dalam jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat tertentu. Angka prevalensi adalah
jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan kondisi tertentu yang menimpa
sekelompok penduduk tertentu pada titik waktu tertentu (Point prevalen) atau periode waktu
tertentu (Period prevalence), tanpa melihat kapan penyakit itu dimulai dibagi dengan jumlah
penduduk pada titik waktu dan periode waktu tertentu. (Azrul azwar, Pengantar
Epidemiologi)
Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi
pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada dengan kondisi
pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total (Dorland, 2002).
PERIODE PREVALENSI
Adalah jumlah penduduk yang pernah dan masih sedang menderita pada satu jangka waktu
tertentu termasuk penderita baru dan lama pada jangka waktu tersebut.
Point prevalensi =( jumlah penderita lama dan baru/Jumlah penduduk pada saat itu) x 100%
(1/1000‰)
Periode prevalensi = (jumlah penderita lama dan baru/Jumlah penduduk pada periode tsb)
x 100% (1/1000‰)
Perlu tau:
Insidensi : Adalah gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan
pada suatu waktu tertentu di suatu kelompok masyarakat. Angka insidensi (Insiden rate)
adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu yang dilaporkan pada periode waktudan tempat
tertentu dibagi dengan jumlah penduduk dimana penyakit tersebut berjangkit. Biasanya
dinyatakan dalam jumlah kasus per 1000 kasus atau per 100.000 penduduk per tahun.
Pengertian : gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada
suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat.
→ harus ada jumlah penderita baru dan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit
Perlu dilakukan 2 kali penelitian :
- Penelitian tentang jumlah penderita baru
*apakah ss benar penderita baru ?
(kapan mulai sakit, kpn didiagnosa penyakit?)
* siapakah sebenarnya penderita baru ?
- mementingkan jumlah orang (1 orang)
- mementingkan jumlah kasus (2 orang)
- penelitian tentang jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit
* kebal terhadap suatu penyakit → tidak diikutkan
Secara umum, angka insiden terbagi :
insidence rate
attack rate
secondary attack rate
INCIDENCE RATE ( IR )
Adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada jangka waktu tertentu
(umumnya satu tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena
penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan dalam
persen/permil.
Contoh : tahun 2008,200 kasus flu burung dilaporkan di Padang dengan penduduk 200.000.
berapakah angka insiden per 100.000 penduduk kota Padang selama tahun tersebut ?
Jawab :
IR = ( 200/200.000) x 100.000 = 100/100.000 = 1/1000
Jika diketahui bahwa 15 orang dari kasus adalah balita. Pada tahun 2008, jumlah penduduk
balita adalah 98.000 orang. Berapakah angka insiden khusus berdasarkan tumbuh kembang di
kota Padang?
IR = ( 15/98.000) x 100.000 = 15,3/100.000
Catatan : populasi yang mempunyai angka insiden yang lebih tinggi dibandingkan populasi
lain artinya populasi tersebut berpeluang lebih tinggi untuk sakit/ mengalami peristiwa.
JAWAB :
Karena :
- Rasio peyembuhan meningkat
- Rasio kematian meningkat sehingga masa sakit menurun
→ upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit kurang berhasil
Angka insiden menurun, angka prevalen tetap naik
Karena :
- Angka kesembuhan dan kematian menurun
- Lama sakit bertambah
→upaya pencegahan cukup berhasil walaupun penyembuhan penderita kurang berhasil
→ upaya pencegahan > lebih efektif seperti vaksin
Angka insiden dan prevalen menurun
Karena :
- Keberhasilan pencegahan
- Menurunnya faktor resiko
- Angka kematian & kesembuhan tetap
ANGKA INSIDEN DAN PREVALEN
Dipengaruhi oleh :
- Angka kematian, angka penyembuhan, keadaan perawatan, keberhasilan pencegahan,
dll.
Digunakan untuk :
- Menilai tingkat keberhasilan (pencegahan, perawatan, pengobatan, dll)
RASIO DAN PROPORSI
Rasio
- Suatu pernyataan frekuensi kejadian atau peristiwa terhadap peristiwa lainnya
Contoh : jumlah bayi yang diimunisasi dengan yang tidak
Proporsi
- Penyebaran presentase dari peristiwa dalam sekelompok data
Contoh : 60% responden adalah perempuan
Pengukuran epidemiologi : UKURAN-UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI
Rumus:
Proporsi : x / (x+y) x k
Contoh:
Ratio: Ratio adalah perbandingan dua bilangan yang tidak saling tergantung. Ratio
digunakan untuk menyatakan besarnya kejadian
Rumus:
Ratio: (x/y) k
jumlah pria
---------------------- k
jumlah wanita
Pria : Wanita = x : y
Dependency ratio =
Contoh: Jumlah Mahasiswa Stikes = 100, ratio pria : wanita = 2 : 3. Berapa jumlah masing2
mahasiswa?
Rate : Rate adalah perbandingan suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang mempunyai
risiko kejadian tersebut. Rate digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian
tertentu dalam masyarakat
Rumus:
Rate: (x/y) k
X: angka kejadian
Y: populasi berisiko
K: konstanta (angka kelipatan dari 10)
Contoh:
INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu
PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan pada
waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang ditentukan
pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode
Prevalence Rate
ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit
dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun
dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun
SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun
dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun
CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk
menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut
Endemik: Endemik adalah terjadinya suatu masalah kesehatan yang umumnya dikarenakan
penyakit, dengan frekuensi yang tetap pada suatu wilayah tertentu dalam waktu yang lama.
Suatu infeksi penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit
tersebut menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara rata-rata). Bila infeksi tersebut
tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponensial, suatu
infeksi dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state). Suatu infeksi
yang dimulai sebagai suatu epidemi pada akhirnya akan lenyap atau mencapai keadaan tunak
endemik, bergantung pada sejumlah faktor, termasuk virulensi dan cara penularan penyakit
bersangkutan.
Dalam bahasa percakapan, penyakit endemik sering diartikan sebagai suatu penyakit yang
ditemukan pada daerah tertentu. Sebagai contoh, AIDS sering dikatakan "endemik" di Afrika
walaupun kasus AIDS di Afrika masih terus meningkat (sehingga tidak dalam keadaan tunak
endemik). Lebih tepat untuk menyebut kasus AIDS di Afrika sebagai suatu epidemi.
Pandemik : Pandemik adalah terjadinya suatu masalah kesehatan dengan frekuensi yang
meningkat tinggi dalam waktu singkat dan mencakup suatu wilayah yang sangat luas.
Menurut WHO, dikatakan sebagai suatu pandemic jika memenuhi ketiga syarat berikut:
a. Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal yang baru pada populasi
bersangkutan
b. Agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius
c. Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia
Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemik hanya karena
menewaskan banyak orang. Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal sebagai kanker
menimbulkan angka kematian yang tinggi namun tidak digolongkan sebagai pandemi karena
tidak ditularkan.
Wabah : kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka
KLB (Kejadian Luar Biasa): timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.
Definisi
Wabah:
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah
tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah
Kriteria KLB
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk
mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen
PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
a. Menurut Penyebab:
Entero toxin : misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens.
Endotoxin : Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur,
Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.
Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.
Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak wabah, DBD,
Campak, Polio, DPT, Rabies, Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus perut, Meningitis,
Encephalitis, SARS, Anthrax
Deteksi Dini KLB Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya
KLB dengan mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat
terhadap penyakit-penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan dugaan KLB
a. Identifikasi Kasus Berpotensi KLB.
Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan,
diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain disekitar tempat tinggal,
lingkungan sekolah, lingkunganperusahaan atau asrama yang kemudian dapat
disimpulkandugaan adanya KLB. Adanya dugaan KLB pada suatu lokasitertentu
diikuti dengan penyelidikan.
b. Pemantauan Wilayah Setempat Penyakit Berpotensi KLB
Setiap Unit Pelayanan Kesehatan merekam data epidemiologi penderita
penyakit berpotensi KLB menurut desa atau kelurahan. Setiap Unit Pelayanan
Kesehatan menyusun tabel dan grafik pemantauan wilayah setempat KLB. Setiap
Unit Pelayanan Kesehatan melakukan analisis terusmenerus dan sistematis
terhadap perkembangan penyakit yang berpotensi KLB di daerahnya untuk
mengetahui secara diniadanya KLB. Adanya dugaan peningkatan penyakit dan
faktor resiko yangberpotensi KLB diikuti dengan penyelidikan.
c. Penyelidikan Dugaan KLB Penyelidikan dugaan KLB
Hal ini dilakukan dengan cara :
3. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah, maka selain
tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta analisis
berkesinambungan yaitu :
Usaha penemuan kasus tambahan
Ditelusuri kemungkinan adanya kasus yang tidak dikenal dan kasus yang tidak
dilaporkan. Dengan cara mengadakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter
praktek umum setempat dan pelacakan yang itensif adanya gejalaatau yang kontak
dengan penderita.
Analisis data
Melakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai tambahan informasi
yang didapatkan dan laporkan hasil intrepesi data tersebut.
Menegakkan hipotesis
Hasil analisis dari seluruh kegiatan dibuat keputusan yang bersifat hipotesis
tentang keadaan yang diperkirakan. Kesimpulan dari semua fakta yangditemukan
harus sesui dengan apa yang tercantum dalam hipotesis.
Tindak pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan keadaan wabah
yang terjadi. Setiap tindakan pemadaman wadah harus disertai dengan berbagai
tindak lanjut (follow up) sampai keadaan sudah normal kembali. Biasanya
kegiatan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali masa
tunas penyakit yang mewabah.
Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang
dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini
dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa
pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada
yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan
yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi
terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul
dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh
tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan
segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan
bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi
wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih
dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat
diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita
adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara
cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus
dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan
sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal
menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,
tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen
A., 2003)
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd
Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki
oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan
dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin
sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak proporsi
penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran
penyakit menjadi semakin sulit.
Setelah terjadi wabah, jumlah penduduk yang kebal bertambah hingga herd immunity
meningkat hingga penyebaran penyakit berhenti. Setelah beberapa waktu jumlah penduduk
yang kebal menurun demikian pula dengan herd immunity-nya dan wabah penyakit tersebut
datang kembali, demikianlah seterusnya.
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu
terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan
tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat
serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.
a. Identifikasi outbreak
Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak
daripada ekspektasi normaldi di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu,
selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak biasanya
datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks),
keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi
tentangpotensi outbreak bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis
data surveilans, laporankematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau
media lokal (suratkabar dan televisi).Hakikatnya outbreak merupakan deviasi
(penyimpangan) dari keadaan rata-rata insidensi yang konstan dan melebihi
ekspektasi normal Karena itu outbreak ditentukan dengan cara membandingkan
jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu
(minggu, bulan, kuartal, tahun). Besar deviasi yang masih berada dalam
“ekspektasi normal” bersifat arbitrer, tergantung dari tingkat keseriusan dampak
yang diakibatkan bagi kesehatan masyarakat dimasa yang lalu. Sebagai ancar-
ancar kuantitatif, pembuat kebijakan dapat menggunakan mean+3SD sebagai
batas untuk menentukan keadaan outbreak. Batas mean+/- 3SD lazim digunakan
dalam biostatistik untuk menentukan observasi ekstrim yang disebut outlier
(Duffy dan Jacobsen, 2001), jadi suatu kondisi yang sesuai dengan definisi
epidemi/ outbreak. Sumber data kasus untuk menenetukan terjadinya outbreak: (1)
Catatan surveilans dinaskesehatan; (2) Catatan morbiditas dan mortalitas di rumah
sakit; (3) Catatan morbiditas danmortalitas di puskesmas; (4) Catatan praktik
dokter, bidan, perawat; (5) Catatan morbiditas upayakesehatan sekolah (UKS).
b. Investigasi kasus
DEFINISI KASUS Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang
dilaporkan telah didiagnosisdengan benar (valid). Peneliti outbreak
mendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkatkriteria sebagai berikut:
(1) Kriteria klinis (gejala, tanda, onset); (2) Kriteria epidemiologis (karakteris-tik
orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya outbreak); (3) Kriteria
laboratorium (hasilkultur dan waktu pemeriksaan) (Bres, 1986). Definisi kasus
harus valid (benar), baku, dan sebaiknya seragam. Definisi kasus yang bakudan
seragam penting untuk memastikan bahwa setiap kasus didiagnosis dengan cara
yang sama,konsisten, tidak tergantung pada siapa yang mengidentifikasi kasus,
maupun di mana dan kapankasus tersebut terjadi. Definisi kasus yang baku
memungkinkan dilakukannya perbandingan jumlahkasus penyakit yang terjadi di
suatu waktu atau tempat dengan jumlah kasus yang terjadi di waktuatau tempat
lainnya. Sebagai contoh, dengan definsi kasus baku dapat dibandingkan jumlah
kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada Januari 2010 di
Surakarta dengan jumlah kasuspada Februari 2010 di kota itu. Demikian pula
dapat dibandingkan jumlah kasus DBD yang terjadipada Januari 2010 di Surakarta
dengan jumlah kasus pada Januari 2010 di Jakarta. Dengan definisikasus standar,
maka jika ditemukan perbedaan jumlah kasus maka merupakan perbedaan
yangsesungguhnya, bukan karena perbedaan dalam mendiagnosis (CDC, 2010a).
Penggunaan definisikasus seperti yang direkomendasikan Standar Surveilans
WHO memungkinkan pertukaran informasi tentang kejadian penyakit-penyakit
secara internasional. Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang
diduga mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus.
Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan
menjadi: (1) kasus suspek (suspected case, syndromic case), (2) kasus mungkin
(probable case, presumptive case), dan (3) kasus pasti (confirmed case, definite
case)
c. Investigasi kausa
WAWANCARA DENGAN KASUS Intinya, tujuan wawancara dengan kasus
dan nara sumber terkaitkasus adalah untuk menemukan kausa outbreak. Dengan
menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus),
dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan doku-mentasi untuk memperoleh
informasi berikut: (1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jikaada); (2)
Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan); (3) Kemungkinan sumber, paparan, dan
kausa; (4)Faktor-faktor risiko; (5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi
kasus, catat tanggal onset gejalauntuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi
dan kematian akibat penyakit); (6) Pelapor(berguna untuk mencari informasi
tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinisulang perlu
dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan
benar(misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). Informasi tentang
masing-masing kasus yang diwawancara/ ditemui dimasukkan dalam “tabel
outbreak” (line listing). Dalam tabel outbreak, variabel-variabel tentang informasi
kasusdiletakkan pada kolom, sedang urutan kasus diletakkan pada baris. Ikhtisar
informasi tentang kasusyang dicatat dalam tabel outbreak berguna untuk
merumuskan teori/ hipotesis tentang sumber,kausa, dan cara penyebaran penyakit.
d. Melakukan pencegahan dan pengendalian
Bila investigasi kasus dan kausa telah memberikan fakta di pelupuk mata
tentang kausa, sumber, dancara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya
segera dilakukan, tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih formal.
Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan
pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin sulit upaya
pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin sedikit
kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip intervensi untuk menghentikan outbreak
sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber patogen; (2) Memblokade proses
transmisi; (3) Mengeliminasi kerentanan (Greenberg et al., 2005;Aragon et al.,
2007). Sedang eliminasi sumber patogen mencakup: (1) Eliminasi atau inaktivasi
pato-gen; (2) Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction);
(3) Pengurangan kontakantara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi
(karantina kontak, isolasi kasus, dan seba-gainya); (4) Perubahan perilaku
penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak dagingdengan benar,
dan sebagainya); (5) Pengobatan kasus.Blokade proses transmisi mencakup: (1)
Penggunaan peralatan pelindung perseorangan(masker, kacamata, jas, sarung
tangan, respirator); (2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet; (3) Pertukaranudara/ dilusi;
(4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara; (5)
Pengendalianvektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan
nyamuk Aedes aegypti,penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan
sebagainya).Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup: (1)
Vaksinasi; (2) Pengobatan(profilaksis, presumtif); (3) Isolasi orang-orang atau
komunitas tak terpapar (reverse isolation); (4)Penjagaan jarak sosial (meliburkan
sekolah, membatasi kumpulan massa).
e. Melakukan studi analitik (jika perlu)
Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-teki
menyangkut sejumlahkandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari
investigasi kasus dan investigasi kausa kadangbelum memadai untuk
mengungkapkan sumber dan kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi,maka
peneliti perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Desain yang digunakan
lazimnyaadalah studi kasus kontrol atau studi kohor retrospektif. Seperti desain
studi epidemiologi analitiklainnya, studi analitik untuk investigasi outbreak
mencakup: (1) pertanyaan penelitian; (2) signi-fikansi penelitian; (3) desain studi;
(4) subjek; (5) variabel-variabel; (6) pendekatan analisis data; (7)interpretasi dan
kesimpulan.Contoh, 75 orang menghadiri sebuah acara kenduri di sebuah desa.
Terdapat 5 jenismakanan dihidangkan. Esok harinya mulai berjatuhan sejumlah
kasus penyakit, sehingga disimpul-kan terjadi outbreak karena makanan
terkontaminasi (foodborne disease). Makanan mana dari ke 4 jenis tersebut yang
mengandung agen kausal dan merupakan penyebab outbreak? Karena
sebagianbesar kasus telah terjadi, maka peneliti melakukan studi kohor
retrospektif untuk menjawab perta-nyaan tersebut. Data yang dikumpulkan
disajikan dalam
f. Mengkomunikasikan temuan
Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak dikomunikasikan kepada
berbagai pihak pemangkukepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat
rincian yang bervariasi, pihak-pihak yang perludiberitahu tentang hasil
penyelidikan outbreak mencakup pejabat kesehatan masyarakat setempat, pejabat
pembuat kebijakan dan pengambil keputusan kesehatan, petugas fasilitas
pelayanan kesehatan, pemberi informasi peningkatan kasus, keluarga kasus, tokoh
masyarakat, dan media. Penyajian hasil investigasi dilakukan secara lisan maupun
tertulis (laporan awal dan laporan akhir). Pejabat dinas kesehatan yang
berwewenang hendaknya hadir pada penyajian hasil investigasioutbreak. Temuan-
temuan disampaikan dengan bahasa yang jelas, objektif dan ilmiah, dengan
kesimpulan dan rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Peneliti
outbreak memberikan laporan tertulis dengan format yang lazim, terdiri dari: (1)
introduksi, (2) latar belakang, (3) metode, (4) hasil-hasil, (5) pembahasan, (6)
kesimpulan, dan (7)rekomendasi. Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan
dan pengendalian, catatan kinerjasistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum,
dokumen berisi rujukan yang berguna jika terjadisituasi serupa di masa mendatang
g. Mengevaluasi dan meneruskan surveilans
Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan
peneliti outbreak perlumelakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai
kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan.
Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan yang lebih
mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk
surveilans itu sendiri. Investigasi outbreak memungkinkan identifikasi populasi-
populasi yang terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi
agen infeksi, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar kelaziman dalam
program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap kejadian outbreak memberi
kesempatan kepada penyelidik untuk mempelajari kekurangan-kekurangan dalam
investigasi outbreak yang telah dilakukan, dan kelemahan-kelemahan dalam
sistemkesehatan, untuk diperbaiki secara sistematis di masa mendatang, sehingga
dapat mencegah terulangnya outbreak.
Surveilance : suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematik dalam
bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan diseminasi informasi hasil
interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
Surveilans migrasi adalah suatu strategi baru dalam upaya pemberantasan malaria yang
bertujuan mengoperasionalisasikan Kebijaksanaan Departemen Kesehatan Rl dalam
mengurangi insektisida yang selama ini digunakan sebagai alat utama untuk memberantas
malaria, dengan program peningkatan kewaspadaan terhadap timbulnya malaria 21.
Surveilans migrasi merupakan suatu sistem pencatatan, pelaporan dan pemantauan/ evaluasi
terhadap perpindahan penduduk (mobilitas penduduk) baik yang datang maupun pergi ke luar
wilayah, dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Metode atau cara yang dilakukan
dalam survei migrasi adalah dengan penemuan penderita di masyarakat baik yang datang dan
pergi dari daerah endemis malaria terutama yang menunjukkan gejala klinis malaria untuk
diambil sediaan darah jari. Kegiatan ini dilakukan terutama di desa endemis dan reseptif
malaria serta penduduknya banyak melakukan migrasi ke daerah endemis malaria. Kegiatan
surveilans migrasi seharusnya dilaksanakan sepenuhnya oleh petugas kesehatan, pada kondisi
tertentu diperlukan keterlibatan berbagai unsur aparat di semua tingkat administrasi, sampai
pada peran aktif masyarakat.
Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus
dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor penyebab kejadian
kesakitan serta yang berkaitan dengan sehat dan sakit yang kegiatannya meliputi;
pengumpulan, analisis, penafsiran dan penyebaran data dan dianggap sangat berguna untuk
penanggulangan penyakit secara efektif.
Surveilans malaria merupakan suatu sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk lebih
memantapkan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit malaria.
Tujuan:
Untuk memperoleh data informasi tentang penyakit malaria (frekuensi, distribusi, insidens
dll) dan faktor-faktor yang berpengaruh serta dapat dibaca secara cepat dan untuk menjawab
pertanyaan apa, dimana dan kapan, sehingga dapat dilaksanakan tindakan pencegahan/
penanggulangan yang cepat dan terarah.
Kegunaan:
1. Identifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria guna pemastian tindakan
penanggulangan dan pengendalian.
2. Evaluasi pelaksanaan program
3. Membantu penetapan masalah kesehatan prioritas dan sasaran
4. Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut umur, alamat pekerjaan, dll dimana masalah
kesehatan sering terjadi.
Contoh : Untuk membuktikan bahwa merokok merupakan faktor utama penyebab kanker
paru-paru, diambil 2 kelompok orang, kelompok satu terdiri dari orang-orang yang tidak
merokok kemudian diperiksa apakah ada perbedaan penghdap kanker paru-paru antara
kelompok perokok dan kelompok non perokok.
2.3 Epidemiologi Eksperimen
Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen (percobaan) kepada kelompok subjek
kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak dikenakan percobaan).
Contoh : untuk menguji keampuhan suatu vaksin, dapat diambil suatu kelompok anak
kemudian diberikan vaksin tersebut. Sementara itu diambil sekelompok anak pula sebagai
kontrol yang hanya diberikan placebo. Setelah beberapa tahun kemudian dilihat
kemungkinan-kemungkinan timbulnya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut,
kemudian dibandingkan antara kelompok percobaan dan kelompok kontrol.