Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang
bersifat progresif. Penyakit ini merupakan penyakit neurodegeneratif tersering
kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit Parkison paling banyak dialami pada
usia lanjut dan jarang ditemukan pada umur dibawah 30 tahun. Sebagian besar
kasus ditemukan pada usia 40-70 tahun, rata-rata pada usia 58-62 tahun dan kira-
kira 5% muncul pada usia dibawah 40 tahun. (PERDOSSI, 2008). Insiden lebih
tinggi pada laki-laki, ras kulit putih dan didaerah industri tertentu, insidensi
terendah terdapat pada populasi Asia dan kulit hitam Afrika. Faktor lingkungan
memiliki peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini (Sharma, 2008)
Angka prevalensi penyakit Parkinson di Amerika Utara diperkirakan
sebesar 160 per 100.000 populasi dengan angka kejadian sekitar 20 per 100.000
populasi. Prevalensi dan insidensi penyakit Parkinson semakin meningkat seiring
bertambahnya usia. Prevalensi berkisar antara 0,5-1% pada usia 65-69 tahun. Pada
umur 70 tahun prevalensi dapat mencapai 120 dan angka kejadian 55 kasus per
100.000 populasi pertahun. Prevalensi meningkat sampai 1-3% pada usia 80 tahun
atau lebih. Di Indonesia belum ada data prevalensi penyakit Parkinson yang pasti,
namun diperkirakan terdapat sekitar 400.000 penderita penyakit Parkinson.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pria dari pada wanita dengan angka
perbandingan 3:2 (Joesoef, 2007).
Penyakit Parkinson mempunyai gejala yang khas berupa adanya tremor,
bradikinesia, rigiditas dan abnormalitas postural. Disamping itu terdapat pula
gejala psikiatri berupa depresi, cemas, halusinasi, penurunan fungsi kognitif,
gangguan sensorik, akathesia dan sindrom restless legs, gangguan penciuman,
gangguan otonom serta gangguan tidur yang disebabkan oleh efek samping obat
antiparkinson maupun bagian dari perjalanan penyakitnya. Perjalanan penyakit
atau derajat keparahan dari penyakit Parkinson diukur berdasarkan stadium Hoehn
dan Yahr atau Unified Parkinson’s Disease Rating Scale (UPDRS) (PERDOSSI,
2008).
Patogenesis yang mendasari terjadinya penyakit Parkinson antara lain
adalah : stres oksidatif, disfungsi mitokondria, eksitotoksisitas, inflamasi dan
kelemahan sistem ubiquitin proteasom (Seidl & Potashkin, 2011). Adanya
peningkatan zat besi yang terdeteksi pada substansia nigra pasien dengan penyakit
Parkinson meyakinkan pentingnya peranan stres oksidatif dalam patogenesis
penyakit Parkinson. Metabolisme dopamin endogen ternyata juga menyebabkan
peningkatan produksi racun yang mempertinggi terjadinya stres oksidatif pada
pasien penyakit Parkinson (Siderowf, 2003). Stres oksidatif di otak memiliki
peranan penting pada onset penyakit Parkinson dan menyebabkan peningkatan
kerusakan oksidatif di substansia nigra (Prasad, et al.,1999).

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini terbagi atas dua yaitu:
1.2.2 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan asuhan keperawatan pada pasien Parkinson
1.2.3 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari Parkinson
b. Mengetahui etiologi dari Parkinson
c. Mengetahui patofisiologi dan patway dari Parkinson
d. Mengetahui manifestasi klinis dari Parkinson
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Parkinson
f. Mengetahui penetalaksanaan medis dari Parkinson
g. Mengetahui komplikasi dari Parkinson
h. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Parkinson
1.3 Manfaat Penulisan
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami
pengertian dan asuhan keperawatan dari Parkinson Dan dapat mencegah
terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita
sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis Medik
2.1.1 Defenisi
Parkinson adalah penyakit neurologik kronok, progresif yang disebabkan
karena hilangnya neurotransmitter dopamine di otak sehingga terjadi gangguan
kontrol pergerakan yang ditandai adanya tremor pada tangan, kekakuan,
bradikinesia (lambat dalam pergerakan) (Black, 2009).
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson
(Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada
ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari
substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency)
(Andi, 2003)

