Anda di halaman 1dari 6

­ Indikator keselamatan lingkungan:

Didalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan dapat dilihat beberapa indikator kesehatan
lingkungan sebagai berikut: 
Penggunaan Air Bersih 
Salah satu kebutuhan penting akan kesehatan lingkungan adalah masalah air bersih. Kebutuhan
akan   air   bersih,   pengelolaan   sampah   yang   setiap   hari   diproduksi   oleh   masyarakat   serta
pembuangan air limbah yang langsung dialirkan pada saluran/sungai. Hal tersebut menyebabkan
pandangkalan   saluran/sungai,   tersumbatnya   saluran/sungai   karena   sampah.   Pada   saat   musim
penghujan selalu terjadi banjir dan menimbulkan penyakit. Masalah air bersih merupakan hal
yang paling fatal bagi kehidupan kita. Dimana setiap hari kita membutuhkan air bersih untuk
minum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya. Dengan air yang bersih tentunya membuat
kita terhindar dari penyakit. Kalau kita tahu, saat ini masalah air bersih merupakan barang yang
langka di negeri tercinta kita ini, apalagi di kota­kota besar seperti Jakarta, air bersih merupakan
barang yang mahal dan sering diperjualbelikan. Tidak seperti halnya beberapa puluh tahun yang
lalu, saat itu air bersih mudah diperoleh dan selalu berlimpah mengalir di setiap sudut tanah
negeri kita ini, karena pada waktu itu belum banyak terjadi polusi air dan udara. Dari rasa dan
warnanya pun saat ini berbeda tidak sealami dulu dikarenakan oleh polusi tersebut. Terdapat
beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi yang kurang baik serta pembuangan sampah
dan air limbah yang kurang baik diantaranya adalah Diare, Demam berdarah, Disentri, Hepatitis
A, Kolera, Tiphus, Cacingan dan Malaria. 

Rumah Sehat 
Bagi   sebagian   besar   masyarakat,   rumah   merupakan   tempat   berkumpul   bagi   semua   anggota
keluarga  dan menghabiskan sebagian besar  waktunya, sehingga  kondisi kesehatan perumahan
dapat   berperan   sebagai   media   penularan   penyakit   diantara   anggota   keluarga   atau   tetangga
sekitarnya. Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek
yang sangat berpengaruh, antara lain: Sirkulasi udara yang baik,   Penerangan yang cukup, Air
bersih terpenuhi, Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran
serta   Bagian­bagian   ruang   seperti   lantai   dan   dinding   tidak   lembab   serta   tidak   terpengaruh
pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor.

Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar 
Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi persediaan air bersih, kepemilikan
jamban  keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga keseluruhan hal tersebut
sangat diperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan.

­ Cara Mengidentifikasi Bahaya Di Lingkungan Kerja:
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a)  Cara mengidentifikasi bahaya di lingkungan kerja yang berasal dari tempat lingkungan kerja
itu sendiri, yang meliputi:
1.   Penyusunan   dan   penyimpanan   barang­barang   yang   berbahaya   yang   kurang   diperhitungkan
keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
4. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
5.Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan    penerangan.
b)      Cara   mengidentifikasi   bahaya   di   lingkungan   kerja   yang   dapat   dilihat   dari   keadaan
karyawannya.Adanya penyakit yang diderita karyawan karena pekerjaannya
∙ Dalam jangka panjang, bahaya – bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan kanker
kelenjar tiroid, hati, paru – paru, otak, ginjal dan lain – lain.

Cara mengevaluasi faktor­faktor bahaya lingkungan
1.      Elimination
 Upaya menghilangkan bahaya dari sumber
2.      Reduction
Pengurangan bahaya yang terjadi
3.      Engeneering control
Bahaya diisolasi
4.      Administrative control  
Penjadwalan kerja untuk mengurangi pemaparan penyakit
5.      Personal protective equipment  
Perlindungan diri dari bahaya.

Faktor­faktor yang mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Faktor Individu
1.      Penggunaan miras dan alkohol dalam bekerja
2.      Trauma insident hidup
3.      Karateristik individu
4.      Merokok
5.      Responsibility ( Tanggung Jawab)
6.      Skill (Keahlian)
7.      Mental Effort (kerja Otak / Mental)
8.      Physical Effort (Kemampuan Fisik)
9.      Work Condition (Kondisi Kerja)
Faktor Organisasi
1.      Seleksi karyawan
2.      Design peralatan
3.      Absensi dan keselamatan
4.      Komitmen managemen keselamatan
5.      Pelatihan keselamatan
6.      Government Rule (Peraturan Pemerintah)
Pencegahan dan perlindungan  terhadap pathogen infeksius

Pekerja dalam pelayanan kesehatan, seperti pekerja tempat lain, mungkin menghadapi
potensi bahaya ki itu dalam pelayanan kesehatan terdapat potensi bahaya khusus yaitu infeksi
patogen yang memerlukan upaya preventif dan perlindungan yang khusus pula. 
Risiko terpajan patogen seperti HIV dan hepatitis B dan C harus diberitahukan secara
komprehensif untuk memastikan bahwa pencegahan dan perlindungan yang sedang berjalan, juga
profilaksis   yang   segera   diberikan   bila   terjadi   pajanan   okupasi   dilaksanakan   dengan   baik.
Perhatian terhadap patogen tular darah tidak menghilangkan atau mengurangi kebutuhan untuk
memperhatikan   risiko   dari   patogen   yang   ditularkan   melalui   saluran   pernafasan,   saluran
pencernaan dan kontak lain. 
Banyak   upaya   yang   dirancang   untuk   mencegah   pajanan   terhadap   HIV   dan   patogen
melalui darah bersifat langsung pada tujuan dan menjadi bagian dari program K3 di tempat kerja.
Penanganan   kejadian   pajanan   HIV   dan   profilaksis   pasca   pajanan,   memerlukan   pengetahuan
tehnis, khususnya kerangka kerja bagi  kepedulian dan dukungan yang solid untuk memenuhi
kebutuhan pekerja yang terinfeksi. Pekerja sek tor kesehatan yang memberi pelayanan terhadap
komunitas pasien dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi, juga mempunyai risiko lebih tinggi
terpajan tuberkulosis. 

Identifikasi potensi bahaya 

Manajemen risiko dimulai dengan identifikasi keadaan, kegiatan dan tugas­tugas dalam tempat
kerja yang mungkin menyebabkan pekerja sektor kesehatan berisiko terpajan HIV dan infeksi
melalui   darah   lainnya   atau   infeksi   oportunistik.   Identifikasi   potensi   bahaya   harus   dilakukan
dengan cara berikut: 

(a) Tanya para pekerja. Suatu prosedur untuk memastikan bahwa pekerja sektor kesehatan dapat
melaporkan   dugaan   potensi   bahaya   tanpa   sanksi   harus   dibangun   dan   diterapkan.   Hal   ini
memerlukan suatu program aktif untuk mendidik pekerja sektor kesehatan tentang pentingnya
pelaporan dan bagaimana dan kapan melapor. 

(b) Analisa laporan kejadian pajanan terhadap darah atau cairan tubuh. Gunakan data ini untuk
menentukan   kecenderungan,   mengidentifikasi   kegiatan­kegiatan   dan   tugas   berisiko   tinggi;
mengevaluasi  pelaporan  dan  prosedur  pendokumentasian;  dan  pemantauan ke­efectifan  tindak
lanjut dan kegiatan koreksi yang telah diambil. 

(c)   Lakukan   survei   terhadap   tata   ruang   tempat   kerja,   cara   kerja   dan   sumber­sumber   pajanan
lainnya. Hal ini harus mencakup semua kemungkinan sumber pajanan terhadap darah dan cairan
tubuh, termasuk kemungkinan risiko terhadap yang ada diluar, tapi berhubungan dengan tempat
kerja; hal ini khususnya penting bagi pekerja yang bertugas dalam pengolahan limbah perawatan
kesehatan. Survei harus mengidentifikasi semua klasifikasi pekerjaan, pengetahuan, sikap dan
cara   kerja   yang   kelihatannya   menempatkan   pekerja   sektor   kesehatan   dalam   risiko.   Semua
kegiatan dimana pekerja sektor kesehatan dapat terpajan terhadap darah atau cairan tubuh harus
didaftar dan disesuaikan dengan klasifikasi pekerjaan. 

3.Bio hazard near dentisrty

Setiap pekerja yang terpajan oleh bahaya potensial (potential hazard) mempunyai risiko untuk
mendapatkan gangguan kesehatannya. Hal ini terjadi karena pajanan yang sama tersebut
mengenai pekerja untuk waktu yang lama selama seharian bahkan sampai berpuluh puluh tahun

Risiko untuk mengalami gangguan kesehatan pada pekrja dapat dicegah atau diminimalisasi bila
dapat diidentifikasi kan potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja selama pekerja itu bekerja
dan kemudian dilakukan pengendalian bahaya potensial tersebut.

Dokter gigi sebagai salah satu profesi yang melakukan pekerjaannya, mempunyai banyak bahaya
potensial di tempat kerjanya termasuk pada saat yang bersangkutan melakukan pekerjaannya.
Hal ini tentu saja bila didiamkan saja akan dapat menimbulkan gangguan pada dokter gigi
tersebut[1].
2. BAHAYAPOTENSIALDOKTERGIGI

Dokter gigi dalam melakukan pekerjaannya mempunyai bahaya potensial yang cukup banyak,
antara lain bahaya potensial fisik seperti vibrasi dari alat bor gigi, gelombang elektro magnetik
dari alat alat gigi yang menggunakan listrik, sinar ultra violet dari alat saat proses menambal gigi,
pencahayaan, bising dari kompresor atau alat bor[1].

Bahaya potensial biologi virus, dan bakteri dari rongga mulut pasiennya dan juga hasil tindakan
yag dilakukan terhadap pasien gigi.Bahaya potensial kimia diadapat dari penggunaan bahan
bahan kimia saat melakukan proses/tindakan,seperti Mercury, Methyl methacrylate,
cyanoacrylate, Glutaraldehyde, ethylene oksida, N2O, Halothane, cairan pembersih dan bahan
lateks sarung tangan[1].

Bahaya potensial ergonomi yang dialami dokter gigi adalah gerakan-gerakan repetitif, posisi
bekerja yang statis(dudukatau berdiri) dan posisipoisis gerakan yang janggal, seperti
menggenggam (power grip), pinch grip, pressing, esktensi tangan, fleksi tangan, rotating, posisi
kepala menunduk,miring, tengadah, posisi punggung bungkuk, miring, twisting, dan lain
sebagainya[1]. Bahaya potensial psikososial yang dialami dokter gigi antara lain hubungan
dengan rekan kerja, stress target kerja.

3. MASALAH KESEHATAN KERJA PADA DOKTER GIGI

Berdasarkan penelitian dari Leggat, Kedjarune dan Smith pada tahun 2007[1] ditemukan dokter
gigi di negara Belgia dan Australia mengalami Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)sebesar
54% dan 64%. Sementara itu kasus terbesar kedua di Belgia adalah gangguan mata(52%) , di
Australia sakit kepala (58%). Kasus dermatoses pada dokter gigi banyak terdapat di Norwegia
(40%) dan Australia (22%).

Selain itu leggat,dkk. menemukan bahwa kasus Nyeri Punggung bawah merupakan kasus
terbanyak yang ditemui pada dokter gigi di Australia dan Arab Saudi, sementara kasus nyeri bahu
terbanyak ditemukan di negara Denmark. Kanada dan Amerika Serikat menemukan kasus
muskuloskeletal terbanyak adalah sindroma terowongan karpal pada dokter gigi.[1]

Bila dilihat dari tabel 2, terlihat lima puluh persen atau lebih penyakit yang diderita oleh
repsonden dokter gigi di negara Denmark, Israel, Australia, Arab Saudi, Amerika Serikat dan
Kanada adalah Nyeri Punggung Bawah.

ERGONOMI ,ERGOS, berasal dari bahasa Yunani, artinya kerja, sedangkan NOMOS yang juga
berasal dari bahasa Yunani artinya hokum atau ukuran[3,4]. Kepentingan dengan ilmu Ergonomi
sudah dikenal sejak abad 19,pada saat itu dilakukan pembatasan waktu kerja pekerja yang
bekerja di tambang/ pabrik.
Hal tersebut merupakan awal berkembangnya Ergonomi di dunia dalam bidang industri,
sehingga ergonomi sering disebut sebagai Human Factor

.DEFINISI Clark & Corlett mengatakan bahwa Ergonomi adalah Ilmu yang mempelajari
kemampuan dan karakteristik manusia yang mempengaruhi rancangan peralatan, sistem kerja
dan pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, K3 dan kesejahteraan pekerja [3,4]
Sementara Wickens mendefinisikan ergonomi adalah ilmu mempelajari faktor-faktor manusia
untuk merancang mesin yang dapat mengakomodasi keterbatasan manusia[3,4]

InternationalLabor Organization (ILO) mengatakan bahwa Ergonomi adalah ilmu yang


mempelajari atau mengukur pekerjaan.[3,4]

Ergonomi adalah ilmu yang multidisiplin, yaitu perpaduan anatara ilmu kesehatan dan ilmu
teknik. Dalam ilmu kesehatan dipelajari antara lain anatomi tubuh manusia, biologi, fisiologi,
antroplogi kesehatan dan psikologi. Sementara dalam ilmu teknik antara lain dipelajari ilmu
teknik mesin, industri, disain dan mekanika. Disiplin ilmu kesehatan/kedokteran memberikan
batasan dan penjelasan tentang kemampuan dan keterbatasan manusia. Dan disiplin ilmu teknik
merancang tugas/pekerjaan, tempat kerja dan sstem kerja. [3,4]

4.2. DASAR PEMIKIRAN & PERMASALAHAN DALAM ERGONOMI

Manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan fisik, beban
kerja fisik & psikologis. Keterbatasan itu terjadi karena ukuran tubuh manusia bervariasi,dan
adanya perbedaan ukuran menurut gender, kelompok usia, ras dan lainnya.
Tanpa penerapan konsep-konsep ergonomi di tempat kerja, ternyata akan meningkatkan risiko
terjadinya kecelakaan- dan penyakit akibat kerja pada pekerja.

IMPLEMENTASI ERGONOMI , Implementasi ergonomi dapat diterapkan pada Lingkungan kerja,


yaitu dengan membuat tempat kerja (workstation) sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan
aktivitas yang dilakukan pekerja. Selain itu dengan membuat atau menggunakan alat kerja yang
sesuai dengan ukuran tubuh pekerja itu, serta sesuai dengan gerakan gerakan yang dilakukannya
dan memberikan rasa nyaman saat menggunakannya. Implementasi lainnya dapat dilakukan
pada produk, hasil dari suatu proses, dimana porduk tersebut ergonomis untuk yang
menggunakannya. Impelentasi ergonomi dapat juga digunakan di lingkungan rumah, dimana
interior dalam rumahdapat dibuat ergonomis, dan menggunakan alat ataupun perabot rumah
yang ergonomis sehinggamembuat rasa nyaman dari penghuni rumah.

FAKTOR RISIKO ERGONOMI

Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko ergonomi [3,4] antara lain: 1. Gerakan Repetitif
2. Penggunaan Kekuatan
3. Stres Mekanik  4. Sikap tubuh statis 5. Awkward position  5. Vibrasi
6. Suhu ekstrem (Dingin atau panas) 7. Stres

SIKAP TUBUH YANG BAIK ,Dalam melakukan pekerjaan dan aktivitas , perlu diperhatikan sikap
tubuh yang baik[3,4], yaitu:

1. Tidak membungkuk
2. Tidak jongkok
3. Tidak memutar tubuh
4. Tinggi tempat kerja antara tinggi pusat dan tinggi siku
5. Tidak meraih obyek/alat kerja melebihi tinggi bahu
6. Letak obyek pada lapang pandang (30 derajat dari masing-masing mata – 60 derajat)
Leggat, Kedjarune, Smith, Occupational Health Problems in Dentistry, 2007
Jamsostek. Data kecelakaan kerja tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai