Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV / AIDS PADA IBU HAMIL

A. DEFINISI
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
a. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
b. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
c. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang
sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas
mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam
kehamilan.
B. ETIOLOGI

Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;

Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual).


(WHO, 2003)

1. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan


2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat
suntik.
3. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan
kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
4. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV,
berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau
jarum suntik yang terkontaminasi.

C. MANIFESTASI KINIS

Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Manifestasi Klinis Mayor

 Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan


 Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus
 Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan
 TBC
2. Manifestasi Klinis Minor
 Batuk kronis selama lebih dari satu bulan
 Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans
 Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
 Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluru
tubuh
D. PATOFISIOLOGI

HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus
dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah
menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut
reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia,
yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut
mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus
yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas
dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah
proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan
tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan
penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut
dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–
sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut
mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200
sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi
oportunistik.
E. Cara Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena
terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering
berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:

1. Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu
sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus
plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:

 Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta
selama kehamilan.
 Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada
saat itu.
 Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
 Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
 Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui
transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi
dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu,
lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak
selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.

 Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi


lainnya)
 Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan
darah ibu misalnya, episiotomi.
 Anak pertama dalam kelahiran kembar

1. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.


Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang
menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI
tergantung dari:

 Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
 Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting
susu dan infeksi payudara lainnya.
 Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan
infeksi.
 Status gizi ibu yang buruk

F. FAKTOR RESIKO

Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :

 Janin dengan ibu yang terjangkit HIV


 Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
 Pekerja seks komersial
 Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin
G. PEMERIKSAAN

1. VCT (Voluntary Counseling Testing)

VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus
antara konselor dan kliennya untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan
moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan
lingkungannya. Tujuan VCT :
a. Upaya pencegahan HIV/AIDS.
b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan
mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
c. Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan
mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi
antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.

2. Pemerikasaan Laboratorium

a. Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;

Tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik
HIV.

b. Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi.

c. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.

d. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal
pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
e. Tes Antibodi

1. Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
HIV.
2. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi
HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
3. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
4. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
5. Pendeteksian HIV

Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah.
Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi
efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden)
H. PENATALAKSANAAN

Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) maka terapinya yaitu :

A. Pengendalian infeksi oportunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau


sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.

B. Terapi AZT (Azidotimidin)

Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV denngan menghambat enzim pembalik
transcriptase.

C. Terapi antiviral baru

Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat replikasi virus atau
memutuskan rantai reproduksi virus padan proses nya.obat- obat ini adalah : didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.

1. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.

2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
replikasi HIV.

3. Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu mengubah perilaku
risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara
hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.

4. Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari
stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imunne. Edukasi ini
juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan
ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.
I. PENCEGAHAN

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa
dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut
yaitu:

a. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang
baru dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah
virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Resiko
penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak
memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi
separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan
bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit
melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan
nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang
memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai
kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui.
Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.

b. Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini
terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila
pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat
diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena
kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena
itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi,
keuangan, dan faktor lain.

c. Penatalaksanaan selama menyusui

Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu
yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi
terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN

HIV / AIDS PADA IBU HAMIL

1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifatkelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat
tertekan pada orang yang sangatmuda karena belum berkembangnya kelenjar timus.
Pada lansia, atropikelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.Diabetes
meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yangkronis, keberadaan
penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factorpenunjang saat mengkaji status
imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terap
yang berhubungan dengan
kelainan hospes :
 Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
 Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein liosing enteropati (peradangan usus)
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
 Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan
pola tidur.
 Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b) Sirkulasi
 Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada
cedera.
 Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
 Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
 Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
 Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
 Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,
perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
 Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
 Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
 Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
 Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
 Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
 Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
 Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
 Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang
i) Pernafasan
 Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
 Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
j) Keamanan
 Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
 Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
tekanan umum.
k) Seksualitas
 Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
 Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
 Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS.
 Tanda : Perubahan interaksi

Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masihbersifat
penelitian.Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untu mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantauperkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
 Serologis
 Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.Hasil tes positif, tapi
bukan merupakan diagnosa
 Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
 Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
 Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
 T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
 P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
 Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
 Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
 Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

