Anda di halaman 1dari 18

A.

Pengertian Sistem Pembiayaan Kesehatan


Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan
oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azrul Azwar : 2004).
Sistem pembiayaan kesehatan dapat didefinisikan sebagai sustu sistem yang
mengatur mengenai besarnya alokasi dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan
oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Helda : 2011). Sedangkan
subsistem pembiayaan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan
saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Ana Faiza :
2013).
Dalam sistem pembiayaan kesehatan terdapat dua pihak yang terlibat yaitu
pelaksana pelayanan kesehatan (health provider) dan pengguna jasa pelayanan kesehatan
(health consumer). Bagi pelaksana pelayanan kesehatan terkait dengan besarnya dana
yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan suatu upaya kesehatan dalam hal ini
menjadi persoalan utama pemerintah dan atau pihak swasta, sedangkan dalam hal
pengguna jasa layanan berhubungan dengan besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk
mendapatkan manfaat dari adanya pelayanan kesehatan yang menjadi persoalan utama
bagi para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
dibedakan besarnya dana bagi kedua pihak, yaitu :
a. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan mengarah pada seluruh biaya
investasi serta seluruh biaya operasional.
b. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih mengarah pada jumlah biaya yang
harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

B. Sumber Pembiayaan Kesehatan


Secara umum sumber pembiayaan kesehatan suatu negara berasal dari :
a. Anggaran Pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara Cuma-Cuma oleh
pemerintah, sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan
disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum
baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
b. Anggaran Masyarakat
Dapat bersumber dari individual atau perusahaan. Sistem ini mengharapkan
agar masyarakat (swasta) dapat berperan aktif secara mandiri dalam
penyelenggaraan maupun pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal ini memberi
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta,
dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai dengan
peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa
layanan kesehatan. Contohnya CSR atau Corporate Social Responsibility dan
pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai maupun melalui sistem
asuransi. Dana yang bersumber dari swasta antara lain meliputi perusahaan swasta,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dana kemanusiaan.
c. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-
penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya
oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain.
d. Penggabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat
mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan dari sumber
pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan
ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan
bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi
biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.

C. Macam-macam Sistem Pembiayaan Kesehatan


Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983), ada dua macam jenis pelayanan
kesehatan, yaitu :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang
umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya adalah
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, dan
sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
2. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical
service)ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (soslo
practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan
utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

D. Syarat Pokok Pembiayaan Kesehatan


Suatu biaya kesehatan dapat dikatakan baik apabila memenuhi beberapa syarat
berikut ini :
1. Jumlah
Tersedianya dana dalam jumlah yang cukup, dalam arti mencukupi untuk
membiayai penyelenggaraan seluruh upaya kesehatan yang dibutuhkan, serta tidak
menyulitkan masyarakat yang memanfaatkannya.
2. Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Apabila dana yang
tersedia tidak dialokasikan dengan baik tentu akan menyulitkan pengelenggaraan
setiap uapaya kesehatan.
3. Pemanfaatan
Alokasi dana pelayanan disesuaikan dengan tingkat pemanfaatn pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan.

Upaya yang dapat dilakuakan untuk dapat melaksanakan syarat-syarat pokok tersebut, yaitu :

