Anda di halaman 1dari 84

GEOLOGICAL ENGINEERING’16

TADULAKO UNIVERSITY

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ( )
DAFTAR ISI ( )
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA ( )
1.1 Definisi Survey dan Pemetaan ( )
1.2 Tujuan Praktikum Survey dan Pemetaan ( )
1. Tujuan Instruksional Umum ( )
2. Tujuan Instruksional Khusus ( )
1.3 Prinsip Dasar Pengukuran ( )
1.4 Peta ( )
1. Definisi Peta ( )
2. Jenis-Jenis Peta ( )
1.5 Peta Situasi ( )
1. Definisi ( )
2. Skala ( )
3. Garis Kontur ( )
1.6 Skala ( )

BAB II. PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN WATERPASS ( )


FLOWCHART PENGUKURAN DENGAN WATERPASS
METODOLOGI WATERPASS ( )
2.1 Tujuan Instruksi Umum ( )
2.2 Tujuan Instruksi Khusus ( )
2.3 Peralatan ( )
2.4 Tinjauan Pustaka ( )
2.5 Petunjuk Umum ( )
2.6 Langkah Kerja ( )

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

1. Mengatur / Menyetel Pesawat Waterpass ( )


2. Membidik dan Membaca Rambu Ukur ( )
3. Membaca Skala Lingkaran ( )
4. Memeriksa Pesawat Waterpass ( )
5. Pelaksanaan Pengukuran Waterpass (Menyipat Datar) ( )
6. Prosedur Pengukuran Profil Melintang ( )
7. Contoh Hasil Perhitungan Waterpass ( )

BAB III. PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLIT ( )


FLOWCHART PENGUKURAN DENGAN WATERPASS
METODOLOGI WATERPASS ( )
3.1 Tujuan Instruksi Umum ( )
3.2 Tujuan Instruksi Khusus ( )
3.3 Peralatan ( )
3.4 Tinjauan Pustaka ( )
3.5 Petunjuk Umum ( )
3.6 Langkah Kerja ( )
1. Mengenal Bagian-Bagian Pesawat ( )
2. Menyetel Pesawat dan Memeriksa Sumbu I ( )
3. Memeriksa Sumbu II, Sumbu I dan Garis Bidik Sumbu II ( )
4. Pembacaan Skala Lingkaran ( )
5. Pengukuran Sudut Horizontal ( )
6. Pengukuran Sudut Vertikal ( )
7. Polygon Terbuka ( )
8. Polygon Tertutup ( )
9. Pengukuran Setting Out-Stake Out ( )
10. Contoh dan Hasil Perhitungan Polygon Tertutup ( )
3.7 Membuat Lengkungan Di Lapangan ( )
3.8 Pengukuran Setting OUT-STAKE OUT ( )

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

3.9 Pengukuran Poligon ( )

BAB IV. PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN GPS ( )


4.1 Pengertian GPS ( )
4.2 Kemampuan GPS ( )
4.3 Tipe Alat (Receiver) GPS ( )
BAB V. PENGUKURAN LUAS ( )
5.1 Tujuan Instruksi Umum ( )
5.2 Tujuan Instruksi Khusus ( )
5.3 Peralatan ( )
5.4 Tinjauan Pustaka Dan Prosedur Pengukuran ( )
1. Metode Kubus/Kisi-Kisi ( )
2. Metode Geometris ( )
3. Metode Trapesium ( )
4. Metode Sympson ( )
5. Metode Koordinat ( )
6. Metode Mekanis Dengan Menggunakan Planimeter ( )

BAB VI. PEMETAAN GEOMORFOLOGI ( )

BAB VII. PERHITUNGAN & PEMETAAN ( )


1. WATERPASS ( )
1. Data Waterpass ( )
2. Peta Situasi Dan Profil Memanjang ( )
3. Tabel Perhitungan Waterpass ( )
4. Peta Situasi Jalan ( )
5. Profil Melintang ( )
6. Perhitungan Luasan Dan Volume (Galian & Timbunan) ( )
a. Metode Koordinat ( )

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

b. Metode AutoCad ( )

2. THEODOLIT ( )
1. Data Ukur Polygon ( )
2. Peta Situasi (Keseluruhan) ( )
3. Perhitungan Theodolit ( )
A. Perhitungan Patok Utama ( )
B. Perhitungan Patok Detail ( )
4. Peta Situasi ( )

3. GPS ( )
1. Peta Lokasi ( )
2. Koordinat GPS ( )
3. Peta Situasi ( )

4. MORFOMETRI ( )
4. Peta Lokasi ( )
5. Perhitungan Morfometri ( )
6. Sketsa Morfometri ( )

BAB VIII. PENUTUP ( )


A. Kesimpulan ( )
B. Saran ( )

DAFTAR PUSTAKA ( )
LAMPIRAN ( )
LEMBAR ASISTENSI ( )

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI SURVEY DAN PEMETAAN


Survey dan Pemetaan adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk
muka bumi, yakni ilmu yang bertujuan menggambarkan bentuk topografi muka
bumi dalam suatu peta dengan skala tertentu dan dengan segala seseatu yang
ada pada permukaan bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan dan lain-lain.

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM SURVEY DAN PEMETAAN


1. Tujuan Instruksional Umum

a. Mahasiswa dapat mengetahui syarat dan prinsip penggunaan alat ukur


theodolit dan waterpass.
b. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan dalam
penggunaan pesawat theodolit dalam menggunakan pesawat theodolit
dan waterpass.
c. Mahasiswa dapat terampil dan mengatur alat dan membaca bak ukur
dengan benar dalam pengukuran.
d. Mahasiswa dapat mengenal berbagai alat ukur.
2. Tujuan Instruksional Khusus

a. Mahasiswa dapat membuat perhitungan dari hasil data yang diperoleh di


lapangan dengan benar dan tepat.
b. Mahasiswa dapat menggambarkan hasil pengukuran berupa profil
memanjang, melintang, atau situasi.
c. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran profil memanjang, profil
melintang, dan pengukuran sudut serta pengukuran luas.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

1.3 PRINSIP DASAR PENGUKURAN


Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi,
maka tugas pengukuran harus berdasarkan pada prinsip dasar pengukuran,
yaitu :
1. Perlu adanya pengecekan yang terpisah
2. Tidak ada kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengukuran
3. Setiap pengukur telah mengetahui tugas-tugas yang akan dilakukan di
lapangan.
Dimensi-dimensi yang diukur dalam kegiatan pengukuran adalah :
1. Jarak : Garis hubung terpendek antara 2 titik yang diukur dengan mistar,
pita ukur, waterpass dan theodolit.
2. Sudut : Basaran antara 2 arah yang bertemu pada satu titik.
3. Ketinggian : Jarak tegak di atas atau di bawah bidang referensi yang dapat
diukur dengan waterpass dan rambu ukur.
4. Skala peta
Skala peta ialah suatu perbandingan antara besaran-besaran di atas peta dan
di atas muka bumi (besaran sebenarnya). Berhubungan dengan skala ini
maka peta kita bagi atas:

 Peta teknis dengan skala 1 : 10.000 (skala besar).


 Peta topografi atau peta detail dengan skala 1 : 10.000 sampai
dengan 1 : 100.000 (skala medium).
 Peta topografi atau peta iktisar lebih kecil dari 1 : 100.000 (skala
kecil).

1.4 PETA
1. Definisi Peta

Peta adalah proyeksi sebagian muka bumi pada suatu bidang


mendatar dengan skala tertentu, oleh karena permukaan bumi melengkung

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

dan kertas pada peta itu rata, maka tidak ada bagian dari muka bumi yang
dapat digambarkan tanpa penyimpangan dari bentuk aslinya, namun
demikian untuk areal yang kecil permukaan bumi dapat dianggap sebagai
bidang datar, karena itu peta yang dibuat dengan proyeksi vertikal dapat
dianggap benar (tanpa kesalahan).

2. Jenis-jenis Peta

Menurut maksudnya, peta dapat dibagi menjadi :

a. Peta jalan raya untuk keperluan turisme


b. Peta sungai untuk keperluan pelayaran
c. Peta pengairan yang menyatakan daerah pengairan dengan saluran air
d. Peta geologi yang menyatakan keadaan geologis suatu daerah
e. Peta kehutanan yang menyatakan keadaan geologis suatu daerah
f. Peta hidrologi yang menyatakan dalamnya air pantai laut dengan
keterangan-keterangan yang diperlukan untuk pelayaran
g. Peta kadaster yaitu peta yang digunakan untuk menguraikan jenis-jenis
hak yang ada di atas tanah seperti hak milik, hak bangunan, hak guna
usaha, dll
h. Peta kotapraja yaitu peta yang digunakan untuk merencanakan
pekerjaan teknis kota, dibuat dengan ukuran yang besar
Ditinjau dari tujuan teknis, peta dapat dibagi menjadi:

a. Peta topografi, untuk perencanan


b. Peta Top DAM, untuk keperluan perang
Sedangkan ditinjau dari tujuan non teknis, peta dapat dibagi menjadi:

a. Peta pariwisata atau perjalanan


b. Peta masalah sosial, kependudukan, tata guna lahan, dll.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

1.5 PETA SITUASI


1. Definisi

Peta situasi adalah proyeksi vertikal yang menggambarkan keadaan


situasi di lapangan pada saat pengukuran. Misalnya menggambarkan
keadaan jalan, saluran, trotoar, dll.

2. Skala

Skala adalah perbandingan antara suatu jarak di atas peta dan jarak yang
sama di atas permukaan bumi. Skala besar akan menyatakan suatu daerah
besar pula, sedang skala kecil daerah itu digambar kecil pula. Menurut
skalanya, peta dapat dibagi dalam:

1. Peta teknis dengan skala 1 : 10.000 (skala besar)


2. Peta topografi atau peta detail dengan skala 1 : 10.000 s/d 1 : 100.000
(skala medium)
3. Peta geografi atau peta ikthisar dengan skala lebih besar dari 1 : 100.000
(skala kecil)
3. Garis Kontur

Garis kontur adalah garis potong bidang tinggi garis bidik atau suatu
bidang horizontal lain dengan lapangan yang miring. Garis kontur dapat
juga diartikan sebagai garis penghubung titik pada ketinggian yang sama,
yang diperoleh dengan cara interpolasi antara dua titik. Jarak mendatar
antara dua buah kontur disebut jarak horizontal (BC). Kemiringan tanah
untuk titik A dan C adalah AB/AC.

 Karakteristik garis kontur:


a. Garis kontur berbentuk V menunjukan lembah sungai dan selalu
mengarah ke hulu sungai atau ke atas bukit.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

50 60 70

Gambar 1.1. Garis Kontur

b. Garis kontur berbentuk V dan mengarah ke bawah bukit.

50 60 70

Gambar 1.2. Garis Kontur

c. Daerah yang mempunyai kemiringan teratur


90
80
0

70 60

Gambar 1.3. Garis Kontur

d. Daerah yang curam di atas dan landai ke bawah (landai cembung)


50 60 70 80

Gambar 1.4. Garis Kontur

e. Garis kontur menunjukan kemiringan yang cekung

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

90

80

70

60

Gambar 1.5. Garis Kontur

 Syarat – syarat kontur:


a. Menentukan garis yang simetris
b. Menentukan garis yang kontinue
c. Tidak memotong garis kontur lainnya
d. Tidak dapat bercabang menjadi garis kontur lainnya
e. Kegunaan dan pengembangan dari pengukuran
f. Skala dari peta
g. Bentuk dari treain (permukaan tanah)

 Metode penggambaran garis kontur:


a. Cara grafis
b. Cara analitis
c. Interpolasi garis kontur
 Penyelesaian hasil pengukuran:
a. Perhitungan titik ikat poligon
b. Perhitungan titik detail
c. Perhitungan luas
1. Metode perhitungan kotak
2. Metode geometrik
3. Metode lajur
4. Metode jarak meridian ganda
5. Metode titik koordinat

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

1.6 SKALA
Skala merupakan perbandingan antara jarak yang mewakili sebagian
permukaan bumi yang ditunjukkan oleh sebuah kertas gambar dengan jarak
yang ada di lapangan. Skala diberikan dalam istilah jarak pada peta dalam
sejumlah satuan tertentu yang bersesuaian dengan suatu jarak tertentu di
lapangan.Skala dapat dinyatakan dengan persamaan langsung atau dengan
suatu perbandingan.

Jarak dari dua buah tempat yang diperlihatkan di peta harus diketahui
dengan suatu perbandingan yang tertentu dengan keadaan yang sesungguhnya.
Perbandingan jarak di lapangan dengan jarak di atas peta inilah yang
dinamakan dengan skala, misalnya :

a. Peta dengan skala 1 : 100


Berarti 1 cm di atas kertas sama dengan 100 cm di lapangan.

b. Peta dengan skala 1 : 250


Berarti 1 cm di atas kertas sama dengan 250 cm di lapangan.

c. Peta dengan skala 1 : 2500


Berarti 1 cm di atas kertas sama dengan 2500 cm di lapangan.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

BAB II
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN WATERPASS

2.1 TUJUAN INSTRUKSI UMUM


1. Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan waterpass.
2. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat waterpass.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan – kesulitan dalam
menggunakan pesawat waterpass.
4. Mahasiswa terampil mengatur alat dan membaca rambu ukur dengan tepat
dalam setiap pengukuran.
5. Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat.
6. Mahasiswa dapat membaca skala lingkaran pada pesawat waterpass.

2.2 TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


1. Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran profil memanjang dan profil
melintang.
2. Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran peta situasi dengan menyipat
datar.
3. Mahasiswa dapat melaksanakan perhitungan kuantitas / volume hasil
pekerjaan.
4. Mahasiswa dapat menggambar hasil pengukuran.

2.3 PERALATAN
1. Pesawat Waterpass dan kelengkapan
2. Statif
3. Unting-unting
4. Rambu ukur
5. Pita ukur/ Roll meter
6. Patok/paku

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

7. Alat-alat tulis
8. Payung

2.4 TINJAUAN PUSTAKA


Suatu tempat di permukaan bumi selain dapat ditentukan posisi
mendatarnya dapat juga ditentukan posisi tegaknya. Tinggi suatu titik dapat
diartikan tinggi titik tersebut terhadap suatu bidang persamaan yang telah
ditentukan.Pengukuran-pengukuran untuk menentukan beda tinggi suatu
tempat dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari yang paling kasar
sampai yang teliti, yaitu secara: Barometris, Trigonometris dan secara
waterpassing (Leveling). Namun yang akan dibahas pada modul ini adalah
mengenai pengukuran waterpass.

Pengukuran tinggi cara waterpass adalah untuk menentukan beda tinggi


secara langsung untuk membuat garis bidik horizontal. Alat yang digunakan
adalah waterpass. Pemakaian waterpass selanjutnya dapat diterapkan pada
pekerjaan-pekerjaan : pembuatan jalan, saluran irigasi, pematangan tanah, dll.

Pesawat waterpass merupakan alat yang berfungsi menentukan beda


tinggi suatu tempat dengan batas antara 0 – 3 m, untuk ketinggian di atas 3
masih bisa hanya saja akan menghabiskan waktu yang banyak.

Pesawat Waterpass terdiri atas :

a. Teropong Jurusan

Teropong jurusan terbuat dari pipa logam, di dalamnya terdapat


susunan lensa obyektif, lensa okuler, dan lensa penyetel pusat. Di dalam
teropong terdapat pula plat kaca yang dibalut dengan bingkai dari logam
(diafragma), sedang pada plat kaca terdapat goresan benang silang.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

b. Nivo

Nivo adalah suatu alat yang digunakan sebagai sarana untuk


membuat arah-arah horizontal dan vertikal. Menurut bentuknya nivo dibagi
atas dua yaitu nivo kotak dan nivo tabung. Nivo kotak berada di atas.

 Metode Pengukuran Menyipat Datar


a. Metode sifat datar langsung
Dengan menempatkan alat ukur langsung di atas salah satu titik.
Aturlah sedemikian rupa sehingga sumbu kesatu alat tepat berada di
atas patok(titik) kemudian ukurlah tinggi garis bidik terhadap patok
(titik) tersebut misalnya a, kemudian dengan gelembung nivo di tengah
- tengah garis bidik diarahkan ke master yang terletak diatas titik
satunya lagi, dan didapat pembacaan adalah b. Sehingga dengan mudah
diketahui beda kedua titik a dan b adalah : t = a – b.

b. Metode sifat datar tidak langsung


Pengukuran ini dilakukan bila tidak mungkin menempatkan
atau memakai instrumen ukur langsung pada jarak atau sudut yang
diukur. Oleh karenanya, hasil ukuran ditentukan oleh hubungannya
dengan suatu harga lain yang diketahui. Jadi jarak ke seberang sungai
dapat ditemukan dengan mengukur sebagian jarak di suatu sisi, sudut
di tiap ujung jarak ini yang diukur ketitik seberang, dan kemudian
menghitung jarak tadi dengan salah satu rumus trigonometri baku.

 Cara grafis
Alat ukur menyipat datar ditempatkan antara titk A dan B,
sedang diantara titik A dan B di tempat 2 mistar. Jarak dari alat
ukur menyipat datar kedua mistar, ambilah kira-kira sama, sedang
alat ukur penyipat datar tidaklah perlu terletak di garis lurus yang
menghubungkan dua titk A dan B. Arahkan garis bidik dengan

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

gelembung di tengah - tengah mistar A (belakang) dan mistar B


(muka). Dan misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut
adalah B (belakang) dan m (muka), maka beda tinggi antara titk A
dan N adalah t = b – m.

Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur


menyipat datar di antara dua titk A dan B, misalnya karena antara
titk A dan B ada selokan. Maka dengan cara ketiga alat ukur
menyipat datar di antara titk A dan B tetapi sebelah kiri A atau di
sebelah kanan titik B, jadi di luar garis A dan B pada gambar 1.1
alat ukur menyipat datar diletakkan di sebelah kanan titik B.
Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan di atas
titik-titik A sekarang berturut-turut adalah b dan m, sehingga dapat
diperoleh dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b – m.

 Cara Analitis
Pesawat waterpass diletakkan antara dua mistar yang
memberi hasil paling teliti, karena kesalahan yang mungkin masih
ada pada pengukuran dapat saling memperkecil, apalagi bila jarak
antara pesawat waterpass kedua mistar dibuat sama. Jadi untuk
mendapatkan beda tinggi antara dua titk selalu diambil pembacaan

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

mistar muka, sehingga t = b – m. Bila (b – m) hasilnya positif, maka


titik muka lebih tinggi dari titik belakang, dan bila hasilnya negatif,
maka titik muka lebih rendah dari titik belakang.

Setelah beda tinggi antara dua titik ditentukan, maka


tinggi satu titik dapat dicari bila tinggi titik lainnya telah diketahui.
Suatu cara untuk menentukan tinggi suatu titik ialah dengan
menggunakan tinggi garis bidik. Dengan diketahui tinggi garis
bidik, dapatlah dengan cepat dan mudah menantukan tinggi titik –
titik yang diukur. Tempatkan saja mistar di atas titik itu, arahkan
garis bidik ke mistar dengan gelembung di tengah - tengah, lakukan
pembacaan pada mistar itu, seperti terlihat pada gambar 1.2 maka
tinggi titik, TP = Tinggi Pesawat, TGB = Tinggi Garis Bidik =
pembacaan pada mistar.

 Metode Pengukuran
a. Metode pembacaan muka dan belakang (loncat)
Metode ini biasanya digunakan pada pengukuran
jaringan irigasi atau pengukuran memanjang tanpa diselingi
potongan melintang, karena metode loncat, pesawat waterpass
berada di tengah-tengah antara patok 1 dan 2 atau berada pada
patok genap sedangkan rambu berada pada patok ganjil. Untuk

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena


pesawat tidak berdiri disemua patok. Untuk itu digunakan
garis bidik. Adapun keunggulan dan kelemahan metode loncat
adalah sebagai berikut :

 Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi


 Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap
25 m dibuat potongan melintang.
 Pesawat harus pas di atas patok sehingga menyulitkan
pengkuran pada areal daerah yang padat (dalam hal ini
jalan).
b. Metode Garis bidik
Metode garis bidik merupakan metode yang praktis
dalam menentukan profil melintang dibanding dengan metode
loncat.

Prinsip kerja metode ini adalah metode ini hanya


mengukur beda tinggi. Adapun keunggulan dan kelebihannya
adalah :

 Garis bidik sangat efisien dalam pengukuran melintang


khususnya jalan.
 Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinggi suatu
wilayah namun tidak bisa membaca jarak.
 Jarak antara patok harus diukur terlebih dahulu.
 Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka karena
metode ini hanya untuk menentukan garis bidik.
c. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode di
atas, namun diperhatikan bahwa dalam menentukan beda

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

tinggi suatu wilayah metode perhitungannya harus tersendiri


tidak bisa dicampur baur karena mempunyai prinsip berbeda.

2.5 PETUNJUK UMUM


1. Baca dan pelajari lembar kerja ini.
2. Penyetelan pesawat waterpass yang dimaksud adalah pengaturan pesawat
disuatu tempat sampai memenuhi syarat untuk mengadakan pengukuran.
3. Perhatikan dan ingat macam-macam sekrup penyetel dan coba bidik suatu
titik target.
4. Letak rambu ukur harus vertikal.
5. Pelajari buku petunjuk / spesifikasi pesawat yang digunakan.
6. Jangan memutar sekrup sebelum mengetahui kegunaannya.
7. Bekerja dengan hati-hati dan sabar.
8. Bersihkan semua peralatan setelah selesai digunakan.

2.6 LANGKAH KERJA


1. Mengatur / Menyetel Pesawat Waterpass
a. Dirikan statif di atas titik yang dimaksud hingga kaki statif membentuk
segitiga sama sisi, dan usahakan platnya mendatar dengan cara:
1) Buka sekrup pengunci kaki statif, panjangkan seperlunya kemudian
kunci sekedarnya.
2) Injak kaki statif seperlunya hingga cukup stabil.
3) Atur kepala statif (plat level) sedatar mungkin sambil
memperhatikan sekrup pengunci pesawat, kira-kira centering di atas
titik yang dimaksud.
4) Kencangkan sekrup pengunci kaki statif.

b. Pasang pesawat dan kunci sekedarnya sehingga masih mudah digeser -


geser.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

c. Pasang unting-unting sedemikian rupa hingga kira-kira 1 cm di atas


titik yang dimaksud.
d. Atur unting - unting dengan menggeser - geser pesawat di atas plat level
hingga betul-betul centering, kemudian kencangkan pengunci pesawat.
e. Sejajarkan teropong dengan dua sekrup penyetel sumbu I (sekrup A &
B) dan ketengahkan gelembung nivo dengan memutar sekrup A, B, dan
C sekaligus hingga gelembung nivo tepat berada di tengah - tengah
lingkaran nivo.
f. Putar teropong ke posisi mana saja, jika gelembung nivo berubah - ubah
stel kembali sekrup penyetel hingga gelembung kembali ke tengah.
g. Lakukan berulang-ulang hingga gelembung nivo tetap di tengah
kemanapun teropong diarahkan, maka sumbu I vertikal dan pesawat
telah siap dipakai.
2. Membidik dan Membaca Rambu Ukur
a. Bidik dan arahkan teropong kasar pada bak ukur yang didirikan vertikal
pada suatu titik yang telah ditentukan dengan menggunakan garis bidik
kasar yang ada di atas pesawat.
b. Bila bayangan kabur, perjelas dengan memutar sekrup pengatur lensa
obyektif, dan jika benang silang kabur perjelas dengan memutar sekrup
pengatur diafragma.
c. Impitkan benang silang diafragma dengan sumbu rambu ukur dengan
cara mengatur sekrup penggerak halus.
d. Lakukan pembacaan rambu ukur sebagai berikut:
1) Misal bacaan meter dua decimeter.
BA = 1,500
BT = 1,400
BB = 1,300

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Pembacaan centimeter ditentukan oleh bentuk hitam putih pada rambu


ukur.
Misal : BA = 0,050
BT = 0,050
BB = 0,050
2) Pembacaan milimeter ditaksir di antara garis centimeter.
Misal : BA = 0,005
BT = 0,005
BB = 0,005
3) Maka hasil pembacaan adalah :
BA = 1,500 + 0,050 + 0,005 = 1,555
BT = 1,400 + 0,050 + 0,005 = 1,455
BB = 1,300 + 0,050 + 0,005 = 1,355
e. Pembacaan rambu selesai dan harus memenuhi ketentuan :
BA + BB = 2 x BT
(BA - BT) = (BT - BB)
f. Untuk mendapatkan jarak optis digunakan rumus :
Jarak = (BA – BB) x 100,
dimana benang atas dan benang bawah satuannya adalah cm
3. Membaca Skala Lingkaran
a. Perhatikan pembagian skala lingkaran pada pesawat tersebut.
b. Tiap 10° dibagi menjadi 10 bagian, berarti tiap bagian besarnya 1°.
c. Baca skala lingkaran yang ditunjuk oleh garis index.
Misal garis index menunjukan pada bilangan puluhan 60° dan antara
5 dan 6 strip bagian kecil, berarti pembacaan 60° + 5° =65°.
d. Harga bacaan menit dikira-kira sesuai dengan letak garis index.
Misal dalam gambar garis index berada ditengah antara 5 dan 6 berarti
mempunyai harga ½ ° atau 30’.
e. Pembacaan akhir pada gambar skala lingkaran di atas adalah :

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

60° + 5° + 30’ = 65°30’

4. Memeriksa Pesawat Waterpass


a. Mengatur/memeriksa garis arah nivo tegak lurus gbr.I
1) Tempatkan dan steel pesawat waterpass.
2) Ketengahkan nivo dengan sekrup penyetel A, B dan C.
3) Putar teropong ke arah 90° & 180°, jika gelembung nivo tetap
berada di tengah - tengah berarti garis arah nivo tegak lurus sumbu
I.
4) Jika setelah teropong diputar 90° & 180°, gelembung nivo berubah
maka atur kembali sekrup penyetel A, B dan C sehingga
gelembung nivo berada di tengah - tengah.
5) Jika pekerjaan di A telah dikerjakan berulang kali tetapi gelembung
nivo tidak bisa di tengah, berarti garis lurus arah nivo tidak tegak
lurus dengan bagian I dan perlu diadakan koreksi nivo.
6) Koreksi nivo dilakukan dengan mengembalikan gelembung nivo
setengahnya dengan sekrup penyetel A, B dan C setengahnya
dikembalikan dengan sekrup koreksi nivo.
b. Memeriksa/mengatur benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I
1) Tempatkan dan steel pesawat sehingga sumbu I tegak lurus seperti
angka penyetelan pesawat waterpass.
2) Bidik suatu titik target sehingga titik tersebut terletak di salah satu
ujung benang mendatar diafragma. Misal titik target terletak di ujung
kiri.
3) Putar teropong ke arah titik tersebut sehingga titik tersebut terletak
di ujung kanan mendatar diafragma.
4) Bila titik tersebut berimpit dengan ujung kanan benang mendatar,
berarti benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

5) Jika titik target tersebut tidak berimpit dengan ujung kanan benang
mendatar diafragma, berarti ada kesalahan (benang mendatar
diafragma tidak tegak lurus sumbu I).
6) Untuk mengoreksinya hilangkan setengah dengan mengatur sekrup
koreksi diafragma, maka benang mendatar diafragma akan tegak
lurus sumbu I.
7) Ulangi pekerjaaan ini dari awal sehingga pada pemutaran teropong
dengan sumbu I sebagai sumbu putar titik target tetap berhimpit
dengan benang mendatar diafragma.
c. Memeriksa/mengatur garis bidik sejajar dengan garis arah nivo
1) Tentukan titik A, B, C dan D yang terletak pada satu garis lurus
dan buat jarak AC – CB = BD.
2) Letakkan pesawat dititik C, steel sehingga memenuhi syarat guna
mengadakan pengukuran.
3) Letakkan rambu ukur pada titik A dan B.
4) Baca rambu ukur di A & B dan catat hasil pemacaannya.
Misal : Pembacaan rambu ukur di A = a
Pembacaan ramb ukur di B = b
5) Pindahkan pesawat di D, steel sehingga memenuhi syarat
pengukuran.
6) Baca rambu ukur di A & B.
Misal : Pembacaan rambu ukur di A = C
7) Hitung beda tinggi A – B berdasarkan bacaan pertama : (a - b) = h1.
8) Hitung beda tinggi A – B berdasarkan bacaan kedua : (c – d) = h2.
9) Jika h1 = h2 berarti garis bidik // garis arah nivo.
10) Jika h1 = h2 berarti garis titik tidak sejajar garis arah nivo dan harus
dikoreksi. (Seperti terlihat pada gambar, jika garis bidik tidak
sejajar dengan garis arah nivo, maka garis bidik akan membentuk
sudut α terhadap garis nivo).

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

11) Cari harga x dan y.


Lihat ∆ cpd dan ∆ cyt 2
∆ cpd ~ cyt 2 karena d1 = d2 = d3
Maka dx = ⅓ cy
P = d + h1
cp = c – p
dx = ½ c p → x = d – dx
y = c – cy
12) Teropong di arahkan ke rambu ukur A.
13) Dengan sekrup koreksi diafragma benang tengah dikoreksi
sehingga pembacaan sama dengan y.
14) Untuk pengecekan, arahkan teropong ke rambu ukur B dan
pembacaan harus sama dengan x.

5. Pelaksanaan pengukuran waterpassing (Menyipat datar)


 Metode loncat
Hal penting dalam metode loncat :
a. Tentukan titik-titik travers yang akan dibuat.
b. Dalam pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cara rambu muka
pada slag I menjadi rambu belakang pada slag II dan seterusnya.
c. Untuk mendapatkan ketelitian, sebaiknya pengukuran dilakukan dua
kali (pulang pergi).
d. Hitung hasil pengukuran dan bila perlu digambar profilnya.
Uraian pelaksanaan pengukuran:

a. Pengukuran jarak optis


BA BA BA
BT BT
BT
BB BB BB

P0 P1 P2 P3 P4

D1 D2 D3 D4

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Gambar 2.5

1. Tempatkan dan steel pesawat ditengah-tengah antara titik P0


dan P2 (slag), slag adalah ruas antara dua patok muka dan
belakang. Penempatan pesawat harus satu garis dengan P0 dan
P2.

2. Tempatkan rambu ukur di atas patok. Titik P0 sebagai rambu


belakang dan titik P2 sebagai rambu muka.

3. Bidik teropong ke rambu belakang P0 kemudian baca BT, BA


dan BB, kemudian dicatat pada buku ukur.

4. Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan


lakukan pembacaan seperti pada a.3.

5. Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan


pembacaan seperti pada a.3 dan a.4.

6. Pesawat dipindahkan ke slag II (antara P2 dan P4). Dengan cara


yang sama dengan langkah a.1 s/d a.5. Lakukan pembacaan
rambu muka dan rambu belakang.

7. Begitu seterusnya sampai dengan slag terakhir.

8. Jarak P0 dan P2 adalah pesawat ke rambu belakang tambah


jarak pesawat ke rambu muka. Demikian juga pada slag-slag
berikutnya. Pesawat diusahakan ditempatkan tepat di tengah
antara dua titik (P0P2).

b. Perhitungan jarak optis


Perhitungan jarak secara optis dapat dilakukan pada titik-titik utama
dan titik detail.

Rumus jarak optis (D)

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

D = (BA – BB) x 100

dimana :

D = Jarak datar optis

BA = Bacaan benang atas

BB = Bacaan benang bawah

Bacaan benang tengah (BT) harus memenuhi persyaratan yaitu :

BA+BB
BT = 2

Pengukuran jarak titiik-titik detail (tidak langsung) pada titik profil


melintang yang titik utamanya bukan posisi alat, dapat dilakukan
dengan cara phytagoras seperti di bawah ini :

d c P0 a b
P0 a = √(P1a)2 – (P1P0)2

P0 b = √(P1b)2 – (P1P0)2

Dimana :

P0a = Jarak analitis P0 – a


P1
P1a = Jarak optis P1 – a ; P1P2 =Jarak optis
melintang

Gambar 2.6

c. Pengukuran jarak rantai


1. Tempatkan dan steel pesawat kira-kira ditengah-tengah antara
P0 dan P2 (slag I).

2. Tempatkan rambu ukur di P0 sebagai rambu belakang dan di


P2 sebagai rambu muka.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

3. Bidik teropong ke rambu belakang, baca dan catat pembacaan


BT, BA dan BB.

4. Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan


lakukan pembacaan seperti b.3.

5. Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan


pembacaan rambu muka b.3 dan b.4.

6. Ukur jarak P0 P2 (slag I) dengan rantai ukur atau pita ukur.

7. Dengan cara yang sama pengukuran dilanjutkan pada slag II,


III,... sampai slag terakhir.

Perhitungan beda tingga (∆ h) pembacaan muka – belakang

B B
A
BT A
BT
B B
B B

P0 D1 P1 D2 P2

Gambar 2.7

Menghitung beda tinggi patok utama:

Rumus perhitungan beda tinggi :

∆hP0P1 = BT – BA (untuk pembacaan ke belakang)

(BT di P0 – TA di P1)

Dan :

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

∆hP1P2 = TA – BT (untuk pembacaan ke depan)

(TA di P1 – BT di P2)

dimana : TA = Tinggi Alat

a a a

P0 P2
P1
b b b

D1 D2

Gambar 2.8

Menghitung beda tinggi patok-patok detail:

Rumus perhitungan beda tinggi:

∆hP0P0a = BT P0 – BT P0a (untuk melintang tanpa


pesawat)

Dan :

∆hP1P1a = TA P1 – BT P1a (untuk melintang titik


pesawat)

 Metode garis bidik


a. Tentukan patok-patok yang akan diukur dan berikan tanda sesuai
jarak patok tersebut.
b. Sebelum memberikan tanda ukur jarak antara patok tersbeut
dengan menggunakan roll meter.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

c. Dirikan pesawat waterpass di tempat yang kita inginkan dengan


catatan bahwa minimal ada dua titik yang bisa dilihat dari tempat
berdirinya pesawat.
d. Letakkan rambu ukur pada titik awal yang biasanya dikenal dengan
sta 0+00.
e. Arahkan teropong ke arah rambu ukur dan pembacaan ini
dinamakan pembacaan belakang. Setelah itu baca rambu ukur pada
benang tengah sedangkan benang atas dan benang bawah tidak
perlu dibaca. Benang tangah ini merupakan garis bidik yang
menjadi patokan untuk perhitungan beda tinggi titik selanjutnya.
Jika metode
pengukuran merupakan metode gabungan maka bacaan benang
atas dan benang bawah untuk jalur potongan memanjang harus
dicatat.
f. Selanjutnya arahkan pesawat ke samping kiri kanan sta 0+00 dan
pembacaan ini dinamakan pembacaan detail melintang jalan.
g. Jika diperlukan data elevasi pada titik alat dan arah melintangnya
maka pembacaan arah melintang pada posisi titik pesawat juga
harus dilakukan untuk memperoleh ketelitian data profil.
h. Baca benang tengah dari masing-masing titik.
i. Setelah itu lanjutkan ke patok berikutnya, jika patok (sta) berada di
depan pesawat maka pembacaan tersebut dikatakan sebagai
pembacaan depan. Jika semuanya telah selesai pindahkan pesawat
untuk melihat titik selanjutnya.
j. Setelah pesawat dipindahkan, maka arahkan pesawat ke titik akhir
pembacaan pesawat pertama atau dalam hal ini titik yang diketahui
tingginya, karena benang tengah tersebut akan menjadi garis bidik
titik berikutnya.
k. Ulangi langkah kerja di atas sampai pengukuran selesai.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Pengukuran leveling dengan metode garis bidik hanya dapat dilakukan


pada patok-patok yang diketahui jaraknya dan jika tidak maka
digunakan metode leveling loncat dimana pesawat berada patok genap.

Adapun langkah-langkah perhitungan metode garis bidik yaitu :

a. Tentukan jarak antara patok dnegan menggunakan roll meter.


b. Garis bidik merupakan patokan untuk menentukan beda tinggi
antar patok. Garis bidik diambil dari benang tengah belakang atau
titik ikat yang telah diketahui tingginya. Garis bidik yang telah
ditentukan merupakan patokan bagi titik yang lain sepanjang
pesawat tersebut belum pindah tempat. Jika telah pindah tempat
maka yang diambil sebagai garis bidik adalah titik yang telah
diketahui tingginya.
c. Dalam pengukuran diatas pesawat diletakkan pada titik 0+75 dan
yang diambil sebagai garis bidik adalah 0+0, dengan demikian titik
tersebut sebagai patokan untuk titik yang lainnya baik untuk
perhitungan beda tinggi maupun tinggi titik.
d. Menentukan beda tinggi titik
Rumus umum menghitung tinggi garis bidik :

-Jika titik awal (P0) diketahui tingginya dan pesawat di P1 (antara


Tinggi
P0 P2):Garis Bidik = Tinggi Titik P0 + Benang Tengah Rambu
di P0
-Jika titik pesawat (P1) diketahui tingginya :
Tinggi Garis Bidik = Titik Titik P1 + Tinggi Alat (TA)

e. Menghitung tinggi titik


Tinggi Titik = Tinggi Garis Bidik – Benang Tengah Titikyang
dibidik
 Prosedur pengukuran profil melintang
 Tentukan posisi dari profil tersebut terhadap travers yang telah
ditentukan dengan cara sebagai berikut :

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

a. Tempatkan dan steel pesawat pada titik travers yang akan diukur
profilnya sedemikian rupa sehingga sumbu I tepat di atas titik
tersebut. Misal titik P1
b. Bidik teropong ke titik P2, kemudian putar alhidade horizontal
sehingga index lingkaran tepat pada angka nol dari skala lingkaran.
c. Putar teropong, ke kiri atau ke kanan, tergantung dari posisi profil
yang diinginkan, maka buat sudut terhadap P 1 P2. Misal 90°.
Kemudian pasang patok pembantu pada ujung profil tersebut, misal
titik a.
d. Putar teropong 180° untuk menentukan ujung lain dari profil tersebut
misal titik b.
 Dalam hal ini penentuan posisi dari profil, selain dilakukan seperti
langkah no.1 yang bisa dicaca dan dicatat dengan jarak optis dan beda
tinggi. Penentuan posisi dari profil ini dapat juga ditentukan dengan
perkiraan, tergantung kebutuhan.
 Tempatkan dan steel pesawat pada suatu titik di luar garis profil,
sedemikian rupa sehingga dari titik tersebut dapat membidik sepanjang
profil yang akan diukur (metode tinggi garis bidik).
 Pasang rambu ukur P1 bidikkan teropong pada rambu ukur tersebut dan
lakukan pembacaan BT, BA dan BB yang tercatat pada rambu ukur.
 Pasang rambu ukur pada titik a (dalam hal ini rambu ukur diletakkan di
atas tanah) dan lakukan pembacaan langkah 4.
 Lakukan pembacaan pada setiap perubahan kemiringan tanah sepanjang
garis profil, misal titik b, c, d, ... dan seterusnya sampai ke ujung profil
yang telah ditentukan.
 Ukur jarak ab, bc,cd, ... dan seterusnya dengan pita ukur atau rantai ukur
 Pengukuran dilanjutkan pada profil berikutnya (P2,P3,... dan seterusnya)
 Hitung dan gambar hasil pengukuran tersebut.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

BAB III
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLITH

3.1 TUJUAN INSTRUKSI UMUM


1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip penggunaan theodolith.
2. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut horizontal dan sudut
vertikal dan menghitung jarak atas dasar pembacaan sudut rambu.

3.2 TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut dengan metode yang
berbeda-beda.
2. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan atas dasar hasil ukur.
3. Mahasiswa dapat menggambarkan situasi dan menghitung luasan areal.

3.3 PERALATAN
1. Pesawat Theodolith
2. Statif
3. Rambu ukur
4. Kompas
5. Baterai (bagi pesawat theodolith digital)
6. Unting-unting
7. Patok kayu
8. Meteran
9. Alat tulis-menulis

3.4 TINJAUAN PUSTAKA


1. Arti dan tujuan Survey dan Pemetaan adalah ilmu yang berhubungan dengan
bentuk muka bumi (topografi) artinya ilmu yang bertujuan menggambarkan

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

bentuk topografi muka bumi dalam suatu peta dengan segala sesuatu yang
ada pada permukaan bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan, dll
Dengan skala lingkaran tertentu sehingga dengan mempelajari peta kita
dapat mengetahui jarak, arah, dan posisi tempat yang kita inginkan
mempelajari Survey dan Pemetaan :

a. Membuat peta
b. Menentukan elevasi dan arah
c. Mengontrol elevasi dan arah Tujuan
d. Dan lain-lain.
2. Dimensi-Dimensi Yang Akan Diukur
a. Jarak : Adalah garis hubung terpendek antara 2 titik yang dapat di
ukurdengan menggunakan alat ukur misal: mistar, pita
ukur, theodolith, waterpass, dan lain-lain.
b. Sudut : Adalah besaran antara 2 arah yang bertemu pada satu titik
(untuk menentukan azimuth dan arah).
c. Ketinggian: Adalah jarak tegak diatas atau dibawah bidang reviners
yang akan diukur dengan waterpass dan rambu ukur.
3. Prinsip Dasar Pengukuran
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi, maka
tugas pengukuran harus didasarkan pada prinsip pengukuran yaitu :

a. Perlu adanya pengecekan terpisah


b. Tidak ada kesalahan-kesalahan dalam pengukuran
c. Peta dan Jenis-jenis Peta.
4. Pengukuran Polygon
Pengukuran polygon dimaksud menghitung koordinat,
ketinggian tiap-tiap titik polygon untuk itu kita mengadakan
pengukuran sudut dan jarak denganmengikatkan pada suatu titik tetap
seperti titik triangulasi, jembatan dan lain-lain yang sudah diketahui

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

koordinat dan ketinggiannya.


1. Pengukuran Sudut dan Jarak
Sudut diukur dengan alat ukur theodolith dengan mengarahkan
teropong pada arah tertentu dan kita akan memperoleh pembacaan
tertentu pada plat lingkaran horizontal alat tertentu. Dengan bidikan
kearah lainnya, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan
sudut dari kedua arah tersebut. Jarak dapat diukur dengan rol meter,
EDM atau secara optis dengan theodolith seperti dibawah ini:

BA
BT
γ
BB

Gambar 3.1

BA = Benang Atas

BT = Benang Tengah

BB = Benang Bawah

V = Pembacaan sudut vertikal (helling)

Jarak miring (D’) = (BA-BB) x 100 x sin V

Jarak datar (D) = (BA-BB) x 100 x sin2V

= D1 sin V

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

2. Menghitung Sudut Datar dan Koreksi


Setelah sudut datar dijumlah dari semua titik yang didapat
dari hasil pengukuran akan terjadi kesalahan, maka dengan itu
harus dikoreksi sesuai dengan banyknya titik pengukuran.
Bila sudut-sudut yang diukur berupa segi banyak
(polygon) maka:
Jumlah sudut : (2n-4) x 900 untuk pengukuran berlawanan dengan
jarum jam (sudut dalam).

: (2n+4) x 900 untuk pengukuran searah dengan


jarum jam (sudut luar)

Toleransi sudut = + 40 n detik

dimana n = banyaknya sudut

Poligon Tertutup

Pada polygon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu
yang sama. Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus
diatas maka harus di ratakan sehingga memenuhi syarat diatas:

ß
B ß
C
A
D
E ß
ß

Gambar 3.2

Poligon Tertutup antara 2 titik yang diketahui

Pengukuran dimulai dari titik AB dimana azimut AB diketahui dan


terakhir dititik EA azimut sebagai kontrol: azimut AB yang hasil

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

perhitungan harus sama dengan azimut AB yang diketahui,


toleransinya + 30” n menit. Disini juga harus dilakukan peralatan
bila memenuhi ketentuan diatas
c. Menghitung Azimuth
Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah
ditentukan lebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan azimuth
dapat dilakukan dengan cara magnetis (kompas) atau pengamatan
matahari.

U U
U
AB
B
AB
C
D
B
A C
Gambar 3.3

Azimuth B –C adalah azimuth A – B + B – 1800 dan Azimuth C – D


adalah azimuth B – C + C – 1800 dan seterusnya dimana B adalah sudut
datar dari masing-masing titik.

d. Menghitung Koordinat
Setelah azimuth dan jarak datar telah dihitung, maka kita
dapat menghitung koordinat titik-titik poligon. Perhitungan
dimulai dengan mencari selisih koordinat (X dan Y):
Rumus perhitungan selisih koordinat:

D. sin  untuk X

D. cos  untuk Y

Dimana:

D = jarak datar

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 = azimuth

perhitungan dari dimulai dari titik awal yang sudah diketahui


koordinatnya kemudian ditambah atau dikurangi dengan selisih
koordinat terkoreksi.
e. Menghitung Koreksi Koordinat
Untuk poligon tertutup X dan Y harus tidak melebihi
dari toleransi pengukuran dengan rumus. Koreksi untuk absis
setiap titik adalah:
  Xi
Xi = K1Xi  = K1 =
X

Koreksi untuk absis setiap titik adalah :

  Yi
yi = K1Yi  = K1 =
Y

f. Mengukur beda tinggi


Jika menggunakan Waterpass, beda tinggi = pembacaan-
pembacaan muka, jika menggunakan theodolith, beda tinggi (h)
= D’ sin dimana D’ adalah jarak miring sedangkan sudut
kemiringan lereng.
g. Koreksi beda tinggi
Untuk poligon tertutup h = 0, jika h tidak sama dengan 0
maka besarnya kesalahan dibagikan kemasing-masing titik.

3.5 PETUNJUK UMUM


1. Mempelajari lembar kerja dengan baik-baik
2. Ingat betul-betul mana setiap bagian sekrup-sekrup pengatur/ penyetel dan
fungsinya.
3. Perhatikan baik-baik tempat dan cara membaca skala lingkaran baik

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

horizontal maupunvertikal, karena setiap pesawat mempunyai spesifikasi


sendiri-sendiri.
4. Jangan memutar-mutar sekrup pengatur sebelum tahu benar fungsinya.
5. Dalam membuka dan mengunci sekrup-sekrup pengatur jangan terlalu
longgar dan terlalu kencang.
6. Kalau masih ragu diharapkan bertanya pada instruktur.

3.6 LANGKAH KERJA


1. Mengenal Bagian-Bagian Pesawat
Pasang pesawat diatas static.
Memperhatikan dengan seksama bagiandemi bagian dari pesawat tersebut
dan sesuaikan dengan spesifiknya untuk mengingat-ingat nama dari bagian
tersebut.
Mengikuti penjelasan instruktur.
2. Menyetel Pesawat
1) Menempatkan nivo sejajar dengan dua sekrup penyetel A&B, dan
dengan dua sekrup penyetel ini gelembung nivo ditempatkan
ditengah-tengah.
2) Memuar Nivo 1800 dengan sumbu I sebagai sudut putar.
a. Bila gelembung tetap ditengah-tengah pekerjaan dilanjutkan ke
langkah 4.b.
b. Bila gelembung ditengah-tengah lagi, coba ulangi dulu dari langkah
ke kesatu, dan bila beberapa kali diulang ternyata gelembung tidak
juga ditengah-tengah setelah
c. nivo diputar 1800, maka kembalikan gelembung setengahnya lagi
dengan sekrup penyetel A&B.
3) Mengulangi pekerjaan sedemikian rupa sehingga gelembung tetap
ditengah-tengah sebelum dan sesudah nivo diputar 1800 dengan sumbu
I sebagai sumbu putar.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

4) Memutar nivo 900 dengan sumbu I sebagai sumbu putar dan gelembung
nivo ditengahkan dengan memutar sekrup penyetel C, maka sumbu I
tegak lurus pada dua garis jurusan yang mendatar dan akan letak
vertikal.
5) Mengulangi pekerjaan hingga bila nivo diputar kesemua jurusan
gelembung tetap ditengah-tengah.
Bila ada nivo yang biasanya dipasang pada kaki penyangga sumbu II (nivo
B) dan tegak lurus terhadap nivo yang terletak diatas akhidade horizontal
(nivo A) maka langkah pekerjaan sebagai berikut:
1. Menempatkan nivo A sejajar dengan sekrup A & B dan nivo B dengan
sendirinya kearah sekrup penyetel C.
2. Menempatkan gelembung kedua nivo ditengah-tengah dengan sekrup
penyetel A, B dan C.
3. Memutar nivo 1800 dengan sumbu I sebagai sumbu putar. Bila
gelembung kedua nivo tetap ditengah-tengah dengan sekrup berarti
pesawat sudah baiok (sumbu satu telahvertikal).
4. Bila gelembung nivo pindah dari tengah-tengah, coba ulangi lagi dari
langkah
kesatu. Dan bila beberapa kali diulangi gelembung tidak juga di tengah-
tengah, setengahnya dengan sekrup koreksi nivo masing-masing, maka
sumbu II akan tegak lurus pada garis arah kedua nivo.
5. Kembalikan gelembung setengahnya lagi, nivo A dengan sekrup
penyetel A & B dan nivo sekrup penyetel C.
6. Mengulangi pekerjaan, sehingga pada semua jurusan gelembungnivo
selalu ditengah-tengah yang berarti sumbu I telah vertikal.
Memeriksa sumbu II, sumbu I dan garis bidik sumbu II
1. Menempatkan dan menyetel pesawat + 5 m dimuka suatu dinding
(tembok) yang terang. Sumbu I dianggap sudah baik. Dengan garis
bidik mendatar dan kira-kira tegak lurus pada dinding dibuat suatu titik

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

T pada dinding yang berimpit dengan titik potong dua benang


diafragma.
Dengan menggunakan unting-unting, pada dinding dibuat titik P
vertikal diatas T
yang tingginya dua kali titik T (tinggi titik T = tinggi sumbu II) dan titik
Q vertikal dibawah titik T dan letak dikaki dinding.
Pada titik P & Q dipasang kertas milimeter atau kertas skala mendatar
sedemikian rupa hingga titik nol skala berimpit dengan titk P & Q.m
Membidik teropong ke titik T, memutar teropong ke atas (kearah titk P)
dan kebawah (kearah titik Q) dengan sumbu II sebagai sumbu putar,
maka akan didapat 4 macam kemungkinan.
a. Sewaktu teropong dibidik ketitik P garis bidik (perpotongan benang
silang) akan berimpit dengan titik P sewaktu teropong ketitik garis
Q bidik akan berimpit dengan titk Q maka dalam hal ini pesawat
sudah baik (sumbu II, Sumbu I dan garisbidk sumbu II)
b. Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk ke A
(sebelah kiri atau kanan P) dan sewaktu dibidik ketitik Q garis bidik
akan menunjuk ke B yang bersebelahan dengan titik A dan PA = QB
=X. jalannnya garis bidik adalah ATB.
2. Membidik teropong ketitik A
a. Dengan sekrup koreksi sumbu II, garis bidik digeser hingga berimpit
dengan titik P.
b. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar keatas dan
kebawah, garis bidik akan melukiskan P.T.Q.
c. Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk ke
titik C sebelah kiri atau kanan titik P atau sewaktu teropong dibidik
ketitik Q, garis bidik akan menunjuk ke titik D yang berada pada
belahan yang sama dengan titik C. PC = QD =Y. maka dalam hal ini
terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II, tapi sumbu

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

II telah sumbu I.
1) Membidik teropong C
2) Dengan sekrup koreksi diafragma, garis bidik digeser hingga
berimpit dengan Titik P.
3) Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar dari atas
kebawah atausebaliknya garis bidik akan melukiskan PTQ.
d. Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk ke titik
G sebelah kanan atau kiri titik P dan sewaktu teropong dibidik ketitik
Q garis bidik akan menunjuk ke titik H, sebelah kanan atau kiri titik
Q. tapi PQ = a  QH = b. maka hal ini menunjukkan adanya kesalahan
kombinasi, yaitu sumbu II tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik
tidak tegak lurus sumbu II.
1) Menghitung besarnya x dan y
1
a=x+y x= (a – b)
2
1
b=x–y y= (a +b)
2
2) Membidik teropong keskala atas (titik G)
3) Memutar sekrup koreksi sumbu II sedemikian rupa hingga
pembacaan skala =Y(Y= pengaruh tidak tegak lurusnya garis
bidik terhadap sumbu II).Mengulangi pekerjaan hingga bila
teropong dibidikkan kesegala arah maupun bawah pembacaan
dama dengan y dan terletak pada belahan yang sama
terhadapgaris PTQ yang bearti sumbu II telah tegak lurus sumbu
I.
4) Membidik kembali teropong keskala atas.
5) Memutar sekrup koreksi diafragma sedemikian rupa hingga garis
bidik menunjuk skala nol (berimpit dengan titik P).
6) Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan dari atas

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

kebawah atau sebaliknya garis bidik tetap berimpit dengan


PTA|Q.
7) Pesawat telah baik.
3. Pembacaan Skala Lingkaran
a. Memperhatikan bentuk-bentuk skala lingkaran yang terdapat pada
pesawat yang bersangkutan. Ada 4 macam bentuk skala lingkaran:
a. Bentuk garis lurus
b. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala
c. Nonius
d. Garis lurus yang dilengkapi dengan micrometer.
e. Bentuk garis lurus telah dibicarakan dalam bab (pengenalan
waterpass).
f. Membaca angka derajat yang terdapat di belakang garis indeks
dengan melihat posisi garis index.
g. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala.
a. Alat Pembaca Nonius
a) Mencari/menentukan besarnya satuan nonius pada
pesawat tersebut. Besar satuan nonius = bagian lingkaran
nonius. Maka untuk menentukan satuan nonius ini adalah
sebagai berikut:
- Himpit index nol nonius dengan garis skala
lingkaranyang berangka bulat, misal 100. Maka garis
nonius yang terakhir akan berimpit pula dengan skala
lingkaran, misal dengan skala lingkaran 17015’ maka
panjang nonius 17015’. Bila nonius dibagi dalam 30
bagian maka satu bagian nonius ada 7 15’ : 30 =
14’30”. Dan bila sat bagian skala lingkaran ada 15,
maka besar satuan nonius = 15’ – 14’30”
b) Baca angka derajat dari skala lingkaran misal 71015’.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

c) Mencari garis nonius yang berimit dengan garis skala


lingkaran. Misal garis no. 13 maka pembacaan : 71015’ +
(13 x 30’) = 71021’30”.
d) Alat pembaca yang dilengkapi dengan micrometer.
Sebagai contoh kita ambil pesawat TMIA, dimana medan
baca seperti terlihat pada:
1. Memutar sekrup micrometer sedemikian rupa
sehingga 2 atau 3 garis horizontal pada bidang tengah
(B) berimpit.
2. Membaca angka derajat yang tertera pada bidang kiri
(A) pada gambar terbaca 246030”.
3. Baca skala micrometer yang ditunjuk oleh index
(bidang C) pada gambar terbaca 9’6, 17” = 246038’
16,7”.
4. Pengukuran Sudut Horizontal
1. Menempatkan pesawat pada titik yang sudah ditentukan (A)
dan setel hingga siap untuk melakukan pengukuran.
2. Mengarahkan teropong pada titk B, benang silang tepat pada
paku titik B.
3. Jika paku titik tidak kelihatan, mendirikan yalon tepat diatas
paku titik B, benang silang tepatkan pada As yalon.
4. Dengan pesawat theodolith yang dilengkapi kompas.
1) Membuka kunci/sekrup kompas hingga skala lingkaran bergerak,
dan biarkan sampai diam kembali. Kemudian tutup kunci / sekrup
kompas, maka skala lingkaran menunjukkan arah utara magnetis.
2) Membaca sudut ukuran B (aAB), misalnya = 30015’.
3) Mengarahkan teropong pada titik C, benang silang tepat pada paku
tidak kelihatan lakukan pekerjaan ini seperti pada pekerjaan (No.3).
4) Membaca sudut jurusan C (AC) misal = 45045’

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

5) Juga melakukan pekerjaan tersebut pada titik D dan titik yang lain
(N), misal AD = 120030’ dan AN = x0.
6) Besar sudut BAC = AC-AB = 450 45’ – 300 15’ = 15030’
7)Besar sudut BAD = AD-AB = 1200 30’ – 300 15’ = 90015’
8) Besar sudut BAN = AN-AB = x0 – 30015’ = y0
9)Besar sudut CAN = AN-AB = x0 – 30015’ = z0
5. Pengukuran Sudut Vertikal
1. Menempatkan pesawat pada titik A yang sudah ditentukan 4dan
menyetel hingga siap untuk melakukan pengukuran.
2. Membidik titik B yang akan diukur secara kasar dengan memutar
teropong kearah horizontal dan vertikal.
3. Setelah titk B kelihatan, menempatkan titik B ersebut dengan titk
potong benang silang (sekrup penggerak halus).
4. * Dengan alat ukur yang menggunakan zenith
1. Membaca sudut vertikal titik B.
2. Berarti sudut miring B = 900 – 88030’ = +01030’ atau B= 900-
93015’ = -03015’.
* Dengan alat ukur yang tidak menggunakan zenith.
1. Membaca sudut vertikal titk B.bila teropong bergerak keatas,
maka sudut miringnya negatif, misal = -02015’.
1
2. Bila teropong bergerak kebawah maka sudut miring Positif,
2
misal =+01030’.

3.7 MEMBUAT LENGKUNGAN DI LAPANGAN


a. Membuat lengkungan dilapangan dengan alat sederhana, metode selisih
busur yang sama panjang.
1. Menentukan panjang busurnya, misalnya = a m. harga a diambil
antara 8 – 12,5 m.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

2. Menentukan/menghitung harga sudut Q, yaitu yang mempunyai


panjang busur = a dan jari-jari = R.
a 3600
Q= .
R 2
3. Menentukan/menghitung koordinat-koordinat titk-titik detailnya.
X1 = R sin Q
Titik 1 (X1, Y1)
X1 = 2R sin2 Q/2

X2 = R sin 2Q
Titik 2 (X2, Y2)
X2 = 2R sin2 Q
X3 = R sin 3Q
Titik 3 (X3, Y3)
X3 = 2R sin2 3/2Q

Xn = R sin n.Q
Titik n (Xn, Yn)
4. Membuat garis lurus dilapangan dan mendirikan patok dititik T dan
titik P.
5. Menentukan titik A ada garis TP sejauh X
6. Menentukan titk 1 sejauh Y dari A tegak lurus TP, kemudian didirikan
patok pada titk 1.
7. Dengan cara yang sama, menentukan koordinat-koordinat titk-titik 2,
3, …, n.
8. Lengkungan yang dimaksud adalah garis yang menghubungkan titik-
titk T, 1, 2, 3, …, n.
b. Dengan pesawat theodolith yang tidak dilengkapi kompas.
a. Mengovalkan skala lingkaran mendatar dititik B dan kunci sekrup K2

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

(limbus) maka baca sudut mendatar titk B = 000’0”.


b. Mengarahkan teropong pada titik C dengan mengendorkan sekrup K1,
benang silang ditempatkan pada waktu titik C, dan jika tidak kelihatan
lakukan pekerjaan seperti pada pekerjaan (No.3), kemudian kunci
kembali sekrup K1.
c. Membaca sudut mendatar titik C misal = 15030’45”
d. Juga melakukan pekerjaan pada titk D dan titik-titk yang lain (N) misal
titk N = Y0
e. Besar sudut BAC = 15030’45”
Besar sudut BAD = 90015’27”
Besar sudut BAN = Y0
Besar sudut CAN = Y0 – 15020’45”
Polygon Terbuka
1. Menentukan titik potong polygon yang akan dibuat.
2. Memasang dan menyetel pesawat pada titik polygon P (XP,YP) yang
sudah diketahui koordinatnya.
3. Membuka klem limbus dan piringan mendatar, kemudian dikunci
kembali.
4. Membuka klem limbus bidik bidik titk R (Xr,Yr) setelah tepat dikunci
kembali.
5. Membuika klem piringan skala mendatar, bidik titik 1 dan kunci
kembali, kemudian mencatat pembacaan sudut.
6. Memasang bak ukur pada titik 1, bidik bak ukur dan catat BA, BT dan
BB.
7. Mengulangi langkah 4 s/d 5. Sehingga di dapat P-1 dan jarak titk
polygon P ketitik 1 (dpl).
8. Memindahkan pesawat ketitik polygon 1 dengan cara yang sama,
mengukur sudut dan jarak seperti langkah-langkah diatas.
9. Melakukan pengukuran ketitik-titik polygon selanjutnya dengan jalan

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

seperti langkah tersebut di atas sampai titik Q (Xq,Yq), sehingga dengan


demikian akan dapat 1, 2, 3 … dan d1-2, d2-3, d3-4 … dan seterusnya.
10. Menghitung dan menggambar hasil pengukuran.

Polygon tertutup
Untuk polygon tertutup ini pada prinsipnya langkah kerja dalam pengukuran
sama dengan langkah kerja polygon terbuka. Hanya bedanya:
a. Untuk Polygon Terbuka:
1. Pada ujung awal polygon diperlukan suatu titik K yang tentu dan
sudut jurusan yang tentupula.
2. Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titik
yang tentu pula dan ikatan pada jurusan yang tentu pula.
b. Untuk polygon tertutup
1. Pada pengukuran cukup diperlukan suatu titik tertentu saja atau
beberapa titik tertentu dan sudut jurusan yang tentu pula pada awal
pengukuran.
2. Pengukuran akhir harus kembali (menutup) ke titik awal.
c. Dalam hal ini dapat dilihat pada contoh dibawah ini dimana pengukuran
awal dimulai dari titk P yang kemudian diakhiri ketitik P lagi.

3.8 PENGUKURAN SETTING OUT-STAKE OUT


1. Memasang dan mengukur pesawat pada titik A sampai siap pakai.
2. Menolakan skala lingkaran mendatar kemudian kunci kembali.
3. Membuka klem limbus dan skala lingkaran vertikal bidik titk B, setelah
dapat patok kunci kembali.
4. Memutar pesawat sebesar a1, pasang yalon searah garis bidik sehingga
didapat garis arah AC.
5. Menentukan AC = 50 cm dengan pita ukur.
6. Memasang patok dititik C dan memasang juga pakunya.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

7. Memindahkan dan mengatur pesawat titk C.


8. Seperti langkah 2 dan 3 tetapi yang dibidik titikk A.
9. Memutar pesawat sebesar a2, memasang yalon searah garis bidik
sehingga dapat garis arah CK.
10. Menentukan Ck = 49,8 cm dengan pita ukur.
11. Memasang patok dititik K dan memasang juga pakunya.
12. Memindahkan dan mengatur pesawat dititik K.
13. Seperti langkah 2 dan 3, tetapi yang dibidik titik C.
14. Memutar pesawat sebesar a3, pasang yalon searah garis bidik sehingga
dapat garis arah KL.
15. Menentukan KL = 20 cm dengan pita ukur.
16. Begitu seterusnya sehingga mendapatkan patok D, E, F, G, H, I, J dan M
yang dibidik dari titik K.

3.9 PENGUKURAN POLIGON


a. Definisi
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan
titik yang terletak di atas permukaan bumi. Pada rangkaian tersebut
diperlukan jarak mendatar yang digunakan untuk menentukan posisi
horizontal dari titik poligon, menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap
titik poligon. Untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak
dengan mengingatkan pada suatu titik tetap seperti titk tringulasi,
jembatan dan lain-lain yang sudah diketehui koordinat dan
ketinggiannya.

b. Jenis-Jenis Poligon
1) Poligon Terbuka
Pada poligon terbuka, keadaanya adalah terikat sebagian
atau terikat sepihak. Poligon terbuka terdiri dari dua sistem yaitu
poligon bebas dan poligon terikat. Dikatakan poligon terikat karena

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

diikat oleh azimuth dan koordinat titik dan poligon bebas karena
tidak ada titik yang mengikat. Kesalahan dalam pengukuran sudut
dan jarak tidak dapat dikontrol. Kontrol dapat dilakukan dengan
melakukan pengukuran ulang untuk keseluruhan poligon, atau
melakukan pengukuran dari arah yang berlawanan.

ß ß
α B C

A
F E
ß
ß

Gambar 3.4. Poligon Terbuka

2) Poligon Tertutup
Pada poligon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu titik yang
sama. Sistem pengukuran pada poligon tertutup ini ada dua macam,
antara lain :

a) Pengukuran searah jarum jam


 Yang diukur searah jarum jam
 Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n + 4 ) 900
 Toleransi : ± 4√𝑛 detik
 Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus di atas,
maka harus diratakan hingga sesuai atau memenuhi syarat di
atas.
b) Pengukuran berlawanan arah jarum jam
 Yang diukur sudut dalam
 Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n – 4 ) 900

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 Bila hasil pengukuran tidak sesuai dengan rumus di atas,


maka harus diratakan hingga memenuhi syarat di atas.

Pengukuran dimulai dari titk AB dimana azimuth AB


diketahui dan berakhir di titik EA sebagai kontrol: azimuth AB
hasil hitungan harus sama dengan azimuth AB yang diketahui,
toleransinya ± n menit. Disini juga harus dilakukan dengan
perataan bila tidak memenuhi ketentuan di atas.

ß
α B ß
C
A
D
E ß
ß

Gambar 3.5 Poligon Tertutup

c) Cara mengukur sudut


Pengukuran sudut sebaiknya dilakukan sebelum
pengukuran jarak dengan alat theodolith dengan mengarahkan
teropong pada arah tertentu, dan kita akan memperoleh
pembacaan tertentu pada plat lingkaran horizontal pada alat
tersebut. Dengan bidikan kearah lainnya, selisih pembacaan
kedua dan pertama merupakan sudut dari dua arah tersebut.
Pengukuran sudut dilakukan dalam keadaan biasa dan luar

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

biasa, hingga kita akan dapatkan harga rata-rata dari sudut


tersebut. Berbagai cara dilakukan dilakukan dalam mengukur
sudut, atau arah garis poligon antara lain:

 Pengukuran poligon dengan sudut arah kompas.


 Pengukuran poligon dengan sudut dalam.
 Pengukuran poligon dengan sudut belokan.
 Pengukuran poligon dengan sudut ke kanan.
 Pengukuran poligon dengan sudut azimuth
d) Memilih titik poligon
Dalam memilih lokasi titik harus memnuhi syarat sbb :
a. Memudahkan untuk melakukan pengukuran.
1. Daerah terbuka dan tidak turun naik.
2. Hindari pengukuran yang melalui daerah alang-alang.
b. Hindari pengukuran sudut pada jarak pendek. Benang silang
dan target tidak berimpit dengan sempurna pada saat
pembacaan hasil pengukuran.
c. Titik harus ditempatkan pada daerah dimana titik tersebut
dapat dibidik secara langsung.
d. Untuk memudahkan mencari titik tersebut, usahakan titik
tersebut terletak dengan obyek-obyek yang dikenal seperti
pohon dan tiang listrik.
e) Perhitungan Poligon
a. Menentukan sudut datar
Perhitungan sudut datar adalah menjumlahkan semua
sudut yang diukur dari titik pengukuran untuk mengetahui
koreksi terhadap sudut yang diukur.

b. Menentukan koreksi akibat sudut datar

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Apabila terjadi kesalahan setelah menjumlahkan


sudut datar dari semua titik yang didapat dari hasil
pengukuran, maka harus dikoreksi sesuai dengan banyaknya
titik pengukuran.

c. Menentukan sudut datar terkoreksi


d. Menentukan azimuth
Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis
penghubung haruslah ditentukan terlebih dahulu azimuth
awalnya. Penentuan azimuth awal dapat ditentukan dengan
cara kompas (magnetis) atau pengamatan matahari.

e. Menentukan selisih koordinat x dan y


Setelah azimuth dan jarak datar telah terhitung, maka
kita dapat menghitung koordinat titik poligon. Perhitungan
dimulai dengan pencari selisih koordinat x & y.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

BAB IV
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN GPS

4.1 PENGERTIAN GPS


GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan
penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem
ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta
informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa
bergantung waktu dan cuaca, bagi banyak orang secara simultan. Saat ini GPS
sudah banyak digunakan orang di seluruh dunia dalam berbagai bidang
aplikasi yang menuntut informasi tentang posisi, kecepatan, percepatan
ataupun waktu yang teliti. GPS dapat memberikan informasi posisi dengan
ketelitian bervariasi dari beberapa millimeter (orde nol) sampai dengan
puluhan meter.

GPS atau Global Positioning System dalam pengertiansederhana


adalah salah satu system yang akan membantu kita untuk mengetahui posisi
kita berada saat ini. GPS bekerja dengan menstransmisikan sinyal dari satelit
ke perangkat GPS (handphone atau Blackberry yang dilengkapi teknologi
GPS misalnya). Untuk memperoleh detil posisi yang seakurat mungkin, GPS
sebaiknya digunakan di ruang terbuka penggunaan GPS di dalam ruangan,
hutan ataupun di tempat yang banyak gedung-gedung tinggi, akan membuat
GPS bekerja kurang akurat. Informasi GPS ditransmisikan oleh beberapa
satelit (tiga satelit misalnya) sehingga GPS receiver mampu mengkalkulasi
dan menampilkan seakurat mungkin posisi, kecepatan dan informasi waktu
kepada pengguna GPS.

Teknologi GPS pertama kali digunakan oleh United States


Departement of Defense (DOD) untuk kebutuhan militer. Sistem GPS mulai

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

digunakan sejak tahun 1980, namun pemakaian secara umum oleh publik
baru sekira tahun 1990-an.

Keistimewaan GPS adalah mampu bekerja dalam berbagai kondisi


cuaca, siang atau malam. Keakuratan sebuah perangkat GPS bisa mencapai
15 meter, bahkan model terbaru yang dilengkapi teknologi Wide Area
Augmentation System (WAAS) keakuratannya sampai 3 meter.

Jika handphone, blackberry atau mungkin Motorola Milestrone /


Droid anda telah dilengkapi dengan fitur GPS, maka anda bisa melihat posisi
anda berada saat ini di maps (Google Maps, misalnya), bahkan anda bisa
menentukan berapa lama perjalanan anda dari suatu tempat ke tempat lain,
terus anda juga bisa mengukur berapa kecepatan kendaraan anda, dan
tentunya anda juga diberi petunjuk jalan yang mesti dilalui, berapa liter bensin
yang dibutuhkan untuk anda bisa sampai ketujuan. Ada berbagai banyak
manfaat yang bisa anda peroleh dari

GPS di handphone anda, apalagi dengan dukungan berbagai aplikasi,


yang tentunya bisa memudahkan anda dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Sistem GPS

 Satelit GPS mengelilingi bumi 2x sehari


 Satelit ini mentransmisikan signal ke bumi

 Signal tersebut digunakan untuk menghitung posisi

 GPS membedakan waktu yang ditransmisikan untuk menghitung posisi

 Waktu tersebut dihitung sebagai jarak dari beberapa Satelit GPS untuk
hitung posisi di bumi & permukaannya, termasuk exosphere

Dasar Kerja GPS

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 GPS harus memilii setidaknya 3 satelit untuk hitung posisi 2D dan


pergerakannya.

 Dengan 4 satellites, GPS kita dapat menghitung posisi 3D position


(latitude, longitude & ketinggian).

 Dengan informasi posisi, GPS dapat menghitung data lain seperti :


kecepatan, arah, lintasan, jarak tempuh, jarak ke tujuan, matahari terbit
& terbenam dan lain-lain.

Keakuratan Perangkat GPS

 GPS umumnya memiliki 12 chanel secara parallel.

 Faktur atmosfir dapat mengurangi ketepatan.

 GPS untuk penerbangan dapat mencapai keakurasian sampai dengan


+/- 15 meters.

 WAAS (Wide Area Augmentation System) dapat meningkatkan


keakurasian hingga +/- 3 - 8 meters.

 Tidak ada alat khusus atau biaya extra untuk mendapatkan signal
WAAS, selama negara tersebut memasang WAAS ground / koresi
satelit.

 Sedang Differential GPS (DGPS) dapat meningkatkan keakurasian


hingga +/- 3-5 meter.

 DGPS terdiri dari alat yang menerima signal dan mentransmisikan


ulang untuk mengoreksi posisi, alat ini dipakai untuk penerbangan, di
Halim Airport ada 2 unit DGPS untuk meningkatkan keakurasian.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 Untuk koreksi ini GPS kita harus memiliki differential beacon receiver
and antenna, seperti pada GPS295 dimana kita dapat menyetel
frequensi dari beacon tersebut.

Sumber
Kesalahan

 Keterlambatan dari pantulan Ionosphere dan troposphere : terjadi


penurunan ketepatan akibat dari keterlambatan waktu saat signal saat
menembus lapisan ini, namun GPS dapat mengkoreksi dengan
mengasumsikan factor kesalahan rata rata.

 Error dari Pantulan signal: hal ini terjadi jika signal GPS berpantul
melalui objek spt bangunan atau gunung sebelum dia diterima unit
kita.

 Kesalahan Waktu dari unit kita: Ketepatan waktu / jam dari unit kita
tidak setepat jam Atom di GPS satelit (GPS memakai Atomic Clock).
Untuk itu ada sedikit error waktu.

 Orbital errors - dikenal sebagai ephemeris errors, hal ini terjadi jika
ada pergeseran dari orbit / laporan dari satelit untuk posisinya.

 Jumlah satelit yang diterima: Tambah banyak signal yang diterima


tambah tinggi ketepatannya, Banugnan, gunung, gangguan elektronik,
bahkan pohon rindang dapat mengurangi ketepatan.

 Posisi relative dari Satelit / gangguan sisi miring: hal ini terjadi jika
posisi satelit terletak pada sudut yang sangat lebar atau sangat dekat
atau hamper berhimpitan satu sama lain sehingga perhitungan
ketepatan berkurang.

 Penurunan degradasi yang diatur oleh departemen pertahanan


Amerika / SA (Selective Availability): hal ini dilakukan untuk

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

menghindari militer menggunakan ketepatan dalam hal khusus, dan


militer bahkan menggunakan / mengatur orbit yang terfokus pada area
tertentu seperti apda perangteluk, SA ini telah di hapuskan, karena
pihak sipil khususnya penerbangan sipil mengajukan keberatan
akhirnya pada Mei 2000, pemerintah menghapuskan SA ini agar
penerbangan sipil memiliki ketepatan yang lebih baik.

4.2 KEMAMPUAN GPS


Beberapa kemampuan GPS antara lain dapat memberikan informasi
tentang posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat, akurat, murah, dimana saja
di bumi ini tanpa tergantung cuaca. Hal yang perlu dicatat bahwa GPS adalah
satu-satunya sistem navigasi ataupun sistem penentuan posisi dalam beberapa
abad ini yang memiliki kemampuan handal seperti itu. Ketelitian dari GPS
dapat mencapai beberapa mm untuk ketelitian posisinya, beberapa cm/s untuk
ketelitian kecepatannya dan beberapa nanodetik untuk ketelitian waktunya.
Ketelitian posisi yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor yaitu
metode penentuan posisi, geometri satelit, tingkat ketelitian data, dan metode
pengolahan datanya.

4.3 TIPE ALAT (RECEIVER) GPS


Ada 3 macam tipe alat GPS, dengan masing-masing memberikan
tingkat ketelitian (posisi) yang berbeda-beda. Tipe alat GPS pertama adalah
tipe Navigasi (Handheld, Handy GPS). Tipe nagivasi harganya cukup murah,
sekitar 1 – 4 juta rupiah, namun ketelitian posisi yang diberikan saat ini baru
dapat mencapai 3 sampai 6 meter. Tipe alat yang kedua adalah tipe geodetik
single frekuensi (tipe pemetaan), yang biasa digunakan dalam survey dan
pemetaan yang membutuhkan ketelitian posisi sekitar sentimeter sampai
dengan beberapa desimeter. Tipe terakhir adalah tipe Geodetik dual frekuensi
yang dapat memberikan ketelitian posisi hingga mencapai milimeter. Tipe ini
biasa digunakan untuk aplikasi precise positioning seperti pembangunan

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

jaring titik kontrol, survey deformasi, dan geodinamika. Harga receiver tipe
geodetik cukup mahal, mencapai ratusan juta rupiah untuk 1 unitnya.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

BAB V
PENGUKURAN LUAS

5.1 TUJUAN INSTRUKSI UMUM


1. Mahasiswa dapat memahami cara/metode dalam pegukuran luas.
2. Mahasiswa dapat memahami jenis alat yang secara mekanis/elektris dapat
digunakan untuk penentuan luas suatu bidang.

5.2 TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


1. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan-perhitungan luas bangun, baik
bangun sederhana menyudut maupun tidak beraturan, denan menggunakan
metode-metode analitis/bentuk bangun yang akan diukur, yaitu Metode
sympson, Metode Trapesium, Meode Kubus, Metode Geometris, dan
Metode Lajur.
2. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengukuran luas, yaitu
planimeter, baik jenis manual maupun digital.
3. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran-pengukuran luas praktis pada
aktifitas kontruksi/pekerjaan sipil yang berbeda.

5.3 PERALATAN
1. Planimeter Manual Tipe Roller KP-46
2. Planimeter Digital KP-90N
3. Planimeter Digital KP-92N
4. Kertas Milimeter
5. Alat-alat Tulis

5.4 TINJAUAN PUSTAKA DAN PROSEDUR PENGUKURAN


Metode-metode pengukuran yang dapat diterapkan dalam perhitungan luas:
1. Metode Kubus/Kisi-Kisi

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Perhitungan luas pada metode ini yaitu dengan menggunakan media bantu
berupa kertas millimeter untuk meletakkan bidang bangun yang akan
diukur luas, sesuai skala gambar yang digunakan.

AREAL A
Skala 1: 1.000

Gambar 5.1
Areal A berskala 1 : 1.000 akan diukur dengan cara grafis dengan
menghitung jumlah otak-kotak/kubus yang terdapat pada bangun tersebut.
- Areal/Kotak dihitung jumlahnya.
- Luas 1 kotak dihitung sesuai skala gambar.
- Jumlah luas kotak merupakan total enjumlahan luas bentuk kubus
tersebut.
- Bagian tepi dengan batas tidak beraturan diestimasi secara grafis,
kemudian dihitung jumlah kotak-koak batas tersebut.
- Luas total merupakan jumlah luas kotak persegi dengan bangun di
batas yang tidak beraturan.
2. Metode Geometris

AREAL A
Skala 1: 1.000
Segmen 1

Segmen 2

Segmen 3

Gambar 5.2

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Pada metode ini, juga dengan media kertas millimeter, gambar/areal yang
akan diukur dibagi kedalam bentuk/bangun yang secara geografis dapat
dihitung dengan rumus luas bangun yang ada, misalnya segitiga dan
trapezium. Masing-masing segmen dihitung menurut rumus
bangun/geometrisnya. Luas dihitung menurut skala gambar. Total luas
merupakan jumlah luas seluruh segmen.

3. Metode Trapesium

P
AREAL A
Q
Skala 1: 1.000
Strip

Offset 1 Offset 2 Offset 3 Offset 4 Offset 5

Gambar 5.3
Pada metode ini, juga dengan media kertas millimeter, areal A dibagi
kedalam 4 sub areal (4 Strip) sehingga akan terdapat 5 garis potong
(offset).
Perhitungan luas dilakukan dengan menggunakan persamaan :
Luas = Lebar Strip*(rata-rata offset awal dan akhir + jumlah offset
lainnya
Sebagai catatan, lebar strip dan panjang offset tergantung hasil ukur
gambar sesuai skala.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

4. Metode Sympson

AREAL A
P Q
Skala 1: 1.000
Strip

Offset 1 Offset 2 Offset 3 Offset 4 Offset 5


(y0) (y1) (y3) (y4) (y5)

Gambar 5.4
Pada metode ini, areal harus dibagi kedalam segmen-segmen dengan
jumlah offset harus ganjil. P dan Q merupakan titik-titik terluar.
Rumus perhitungan luas :
Luas = 1/3 lebar strip*[offset pertama + offset terakhir + 2(jumlah offset
ganjil) + 4(jumlah offset genap)]
Luas = 1/3 lebar strip* [y0 + y4 + 2(y2) + 4(y1 + y3)]

5. Metode Koordinat
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk bangun
ukur/bidang dengan batas garis/sudut sehingga membentuk segi banyak
(polygon) tertutup, yang sama titik-titiknya memiliki koordinat masing-
masing. D
C

B
Gambar 5.5

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Diketahui : koordinat masing-masing titik :


Titik Koordinat X Koordinat Y
A 1000 1000
B 1560 880
C 1515 1265
D 1105 1320

Rumu perhitungan luas :


2 Luas = ∑ 𝑋𝑛 ∗ 𝑌𝑛+1 − ∑ 𝑋𝑛+1 ∗ 𝑌𝑛, atau
∑ 𝑋𝑛∗𝑌𝑛+1 −∑ 𝑋𝑛+1 ∗𝑌𝑛
Luas = 2

6. Metode Mekanis dengan menggunakan Planimeter


a. Planimeter Manual (type roller planimeter)
- Nomor planimeter dicatat.
- Dicek/diperhatikan skala gambar.
- Tracer arm length dicatat (tergantung nomor planimeter).
- Unit area dicatat (tergantung skala gambar yang digunakan).
- Pengukuran dilakukan dengan putaran searah jarum jam.

Arah putaran planimeter

Titik start
A A
B

Skala 1 : 1.000
Gambar 5.6

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Pada gambar diatas penjejakan dimulai dari titik A searah jarum jam
(kekanan) dan kembali ketitik A. pencatatan pembacaan dilakukan
setelah penjejakan kembali ke titik awal.

Jika didalam areal tersebut terdapat luasan yang harus dikeluarkan


(dienclave), seperti gambar B diatas, maka setelah tiba dititik A
penjejakan dilanjutkan kearah titik awal di areal B dan dijejaki garis
batas tersebut berlawanan jarum jam mengelilingi areal B, setelah itu
kembali ketitik A melalui garis yang sama ketika masuk ke areal B.

Revolution dial

6 5
6 4
7 3

8 2
5
9 1
0
Angka resolusi : antara 1 dan 2

Angka rotasi : antara 5 dan 6


Vernier (nonius) : garis kelima

Gambar 5.7

Berdasarkan gambar diatas, maka pembacaan adalah : 1515

Perhitungan luas diperoleh dari perkalian pembacaan planimeter


dengan Unit Area planimeter. Sebagai contoh, untuk gambar diatas :

Skala gambar : 1 : 1000

Unit Area : 10 m2

Pembacaan planimeter : 1515

Luas Areal : 1515*10 = 15150 m2

Pembacaan planimeter dilakukan minimal 3 kali, dan luas yang dicari


adalah luas rata-rata sekian pembacaan, dengan mengetahui pula nilai
standar deviasi pengukuran luas.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

b. Planimeter Digital
- Nomor planimeter dicatat : KP 90N atau KP 92N
- Catat skala gambar
- Untuk planimeter KP 90N luasan areal akan terlihat langsung dari
bacaan pada display alat (sesuai skala) dan unit yang dipilih pada
alat.
- Untuk planimeter KP 92N luas areal diperoleh dari perkalian luas
pembacaan di alat (cm2) atau (m2) dengan skala gambar.
- Pengukuran dilakukan minimal 3 kali, diambil nilai rata-rata serta
dihitung nilai standar deviasi.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

BAB VI
PEMETAAN GEOMORFOLOGI

Plotting Lokasi

• Pilih daerah di peta rupa bumi 3 x 3 grid

• Buat grid baru dalam 1 grid menjadi 4 x 4 bagian

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 Buat garis yang menghubungkan garis kontur

• Pada tiap grid yang baru, hitunglah beda tinggi dan kemiringan lereng.
• Menentukan beda tinggi dengan menghitung banyaknya garis kontur yang
ada dalam 1 grid. Misalnya pada gambar disamping terdapat 13 buah garis
kontur yang berimpit dengan garis warna biru maka beda tinggi = (13-1)x
interval kontur = 12 x 12.5 =150 m
Menentukan kemiringan dengan cara membandingkan antara beda tinggi dan jarak
(jarak ditentukan dari panjang garis x skala peta). Misalnya panjang garis = 0,9 cm
maka jarak = 0.9 x 250 = 225 m sehingga kemiringan = Tan-1 (150/225) = 33,7⁰

Pada gambar dibawah terdapat 7 buah garis kontur yang berimpit dengan garis
warna biru maka beda tinggi = (7-1) x interval kontur = 6 x 12.5 =75 m

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Menentukan kemiringan dengan cara membandingkan antara beda tinggi dan jarak
(jarak ditentukan dari panjang garis x skala peta). Mis panjang garis = 0,9 cm maka
jarak = 0.9 x 250 = 225 m sehingga kemiringan = Tan-1 (75/225) = 18⁰

Contoh Hasil Digitasi

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Pembagian Landform Berdasarkan Relief

• Ditentukan oleh besarnya lereng dan perbedaan tinggi.

 Tidak ada kontur = 0⁰ kemungkinan kategori datar

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 Beda tinggi 150 kemiringan lebih 30, kemungkinan kategori perbukitan

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 Beda Tinggi 50 -75, kemiringan 2 -10, kemungkinan kategori perbukitan


bergelombang

 Bila digabung kemungkinan ketiga kategori menjadi :

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

 Peta morfologi akan menjadi seperti ini

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan pesawat waterpass dan
theodolith kita dapat mengetahui perbedaan elevasi suatu daerah dan
mengukur luasnya, kemudian kita dapat mengetahui berapa jumlah volume
timbunan dan galian yang kita butuhkan sehingga kita dapat membuat
perencanaan disuatu tempat.
Dalam pengukuran dengan menggunakan pesawat waterpass,
digunakan tiga metode yaitu metode loncat, metode garis bidik, dan metode
gabungan yang merupakan gabungan dari metode loncat dan garis bidik,
karena lebih mempermudah pengukuran dan lebih mengefisienkan waktu jika
dibandingkan dengan metode lainnya.
Dalam pengukuran menggunakan theodolith kita dapat mengetahui
perbedaan ketinggian sebidang tanah, dan membuat kontur tanah tersebut.

B. SARAN
Agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat, baik dalam pengukuran
dengan menggunakan waterpass maupun theodolith, diperlukan ketelitian
dan kesabaran dalam pembacaan rambu ukur dan juga dalam penyetelan alat,
serta berhati-hatilah dalam menggunakan alat.

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun, ‘Penuntun Praktikum Ukur Tanah 2009’. Fakultas Teknik
Universitas Tadulako, Palu.
Arsip Laporan SURVEY DAN PEMETAAN (IUT).
SURVEY DAN PEMETAAN, Diklat. Fakultas Teknik Universitas Tadulako,
Palu Sulawesi Tengah
http://1.bp.blogspot.com/-
pahkCSHFMHE/URvDBJLrwrI/AAAAAAAABY0/UCAeUb7Sn1k/s1600
/Komponen+kompas+bidik.JPG
http://moeidzahid.site90.net/hisab/arah_qiblat/119_theodolite02.jpg
http://3.bp.blogspot.com/_zjKTrdtvmv0/TOICwYF4VNI/AAAAAAAAABg/TS
CKGD-SsVQ/s1600/Screenshot+%252817h+16m+04s%2529.jpg
http://3.bp.blogspot.com/-
zMGb1Ubksxk/TwiFrNCpsyI/AAAAAAAAAGg/i8Xn_2esezM/s400/Statif
.jpg
http://1.bp.blogspot.com/-
pahkCSHFMHE/URvDBJLrwrI/AAAAAAAABY0/UCAeUb7Sn1k/s1600
/Komponen+kompas+bidik.JPG
http://www.mediafire.com/conv/fbd995c91de0ef9c93995d047b8eb18eb7497
300f3ad84b71d03a303969dadc54g.jpg
http://www.mediafire.com/conv/fbd995c91de0ef9c93995d047b8eb18eb7497
300f3ad84b71d03a303969dadc54g.jpg
http://1.bp.blogspot.com/-
YqQYeSgv8sM/T10ivxLByDI/AAAAAAAAAas/iHiDfHsjxKI/s1600/Pita
+Ukur.jpg
http://2.bp.blogspot.com/-
oPnnFC1xbh0/T98nlmjDI2I/AAAAAAAAAGA/VXr_u3Cyim0/s1600/Ne
w+Picture+(16).png

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

http://media.dinomarket.com/docs/imgusr/2013-
02/RAMBU_UKUR_270213090248_ll.jpg.jpg
http://www.usc.com.sg/images/ManualPlanimeter.jpg
http://www.guntara.com/2012/12/alat-planimeter-beserta-keterangan.html

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

LAMPIRAN

ALAT PENYIPAT DATAR (WATERPASS)

Lampiran 1. Alat Ukur Waterpass

Lampiran 2. Alat Ukur Waterpass

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Lampiran 3. Alat Ukur Waterpass Leica Nivo

Lampiran 4. Rambu Ukur

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

ALAT PENYIPAT SUDUT (THEODOLITH)

Lampiran 5. Theodolih Digital

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

Lampiran 6. Pembacaan Sudut Horisontal Sebesar 101o 16’ 42”

Lampiran 7. Pembacaan Sudut Horisontal Sebesar 90o 10’ 18”

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

ALAT PENGUKUR LUAS (PLANIMETER)

Lampiran 8. Planimeter Digital

Lampiran 9. Planimeter Manual

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

ALAT PENGUKUR JARAK ELEKTRONIK

(ELECTRONIC DISTANCE METER/EDM)

Lampiran 10. Tampilan alat ukur Totall Station

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

GEOGRAPHICAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

Lampiran 11. Bagian-bagian GPS

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

KOMPAS GEOLOGI TYPE BRUNTON

Lampiran 12. Kompas Type Brunton, mencakup penggunaan kompas dan


klinometer

Lampiran 13. Kompas

MUH. ANAS H. / F 121 16 030


GEOLOGICAL ENGINEERING’16
TADULAKO UNIVERSITY

MUH. ANAS H. / F 121 16 030

Anda mungkin juga menyukai