2.1.2 Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui.
Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-
konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah
umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan
yang prematur atau dipercepat (Jankovic, 2002)
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi
nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu
belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson
adalah sebagai berikut :
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200
dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada
substansia nigra, pada penyakit parkinson.
2. Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang.
Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini
termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan
paparan terhadap faktor lingkungan.
3. Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya
proses infeksi, industrialisasi ataupun gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di
Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun
1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara
relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal
dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi
dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga
ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor
resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari
70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang,
jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia
relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan
kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik
dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena
kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
5. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan
kerusakan mitokondria
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan
lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada
hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi
Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah
satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar
f. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson
karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin
yang memacu stress oksidatif (Erik, 2003)

2.1.3 Patofisiologi
Aktivitas motorik terjadi akibat koordinasi antara korteks serebri, basal
ganglia dan serebellum . dalam proses aktivitas peran neurotransmiter sangat
penting, dimana neurotransmiter dapat bersifat eksitasi (merangsang) dan
inhibitar (penghambat) stimulus. Peran neurotransmiter Acetylcholine (ACH)
berifat merasang dan dopamin (bersifat penghambat). Sangat peting dalam
proses pergerakan. Dopamin diproduksi di subtansianigra, seperti halnya
dengan yang ada pada kelenjar adrenal yang berfungsi sebagai penghambat
basal ganglia mengintegrasikan aktivitas volunter motor. Sedangkan ACH
diproduksi pada ujung-ujung saraf dan mempunyai konsentrasi tinggi pada
striatum.ACH berfungsi menghambat fungsi dan pelepasan dopamin. Pada
keadaan normal kedua neurostransmiter tersebut bekerja dalam keseimbangan
sistem antagonis untuk menghasilkan kordinasi pergerakan motorik atau
keseimbangan antara penghambat dan perangsangan kelompok neuron.
Pada penyakit parkinson terjadi degenarasi sel-sel ganglion pada
substansia nigra yang mengakibatkan terhambat nya produksi atau kadar
dopamin. Penurunan kadar dopanin menyebabakan kehilangan kemampuan
gerakan volunter dan mengakibatkan terjadinya kelebihan eksitasi sehingga
mengakibatkan kekuatan, tremor dan brandikinesia, sedangkan jika berlebihan
dopamine atau defisiensi kolinergik menyebabkan gerakan involunter
berlebihan.
2.1.4 Manifestasi Klinik
Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik
penderita parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
1. Gejala Motorik
a. Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri
khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran
tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga
sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam
atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau
pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini
menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/
alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga
terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti
orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar.
Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan
aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti.
Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat
penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang
tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang
bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di
tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat
kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance.
Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,
langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian
sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi
serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda
tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi
pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa
menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.
Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan
berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak
asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan,
lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi
lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik
dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan
mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
13
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Bradikinesia
mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu,
kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena
berkurangnya gerak menelan ludah.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara,
otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton
dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan deficit kognitif.
i. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ),
mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap
pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban
yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
j. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
2. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
a) Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
b) Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c) Pengeluaran urin yang banyak
d) Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi,
a) kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna,
b) penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan
c) berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia
atau anosmia),

2.1.5 Penatalaksanaan Medik


Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya.
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah
menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.
Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu
mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya
secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia  yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh.
Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin
berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian
diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-
obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis,
COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja
dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis
tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan
setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema
kaki, mual dan muntah.
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu
membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin,
sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik
yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl
(artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk
golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya
obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas
70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna
pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan
dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat
memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala
dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya
mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga
berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia,
penurunan tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan
memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa
tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna
urin berwarna merah-oranye.
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun
yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors
(selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial
fortifier coenzyme Q10.

Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan
kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat
tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada
seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi
di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari
levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous
adrenal) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang
pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon
yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non
neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells
dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat
proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi
yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4
tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik
operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor,
kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.

3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan psikologik.
Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi,
okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki
pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan
otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari
kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu :
 Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal
maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun
motorik.
 Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin
memungut sesuatu dilantai.
 Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan
pada dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di
tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan
bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian,
status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan
terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. EEG (Elektroensefalografi)
Melalui pemeriksaan EEG, diharapkan akan didapatkan perlambatan dari
gelombang listrik otak yang bersifat progresif.
2. CT Scan Kepala
Melalui pemeriksaan CT Scan kepala, diharapkan akan didapatkan gambaran
terjadinya atropi kortikal difus, dengan sulki melebar, dan hidrosefalus eks
vakuo.
2.1.4 Klasifikasi
Parkinson dapat diklasifikasikan menjadi enam kategori berdasarkan proses
terjadinya yaitu :
1. Parkinson primer (ediopatik) dimana penyebab tidak diketahui
2. Parkinson postencepalitis, penyebab parkinson karena encephalitis
3. Parkinson Iatrogenik, parkinson karena obat-obatan seperti obat psikotropik
dan antipisikotik
4. Parkinson juvenile, parkinson yang terjadi pada usia di bawah 40 tahun
5. Parkinson skunder, disebabkan karena kerusakan substansi nigra akibat
trauma, iskemik
6. Pseudoparkinson (Parkinson semu) merupakan gabungan dari beberapa
penyebab parkinson seperti pada hipotiroid