- Peningkatan Efektivitas
Peningkatan efektifitas dilakukan dengan mengubah penyebaran atau alokasi
penggunaan sumber dana. Alokasi dana lebih diutamakan pada upaya kesehatan yang
menghasilkan dampak yang lebih besar, misalnya lebih mengutamakan upaya
pencegahan daripada pengobatan penyakit.
- Peningkatan Efisiensi
Peningkatan efisiensi dilakukan dengan memperkenalkan berbagai mekanisme
pengawasan dan pengendalian. Mekanisme tersebut meliputi :
a. Standar minimal pelayanan yang memiliki tujuan untuk menghindari pemborosan.
Pada dasarnya, terdapat dua macam standar minimal yang sering diterapkan, yaitu
- Standar minimal sarana, misalnya standar minimal rumah sakit dan standar
minimal laboratorium.
- Standar minimal tindakan, misalnya tata cara pengobatan dan perawatan
penderita, serta daftar obat-obat esensial.
Dengan adanya standar minimal pelayanan, diharapkan pemborosan dapat dihindari
dan dengan demikian tingkat efisiensinya dapat lebih ditingkatkan. Selain itu, dengan
adanya standar minimal pelayanan ini dapat pula dipakai sebagai pedoman dalam
menilai mutu pelayanan kesehatan.
b. Kerjasama antar berbagai sarana pelayanan kesehatan merupakan bentuk lain yang
diperkenalkan guna meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan, terdapat dua bentuk
kerjasama yang dapat dilakukan, yaitu :
- Kerjasama institusi, misalnya sepakat secara bersama-sama membeli peralatan
kedokteran yang mahal dan jarang dipergunakan. Dengan demikian, dapat lebih
menghemat dana yang tersedia serta dapat pula digunakan dalam menghindari
penggunaan peralatan yang rendah, sehingga tingkat efisiensinya juga akan
meningkat.
- Kerjasama sistem, misalnya sistem rujukan, yaitu adanya hubungan timbal balik
kerjasama antara satu sarana kesehatan dengan sarana kesehatan yang lain.

E. Perkembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan

Di berbagai negara, terdapat tiga model sistem pembiayaan kesehatan bagi warganya
yang diberlakukan secara nasional yaitu model asuransi kesehatan sosial (Social Health
Insurance , model asuransi kesehatan komersial / privat (Commercial / Private Health
Insurance) dan model terakhir yaitu Pelayanan Kesehatan Nasional (National Health
Services). Model asuransi kesehatan berkembang pertama kali di beberapa negara benua
Eropa pada tahun 1882 dan kemudian menyebar ke benua Asia. Kelebihan model ini
adalah kemungkinan cakupan yang mencapai 100 persen jumlah penduduk dan biaya
yang dikeluarkan relatif rendah dalam pembiayaan kesehatan.
Model asuransi komersial mulai berkembang di Amerika Serikat. Sistem ini tidak
berhasil mencapai cakupan 100 persen penduduk, sehingga Bank Dunia
merekomendasikan pembaruan sistem asuransi kesehatan. Berdasarkan data Bank Dunia,
Amerika Serikat merupakan negara dengan pembiayaan kesehatan paling tinggi di dunia
yang mencapai 13,7% dari GNP pada tahun 1997, sementara negara Jepang yang
pembiayaan kesehatannya hanya 7 % dari GNP tetapi memiliki derajat kesehatan
penduduk yang lebih tinggi yang dibuktikan dengan tingginya usia harapan hidup
penduduk Jepang yang mecapai 77,6 yahun untuk pria dan 84,3 tahun untuk wanita.
( Fatmah Arianty : 2011 ).
Terakhir model National Health Services dirintis pemerintah Inggris sejak usai perang
dunia kedua. Model ini juga membuka peluang cakupan 100% penduduk, namun
pembiayaan kesehatan yang dijamin melalui anggaran pemerintah akan menjadi beban
yang berat.
F. Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia
 Perkembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia
Departemen Kesehatan pada tahun 2006 mengeluarkan konsep pembangunan
kesehatan berkelanjutan yang kemudian dikenal sebagai Visi Indonesia Sehat 2010.
Dalam hal ini, pemerintah melakukan berbagai cara guna mencapai visi tersebut
dengan mensosialisasikan hingga ketingkat daerah. Kebijakan desentaralisasi yang
direvisi kembali melalui UU Nomr 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
sedikit menghambat berjalannya kebijakan Indonesia Sehat 2010. Konsepsi visi
Indonesia Sehat 2010 pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang secara nyata
cukup bertentangan dengan prinsip desentarlisasi yang di atur dalam UU
pemerintahan daerah yang mana kewenangan daerah otonom dalam penentuan arah
dan model pembangunan di wilayahnya masing-masing tanpa harus terikat dengan
kebijakan pemerintah pusat.
Kebijakan desentralisasi tersebut berpengaruh terehadap pola lama
pembangunan pada beberapa bidang, tak terkecuali dengan pembangunan bidang
kesehatan. Kekuasaan otonom pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan
pembangunannya membuat konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010 menjadi tidak
terlalu bermakna (Astaqauliyah.com : 2011). Hal itu dapat ditunjukkan dengan
masih banyaknya daerah-daerah di Indonesia yang pembangunan di bidang
kesehatannya sangat jauh dari kualitas baik, pada saat yang sama kecenderungan
epidemiologi penyakit tidak banyak mengalami perubahan dan diperparah oleh
lemahnya infrastruktur promoif dan perventif bidang kesehatan.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah pusat membuat suatu kebijakan
dengan menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang kemudian
dikenal sebagai sistem kesehatan nasional yang terdiri dari upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sumber daya obat dan
perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Komponen pembiayaan kesehatan merupakan salah satu komponen terpenting dalam
sistem kesehatan nasional.
Kebijakan dalam pembiayaan kesehatan kemudian kembali diterbitkan oleh
pemerintah pada tahun 2004, melalui UU Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional (UU SJSN) dengan tujuan memberikan jaminan nasional
yang komprehensif bagi seluruh warga negara Indonesia. Sementara itu, pada tahun
2005 pemerintah melalui Departemen Kesehatan meluncurkan program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang disempurnakan bentuk
dan operasionalnya pada tahun 2008 menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas ).
Pemerintah kembali memperkenalkan program baru pada tahun 2010 yaitu
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dananya disalurkan ke seluruh
puskesmas yang ada di Indonesia. Pengaruh lembaga Internasional seperti PBB yang
Indonesia menjadi anggotanya dengan konsep Millenium Development Goals
(MDGs) menekankan beberapa target pembangunan berkelanjutan yang harus
dicapai oleh negara-negara berkembang di dunia termasuk Indonesia. Salah satu
komponen dalam MDGs adalah bidang kesehatan yaitu target penurunan Angka
Kematian Ibu melahirkan atau AKI pada tahun 2015 yang harus menurun hingga
102/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23/1000
kelahiran hidup. Untuk mempercepat pencapaian target tersebut pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan meluncurkan program baru yang dilaksanakan sejak bulan
Januari 2011 yaitu program Jaminan Persalinan (Jampersal) dengan tujuan
menjamin seluruh pembiayaan persalinan seluruh warga negara.
Pembiayaan kesehatan pada masa ini terus mengalami peningkatan yang diiringi
dengan peningkatan anggaran Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 yang
mencapai 27,7 Triliun rupiah yang menjadi 27,8 Triliun Rupiah (naik 172,7 milyar)
pada tahun 2011. Kementerian Kesehatan menganggarkan dana sebesar 6,3 Triliun
Rupiah untuk pembiayaan program jampersal dan Jamkesmas, anggaran BOK untuk
seluruh puskesmas di Indonesia mencapai 904,5 milyar rupiah. Anggaran
Jamkesmas diperuntukkan bagi pembiayaan kesehatan 76,5 juta jiwa warga miskin
di seluruh Indonesia (Kementerian Kesehatan RI ; 2011).
Pada tahun 2011, pemerintah juga memperluas cakupan pelayanan program
Jamkesmas selain bagi masyarakt miskin juga diberikan kepada gelandangan,
pengemis, anak terlantar serta masyarakat miskin yang tidak punya identitas,
masyarakat miskin penghuni panti-panti sosial, korban bencana paska tanggap
darurat dan masyarakat miskin penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah
tahanan. Keterlibatan pemerintah daerah pada masa ini juga ditunjukkan dengan
adanya program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang diperuntukkan bagi
warga suatu daerah yang belum tercakup dalam program Jamkesmas.

 Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia secara terbagi dalam 2 sistem, yaitu :


1. Fee for Service
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan
layanan, yang mana pencari layanan kesehatan berobat kemudian membayar
kepada penyedia pelayanan kesehatan (dokter, ahli gizi, bidan, rumah sakit dan
sebagainya). Penyedia pelayanan kesehatan mendapatkan pendapatan
berdasarkan pelayanan yang telah diberikan.
Sebagian besar masyarakat di Indonesia hingga saat ini masih bergantung
pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Berdasarkan
laporan WHO pada tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia
masih bergantung pada sistem Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat
mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009).
Kelemahan dari sistem Fee for Service ini adalah terbukanya peluang bagi
pihak penyedia pelayanan kesehatan untuk memanfaatkan hubungan Agency
Relationship, yang mana penyedia pelayanan kesehatan mendapat imbalan
berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang telah diberikannya yang besar
kescilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang
ditangani, semakin besar pula imbalan yang didapat dari jasa medik yang
ditagihkan kepada pasien.
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak
ketiga atau pihak asuransi setelah pencari pelayanan kesehatan berobat. Sistem
health Insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan system Diagnose Related
Group (DRG System).
Capitation Payment
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan yang mana penyedia pelayanan kesehatan menerima sejumlah
penghasilan tetap per peserta untuk pelayanan kesehatan yang telah ditentukan
per periode waktu. Pembayaran bagi penyedia pelayanan kesehatan dengan
sistem kapitasi yaitu pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada
penyedia pelayanan kesehatan atas jasa layanan kesehatan dengan pembayaran
di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost)
tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM
(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat).
Diagnose Related Group
Sistem berikutnya yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak jauh berbeda
dengan sistem kapitasi. Pada sistem ini, pembayaran dilakukan dengan melihat
diagnosis penyakit yang dialami pasien. Penyedia pelayanan kesehatan telah
mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan
jumlah dana yang berbeda tiap diagnosis penyakit. Sejumlah dana yang
diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaanya demi kesehatan pasien,
sisa dana akan menjadi pemasukan bagi penyedia pelayanan kesehatan.
Kelemahan dari Insurance System adalah dapat menimbulkan terjadinya
underutilization yang mana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang
diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Selain itu, apabila peserta tidak banyak bergabung dalam sistem ini, maka risiko
kerugian tidak dapat terhindarkan. Sedangkan untuk kelebihannya yaitu
penyedia pelayanan kesehatan mendapat jaminan adanya pasien (captive
market), mendapat kepastian dana tiap awal periode waktu tertentu, penyedia
pelayanan kesehatan taat terhadap prosedur, sehingga mengurangi terjadinya
multidrug dan multidiagnose, serta penyedia pelayanan kesehatan lebih
mengarah kepada tindakan preventif dan promotif.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai sistem pembiayaan kesehatan dengan
sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien dalam menurunkan angka
kesakitan dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan sistem Fee for Service.
Namun, hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia dikarenakan
terdapatnya beberapa hambatan dan tantangan, salah satunya yaitu sistem
kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat
tanpa terkecuali sesuai dengan yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Hingga saat ini, perusahaan asuransi masih banya memilah peserta asuransi
yang mana peserta dengan risiko penyakit tinggi dan atau kemampuan
membayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mewujudkan
pemertaan kesehatan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib
yang mana penduduk yang mempunyai risiko kesehatan rendah akan membantu
mereka yang berisiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan
membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal
inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah yang harus ditemukan solusinya
bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Contoh Health Insurance yang berada di bawah naungan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial :
- Askes
- Jamkesmas
- ASBRI
- Taspen
- Jamsostek
 Sumber Pembiayaan Kesehatan di Indonesia
Pembiayaan kesehatan Indonesia pada masa ini tidak lagi sepenuhnya
bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga dilakukan oleh sektor swasta
yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang didirikan di
berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat
tidak lagi sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan pusat,
seiringnya berjalannya sistem otonomi daerah, setiap daerah otonom berhak
menentukan perencanaan sendiri pembangunan kesehatan di daerahnya.
Partisipasi masyarakat terus meningkat dalam upaya kesehatan yang bersumber
masyarakat (UKBM) seperti posyandu dan kader kesehatan. Akses masyarakat
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai merata
seiring dengan bertambahnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang mulai
menjangkau daerah pedesaan di Indonesia. Dengan meningkatnya peran
swasta/masyarakat tentu akan berdampak baik bagi perkembangan pembiayaan
kesehatan di Indonesia terutama dalam hal pengalokasian dana pemerintah.
Namun, hal yang juga harus diperhatikan adalah ketika tingginya biaya kesehatan
yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas kesehatan swasta yang tidak
sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia
yang masih tergolong ekonomi menengah ke bawah.
 Fungsi Pembiayaan Kesehatan di Indonesia
a. Penggalian Dana
 Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
Sumber dana UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat
maupun daerah, melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman
serta berbagai sumber lainnya. Sementara itu, sumber dana lain dalam upaya
mencapai kesehatan masyarakat adalah melalui swasta atau masyarakat.
Sumber dana dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public
private patnership yang didukung dengan pemberian insentif, misalnya
keringanan pajak untuk setiap dana yang disumbangkan. Sumber dana tak
lain berasal dari masyarakat sendiri yang menghimpun dana secara aktif
dalam upaya mencapai kesehatan masyarakat, seperti halnya dana sehat.
Sedangkan secara pasif dapat berupa dana sosial keagamaan.
 Penggalian dana untuk Untuk Kesehatan Perorangan (UKP) berasal dari dana
masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Namun, bagi
masyarakat rentan dan keluarga miskin, sumber dana berasal dari pemerintah
melalui mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
b. Pengalokasian Dana
 Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal dari pemerintah
untuk UKM dan UKP yang dilakukan melalui penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja baik pusat maupun daerah sekurang-kurangnya 5%
PDB atau 15% total anggran pendapatan dan belanja setiap tahunnya.
 Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat untuk UKM
dilaksanakan berdasarkan atas asas gotong royong sesuai dengan kemampuan
masing-masing orang. Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepersertaan
dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan wajib dan atau sukarela.
c. Pembelanjaan
 Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public private patnership digunakan
untuk membiayai UKM.
 Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari dana sehat dan dana sosial
keagamaan digunakan untk membiayai UKM.
 Pembelanjaan untuk pemeliharaan kesehatan keluarga iskin dilaksanakan melalui
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib.

