DEFINISI
Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput
pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis
bakterial sering disertai dengan peradangan parenkim otak atau yang disebut dengan
meningoensefalitis. Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan agen lainnya.
Meningitis bakterial merupakan penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan medik
apabila tidak ditangani dengan baik dan tepat.4
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Etiologi atau penyebab dari meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri, dan
selebihnya disebabkan oleh virus, parasit serta jamur. Dari hasil laporan kasus, bakteri
penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh: Hemophilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis.3
Bakteri patogen < 3 bulan 3 bulan – 18 tahun 18 – 50 tahun > 50 tahun
Sreptococcus grup B +
E. coli +
Listeria + +
monocytogenes
Neisseria meningitidis + +
Streptococcus + + +
pneumoniae
Hemophilus influenzae +
Tabel 1. Bakteri Penyebab Meningitis Bakterial Tersering Menurut Usia.3
Siapa pun bisa terkena meningitis bakterial. Namun ada beberapa kelompok orang yang
berisiko lebih tinggi. Ini termasuk orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
rendah dan mereka yang baru menjalani operasi otak atau sinus paranasalis dengan
pengobatan yang buruk atau infeksi telinga. Hal ini memungkinkan infeksi menyebar lebih
mudah. Berbagai jenis bakteri dapat menyebabkan meningitis bakterial pada bayi, anak-anak,
dewasa muda, dan orang tua.4 Meningitis paling sering menyerang anak-anak usia 1 bulan - 2
tahun. Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu lingkungan, misalnya
perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan orang yang berhubungan dekat.1
PATOGENESIS
Streptococcus pneumoniae dan neisseria meningitides mendahului meningitis dengan
kolonisasi di nasofaring. Bakteri-bakteri ini mampu melewati dinding epitel nasofaring dan
memasuki aliran darah melalui mekanisme endo-eksostitosis atau melakukan invasi langsung
yang merusak dinding sel vascular. Dalam aliran darah bakteri mampu menghindari
fagositosis karena memiliki kapsul polisakarida.6
Melalui aliran darah patogen ini mencapai sel-sel plexus choroid yang ada dalam
ventrikel otak dan mencapai cairan otak. Ketika berada dalam cairan otak (Cerebro spinal
fluid/CSF) bakteri mampu bermultiplikasi dengan cepat karena sel-sel pendukung imunitas
jumlahnya tidak memadai dalam CSF. Bakteri yang mengalami lisis oleh fagositosis akan
menyebabkan reaksi imun karena dinding selnya yang bersifat toksin sehingga terjadi reaksi
inflamasi purulenta. Komponen toksik ini misalnya lippopolisakarida (LPS) dari bakteri
gram negatif dan peptidoglikan dan asam teikhoat dari S. Pneumoniae. Pelepasan komponen
ini diikuti pelepasan sitokin oleh sel microglia, endotel vascular, astrosit, dan monosit.6
Inokulasi bakteri
↓
Kolonisasi dan penetrasi bakteri pada membran mukosa
↓
Invasi bakteri pada sirkulasi
↓
Invasi pada SSP
↓
Multiplikasi di ruang subarachnoid
↓
Peningkatan permeabilitas sawar darah otak
↓
Pengeluaran sitokin dan prostaglandin
↓
Kebocoran protein plasma
↓
Edema serebri dan peningkatan TIK
↓
Gangguan sirkulasi darah otak 6
Peningkatan kadar sitokin juga akan meningkatkan kadar selectin yang menyebabkan
penempelan leukosit ke dinding endotel untuk kemudian melewati dinding endotel menuju
CSF. Leukosit yang bermigrasi ke CSF ini diyakini sebagai komponen imun yang
mengeliminasi patogen dari ruang subarachnoid bukan leukosit yang sebelumnya ada dalam
CSF. Degranulasi netrofil yang semula ditujukan untuk membunuh bakteri menyebabkan
cedera sel, edema sitotoksik, dan kematian sel.6
Pada awal fase meningitis terjadi peningkatan aliran darah ke otak namun demikian
semakin lama pasokan darah ke otak semakin berkurang. Penurunan pasokan darah ini
diduga disebabkan oleh vasokonstriksi arteri-arteri besar akibat sensitisasi oleh berbagai
eksudat dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil. Vaskulitis dapat menyebabkan iskemia
dan infark jaringan otak. Selain itu berbagai gangguan vaskular juga bisa terjadi seperti
trombosis yang menyebabkan obstruksi dan trombophlebitis pada vena-vena otak. Berbagai
patologi pada otak yang terjadi bersamaan inilah yang menyebabkan mortalitas meningitis.6
GEJALA KLINIS
Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum tanda dan
