Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

Katarak adalah kondisi kekeruhan pada lensa kristalina, yang akan menyebabkan
turunnya tajam penglihatan dan akan menyebabkan gangguan penglihatan yang lain .
Penuaan adalah salah satu penyebab terbanyak. Katarak dapat juga disebabkan oleh
trauma, adanya penyakit sistemik, merokok, dan genetik (Harper &Shock, 2009).
WHO (2000) menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita kebutaan, dan
110 juta orang mengalami penurunan penglihatan. Perhitungan terakhir menyatakan
bahwa katarak terkait usia merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Diperkirakan 1 dari 1000 populasi akan menderita katarak pada setiap tahun di Afrika
dan Asia. Prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun sebesar 50%, dan
meningkat hingga 70% pada usia di atas 75 tahun (Harper &Shock, 2009).
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Prevalensi buta
karena katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5%. Hampir 16 20% buta katarak
dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang masih termasuk dalam
kelompok usia produktif. Katarak dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah, tetapi
pelayanan bedah katarak di Indonesia belum merata. Diperkirakan bahwa jumlah buta
katarak di Indonesia akan meningkat dua kali pada tahun 2020 (BPPK Depkes RI,
2008).
Sementara itu, Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali
lebih mudah mengalami kebuataan disbanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian
besar jaringan okuler.Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi
otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan
yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi
kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari
60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua
decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau
menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati
diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh
Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment
DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas
dari retinopati diabetic. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin membahas
lebih lanjut mengenai katarak dan diabetic retinopati dalam referat ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KATARAK
2.1.1 Definisi
Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa atau penurunan progresif
kejernihan lensa. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air
terjun. Katarak disebut bular dalam bahasa Indonesia, yaitu kondisi dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun karena lensa yang keruh.
Katarak dapat terjadi akibat kondisi hidrasi atau penambahan cairan pada lensa,
denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Kekeruhan lensa biasanya mengenai
kedua mata dan ditunjukkan dengan lensa yang berwarna putih keabuan sehingga
akan menyebabkan ketajaman penglihatan berkurang .

2.1.2 Anatomi Lensa


Lensa kristalina merupakan suatu struktur bikonveks, tak berwarna, dan
transparan. Lensa tidak memiliki vaskularisasi dan inervasi. Aqueous humor
berfungsi untuk suplai nutrisi lensa dan untuk membawa hasil metabolisme lensa.
Lensa terletak di posterior iris dan di anterior corpus vitreous. Lensa digantungkan
oleh zonula di belakang iris, dan zonula menghubungkan lensa dengan corpus ciliare .
Polus anterior dan polus posterior lensa jika dihubungkan akan membentuk garis
imajiner yang disebut aksis optikus. Garis yang melewati polus anterior dan posterior
disebut meridian. Ekuator lensa memiliki keliling lensa yang paling besar .
Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki indeks refraksi, yaitu sebesar
1,4 di bagian sentral dan 1,36 di bagian perifer. Dalam keadaan tidak berakomodasi,
lensa memiliki kemampuan sebesar 15-20 dioptri (D) dari kemampuan mata
seluruhnya yaitu sebesar 60 D .
Kapsul lensa adalah membrana basalis yang elastis dan transparan tersusun atas
kolagen tipe IV yang dilapisi oleh sel epitel. Lapisan terluar dari kapsul lensa, lamela
zonuler, adalah bagian yang melekat pada serat zonula. Kapsul lensa lebih tebal di
bagian anterior dan posterior bagian preequator, lebih tipis di bagian sentral polis
posterior (AAO, 2011).

Gambar 1. Gambaran Skematik Lensa

Ketika serat baru diproduksi, serat tersebut akan memadat bersama dengan serat
yang terbentuk sebelumnya. Hal ini menyebabkan serat yang pertama terbentuk akan
berada di bagian sentral.
Gambar 2. Lensa Kristalina

2.1.3 Fisiologi Lensa


Lensa memiliki mekanisme untuk mengatur keseimbangan air dan elektrolit, yang
berfungsi untuk mengatur transparansi lensa. Ketidakseimbangan hidrasi seluler dapat
menyebabkan opasifikasi. Lensa manusia mengandung hampir 66% air dan 33%
protein. Korteks lensa lebih terhidrasi dibandingkan nukleus.
Lensa juga memiliki mekanisme untuk mengubah fokus gambar dari jauh menjadi
dekat dan sebaliknya, disebut dengan akomodasi. Lensa akan mengubah bentuk
sesuai dengan muskulus siliaris. Sesuai dengan pertambahan usia, maka lensa akan
menjadi lebih rigid, dan terjadi perubahan kurvatura anterior. Mekanisme perubahan
bentuk lensa saat akomodasi terjadi pada permukaan kapsul anterior di bagian sentral,
yang lebih tipis dibandingkan dengan permukaan perifer. Selain itu serat zonula
bagian anterior berinsersio lebih dekat dengan aksis visual dibandingkan dengan serat
zonula posterior .