G. Sistem Pelayanan dan Pembiayaan Kesehatan di Cina


Cina merupakan negara dengan total populasi penduduk terbanyak di dunia yaitu
sekitar 1 milyar lebih, baik yang menetap di Cina maupun yang menyebar di seluruh dunia,
dengan demikian pupulasi penduduk Cina adalah 1/5 total penduduk dunia. Meskipun kini
Cina ,mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun 80% penduduk Cina tinggal di
daerah pedesaan dan masih mengalami kemiskinan. Secara historis, terdapat empat
pembabakan kondisi politik di Cina yang mempengaruhi sistem kesehatan nasional yaitu
kejayaan komunis pada masa Mao Zedong di tahun 1949, revolusi budaya dari tahun
1965-1977, reformasi Cina sejak awal tahun 1980, dan liberalisasi ke arah pasar bebas
sejak pertengahan tahun 1980 hingga sekarang.
1. Masa Kejayaan Komunis Mao Zedong Tahun 1949
Pada masa ini Cina mengalami perang sipil dan perang dengan Jepang. Oleh
karena itu, fokus utama negara Cina adalah perang sehingga menyebabkan rendahnya
produktivitas di bidang pertanian dan industri yang ditujukan dengan konsumsi pangan
nasional karena konsumsi pangan diprioritaskan untuk kebutuhan perang. Akibatnya,
kekurangan pangan tersebut menimbulkan berbagai penyakit epidemik di Cina. Hal itu
diperparah dengan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya berada di Kota,
sedangkan di desa tidak ada sistem pelayanan dan fasilitas kesehatan modern yang
digunakan hanyalah sistem kesehatan tradisional Cina.
Pada Kongres Kesehatan Nasional ke-1, Mao Zedong mengusulkan empat
acuan yang dijadikan sebagai ideologi dasar dalam pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Pelayanan kesehatan harus ditujukan untuk pekerja
2. Upaya kesehatan diprioritaskan terhadap upaya kesehatan preventif dibanding
upaya kuratif. Sejak pertengahan tahun 1960, pemerintah Cina telah
mengupayakan peningkatan kesehatan melalui program sanitasi dalam mencegah
berbagai penyakit, seperti penyakit pes yang diakibatkan oleh lalat, naymuk,
serangga, dan tikus
3. Cina menerapkan sistem kesehatan modern dan tradisional
4. Peraturan pemerintah tentang kesehatan harus masif dan menyeluruh ke semua
penduduk Cina

2. Masa Revolusi Budaya Tahun 1965-1977


Sebagai orang nomor satu di Cina pada waktu itu, Mao Zedong ingin
menanamkan nilai-nilai ideologi komunis kepada penduduk Cina melalui proses
institusionalisasi atau yang dikenal dengan istilah revolusi budaya. Proses
institusionalisasi tersebut dilakukan melaului kampanye politik dan represi sosial
dengan cara kekerasan, oleh karena itu, terjadi pembantaian penduduk Cina yang
menentang komunisme. Bahkan sekolah dan sekolah kedokteran ditutup, penelitian
medis dihentikan, dan pengurangan anggaran kesehatan.
3. Masa Reformasi Cina Tahun 1980 Awal
Kematian Mao Zedong pada tahun 1976 membawa Cina ke arah modernisasi
di bidang pertanian, ilmupengetahuan, dan teknologi. Begitupun dengan pendidikan
medis dan penelitian medis.
4. Masa Liberalisasi Cina Pertengahan Tahun 1980-sekarang
Meskipun telah terjadi reformasi ke arah pasar bebas yang mengindikasikan
adanya privaritas pada sistem pelayanan sosial dan publik. Namun, sistem kesehatan
nasional Cina masih menggunakan ideologi ekonomi sosialis yaitu pro terhadap
penduduk desa dan harga pelayanan kesehatan yang murah.
 Organisasi Sistem Pelayanan Kesehatan
Setiap provinsi di Cina diberikan otonomi untuk mengelola sistem
kesehatannya sendiri yang difasilitasi oleh pemerintah lokal atau provinsi. Selama
tahun 1970 dan awal tahun 1980, sistem pelayanan kesehatan pada penduduk desa
didasarkan pada sistem pelayanan kesehatan kooperatif yang mana menekankan pada
kebutuhan pelayanan kesehatan dengan biaya yang sangat murah atau tanpa biaya.
Sistem ini juga berlaku pada negara berkembang. Sistem ini terdiri dari 3 level utama :
1. A production brigade health station. Sistem ini berada pada tingkat desa dan
melibatkan penduduk desa sebagai tenaga kesehatannya. Penduduk desa yang
terdiri dari 15.000 hingga 50.000 orang dibagi menjadi beberapa sub kelompok
yang terdiri dari 1000 samapai 3000 berdasarkan kemampuan ekonomi dan setiap
kelompok mempunyai health station. Health station ini terdiri dari tenaga
kesehatan publik, dukun beranak, dan barefoot doctor. Barefoot doctor meupakan
petani yang mendapat pendidikan dan pelatihan medis selama beberapa bulan,
setelah mendapat pendidikan medis, kemudian mereka kembali ke sub
kelompoknya untuk menjadi tenaga kesehatan yang menangani permasalahan
kesehatan seperti mengatasi penyakit ringan, mengadakan imunisasi dan kontrol
terhadap angka kematian, dan mendukung sanitasi.
2. Klinik Kesehatan. Kepemilikan dan pengelolaan klinik kesehatan diselenggarakan
oleh kelompok-kelompok tertentu. Tenaga kesehatan pada klinik kesehatan ini
terdiri dari dokter dan yang bekerja penuh waktu yang menerapkan pengobatan
tradisional Cina dan pengobatan barat. Klinik kesehatan ini ditujukan untuk
menyediakan perawatan dasar dan operasi ringan.
3. Rumah Sakit Negara. Kepemilikan dan pengelolaan rumah sakit negara
diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Tenaga kesehatan pada rumah sakit
negara terdiri dari dokter umum dan dokter spesialis yang bekerja penuh waktu.
Rumah sakit negara yang menerapkan pengobatan medis modern ini menyediakan
pelayanan kesehatan dan fasilitas dengan kualitas yang baik.
Privatisasi ekonomi di Cina pada pertengahan tahun 1980 telah mengubah
sistem pelayanan kesehatan di wilayah desa. Misalnya barefoot doctor digantikan oleh
dokter di pedesaan. Jika dahulu 90% wilayah desa di Cina menerapkan sistem
pelayanan kesehatan kooperatif, kini hanya 10% saja.
Untuk dalam hal sistem pembiayaan kesehatan di desa, kini telah beralih
menjadi sistem pelayanan kesehatan yang membutuhkan biaya. Petani membayar
dokter di desa, biaya berobat tidak lagi ditanggung oleh pemerintah. Sedangkan di
wilayah kota, banyak perusahaan yang menyediakan klinik dan rumah sakit yang
didirikan dari laba perusahaan dan ditunjukkan khusus untuk pekerja perusahaan
tersebut. Sama seperti perusahaan, negara juga mendirikan rumah sakit dengan tujuan
mencari pendapatan dari produksi ekonomi. Namun, rumah sakit tersebut ditujukan
untuk pegawai pemerintah, militer, dan pelajar.
 Reformasi Kesehatan Cina
Pada bualan April 2009, Pusat Partai Komunis Cina dan Dewan Negara Cina
mengumumkan inisiatif reformasi kesehatan yang komprehensif dan juga
mengeluarkan rencana reformasi kesehatan yang baru dengan nama “Rencana
Pelaksanaan Memperdalam Farmasi dan Reformasi Sistem Kesehatan 2009-2011”
yang berisi :
1. Mempercepat perluasan sistem kesehatan dasar
2. Membangun sistem daftar obat esensial (termasuk penghapusan dispensing
pendapatan obat dari pemerintah dan penyedia layanan)
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan primer melalui sistem baru dari lembaga
penyedia pelayanan kesehatan
4. Mempromosikan pemerataan pelayanan kesehatan dasar publik
5. Memfasilitasi program percontohan reformasi di rumah sakit umum
Pemerintah Cina mengeluarkan dana sebesar 850 miliar Yuan atau $124 miliar
untuk mensukseskan reformasi ini yang akan berlangsung selama tiga tahun yaitu
2009 hingga 2011. Menurut Peopledaily.com, tujuan utama dalam reformasi ini
adalah :
1. Memberikan asuransi kesehatan kepada masyarakat di desan dan kota
2. Memajukan akses dan kualitas pelayanan kesehatan kesehatan
3. Mengurangi biaya pelayanan kesehatan
4. Menjadikan pelayanan kesehatan yang adil dan murah
Adanya reformasi ini tentu membawa perubahan yang signifikan terhadap
sistem pelayanan kesehatan di Cina dari sistem terpusat menjadi sistem pasar. Hal
itu dapat ditunjukkan dengan sistem pelayanan kesehatan sebelum tahun 1978 yang
mana masih berdirinya komune-komune yang masing-masing memiliki rumah
sakit atau klinik. Dana pelayanan kesehatan semua ditanggung oleh pemerintah,
sehingga rakyat tidak perlu berpikir untuk membayar penyedia pelayanan
kesehatan atau obat. Di samping itu, juga masih terdapat barefoot doctors yang
ditugaskan ke desa-desa untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
desa.
Akan tetapi, sistem tersebut berubah seiring dengan adanya reformasi
kesehatan di Cina yang mengharuskan rumah sakit dan klinik untuk menyesuaikan
diri dengan cara menarik bayaran dan menjual obat dengan harga yang ditentukan
oleh pihak rumah sakit. Hal ini juga menyebabkan pelayanan kesehatan bertambah
mahak dari tahun ke tahun. Di samping itu, tidak berfungsinya lagi barefoot doctor
memaksa mereka untuk beralih profesi menjadi petani dan buruh. Hal ini
disebabkan karena pendapatan yang lebih besar bila menjadi petani daripada dokter.
 Sistem Asuransi di Cina
Penerapan kebijakan asuransi kesehatan di Cina tak sepenuhnya sempurna,
masih terdapat masalah yaitu belum semua masyarakat Cina dilindungi oleh
asuransi kesehatan. Menurut Christoper Bodeen, penulis Associated Press, saat ini
hanya 30% dari populasi 1,3 milyar jiwa yang dilindungi oleh asuransi kesehatan.
Hal itu tentu tidak sesuai dengan tujuan reformasi kesehatan yang menargetkan
untuk melindungi 90% dari populasi pada akhir tahun 2011.
Asuransi kesehatan pada masa pra-reformasi ekonomi dibedakan antara
masyarakat desa dan kota. Untuk masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan
dibagi menjadi dua, yaitu Asuransi Pemerintah (Government Insurance Scheme)
dan Asuransi Buruh (Labour Insurance Scheme). Asuransi pemerintah ini
ditujukan kepada staf dan pegawai di institusi pemerintahan, sekolah, universitas,
dan institusi riset. Sedangkan asuransi buruh ditujukan kepada pegawai yang
bekerja di pabrik-pabrik milik negara. Sedangkan masyarakat perkotaan sisanya
dilindungi oleh program bantuan oleh pemerintah.
Untuk masyarakat desa disediakan Asuransi Kesehatan Kooperatif
(Cooperative Medical Scheme). Asuransi kesehatan kooperatif ini merupakan
ekonomi kolektif dan program asuransi prabayar. Asuransi ini melindungi sekitar
85% dari masyarakat desa pada tahun 1976.
Setelah tahun 1978, terjadi perubahan dalam asuransi kesehatan ini. Untuk
masyarakat perkotaan, Asuransi Pemerintah dan Asuransi Buruh digantikan dengan
Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance). Asuransi ini melindungi
semua pekerja di kota, baik pemerintah maupun swasta. Tetapi asuransi ini hanya
melindungi setengah dari populasi masyarakat kota, belum termasuk buruh migran
yang jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya. Masyarakat desa tidak lagi
dilindungi oleh Asuransi Kesehatan Kooperatif. Asuransi ini kolaps pada tahun
1994, kurang dari 10% populasi di pedesaan yang masih dilindungi oleh asuransi
tersebut. Jadi masyarakat desa harus membayar sendiri pelayanan kesehatannya.
Akan tetapi pada tahun 2003, diluncurkan program Asuransi Kesehatan
Kooperatif baru (New Cooperative Medical Scheme) untuk menggantikan Asuransi
Kesehatan Kooperatif sebelumnya. Premi asuransi ini dibayar melalui tiga sumber,
yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Individu. Sampai pada tahun 2007,
685 milyar jiwa (79% dari populasi pedesaan) dilindungi oleh Asuransi Kesehatan
Kooperatif Baru.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Perbandingan Sistem Kesehatan Antar Negara. (Online),