gejalanya hampir sama. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah akibat iritasi pada
meningen. Secara umum gejala meningitis pada pasien dewasa adalah sakit kepala, demam,
mual, muntah, photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi meningen seperti; kaku
kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski positif, perubahan tingkat
kesadaran, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, disfungsi saraf kranial, dan penurunan
status mental. Salah satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini merupakan
prognosis yang buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien meningitis bakterial.5
Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah terjadi
hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi motorik masih
dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau thrombus pada suplai vaskular ke area
serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen fungsi serebral, jika terjadi perubahan
patologi, maka dapat terjadi hemiparesis, demensia, dan paralisis.5
Akut, fulminan, dengan tanda-tanda khas “trias klasik” (3 tanda klasik) yang berupa:
demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda kaku kuduk biasanya sulit
ditemukan pada keadaan tertentu seperti pada orang tua, neutropenia, gangguan imunologi
serta pada neonatus.1
Selain tiga tanda diatas mual, muntah, kejang, fotofobia dan pada bayi sering ditemukan
bulging (benjolan) pada fontanela bayi atau neonatus. Apabila ditemukan dalam keadaan
koma, prognosinya akan buruk, dimana hal ini ditemukan pada 5-10 % kasus yang ada.1
Kecurigaan terhadap adanya meningitis akut bakterial sangat tergantung pada awal
diketahuinya sindrom meningitis. Dalam sebuah penelitian di Belanda pasien orang dewasa
dengan community-acquired meningitis bakterial, maka sensitivitas dari triad klasik : Kaku
kuduk, demam, dan perubahan status mental menjadi rendah, tapi hampir semua pasien
dengan meningitis akut bakterial memiliki setidaknya dua dari empat gejala sakit kepala,
demam, kaku kuduk dan perubahan status mental. Pada anak-anak, lekas marah, menolak
makan, muntah dan kejang sering merupakan sebagai gejala awal. Tingkat kesadaran pada
meningitis akut bakterial adalah variabel dan dapat berkisar dari mengantuk, kebingungan,
pingsan sampai koma.2
DIAGNOSIS
Anamnesis
Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis : demam, nyeri kepala hebat, dan
kaku kuduk. Gejala lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau umum, dan
gangguan kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus, atau
katup jantung. Pada bayi dan neonatus, gejala bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas,
letargi, muntah, dan kejang. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi maternal, kelahiran
prematur, persalinan lama, ketuban pecah dini.3
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan serebrospinalis (CSS)
Keruh atau purulen
Protein
Leukosit (1000-5000 sel/mm3)
Predominasi neutrofil (80-95%)
Glukosa ↓ (< 40 mg/dL)
Rasio glukosa CSS : serum ≤0,4 (sensitivitas 80%, spesifisitas 98% untuk diagnosis
meningitis bakterial pada pasien berusia > 2 bulan)
- Pewarnaan gram cairan serebrospinalis Cepat, murah, hasilnya bergantung pada
bakteri penyebab Sensitivitas 60-90%, spesifisitas ≥ 97%
- Kultur cairan serebrospinalis
Identifikasi kuman
Butuh waktu lama (48 jam)
- PCR Sensitivitas 100%, spesifisitas 98,2%
Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tidak dipengaruhi terapi antimikroba yang
telah diberikan
- Kultur darah
Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organisme penyebab. 3
Pencitraan
- CT scan kepala
Pada permulaan penyakit, CT scan tampak normal
Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel yang mengecil, disertai edema otak, atau
ventrikel yang membesar akibat obstruksi cairan serebrospinalis
Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat vaskulitis
Indikasi CT scan sebelum LP : adanya defisit neurologis fokal, kejang pertama kali,
edema papil, penurunan kesadaran dan penekanan status imun
- MRI kepala
Lebih baik dibandingkan CT scan dalam menunjukkan daerah edema dan iskemik di
otak Penambahan kontras gadolinium menunjukkan “diffuse meningeal enhancement”.3
Pemeriksaan CSS pada pasien dengan meningitis bakteri akut menunjukkan gambaran
pleiositosis neutrophilic (biasanya ratusan hingga beberapa ribu, dengan> 80% PMN sel).
Dalam beberapa kasus meningitis L -monocytogenes (25-30%), dominasi lymphocytic
mungkin terjadi. CSF jumlah WBC yang rendah (<20 sel / uL) menandakan adanya jumlah
bakteri yang tinggi dan prognosis yang buruk. Adapun gambaran CSF pada kasus meningitis
bakterial adalah sebagai berikut : Opening pressure 200-300, dengan WBC count 100-
5000/uL (>80% terdiri dari sel-sel PMN), kadar glukosa <40mg/dL, kadar protein
>100mg/dL, ditemukan patogen spesifik 60% pada pewarnaan Gram dan 80% dari hasil
kultur. Opening pressure (kisaran antara 80-200 mm H2O) mungkin meningkat,
menunjukkan beberapa bentuk peningkatan ICP dari edema serebral.3
DIAGNOSIS BANDING
Diferensial diagnosis meningitis bakteri akut ialah penyakit infektif lainnya seperti
meningitis dan meningoencephalitis (virus, TBC, jamur, leptospiral dan amuba primer),
ensefalitis viral, abses otak abses epidural spinal (daerah servikal), infeksi parameningeal
(osteomyelitis kranial, empiema subdural), aseptic meningitis (SLE misalnya, Behcet's,
sarkoidosis), chemical meningitis (misalnya setelah terapi human IVIg, perdarahan
subaraknoid).6
PENATALAKSANAAN
Pengobatan antibiotik pertama kali yang direkomendasikan pada kasus meningitis akut
bakterial adalah melalui jalur parenteral. Terapi antibiotik empiris pada kasus dugaan
meningitis akut bakterial adalah Ceftriaxone 2 g 12-24 jam atau Cefotaxime 2 g 6-8 jam.
Sebagai terapi alternatif dapat diberikan Meropenem 2 g 8 jam atau Kloramfenikol 1 g 6 jam.
Jika dicurigai penisilin atau sefalosporin-resistant pneumococcus bisa digunakan Ceftriaxone
atau Cefotaxime ditambah Vancomycin 60 mg/kg/24 per jam (disesuaikan dengan kreatinin
clearance) setelah loading dosis 15 mg / kg. Ampisilin / Amoksisilin 2 g 4 jam jika curiga
Listeria.2
Menigococcal meningitis :
- Benzil Penisilin atau Ceftriaxone atau Cefotaxime.
Alternatif terapi :
- Meropenem atau Kloramfenikol atau moksifloksasin.2
Listerial meningitis :
- Ampisilin atau Amoksisilin 2 g 4 jam ± Gentamisin 1-2 mg 8 jam selama 7 pertama -
10 hari.
Alternatif terapi :
- Trimetoprim-sulfametoksazol 10-20 mg / kg 6-12 jam atau Meropenem.2
Stafilokokus spesies :
- Flukloksasilin 2 g 4 jam atau Vankomisin jika alergi penisilin. Rifampisin juga harus
dipertimbangkan dan Linezolid untuk methicillin-resisten staphylococcal meningitis.