2.1.4 Etiologi
Katarak pada umumnya disebabkan karena perubahan degeneratif pada lensa.
Beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan katarak antara lain:
1. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, galaktosemi, hipokalsemi, wilson
disease, distrofi miotonik
2. Obat-obatan seperti kortikosteroid, klorpromazin, fenotiazin, miotikum,
amiodaron, dan statin
3. Trauma seperti kontusio, perforasi, radiasi, kimia, benda asing, metalosis, dan
elektrik
4. Defisiensi nutrisi seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid
5. Rokok dan alkohol
6. Penyakit mata yang mendahului seperti uveitis dan glaukoma
7. Penyakit kulit seperti dermatitis atopik
8. Penyakit pada sistem saraf pusat seperti neurofibroma tipe II, sindrom Zellweger,
dan Norries disease
9. Infeksi selama masa kehamilan seperti pada katarak kongenital
10. Mutasi genetik, seperti pada sindrom Down, sindrom Cri du chat, sindrom
Turner, sindrom Patau.

2.1.5 Penegakkan Diagnosis


Gejala yang dapat ditemukan pada pasien katarak adalah adanya penurunan
ketajaman penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak senilis. Pada katarak
subkapsular posterior penurunan ketajaman penglihatan pada penglihatan dekat lebih
berat dibandingkan dengan penglihatan jauh karena adanya akomodasi miosis.
Katarak sklerosis nuklear akan menimbulkan gejala penurunan ketajaman penglihatan
jauh, dan penglihatan dekat yang baik. Katarak kortikal pada umumnya tidak
menimbulkan gejala hingga katarak mencapat aksis penglihatan. Pasien juga dapat
mengeluhkan gejala silau.
Pemeriksaan rutin yang diperlukan adalah pemeriksaan visus, menggunakan kartu
Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik menggunakan pinhole dan
pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan. Pemeriksaan slit lamp dilakukan
untuk melihat segmen anterior. Tekanan intraokuler (TIO) diukur dengan
menggunakan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz. Jika TIO dalam batas
normal maka dapat diberikan midriatikum, sehingga dapat menilai derajat katarak
pasien. Pemeriksaan penunjang USG dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya
kelainan mata selain katarak. Jika akan dilakukan tindakan pembedahan maka
dilakukan pemeriksaan tambahan seperti biometri untuk mengukur kekuatan lensa
intraokular yang akan diimplantasi untuk pasien, dan retinometri untuk mengetahui
prognosis ketajaman penglihatan setelah operasi .
Tabel 1. Derajat Katarak Berdasarkan Lokasi
Tipe Katarak Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV
Nukleus Ringan Sedang Nyata Berat
Kekeruhan dan sklerosis
dari nukleus lensa
Kortikal 10% 10%-50% 50%-90% >90%
Persentase spasium
intrapupil yang terdapat
kekeruhan
Subkapsular posterior 3% 30 % 50% >50%
Persentase area kapsular
posterior yang terdapat
kekeruhan

2.1.6 Patogenesis Katarak


Transparansi lensa disebabkan karena serat-serat lensa yang tersususn secara
teratur, sehingga sitoplasma serat lensa juga tersusun teratur. Hal ini akan
menyebabkan jumlah spasium ekstraseluler minimal. Disorganisasi dari serat lensa
atau sitoplasma dalam serat lensa akan menyebabkan berkembangnya katarak .
Pada katarak terkait usia, lensa akan menjadi keruh karena terjadi agregasi
protein, yang memicu terjadinya perubahan susunan serat lensa. Berkas cahaya akan
terpencar bahkan terpantul. Radikal bebas dan kondisi malnutrisi diduga memiliki
mekanisme yang serupa. Radikal bebas akan menyebabkan menurunkan kadar ATP
dan glutation, sedangkan glutation merupakan antioksidan utama dalam tubuh.
Protein lensa menjadi rusak dan menyebabkan katarak .
Proses degenerasi juga akan menyebabkan perubahan struktur membran, lensa
kekurangan air sehingga menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras di bagian
tengah dan kemampuan untuk memfokuskan benda akan berkurang.
Perubahan yang terjadi pada lensa akan menyebabkan penurunan ketajaman
penglihatan. Pada katarak dengan sklerosis nuklear dapat terjadi peningkatan miopi.
Katarak subkapsular posterior kebanyakan disebabkan oleh diabetes melitus. Kondisi
hiperglikemi akan menyebabkan peningkatan sorbitol, sehingga tekanan osmotik
meningkat dan menyebabkan edem seluler .
2.1.7 Klasifikasi Katarak
Katarak berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, antara lain:
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang telah terjadi sebelum atau segera setelah
bayi lahir dan bayi berusia < 1 tahun. Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa
yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan
janin. Katarak kongenital biasanya tampak sebagai katarak putih yang padat dan
besar yang disebut dengan leukokoria. Penyebab katarak kongenital dapat diketahui
dengan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela dan riwayat
pemakaian obat selama kehamilan .
Katarak kongenital memiliki beberapa bentuk antara lain:
-. Katarak piramidalis atau polaris anterior
-. Katarak piramidalis atau polaris posterior
-. Katarak zonularis atau lamelaris
-. Katarak pungtata.
Katarak kongenital memiliki penyulit yaitu makula lutea kurang mendapatkan
rangsangan sehingga tidak dapat berkembang sempurna. Visus pasien biasanya tidak
dapat mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris. Hal ini menyebabkan katarak
kongenital harus ditangani dalam 2 bulan pertama kehidupan. Katarak kongenital
dapat menimbulkan komplikasi seperti nistagmus dan strabismus.
2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
memiliki penyulit berupa penyakit sistemik atau metabolik seperti diabetes melitus,
kondisi hipokalasemi seperti tetani, defisiensi gizi, kondisi distrofi miotonik, dan
kondisi trauma
3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut > 50 tahun.
Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan selama bertahun-tahun. Kekeruhan
pada katarak senilis dapat terjadi pada bagian nukleus, kortikal, atau subkapsular
posterior. Katarak nuklear terjadi akibat adanya proses kondensasi dalam nukleus,
sehingga menyebabkan terjadinys sklerosis nuklear. Gejala yang biasanya timbul
adalah penglihatan dekat yang membaik tanpa kacamata. Hal ini disebabkan karena
fokus lensa di bagian senrral meningkat, sehingga refraksi bergeser ke miopia. Gejala
lain yang timbul adalah diskriminasi warna yang buruk dan diplopia monokular.
Katarak nuklear cenderung bilateral .

Gambar 3. Sklerosis nukleus pada katarak nuklear

Katarak kortikal terjadi karena adanya perubahan hidrasi serat lensa yang
menyebabkan terbentuknya celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator.
Katarak subkapsular posterior akan menimbulkan gejala seperti silau dan penurunan
penglihatan pada kondisi pencahayaan yang terang. Katarak subkapsular posterior
dapat timbul akibat adanya trauma, penggunan kortikosteroid topikal atau sistemik,
adanya peradangan, ataupun pajanan radiasi .
Gambar 4. Katarak Kortikal dan Katarak Subkapsular Posterior.

Katarak senilis memiliki 4 stadium, yaitu katarak insipien, imatur atau


intumesen, matur dan hipermatur. Katarak insipien jika kekeruhan masih ringan.
Kekeruhan berasal dari tepi ekuator, berbentuk jeruji dan menuju korteks anterior dan
posterior. Katarak imatur jika kekeruhan mencapai sebagian lensa dan disertai dengan
pembengkakan lensa karena lensa menjadi higroskopis. Katarak imatur menyebabkan
miopia lentikular dan dapat menimbulkan penyulit glaukoma. Katarak matur jika
kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa. Pada katarak hipermatur, protein di
bagian korteks mencair. Cairan akan keluar dari kapsul sehingga lensa akan
mengerut. Katarak hipermarur dengan nukleus lensa yang terbenam di dalam korteks
lensa disebut katarak Morgagni .

Tabel 2. Perbedaan Stadium Katarak Senilis


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut COA Normal Sempit Normal Terbuka
Iris Shadow Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

Selain klasifikasi berdasarkan usia, katarak juga dapat diklasifikasikan


berdasarkan penyebabnya antara lain :
1. Katarak Traumatik
Trauma yang dapat menyebabkan katarak meliputi trauma tumpul atau
kontusio, perforasi atau penetrasi, trauma radiasi, elektrik, metalosis, dan benda
asing. Trauma tumpul pada mata biasanya ditandai dengan adanya vossius ring pada
bagian anterior lensa yang berasal dari pigmen iris yang menempel pada lensa.
Trauma tumpul tanpa perforasi dapat menyebabkan opasifikasi secara akut atau
perlahan. Opasitas yang disebabkan biasanya berbentuk stelata atau roset, dan
biasanya berlokasi di aksis penglihatan dan mencapai kapsul posterior lensa. Trauma
tumpul juga dapat menyebabkan luksasi dari lensa jika mengenai zonula zinni.
Adanya luksasi lensa akan menyebabkan gangguan akomodasi, diplopia monokuler,
dan astigmatisma .
Trauma penetrasi atau perforasi dapat menyebabkan opasifikasi korteks lensa
pada bagian yang terkena trauma. Opasifikasi akan berkembang secara cepat. Trauma
radiasi memiliki progresivitas yang lambat. Pajanan radiasi inframerah dapat
menyebabkan glassblowers cataract, karena pajanan panas dengan intensitas tinggi
kepada mata akan menyebabkan lapisan terluar dari kapsul anterior lensa
mengelupas. Pajanan radiasi ultraviolet pada sinar matahari dalam jangka waktu lama
biasanya akan menyebabkan katarak kortikal .
Trauma kimia yang paling sering menyebabkan katarak adalah trauma alkali,
karena alkali mengandung senyawa yang dapat menembus mata secara cepat. Trauma
asam jarang menyebabkan katarak karena lebih sulit untuk menembus mata .
2. Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan penyakit
intraokular lain. Adanya penyakit intraokular sebelumnya akan menyebabkan
perubahan sirkulasi yang akan menghambat nutrisi dari lensa. Terdapat beberapa
kondisi yang yang dapat menyebabkan katarak komplikata antara lain:

a. Inflamasi
Meliputi inflamasi pada uvea seperti iridosiklitis, parsplanitis, dan koroiditis;
ulkus kornea dengan hipopion; dan endoftalmitis.
b. Kondisi degeneratif
Meliputi retinitis pigmentosa dan degenerasi korioretina miopikum.
c. Pengelupasan retina
d. Glaukoma primer dan sekunder
Peningkatan tekanan intraokular (TIO) diduga sebagai penyebab utama.
e. Tumor intraokular
Meliputi retinoblastoma atau melanoma. Tumor intraokular biasanya
menyebabkan katarak komplikata pada stadium akhir.
Katarak komplikata pada umumnya terjadi dalam 2 bentuk yaitu (Khurana, 2005):
a. Katarak komplikata kortikal posterior
Katarak terjadi karena adanya pengaruh dari segmen posterior. Perubahan
lensa terjadi di bagian kapsula posterior. Kekeruhan berbentuk iregular dengan
densitas bervariasi. Pemeriksaan slit-lamp akan menunjukan gambaran bread crumb.
Pada korteks tampak bercak kekuningan. Kekeruhan akan menyebar memenuhi
korteks, sehingga seluruh bagian akan berubah menjadi opak .
b. Katarak komplikata kortikal anterior
Terjadi karena adanya lesi pada segmen anterior seperti glaukoma, ulkus
kornea dengan hipopion, dan iritis akut. Tampak gambaran vakuola pada kapsul
anterior, diikuti dengan adanya kekeruhan pada serat kortikal dan penebalan dari
kapsula anterior .
3. Katarak Akibat Penyakit Sistemik
Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan sistemik seperti
diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia,
dan sindroma Lowe, Werner, dan Down. Katarak merupakan penyebab umum
gangguan penglihatan pada pasien diabetes. Kadar glukosa darah yang meningkat
akan menyebabkan peningkatan glukosa pada humor aqueous. Glukosa dari aqueous
akan memasuki lensa, sehingga kadar glukosa akan meningkat. Beberapa senyawa
glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase. Metabolisme
sorbitol di lensa berjalan lambat dan akan terakumulasi di sitoplasma sel lensa, yag
akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan terjadi influks air, sehingga
serat lensa akan cenderung edem .
Katarak diabetik akut disebut juga snowflake cataract, terjadi bilateral pada
bagian subkapsular lensa dengan gambaran kekeruhan multipel, biasanya pada usia
muda dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol. Dapat terbentuk vakuola dan
celah pada korteks .
Katarak pada pasien dengan dermatitis atopik biasanya bilateral dengan onset pada
dekade kedua atau ketiga. Katarak terjadi pada bagian subkapsular anterior di area
pupil dan tampak gambaran shieldlike plaque .
4. Drug-Induced Cataract
Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain kortikosteroid, fenotiazin,
miotikum, amiodaron, dan statin. Penggunaan kortikosteroid secara topikal, sistemik,
subkonjungtiva, dan inhalasi dapat menyebabkan terbentuknya katarak, terutama
katarak subkortikal posterior. Fenotiazin dapat menyebabkan deposit pigmen di epitel
anterior lensa, pada bagian aksis. Miotikum seperti pilokarpin dapat menyebabkan
terbentuknya vakuola pada bagian kapsul anterior dan posterior lensa (AAO, 2011).
5. Katarak Sekunder
Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah ekstraksi
katarak ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah dilakukan operasi. Gambaran yang
akan timbul berupa mutiara Elschnig dan cincin Soemmering. Epitel lensa
subkapsular yang tersisa menginduksi regenerasi serat-serat lensa, sehingga
memberikan gambaran telur kodok atau busa sabun pada kapsul posterior. Cincin
Soemmering terjadi karena kapsul anterior pecah dan traksi ke perifer, lalu melekat
pada kapsula posterior sehingga meninggalkan daerah jernih di bagian tengah,
memberikan gambaran cincin. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan laser
neodymium yag .

2.1.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 0.5 adalah
pemberian kacamata dengan koreksi terbaik. Jika visus lebih baik dari 0.5 tetapi
sudah mengganggu dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan
pasien atau ada indikasi medis lain, dapat dilakukan operasi katarak .
Terdapat beberapa jenis operasi katarak antara lain:
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK merupakan tindakan pengangkatan lensa seluruhnya beserta dengan
kapsulnya. EKIK sudah jarang dilakukan karena insiden terjadinya ablasio retina
lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan bedah lainnya. EKIK tetap dilakukan
juka tidak terdapat fasilitas untuk tindakan bedah yang lain. Kontraindikasi EKIK
adalah pasien berusia < 40 tahun yang masih memiliki ligamen hialoidea
kapsular .
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Pada
kapsul anterior dibuat sebuah saluran, kemudian nukleus dan korteks lensa
diangkat, kemudian lensa intraokular ditempatkan pada kantung kapsul yang
sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh. Insisi yang dibutuhkan
biasanya berukuran 9-10 mm .
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan modifikasi dari EKEK. Insisi yang dibutuhkan pada prosedur
SICS yaitu 5,5 7 mm. Kondisi ideal untuk dilakukan tindakan SICS adalah
kondisi kornea yang jernih, ketebalan normal, enndotel yang sehat, COA yang
cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula utuh. Keuntungan dari metode SICS
adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko astigmatisma yang minimal .
4. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang keras, sampai substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi.
Ukuran insisi yang dibutuhkan adalah 3mm. Ukuran tersebut cukup untuk
memasukkan foldable intraocular lens. Jika lensa yang digunakan kaku, insisi
perlu dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan dari fakoemulsifikasi adalah kondisi
intraoperasi lebih terkendali, tidak memerlukan penjahitan, perbaikan luka lebih
cepat dengan derajat distorsi kornea lebih rendah. Risiko yang dapat ditimbulkan
adalah dapat terjadi pergeseran materi nukleus ke posterior melalui robekan
kapsul posterior, sehingga membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks .

2.2. DIABETIK RETINOPATI


2.2.1. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan
membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.

2.2.2. Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di
tepi ora serata.
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Retina
berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama vesikel
optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding
ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan
membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan
lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.

Gambar 2 : Lapisan Retina (Dikutip dari kepustakaan 7)


Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya.Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel pigmen
retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen dan
lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel
fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas
rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan
sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi
dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai
nutrient dan oksigen pada sel retina.
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan
sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis
fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah
temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari
arteri.

Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch.Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.Arteri retina sentralis masuk
ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.
Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada
difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.
2.2.3. Faktor Resiko

Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:


1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa
dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun
sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2
dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang
terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta
ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I
dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan
retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.

2.2.4. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati

Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan


funduskopi.Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan
metode diagnosis yang paling dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan
oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.Ada banyak klasifikasi retinopati
diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas
beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan
pembuluh darah baru di retina.
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik

Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain
pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik
digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya
ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas
retinopati diabetik proliferatif.
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif


1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup >
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
Gambar 4 : Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina
(kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah),
cotton-wool spots menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah
hitam).

Gambar 5 : Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya preretinal


neovascularisation

2.2.5. Etiologi dan Patofisiologi

Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko
utama.Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan
biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh
darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi platelet
yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4)
fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf.Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea.Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana
basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat
pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada
kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi
mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu
mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan
proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari
membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada
keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah
baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous
kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi


mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi (nonperfussion)
akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina
sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Hal ini
menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui
endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot.Efek dari
hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler
dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA).Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena yang
seperti manik-manik. Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara
lain terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan
mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi
thrombus.Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular Hal ini adalah
rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang
menimbulkan edema macula.Edema ini dapat bersifat difus ataupun local.Edema ini
tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat
intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar (hard
exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal
makula.
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api
karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan
perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina
yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.Perdarahan terjadi akibat
kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma,
sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel
tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena
bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke
dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi
penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan
penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari
beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat
menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.

2.2.6. Tanda dan Gejala Klinik

Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya
pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus
maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis
retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala
obyektif.
-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
-
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan
merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik
merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan
dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.

Gambar 10 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy

Gambar 11 :FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma


non-trombosis.

Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya


ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.
Gambar 12: Dilatasi Vena

Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus yaitu


iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

Gambar 13 :Hard Exudates


Gambar 14 : FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus
dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.

Gambar 15 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA


Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan
ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun
perdarahan badan kaca.

Gambar 16 : NVD severe dan NVE severe


Gambar 17 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai
perdarahan vitreus

Perbedaan antara NPDR dan PDR


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

2.2.7. Diagnosis

Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan


pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan
dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan kemudian zat
tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

Gambar 18 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography


daripada funduskopi.

2.2.8. Penatalaksanaan

Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal


ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II
telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini
harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat
beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum
direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya
tergantung kebijakan ahli matanya.
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset Rekomendasi pemeriksaan pertama Follow up rutin minimal
DM/kehamilan kali
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis Setiap tahun
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata
mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih
sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441
pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah
menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi
intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76%
sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati
sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut
memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan
oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode
terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular.
Gambar 19 : Tahap-tahap PRP

2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di


tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini
mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema
macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation.
Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR

Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh
yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti
angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel
endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal
injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis
merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan
di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.

Gambar 22 : Vitrektomi
(DIkutip dari kepustakaan 10)
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada
pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan
yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan
keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan
keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

2.2.9. Komplikasi

1. Rubeosis iridis progresif


Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun
di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular
presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior
perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler
meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien
dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi
timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi
6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan
anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah
glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma
rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya
hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular
Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan
vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior,
atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk
secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah
pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah
pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
2.2.10. Diagnosis Banding

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,


adalah hipertensive retinopathy
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama
kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita
hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah
penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking
arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-
wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa
tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire


arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papilledema


Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan

Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke, penyakit

atau fokal, AV nicking, dinding jantung koroner dan

arterioler lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi berat dengan


lebih tanda berikut : penyakit stroke, gagal

Perdarahan retina (blot, dot atau jantung, disfungsi renal dan

flame-shape), microaneurysme, mortalitas kardiovaskuler

cotton-wool, hard exudates

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan


dengan edema papil : dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan

Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan


vaskuler retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya
dalam bentuk bercak dan titik serta edema sirsinata, adanya edema retina dan
gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina dan badan kaca.. Sehingga dengan
pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan Angiografi fluorescein akan
ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda dengan retinopati
hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada mikroaneurisma.Kelainan
makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan
pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif
menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).
2.2.11. Prognosis

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional
dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.

Anda mungkin juga menyukai