 Neurologis
 EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
 Tes Lainnya
 Sinar X dada
 Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
 Tes Fungsi Pulmonal
 Deteksi awal pneumonia interstisial
 Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan
bentuk pneumonia lainnya.
 Biopsis
 Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
 Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy
pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
 Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV), maka system imun
akan bereaksi dengan memproduksiantibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal
inimenjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidakmemperlihatkan hasil
tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,kemampuan mendeteksi antibody
Human Immunodeficiency Virus(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk
darah danmemudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
 Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukankepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISAtidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya
menunjukkan bahwaseseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnyaterdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
 Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan memastikan
seropositifitas Human ImmunodeficiencyVirus (HIV)
 indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikanseropositifitas.
 Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
Analisa Data

Data Etiologi Problem

DS: biasanya pasien Diare (infeksi virus HIV Kekurangan volume


Buang air besar selama yang menyerang usus ) cairan
berhari-hari, lemas,
pusing

DO: wajah pucat,


matanya cowong, kulit
dan mukosa kering,
tekanan turgor menurun

DS : biasanya pasien Mual. Muntah dan diare Perubahan nutrisi :


mengeluh lemas yang berlebihan kurang dari kebutuhan

DO: pasien terlihat kurus

DS: biasanya pasien Infeksi virus HIV Nyeri


mengeluh nyeri pada
pada usus
bagian perut

DO :

P: nyeri meningkat ketika


beraktifitas

Q: nyeri

R: nyeri di daerah
abdomen kuadran kiri
bawah

S: skala nyeri 8

T: nyeri hilang timbul


S : nyeri pada daerah Diare yang Kerusakan integritas
perianal
berlebihan kulit
O : kulit perianal terlihat
merah dan sedikit lecet

S : biasnya pasien Takut bayi akan Ansietas


mengeluh cemas
tertular virus HIV
O : pasien menangis

S : merasa cemas Persepsi ridak Resiko tinggi isolasi

dan takut dapat diterima social

masyarakat

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat


2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan (
muntah dan diare berat )
3. Nyeri b.d infeksi
4. Kerusakan integritas kulit b.d diare berat
5. Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )
6. Resiko tinggi isolasi sosial b.d persepsi tentang tidak akan diterima dalam masyarakat
1. . INTERVENSI

a) Kekurangan volume cairan b.d diare berat

Tujuan :

Mempertahankan hidrasi

Intervensi Rasional

1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk 1. Indikator dari volume cairan


CVP bila terpasang. Catat hipertensi,
termasuk perubahan postural.
2. Catat peningkatan suhu andurasi
demam. Berikan kompres hangat 1. Meningkatkan kebutuhan

sesuai indikasi. Pertahankan pakaian metabolism dan diaphoresis

tetap kering. Pertahankan kenyamanan yang berlebihan yang

suhu lingkungan dihubungkan dengan demam


dalam meningkatkan
kehilangan cairan
1. Kaji turgor kulit, membran mukosa,
2. Indikator tidak langsung dari
dan rasa haus
status cairan
2. Ukur haluan urine dan berat jenis
3. Peningkatan berat jenis
urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan
urin/penurunan haluaran urin
diare. Catat kehilangan kasat mata
menunjukkan perubahan
perfusi ginjal/volume sirkulasi.
Catatan : pemantauan
keseimbangan sulit karena
kehilangan melalui
gastrointestinal/tak kasat mata

1. Timbang berat badan sesuai indikasi 4. Meskipun kehilangan berat


badan dapat
menunjukkanpenggunaan otot,
fluktuasi tibatiba menunjukkan
status hidrasi. Kehilangan
cairan berkenaan dengan diare
dapat dengan cepat
menyebabkan krisis dan
mengancam hidup.
5. Mempertahankan

1. Pantau pemeriksaan oral dan keseimbangan cairan,

memasukan cairan sedikitnya mengurangi rasa haus, dan

2500ml/hari melembabkan membrane


mukosa
6. Meningkatkan pemasukan.
1. Buat cairan mudah diberikan pada
Cairan tertentu mungkin ter
pasien; gunakan cairan yang mudah
rlalu menimbulkan nyeri untuk
ditoleransi oleh pasien dan yang
dikonsumsi (misal, jeruk asam)
mengandung elektrolit yang
karena lesi pada mulut.
dibutuhkan, mis., Gatorade, air daging
7. Mungkin dapat mengurangi
2. Hilangkan yang potensial
diare.
menyebabkan diare, yakni yang
pedas/makanan berkadar lemak tinggi,
kacang, kubis, susu. Mengatur
kecepatan/konsentrasi yang diberikan
perselang, jika diperlukan.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan (
muntah dan diare berat )

Tujuan:

– mempertahankan massa otot yang adekuat

– mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit

Intervensi Rasional

1. Tentukan berat badan umum sebelum 1. Penurunan berat badan dini bukan
pasien didiagnosa HIV ketentuan pasti grafik berat badan dan tinggi
badan normal. Karenanya penentuan berat
l
badan terakhir dalam hubungannya berat
badan dan pra-diagnosa lebih bermanfaat.

2. Membantu memantau penurunan dan


menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan
perubahan penyakit.
2. Buat ukuran antropometri terbaru.
3. Identifikasi dari faktor-faktor ini dapat
membantu merencanakan kebutuhan
individu. Pasien dengan infeksi HIV
menunjukkan deficit mineral renik zinc,
3. Diskusikan/catat efek-efek samping
magnesium, selenium. Penyalahgunaan
obat-obatan terhadap nutrisi.
alcohol dan obat-obatan dapat mengganggu
asupan adekuat.

4. Umunya obat-obatan yang digunakan


menyebabkan anoreksia dan mual/muntah;
beberapa mempengaruhi produksi SDM
sumsum tulang.

5. Memiliki informasi ini dapat membantu


4. Sediakan informasi ,mengenai nutrisi pasien memahami pentingnya diet seimbang.
dengan kandungan kalori, vitamin, Sebagaian pasien mungkin akan mencoba
protein, dan mineral tinggi. Bantu diet makrobiotik maupun diet jenis lain.
pasien merencanakan cara untuk
mempertahankan/menentukan masukan.

5. Tekankan pentingnya
mempertahankan
keseimbangan/pemasukan nutrisi
adekuat.

3. Nyeri b.d infeksi

Tujuan:
– Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit

Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, 1. Mengindikasikan kebutuhan untuk


intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan intervensi dan juga. Tanda-tanda
waktu. Menandai gejala nonverbal perkembangan/ resolusi komplikasi.
misal gelisah, takikardia, meringitas. Catatan: sakit yang kronis tidak
menimbulkan perubahan autonomic.

2. Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut,


2. Dorong pengungkapan perasaan.
sehingga mengurangi persepsi akan
intensitas rasasakit.

3. Memfokuskan kembali perhatian;


3. Berikan aktivitas hiburan, mis., mungkin dapat meningkatkan kemampuan
membaca, berkunjung, dan menonton untuk menanggulangi.
televisi. 4. Meningkatkan relaksasi/menurunkan

4. Lakukan tindakan paliatif, mis., tegangan otot.


pengubahan posisi, masase, rentang 5. Injeksi ini diketahui sebagai penyebab
gerak pada sendi yang sakit. rasa sakit dan abses steril.

5. Berikan kompres hangat/lembab pada 6. Meningkatkan relaksasi dan perasaan


sisi injeksi pentamidin/IV selama 20 sehat. Dapat menurunkan kebutuhan
menit setelah pemberian. narkotik analgesik (depresan SSP) dimana

6. Instruksikan pasien/dorong untuk telah terjadi proses degenaratif neuro/motor.


menggunakan visualisasi/bimbingan Mungkin tidak berhasil jika muncul
imajinasi, relaksasi progresif, teknik demensia, meskipun minor.
napas dalam. 7. Ulserasi/lesi oral mungkin menyebabkan

7. Berikan perawatan oral. ketidak nyamanan yang sangat.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare berat

Tujuan:
– Pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit

Intervensi Rasional

1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, 1. Menentukan garis dasar diamana perubahan
turgor, sirkulasi, dan sensasi. lambarkan pada status dapat dibandingkan dan
lesi dan amati perubahan. melakukan intervensi yang tepat.

2. Secara teratur ubah posisi, ganti 2. Mengurangi stress pada titik tekannan,
seprei sesuai kebutuhan. Dorongn meningkatkan aliran darah ke jaringan dan
pemindahan berat badan secara meningkatkan proses kesembuhan.
periodik. Lindungi penonjolan tulang
dengan bantal, bantalan tumit/siku, kulit
domba.

3. Pertahankan seprei bersih, kering, 3. Fiksasi kulit disebabkan oleh kain yang
dan tidak berkerut berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi
dan potensial terhadap infeksi.

4. Gunting kuku secara teratur. 4. Kuku yang panjang/kasar meningkatkan


risiko kerusakan dermal.

Anda mungkin juga menyukai