- Gram-negatif Enterobacteriaceae : Ceftriaxone atau Cefotaxime atau Meropenem.2
Pseudomonal meningitis :
- Meropenem ± Gentamisin.2
Monitoring pengobatan
Secara umum, jika kondisi klinis tidak membaik dalam 48 jam setelah dimulai
antibiotik yang tepat dan sesuai (dan ada indikasi penggunaan deksametason), pertimbangkan
hal-hal berikut ini :
- peningkatan tekanan intrakranial dari edema serebral atau
hidrosefalus obstruktif
- komplikasi vaskular (arteritis atau vena sinus trombosis)
- antibiotik yang tidak tepat
- penetrasi antibiotik kurang kuat (vankomisin misalnya jika pasien juga diterapi dengan
dexamethasone)
- salah diagnosis
- epilepsi kejang (misalnya status non-kejang)
- komplikasi metabolik (mis. SIADH) Persistensi sumber infeksi primer (pneumonia
misalnya, bakteri endokarditis, mastoiditis atau otitis).2
Terapi adjunctive dan simptomatik lainnya : sirkulasi shock sebagai bagian dari sepsis berat
atau dalam meningococcemia harus ditangani di neuro ICU. Pengobatan harus terdiri dari
posisi head up 30º, head midline, suction minimal, deep sedation, normo atau moderate
hipotermia, dan menghindari hypercapnia. Kepala elevasi dan agen hiperosmolar
direkomendasikan untuk pengelolaan edema serebral, tetapi belum pernah dievaluasi secara
sistematis dalam konteks bakteri meningitis. Sebagai agen hiperosmolar manitol 20% dapat
diberikan intravena baik sebagai injeksi bolus 1 g / kg selama 10-15 menit, diulangi pada
interval 4-6 jam, atau dalam dosis kecil tapi sering (0,25 mg / kg setiap 2-3jam), untuk
mempertahankan target osmolalitas serum 315 - 320 mOsm / l.2
Kejang sering terjadi pada meningitis akut bakterial dan yang terkait dengan
peradangan berat, lesi struktural otak dan pneumococcal meningitis, dapat meningkatkan
angka kematian dan harus diobati dengan parenteral anticonvulsant, seperti fenitoin
(fosphenytoin).2
Antikoagulasi profilaksis untuk mencegah trombosis vena dalam dapat
dipertimbangkan pada pasien yang tidak memiliki coagulaopathy dan dianggap berada pada
risiko tinggi terjadi deep vein thrombosis (misalnya kegemukan dan baru menjalani operasi
pada regio hip). Heparin dianggap menguntungkan dalam studi retrospektif, pasien dengan
septik dan trombosis sinus kavernosus, namun pengalaman dengan terapi antikoagulasi untuk
trombosis sinus vena pada kasus meningitis akut bakterial terbatas dan yang terbaik
disediakan untuk pasien yang status neurologisnya memburuk karena trombosis vena sinus
dan membutuhkan pemantauan ketat profil koagulasi dan pencitraan otak.2
KOMPLIKASI
Kematian pada meningitis bakteri dapat terjadi dalam 48 jam pertama dan kadang-
kadang bahkan sebelum diagnosis dapat diduga. Dalam review data otopsi, dicatat bahwa
kematian karena N. meningitidis sering terjadi dalam waktu 12-24 jam dari gejala pertama.
Gejala sisa neurologis mungkin terjadi pada 20- 40% pasien. Komplikasi audiologi telah
dilaporkan pada lebih dari sepertiga anak-anak dengan bakteri meningitis, terutama karena H.
influenzae. Disfungsi kognitif, perubahan perilaku, kejang dan penurunan motorik adalah
komplikasi umum meningitis baik pada orang dewasa dan pada anak-anak. Beberapa pasien
telah mengalami komplikasi berupa penurunan visual permanen, yang disebabkan oleh atrofi
optik dari arachnoiditis opticochiasmatic, hidrosefalus yang persisten atau sebagai akibat dari
kebutaan kortikal yang melibatkan infark arteri lobus oksipital. Kisaran defisit motorik pasca-
meningitis bisa sesisi atau bilateral hemiparesis, kelemahan gerakan mata, paraparesis, dan
kejang dengan sensori loss sesuai dengan kerusakan saraf tulang belakang.2
Keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan mental yang tertunda merupakan
komplikasi meningitis bakteri yang terjadi pada anak-anak. Kisaran komplikasi pada
pneumokokus meningitis sangat parah. Austria sydrome adalah kondisi parah pneumokokus
invasif yang ditandai dengan meningitis, endokarditis dan pneumonia yang membawa tingkat
kematian yang tinggi. Sebuah studi baru-baru ini pada orang dewasa telah menarik perhatian
untuk masalah seperti myelitis dan pendarahan subaraknoid dan insiden lesi serebrovaskular
lebih tinggi (22% arteri dan 9% vena stroke)]. Kelelahan kronis, depresi dan gangguan tidur
secara signifikan lebih tinggi di antara yang selamat dari meningitis dan yang lebih kecil
proporsi pasien yang disertai dengan epilepsi di tahun-tahun kemudian.2
Daftar Pustaka