Tingkatan Parkinson
Berdasarkan tanda dan gejalanya tingkatan parkinson dapat dibagi :
1. Tingkat awal / dini
Pada tingkat ini pasien masih dapat melakukan tugas sehari – hari tanpa
gangguan, terjadinya kerusakan pada ssebelah tungkai dan lengan,
kelemahan sedikit, tangan dan kaki gemetar
2. Tingkat ringan sedang
Pada tingkat ini terjadi kerusakan pada kedua tungkai dan lengan, wajah
seperti bertopeng, gaya jalan diseret dan pelan. Pada keadaan ini pasien
sudah terasa terganggu dan sukar dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
3. Tingkat berat
Pasien terjadi akinesia, rigiditas, dimana pasien tidak mampu melakukan
aktivitas sehari – hari sehingga pasien mengalami ketergantungan penuh.
2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis pada Parkinson meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, pengkajian
psikososial.
a) Identitas klien
Meliputi naman, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, pada
usia 50-an dan 60-an), jenis kelamin (lebih banyak pada laki-laki),
pendidikan, alamat, pekerjaaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh,
kelemahan otot dan hilangnnya refleks postular
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis klien sering mengeluhkan adanya tremor, seringkali
pada salah satu tangan dan lengan, kemudian ke bagian yang lain dan
akhirnya bagian kepala, walaupun tremor ini tetap unilateral.
Karakteristik tremor dapat berupa: lambat, gerakan membalik (pronasi-
supinasi) pada lengan bawah dan telapak tangan, serta gerakan ibu jari
terhadap jaro-jari lain seolah-olah memiutar pil di antara jari-jari.
Keadaan ini meningkat jika klien sedang berkonsentrasi atau merasa
cemas dan muncul pada saat klien istirahat.
Keluhan lainnya pada penyakit meliputi adanya perubahan pada
sensasi wajah, sikap tubuh dan gaya berjalan. Adanya keluhan rigiditas
deserbrasi, berkeringat, kulit berminyak dan sering dermatis peboroik,
sulit menelan, konstipasi, serta gangguan kandung kemih yang
diperberat oleh obat-obatan anti kolinergik dan hipertfofi prostat.
d) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator dan penggunaan obat-obat
antikolinergik dalam waktu yang lama.
e) Riwayat penyakit keluarga
Walaupun penyakit Parkinson tidak ditemukan hubungan sebab
genetic yang jelas tetapi pengkajian adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus diperlukan untuk
melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat
progresifnya penyakit.
f) Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakita yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadapa dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karna
klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Peubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit Parkinson
adalah tanda depresi. Manifestasi mental muncul dalam bentuk
penurunan kognitif, persepsi, dan penurunan memori (ingatan).
Beberapa manifestasi psikiatrik (perubahan kepribadian, psikosis,
demensia, konfusi akut) umumnya terjadi pada lansia.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data yang
diperoleh dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan per sistem (B1-B6) dan terarah dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 dan dihubungkan dengan keluhan klien.
a. Keadaan umum
Klien dengan penyakit Parkinson umunya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan tanda-tanda vital, meliputi
bradikardia, hipotensi dan penurunan frekuensi pernafasan.
b. B1 Breathing
Gangguan fungsi pernafasan berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi umum. Didapatkan klien batuk atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas dan penggunaan otot bantu nafas.
2) Palpasi. Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
3) Perkusi. Adanya suara resonal pada seluruh lapangan paru.
4) Auskultasi. Binyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas.
c. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat
dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh system
persarafan otonom. Rasa lelah berlebihan dan otot terasa nyeri :
otot-otot lelah karena rigiditas.
d. B3 (Brain)
Inspeksi umum : didapatkan perubahan pada gaya berjalan, tremor
secara umum pada seluruh otot, dan kaku pada seluruh gerakan.
e. Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis dan juga
bergantung pada aliran darah serebrial regional menurun yang
mengakibatkan perubahan pada status kognitif klien.
f. Pengkajian fungsi serebral
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan
yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan
persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
g. Pemeriksaan saraf kranial
Pengkajian saraf cranial meliputi pemeriksaan saraf cranial I-XII.
1) Saraf I. Pada cidera tulang belakang, biasanya klien tidak
memiliki kelainan dan gangguan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihayan mengalami perubahan,
dimana sesuai tingkat usia yang tua biasanya klien dengan
penyakit Parkinson mengalami penurunan ketajaman
penglihatan.
3) Saraf III, IV dan VI. Gangguan saraf okulomotorius : sewaktu
melakukan konfergensi penglihatan menjadi kabur karena tidak
mampu mempertahanakan kontraksi otot-otot bola mata.
Gerakan kedua bola untuk menetapkan mata pada sesuatu tidak
selalu berjalan searah, melainkan bisa juga berjalan kearah
berlawanan. Gerakan bola mata yang sinkron dengan arah yang
berlawanan hanyalah gerakan kedua bola mata kearah nasal.
Dalam gerakan itu, bola mata kini bergerak ke kanan dan bola
mata kanan bergerak ke kiri. Gerakan kedua bola mata kea rah
nasal dinamankan gerakan konvergen, yang terjadi karena kedua
otot rektus medialis (interbus) berkontraksi.
4) Saraf V. Pada klien dengan penyakit Parkinson umumnya
didapatkan perubahan pada otot wajah. Adanya keterbatan otot
wajah maka terlihat ekspresi wajah mengalami penurunan
dimana saat bicara wajah seperti topeng (sering mengedipkan
mata).
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
6) Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan
proses senilis dan penurunan aliran darah regional.
7) Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan.
8) Saraf XII. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal.
h. Penyajian sistem motorik
1) Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada gaya berjalan,
tremor secaraumum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh
gerakan. Klien seringmengalami rigiditas deserebrasi.
2) Tonus otot ditemukan meningkat.
3) Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan mengalami gangguan
karenaadanya kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada gaya
berjalan, tremor secara umum pada seluruh otot dan kaku pada
seluruh gerakan.
i. Pengkajian refleks
Terdapat kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk
berdiri,klien akan berdiri dengan kepala cenderung kedepan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam
berputar dan hilangnya keseimbangan(salah satunya kedepan atau
kebelakang) dapat menimbulkan sering jatuh.
j. Pengkajian sistem sensorik
Sesuai berlanjutnya usia Klien dengan penyakit Parkinson
mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif.
Penurunan sensorik yang sadamerupakan hasil dari neuropati.
k. B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan
disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum. Klien mungkin
mengalami inkontinensia urine,ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Selama periodeini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.
l. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan
nutrisi kurangkarena kelemahan fisik umum, kelelahan otot dan
adanya tremor menyeluruh. Kliensering mengalami konstipasi
karena penurunan aktivitas.
m. B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kelelahan
otot, tremor secaraumum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh
gerakan menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan pemenuhan
aktivitas sehari-hari.Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi
dalam melakukan pergerakankarena perubahan pada gaya berjalan
dan kaku pada seluruh gerakan memberikanrisiko pada trauma fisik
bila melakukan aktivitas.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tremor otot, regiditas,
bradikinesia
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tremor otot, regiditas, bradikinesia dan kesulitan
menelan
3. Sindrom perawatan diri berhubungan dengan tremor otot, regiditasi,
bradikinesia.
4. koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan gaya
hidup, peran, dan konsep diri.
5. Resiko injuri berhubungan dengan tremor otot, regiditas, bradikinesia
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tremor otot, regiditas,
bradikinesia
Data pedukung
a. Pasien mengatakan kesulitan bergerak, kekauan otot
b. Tremor
c. Kesulitan dalam pergerakan, kekauan
d. Ketidakmampuan dalam melakukan ADL
e. Kekuatan otot, tonus otot
f. Perubahan tanda vital
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x... masalah
gangguan mobilitas fisik teratasi dengan
Kriteria hasil :
a. Kesulitan bergerakan berkurang
b. Tremor berkurang dan tidak ada
c. Pasien dapat melakukan ADL secara mandiri
Rencana tindakan Rasional
1. Kaji adanya regiditas, tremor, Kurangnya dopamin menimbulkan
keselitan pergerakan, bradikinesia tanda-tanda parkinson
setiap 8 jam Menentukan rencana lebih lanjut
2. Tetapkan derajat ambulasi (
ketergantungan atau mandiri ) Memenuhi kebutuhan aktivitas
3. Bantu pasien melakukan ambulasi Mencegah kontraktur dan kelemahan
4. Lakukan ROM aktif Membantu dalam latihan pergerakan
5. Kolaborasi dengan fisiotrapis
dalam penyediaan alat pergerakan Mencegah trauma pada daerah tertekan
6. Anjurkan pasien untuk merubah
posisi setiap 2 jam Membantu memulihkan pergerakan
7. Lakuan program pengobatan dan
observasi respon obat
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tremor otot, regiditas, bradikinesia dan kesulitan menelan
Data penghubung
a. Pasien mengatakan kesulitan mengunyah dan menelan, mual, muntah.
b. Makan tidak habis sesuai porsi
c. Kekakuan otot wajah
d. Berat badan menurun
e. Tanda-tanda anemia
f. Pemakaian obat-obatan
g. Diet yang diberikan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x... masalah
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Kriteria hasil
a. Berat badan meningkat secara bertahap
b. Tanda-tanda anemia tidak ada
c. Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai porsi
Rencana tindakan Rasional
1. Monitor berat badan setiap 3 hari Perubahan BB menentukan status
nutrisi
2. Catat intake makanan Menentukan asupan makanan
3. Berikan makanan yang mudah Membantu memudahkan makanan
dikunyah dan ditelan masuk
4. Posisi kepala ditinggikan saat Menghindari terjadinya aspirasi
memberikan makan
5. Berikan pengobatan sebelum Mengurangi tremor dan kekakuan
makan otot mengunyah
6. Berikan makanan dengan tinggi Mempertahankan intake yang
kalori adekuat
7. Monitor tanda-tanda anemia, Menentukan status nutrisi
hasil Hb
3. Sindrom perawatan diri berhubungan dengan tremor otot, regiditasi,
bradikinesia.
Data pendukung
a. Pasien mengatakan kesulitan bergerak
b. Tremor
c. Kesulitan dalam pergerakan, kekakuan
d. Ketidakmampuan dalam melakukan ADL
Kriteria hasil
a. Kesulitan bergerak berkurang
b. Tremor berkurang atau tidak ada
c. Pasien dapat melakukan ADL secara mandiri
Rencana tindakan Rasional
1. Beri kesempatan pasien untuk Melatih bersikap mandiri dalam
melakukan perawatan dirinya jika perawatan dirinya
mungkin Bekerja tim untuk melatih
2. Bekerjasama dengan fisioterapi dan kemampuan pasien dan teknik
occupational terapi untuk adaptasi
menentukan metode terbaik dalam
melakukan aktivitas
3. Latih pasien untuk melakukan ADL Melatih secara bertahap kemampuan
dari yang paling ringan ADL
4. Bantu pasien seminimal mungkin Terpenuhinya kebutuhan sehari-hari
untuk memenuhi kebutuhan sehari- pasien
hari
4. koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan gaya hidup,
peran, dan konsep diri.
Data pendukung
a. Adanya kesulitan dalam pergerakan, pemenuhan ADL
b. Tidak nafsu makan
c. Sensitif
d. Kesulitan tidur
e. Apatis
f. Menarik diri
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x... masalah koping
individu tidak efektif teratasi dengan
Kriteria hasil
a. Pasien dapat mendemonstrasikan koping yang efektif
b. Pasien dapat memandang secara realistik tentang penyakitnya
c. Pasien dapat mengekspresikan perasaan kehilangan dan berespon positif
terhadap keadaan dirinya
d. Pasien kooperatif dan berpartisipasi dalam perawatan dirinya.
Rencana tindakan Rasional
1. Kaji perilaku dan mekanisme Penyakit parkinson dapat
koping pasien menimbulkan perubahan perilaku dan
gaya hidup
2. Gali perasaan dan ketakutan Memberikan kesempatan kepada
terhadap penyakitnya pasien untuk mengekspresikan
perasaannya
3. Berikan kesempatan pasien untuk Membantu menurunkan ketegangan
mengungkapkan secara verbal
tentang gambaran masa depan
4. Libatkan pasien untuk Pasien merasa dihargai dan
berpartisipasi dalam perawatan meningkatkan harga diri
diri sesuai kemampuannya
5. Hargai kemampuan yang telah Meningkatkan harga diri pasien
dimiliki pasien
6. Kolaborasi dengan Membantu meningkatkan koping
psikolog/psikiater dalam yang positif
meningkatkan kemampuan koping
pasien

