A. DEFINISI
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
a. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
b. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
c. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang
sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas
mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam
kehamilan.
B. ETIOLOGI
C. MANIFESTASI KINIS
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus
dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah
menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut
reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia,
yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut
mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus
yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas
dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah
proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan
tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan
penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut
dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–
sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut
mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200
sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi
oportunistik.
E. Cara Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena
terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering
berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu
sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus
plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta
selama kehamilan.
Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada
saat itu.
Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui
transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi
dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu,
lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak
selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.
Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting
susu dan infeksi payudara lainnya.
Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan
infeksi.
Status gizi ibu yang buruk
F. FAKTOR RESIKO
Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus
antara konselor dan kliennya untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan
moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan
lingkungannya. Tujuan VCT :
a. Upaya pencegahan HIV/AIDS.
b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan
mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
c. Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan
mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi
antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.
2. Pemerikasaan Laboratorium
a. Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;
Tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik
HIV.
b. Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi.
d. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal
pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
e. Tes Antibodi
1. Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
HIV.
2. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi
HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
3. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
4. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
5. Pendeteksian HIV
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah.
Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi
efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden)
H. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) maka terapinya yaitu :
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV denngan menghambat enzim pembalik
transcriptase.
Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat replikasi virus atau
memutuskan rantai reproduksi virus padan proses nya.obat- obat ini adalah : didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
replikasi HIV.
3. Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu mengubah perilaku
risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara
hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.
4. Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari
stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imunne. Edukasi ini
juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan
ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.
I. PENCEGAHAN
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa
dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut
yaitu:
a. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang
baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah
virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Resiko
penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak
memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi
separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan
bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit
melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan
nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang
memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai
kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui.
Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini
terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila
pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat
diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena
kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena
itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi,
keuangan, dan faktor lain.
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu
yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi
terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifatkelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat
tertekan pada orang yang sangatmuda karena belum berkembangnya kelenjar timus.
Pada lansia, atropikelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.Diabetes
meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yangkronis, keberadaan
penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factorpenunjang saat mengkaji status
imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terap
yang berhubungan dengan
kelainan hospes :
Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein liosing enteropati (peradangan usus)
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan
pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b) Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada
cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,
perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang
i) Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
j) Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
tekanan umum.
k) Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS.
Tanda : Perubahan interaksi
Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masihbersifat
penelitian.Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untu mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantauperkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Serologis
Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.Hasil tes positif, tapi
bukan merupakan diagnosa
Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Tes Lainnya
Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan
bentuk pneumonia lainnya.
Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy
pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV), maka system imun
akan bereaksi dengan memproduksiantibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal
inimenjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidakmemperlihatkan hasil
tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,kemampuan mendeteksi antibody
Human Immunodeficiency Virus(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk
darah danmemudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukankepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISAtidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya
menunjukkan bahwaseseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnyaterdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan memastikan
seropositifitas Human ImmunodeficiencyVirus (HIV)
indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikanseropositifitas.
Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
Analisa Data
DO :
Q: nyeri
R: nyeri di daerah
abdomen kuadran kiri
bawah
S: skala nyeri 8
masyarakat
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tujuan :
Mempertahankan hidrasi
Intervensi Rasional
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan (
muntah dan diare berat )
Tujuan:
Intervensi Rasional
1. Tentukan berat badan umum sebelum 1. Penurunan berat badan dini bukan
pasien didiagnosa HIV ketentuan pasti grafik berat badan dan tinggi
badan normal. Karenanya penentuan berat
l
badan terakhir dalam hubungannya berat
badan dan pra-diagnosa lebih bermanfaat.
5. Tekankan pentingnya
mempertahankan
keseimbangan/pemasukan nutrisi
adekuat.
Tujuan:
– Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit
Intervensi Rasional
Tujuan:
– Pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, 1. Menentukan garis dasar diamana perubahan
turgor, sirkulasi, dan sensasi. lambarkan pada status dapat dibandingkan dan
lesi dan amati perubahan. melakukan intervensi yang tepat.
2. Secara teratur ubah posisi, ganti 2. Mengurangi stress pada titik tekannan,
seprei sesuai kebutuhan. Dorongn meningkatkan aliran darah ke jaringan dan
pemindahan berat badan secara meningkatkan proses kesembuhan.
periodik. Lindungi penonjolan tulang
dengan bantal, bantalan tumit/siku, kulit
domba.
3. Pertahankan seprei bersih, kering, 3. Fiksasi kulit disebabkan oleh kain yang
dan tidak berkerut berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi
dan potensial terhadap infeksi.