I. Prosesi Omed-omedan
Para teruna-teruni yang mengikuti tradisi adalah warga Banjar yang menginjak
dewasa namun belum menikah, umumnya berusia 17 hingga 30 tahun. Sebelum acara
dimulaisekitar pukul 14.00 wita, mereka berkumpul untuk bersembahyang bersama. Seusai
kegiatan tersebut, semua peserta dibagi menjadi dua kelompok. Yang putra menjadi satu
barisan, dan yang putri berada pada barisan lain. Kedua kelompok tersebut mengambil posisi
saling berhadapan di jalan utama desa. Setelah seorang sesepuh desa memberikan aba-aba,
kedua kelompok saling mendekat. Peserta yang akan melakukan tradisi ini digendong sesuai
urutannya, kemudian di pertemukan dengan pasangan lawan jenisnya. Setelah bertemu pada
suatu titik kemudian mereka saling tarik menarik, berpelukan dan berciuman disaksikan
ribuan penonton termasuk warga sekitar.
Prosesi tersebut dilakukan bergantian dan bergiliran hingga semua peserta
kebagian berciuman. Namun menurut cerita, untuk mencium pasangan tidaklah mudah,
mengingat ramainya dan berjubel para penonton yang memadati area. Bagi mereka yang
berhasil mencium pasangannya, dibolehkan berhenti setelah para tetua adat membunyikan
peluit. Jika tidak berhasil, pasangan tersebut akan disiram air hingga basah kuyub. Awalnya
siraman air ini hanya diberlakukan untuk pasangan yang gagal berciuman, namun karna
antusias dengan kemeriahan tersebut, hampir tiap peserta diguyur setelah usai berciuman.
Sehingga tradisi ini memang rentan dengan air dan basah-basahan.
II. Pro dan Kontra
Tidak semua masyarakat Bali, bahkan warga Desa Sesetan sendiri, menyetujui
tradisi Omed-omedan. Dengan berbagai alasan, seperti adanya undang-undang pornografi,
ketidak-sesuaian dengan norma kesopanan, dan kontra lainnya. Tradisi ini pernah ditiadakan
pada sekitar tahun 1970-an oleh keputusan para sesepuh Banjar. Namun tak lama berselang,
ada kejadian aneh dan unik yang terjadi di pelataran Puri Oka. Yaitu perkelahian antara dua
ekor babi yang asal-usulnya tidak diketahui kepemilikannya, dan darimana. Anehnya, di
tengah perkelahian, dua ekor babi tersebut menghilang seketika. Oleh warga sekitar, kejadian
tersebut dianggap sebagai pertanda buruk. Maka Omed-omedan pun kembali dijalankan
sebagai tradisi tiap tahunnya.
I. Lampiran
sebelum dilakukan prosesi, teruna teruni sembahyang dulu
ritual sembahyang
Omed-omedan memiliki seragam khusus tiap tahunyya. Artikel diatas diambil dari
berbagai sumber yang kemudian saya olah dengan bahasa sendiri. Untuk gambarnya, sayaa
hanya googling hehe maklum belum pernah menyaksikan omed-omedan secara langsung.