(http://xa.yimg.com/kq/groups/22968201/1802961620/name/Perbandingan+Sitem+
Kesehatan+Antar+Negara.pdf), diakses 18 Oktober 2014.
Anonim. 2009. Cina dan Pelayanan Kesehatan. (Online),
(http://masihadalangitdiataslangit.blogspot.com/2009/05/reformasi-pelayanan-
kesehatan-cina.html), diakses 18 Oktober 2014.
Arianto, Kurniawan. 2011. Perubahan Pola Pembiayaan Kesehatan di Indonesia Sejalan
dengan Perubahan Politik yang terjadi. (Online),
(http://arieanto165.blogspot.com/2011/11/perubahan-pola-pembiayaan-kesehatan-
di.html), diakses 18 Oktober 2014.
Azwar, Azrul, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan , Edisi ketiga, Penerbit Binarupa
Aksara, Jakarta.
Febrinia, Azizah. 2013. Sekilas Tentang Reformasi Kesehatan di China. (Online),
(http://azizahfebrinia93.wordpress.com/2013/05/06/ssekilas-tentang-reformasi-
kesehatan-di-china/), diakses 18 Oktober 2014.
Kristanto, Bima Eka dkk. 2013, Sistem Pembiayaan Nasional dan Penyusunan Anggaran
Program Kesehatan. (Online),
(https://www.academia.edu/5837697/Sistem_Pembiayaan_Nasional_dan_Penyusu
nan_Anggaran_Kesehatan), diakses 18 Oktober 2014.
Suparyanto. 2014. Pembiayaan Kesehatan. (Online), (http://dr-
suparyanto.blogspot.com/2014/07/pembiayaan-kesehatan.html), diakses 18
Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai