
4. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang keras, sampai substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi.
Ukuran insisi yang dibutuhkan adalah 3mm. Ukuran tersebut cukup untuk
memasukkan foldable intraocular lens. Jika lensa yang digunakan kaku, insisi
perlu dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan dari fakoemulsifikasi adalah kondisi
intraoperasi lebih terkendali, tidak memerlukan penjahitan, perbaikan luka lebih
cepat dengan derajat distorsi kornea lebih rendah. Risiko yang dapat ditimbulkan
adalah dapat terjadi pergeseran materi nukleus ke posterior melalui robekan
kapsul posterior, sehingga membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks .
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch.Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.Arteri retina sentralis masuk
ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.
Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada
difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.
2.2.3. Faktor Resiko
Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain
pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik
digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya
ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas
retinopati diabetik proliferatif.
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko
utama.Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan
biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh
darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi platelet
yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4)
fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf.Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea.Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana
basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat
pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada
kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi
mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu
mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan
proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari
membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada
keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah
baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous
kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya
pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus
maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis
retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala
obyektif.
-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
-
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan
merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik
merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan
dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus
dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.
2.2.7. Diagnosis
2.2.8. Penatalaksanaan
Gambar 22 : Vitrektomi
(DIkutip dari kepustakaan 10)
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada
pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan
yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan
keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan
keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.
2.2.9. Komplikasi
Stadium Karakteristik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional
dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.