5. Resiko ijuri berhubungan dengan tremor otot, regiditas, bradikinesia


Data pendukung
a. Pasien mengatakan kesulitan bergerak,tremor
b. Tremor,ketidakseimbangan berjalan
c. Ketidakmampuan melakukan ADL
d. Postural hipotensi
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x... masalah resiko
injury teratasi dengan
Kriteria hasil
a. Kesulitan bergerakan berkurang
b. Tremor berkurang atau tidak ada
c. Pasien dapat melakukan ADL secara mandiri
Rencana tindakan Rasional
1. Monitor fungsi motorik dan Menetapkan kemungkinan jatuh
keseimbangan berjalan
2. Bantu ambulasi sesuai Mencegah resiko jatuh
kebutuhan
3. Berikan alat bantu Membantu melakukan pergerakan
tongkat,kursi roda sesuai dan mengurangi resiko jatuh
kebutuhan Menghindari jatuh

4. Jelaskan pada pasien setelah Postural hipotensi kemungkinan


bangun tidur tidak langsung terjadi sehingga dapat
melakukan pergerakan mengakibatkan pasien jatuh
5. Jelaskan pada pasien setelah Menghindari resiko jatuh
bangun tidur tidak langsung
melakukan pergerakan
6. Gunakan kursi,kamar mandi Mengurangi resiko jatuh
yang ada pegangannya
7. Penerangan yang cukup dan Mengurangi resiko jatuh
lantai tidak licin serta
pemakaian alat kaki tidak licin
BAB 3
PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai