Anda di halaman 1dari 76

BAB I

ISI

1.1 Skenario

Cephalgia

Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan


cephalgia yang dirasakan sampai region oksipital sejak 1 bulan yang lalu.
Cephalgia hampir terjadi setiap hari, hilang timbul, disertai mual tanpa muntah.
Keluhan sering muncul apabila pasien mengalami insomnia. Keluhan berkurang
bila pasien beristirahat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan composmentis,
tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 90 kali per menit, frekuensi napas 18
kali per menit, dan temperature 36,2o C. pemeriksaa neurologi tidak ditemukan
deficit neurologis. Dokter memberikan obat dan edukasi kepada pasien.

1
STEP I

1. Cephalgia
Nyeri, rasa tidak nyaman pada daerah kepala.
2. Oksipital
Daerah bagian belakang kepala.
3. Defisit neurologis
Gangguan saraf.
4. Composmentis
Keadaan normal, sadar sepenuhnya.

STEP II

1. Mengapa pasien mengalami sakit kepala? (tipe-tipe cephalgia).


2. Bagaimana patomekanisme cephalgia?
3. Bagaimana hubungan keluhan pasien cephalgia dengan insomnia?
4. Bagaimana penegakkan diagnosis? (pemeriksaan).
5. Bagaimana penatalaksanaan cephalgia?

STEP III

1. Berikut penyebab pasien mengalami sakit kepala (tipe-tipe cephalgia).


a. Stimulus kimia ; Substansi yang berkaitan dengan sel mast.
b. Sel Mast.
c. Perubahan otot perikranial.
d. Ganguan vascular,stress,perubahan hormone.
e. Rangsangan nyeri,kontraksi otot,pola hidup.
f. Ada hunbungannya dengan insomnia.
g. Tipe : Arteritis temporalis, Tenison, Cluster, Migraine, Neurologi, dan
Sinus.
h. HIS => Primer dan sekunder.
2. Berikut patomekanisme cephalgia.
a. Saraf perifer > Kornu dorsalis > Talamus > Nyeri.
3. Berikut hubungan keluhan pasien cephalgia dengan insomnia

2
a. Psikoneurosis.
4. Berikut penegakkan diagnosis (pemeriksaan).
a. Anamesis, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik Carian CSF.
b. Palpasi.
c. Anatomi pemeriksaan fisik : ekstrakranial, fossa, mata, hidung, mulut,
telinga.
5. Berikut penatalaksanaan cephalgia.
a. Farmako ; tergantung gejala klinis atau penyebab :
As. Mefenamat 500 mg 3 dd 1,
Paracetamol, kemoprofilaksis,
Terapi spesifik dan non spesifik,
Ibuprofen 400mg 3 dd 1.
b. Non farmako ; pisang (V B12,B1,B2 ).

STEP IV

1. Berikut penyebab pasien mengalami sakit kepala (tipe-tipe cephalgia).


a. N. 5,7,9,10 => Rangsang nyeri bentuk pusing beda.
b. Tipe ;
i. Tension : Gangguan neurotransmiter di otak.
ii. Cluster : Semakin berat,rasa tidak nyaman genetika.
iii. Sinus : Menjalar ke kepala melalui sinus.
iv. Kesalahan pengobatan.
v. Migraine : berjalan berjam-jam atau berhari-hari.
vi. Dengan aura : cahaya tajam timbul lebih dari 4 menit.
vii. Tanpa aura : 4-70 bagian unilateral berdenyut berat oleh
aktivasi fisik ada mual dan muntah.
viii. Kista dentigenusis : proses pengantian gigi yang belum tanggal.
ix. Trigeminal tajam.
x. Gangguan intracranial vascular depresi.
xi. Migraine non vaskular berdenyut-denyut.
xii. Skunder sinus infeksi meningens.

3
xiii. DB – Chephalgia kronik – setiap hari dalam beberapa bulan
struktur anatomi,inflamasi ,perubahan perubahan tahanan
intrakranial.
c. Penyebab ;
i. Gizi makanan
ii. Infeksi
iii. Perorgan
iv. Trauma
v. Autoimun
vi. Metbolisme
vii. Neoplasma
viii. Psikologis
d. Berikut tabel 1.1 Klasifikasi cephalgia

4
3. Berikut hubungan keluhan pasien cephalgia dengan insomnia.
a. Berikut gambar 1.1 Patofisiologi cephalgia dan hubungannya dengan
insomnia.

Proyeksi Uni atau Bilateral


b. Penyebab ; vaskularisasi, sindrome migrane, childhood period, migrane,
retroe, non aura, aura, chronic syndrome periodic,dalam HIS 2013, migran
dengan aura, dan migraine tanpa aura.

5
c. Migrain ; Hemiplagic migrane, Sporadic migrane, Chronic migran,
Complication migran, Familial, Probable migarane, Complication
migrane, Probable migrane, Episodic migrane.

4. Berikut penegakkan diagnosis (pemeriksaan).


a. Pemeriksaan motorik dan sensorik ;
i. Fisiologis, Patologis.
ii. Lokalis.
iii. MRI.
iv. Scaddle.
v. Status mental.
vi. Gaya berjalan,ttv,neurologis.
vii. Pemeriksaan penunjang.
viii. EED.
ix. CT scan.
x. Gangguan intracranial
b. Anamesis ; onset penyakit (biasanya lebih dari 14 hari dengan gejala
perikardi).
a. Kapan, step by step untuk menggunakan pemeriksaan penunjang.
b. Pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis.
5. Berikut penatalaksanaan cephalgia.
a. Non Farmako (Pola hidup)
i. Mengatur waktu tidur.
ii. Pola makan.
iii. Tidak minum alkohol.
iv. Beristirahat yg cukup.
b. Farmako ;
i. Paracetamol.
ii. 4/6 jam aspirin.
iii. Naproxen.

6
iv. 5H5.
v. Sumaptriptan.
vi. L-glutamat.
vii. Motoprol.
viii. Propranolol.
ix. Nolol.
x. Ketoprofen.
xi. Diclofenat.
xii. Terapi - O2

MIND MAP

Tipe-tipe

Etiologi

Patofisiologi

Cephalgia Penatalaksanaan
DB
Penegakkan
diagnosis
PP

Intra
Anatomi
Ekstra

STEP V

1. Tipe cephalgia menurut HIS (2013).


2. Anatomi ekstrakranial dan intrakranial dihubungkan dengan patomekanisme.
STEP VI

Belajar Mandiri.

STEP VII

7
1. Berikut tipe cephalgia menurut HIS (2013).
Sakit kepala sangat beragam dan banyak jenisnya. Oleh karena itu
organisasi Sakit KepalaInternasional atau International Headache Society
(IHS) mengelompokkan sakit kepala menjadi
beberapa kategori baku. Klasifikasi dari sakit kepala ini adalah patokan dasar
bagi dokter dan para tenaga kesehatan untuk menganalisa dan membuat
diagnosis dari sakit kepala yang diderita oleh pasiennya. Oleh IHS, sakit
kepala dikelompokkan menjadi 3 kategori umum, yaitu Sakit
kepalaPrimer (Primary Headaches), Sakit kepala Sekunder (Secondary
Headaches), dan Sakit Kepala Neuralgis kranial tengah beserta nyeri wajah
primer lainnya (Cranial Neuralgias Central and Primary Facial Pain and
Other Headaches).
Pada kriteria diagnostik untuk sakit kepala sekunder, sakit kepala terjadi
dalam hubungan temporal yang dekat dengan gangguan lain dan / atau ada
bukti lain dari hubungan kausal. Sakit kepala biasanya akan mereda atau
sembuh dalam waktu 3 bulan setelah pengobatan atau remisi spontan terhadap
penyebab gangguan berhasil.(8)
Dengan mengetahui detail sakit kepala, maka Anda dapat memperoleh
informasi diagnosis yang lebih rinci. Berikut tabel 1.2 Klasifikasi sakit kepala
menurut International Headache Society (IHS). (8)

Klasifikasi Klasifikasi Klasifikasi

(tingkat 1) (tingkat 2) (tingkat 3)

Primer Migrain Migrain tanpa aura, dengan aura,


Sindrom migraine Childhood
periodik, migrain retina, komplikasi
migraine.

Sakit kepala karena sakit kepala karena tegang, sakit


ketegangan kepala tipe tegang episodik,  nyeri

8
kronis.

Sakit kepala cluster dan sakit kepala Cluster, hemicrania


cephalalgias otonom paroksismal, Serangan unilateral
trigeminal lainnya neuralgi dengan injeksi dan merobek
konjungtiva (SUNCT).

Sakit kepala primer Sakit kepala tertusuk, sakit kepala


lainnya akibat batuk, sakit kepala exertional
primer, sakit kepala primer
berhubungan dengan aktivitas
seksual, sakit kepala hypnic, continua
hemicranias, sakit kepala harian-
persistent (NDPH).

Sekunder Sakit kepala yang sakit kepala akut pasca-trauma, sakit


disebabkan trauma kepala kronis pasca-trauma, sakit
kepala dan / atau leher kepala akut disebabkan cedera
whiplash, sakit kepala kronis
dikaitkan dengan cedera whiplash,
Sakit kepala disebabkan hematoma
intrakranial traumatik, sakit kepala
disebabkan trauma lainnya, sakit
kepala Post-kraniotomi.

Sakit kepala disebabkan Sakit kepala disebabkan stroke


gangguan pembuluh iskemik atau transient ischemic
darah kranial atau serviks attack, sakit kepala disebabkan
perdarahan intrakranial non-
traumatik, sakit kepala disebabkan

9
malformasi vaskular unruptured,
sakit kepala disebabkan arteritis,
nyeri karotis atau arteri vertebralis,
sakit kepala disebabkan trombosis
vena serebral, sakit kepala
disebabkan gangguan pembuluh
darah intrakranial lainnya.

Sakit kepala disebabkan Sakit kepala disebabkan tekanan


gangguan intrakranial cairan serebrospinal tinggi, sakit
non-vaskular kepala disebabkan tekanan cairan
serebrospinal yang rendah, sakit
kepala disebabkan penyakit radang
non infeksi, sakit kepala disebabkan
neoplasma intracranial, sakit kepala
disebabkan injeksi intratekal, sakit
kepala disebabkan kejang epilepsy,
sakit kepala disebabkan Chiari
malformasi tipe I , sindrom sakit
kepala sementara dan Defisit
neurologis dengan Limfositosis
cairan serebrospinal (Handl), sakit
kepala disebabkan gangguan
intrakranial non-vaskular lainnya.

Sakit kepala disebabkan Sakit kepala akut yang disebabkan


oleh beban atau tarikan oleh penggunaan atau paparan
narkoba, sakit kepala akibat Obat-
berlebihan, sakit kepala sebagai efek

10
samping dikaitkan dengan obat
kronis, sakit kepala disebabkan oleh
zat lain.

Sakit kepala disebabkan Sakit kepala disebabkan infeksi


infeksi intracranial, sakit kepala disebabkan
infeksi sistemik, sakit kepala
disebabkan HIV / AIDS, sakit kepala
pasca-infeksi.

Sakit kepala disebabkan Sakit kepala disebabkan hipoksia dan


gangguan homoeostasis / atau hiperkapnia, sakit kepala akibat
dialysis, sakit kepala disebabkan
arteri hipertensi, sakit kepala
disebabkan hipotiroidisme, sakit
kepala disebabkan puasa , cephalalgia
jantung, sakit kepala disebabkan
gangguan homoeostasis lain.

Sakit kepala atau nyeri Sakit kepala disebabkan gangguan


wajah dikaitkan dengan tulang tengkorak, sakit kepala
gangguan tempurung disebabkan gangguan leher, sakit
kepala, leher, mata, kepala disebabkan gangguan mata,
telinga, hidung, sinus, sakit kepala disebabkan gangguan
gigi, mulut atau struktur telinga, sakit kepala disebabkan
wajah atau kranial rinosinusitis, sakit kepala disebabkan
lainnya gangguan gigi, rahang atau terkait
struktur, sakit kepala atau nyeri
wajah dikaitkan dengan gangguan

11
sendi temporomandibular (TMJ).

Sakit kepala disebabkan Sakit kepala disebabkan gangguan


gangguan kejiwaan somatisasi, sakit kepala disebabkan
gangguan psikotik.

Sakit Kepala neuralgia kranial dan Neuralgia trigeminal, neuralgia


Neuralgis kranial penyebab utama nyeri glossopharyngeal, Intermedius nervus
tengah beserta wajah neuralgia, neuralgia laring,
nyeri wajah Neuralgia Nasociliary, Neuralgia
primer lainnya supraorbital,
neuralgia cabang terminal lain,
Oksipital neuralgia,  Sakit kepala
kompresi eksternal, Nyeri konstan
akibat kompresi, iritasi atau distorsi
dari saraf kranial atau akar serviks
dengan lesi struktural, Neuritis optic,
Neuropati diabetes ocular, nyeri
wajah dikaitkan dengan herpes
zoster, Sindrom Tolosa-Hunt, 
Oftalmoplegia migraine, Neuralgia
kranial lain.

sakit kepala lainnya, Sakit kepala tidak terklasifikasi, sakit


neuralgia tengkorak, kepala yang tidak ditentukan
pusat atau nyeri wajah
utama.

Gangguan Sakit Kepala Primer lainnya, yaitu(8);


1) Sakit kepala primer karena batuk.

12
Sakit kepala disebabkan oleh batuk atau valsalva lainnya (tegang)
manuver, tapi tidak dengan latihan fisik yang berkepanjangan, dengan
tidak adanya gangguan intrakranial.
2) Sakit kepala primer karena aktivitas fisik atau olahraga.
Sakit kepala disebabkan oleh segala bentuk latihan dan tidak
adanya gangguan intrakranial.
3) Sakit kepala primer yang berhubungan dengan aktivitas seksual.
Sakit kepala diendapkan oleh aktivitas seksual, biasanya dimulai
sebagai rasa sakit bilateral sebagai hasrat seksual meningkat dan tiba-
tiba menjadi intens pada saat orgasme, dengan tidak adanya gangguan
intrakranial.
4) Sakit kepala primer karena petir.
Sakit kepala intensitas tinggi onset secara mendadak, mirip seperti
aneurisma serebral yang pecah, dengan tidak adanya setiap patologi
intrakranial.
5) Sakit kepala karena adanya stimulus dingin.
Sakit kepala ini adalah hasil pendinginan bagian eksternal pada
kepala, seperti terjadi saat terpapar dalam keadaan sangat dingin cuaca,
menyelam ke air dingin atau menerima cryotherapy. Beberapa pasien
mengalami serangan yang hebat, tahan lama, sakit kepala menusuk di
tengah-tengah, meski sakitnya bisa unilateral dan temporal, frontal atau
retro-orbital.
6) Sakit kepala karena adanya tekanan eksternal.
Sakit kepala tekanan eksternal adalah sakit kepala primer gangguan
karena kompresi dan traksi juga halus untuk menyebabkan kerusakan
pada kulit kepala; dengan kata lain, mereka adalah rangsangan fisiologis.
7) Sakit kepala primer karena tertusuk atau terluka.
Tusukan dan terlokalisasi di kepala itu terjadi secara spontan tanpa
adanya penyakit organik struktur dasar atau saraf kranial.
8) Sakit kepala nummular

13
Daerah yang menyakitkan dapat berlokalisasi di bagian manapun
dari kulit kepala, tapi biasanya di daerah parietal. Jarang, sakit kepala
numular bersifat bi- atau multifokal, masing-masing bergejala daerah
yang mempertahankan semua karakteristik nummular sakit kepala.
Intensitas nyeri umumnya ringan sampai sedang, tapi kadang parah.
Ditumpangkan di latar belakang nyeri, eksaserbasi spontan atau terpicu
mungkin terjadi. Jumlahnya sangat bervariasi: sampai 75% dari kasus
yang dipublikasikan, gangguan tersebut telah kronis (sekarang lebih dari
3 bulan), tapi kasusnya juga sudah dijelaskan dengan durasi detik, menit,
jam atau berhari-hari.
9) Sakit kepala hypnic
Serangan sakit kepala yang sering berulang hanya saat tidur,
menyebabkan terbangun dan berlangsung selama 4 jam, tanpa
karakteristik gejala yang terkait dan tidak dikaitkan dengan patologi lain.
10) New daily persistent headache (NDPH)
Sakit kepala terus-menerus, setiap hari sejak onsetnya, yaitu ingat
dengan jelas rasa sakit itu tidak memiliki ciri khas, dan mungkin seperti
migrain atau tipe tegang, atau memiliki unsur keduanya.

Berikut penjelasan definisi masing-masing perbedaan dari cephalgia yang


dijabarkan oleh International Headache Society (2013); (8)

MIGRAIN

a. Migrain tanpa aura


Istilah yang digunakan sebelumnya: Migrain biasa; hemikrania simpleks
Deskripsi: (8)
Gangguan sakit kepala berulang terjadi pada serangan berlangsung
4-72 jam Ciri khas sakit kepala Lokasi sepihak, kualitas berdenyut, sedang
atau intensitas yang parah, kejengkelan fisik rutin aktivitas dan hubungan
dengan mual dan / atau fotofobia dan fonofobia.
Kriteria diagnostik:

14
i. Setidaknya lima serangan1 memenuhi kriteria ii-iii.
ii. Sakit kepala yang berlangsung 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
iii. Sakit kepala memiliki setidaknya dua dari empat berikut
Karakteristik:
1) Unilateral.
2) Kualitas berdenyut.
3) Intensitas nyeri sedang atau berat.
4) Gangguan bertambah oleh atau disebabkan aktivitas fisik
rutin (misalnya berjalan atau memanjat tangga).
iv. Selama sakit kepala setidaknya salah satu dari berikut ini ;
1) Mual dan / atau muntah.
2) Fotofobia dan fonofobia.
v. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
Catatan :
i. Satu atau beberapa serangan migrain mungkin sulit dilakukan
Berbeda dengan gejala seperti migrain serangan. Selanjutnya sifat
dari satu atau satu Beberapa serangan mungkin sulit dimengerti.
Oleh karena itu, setidaknya dibutuhkan lima serangan. Individu
yang memenuhi kriteria 1.1 Migrain tanpa aura tapi kurang dari
lima serangan, harus dikodekan 1.5.1 Kemungkinan migrain tanpa
aura.
ii. Saat pasien tertidur saat terkena migrain menyerang dan bangun
tanpa itu, durasi Serangan diperhitungkan hingga saat terbangun.
iii. Pada anak-anak dan remaja (berusia di bawah 18 tahun), Serangan
bisa berlangsung 2-72 jam (bukti untuk durasi yang tidak diobati
kurang dari 2 jam pada anak-anak belum dibuktikan).
Komentar :
Sakit kepala migrain pada anak-anak dan remaja (usia lanjut) di
bawah 18 tahun) lebih sering bilateral daripada kasusnya pada orang

15
dewasa; Rasa sakit unilateral biasanya muncul pada akhir masa remaja
atau kehidupan orang dewasa awal. Sakit kepala migrain biasanya
frontotemporal Sakit kepala occipital pada anak jarang terjadi dan
panggilan untuk kewaspadaan diagnostik. Sebuah subset dari sebaliknya
Pasien tipikal memiliki lokasi nyeri wajah, yaitu disebut 'migrain wajah'
dalam literatur; tidak ada bukti bahwa pasien ini membentuk subkelompok
terpisah dari pasien migrain Pada anak kecil, fotofobia dan Fonofobia
dapat disimpulkan dari perilaku mereka. Serangan migren dapat dikaitkan
dengan otonom kranial gejala dan gejala allodynia kulit. Migrain tanpa
aura sering memiliki hubungan menstruasi. Serangan migren yang sangat
sering sekarang dibedakan sebagai migrain kronis. Bila ada yang terkait
Pengobatan berlebihan, baik diagnosa, Migraine kronis dan sakit kepala
obat-obatan berlebihan, harus diterapkan Migrain tanpa aura adalah
penyakitnya Paling rawan berakselerasi dengan seringnya menggunakan
pengobatan simtomatik Pencitraan aliran darah serebral regional
menunjukkan tidak Perubahan sugestif dari depresi korteks menyebar
(CSD) selama serangan migrain tanpa aura, Meskipun perubahan aliran
darah bisa terjadi di batang otak, Seperti juga perubahan kortikal akibat
aktivasi rasa sakit. Ini kontras dengan penyebaran pathognomonic
oligaemia migrain dengan aura. Meski sebagian besar literatur
menunjukkan bahwa CSD tidak terjadi di migrain tanpa aura, beberapa
penelitian terbaru tidak setuju. Selanjutnya, telah disarankan bahwa
gelombang glial atau Gejala korteks lainnya mungkin terlibat dalam
migrain tanpa aura Molekul messenger oksida nitrat (NO), 5-
hydroxytryptamine (5-HT) dan kalsitonin peptida terkait gen (CGRP)
terlibat. Meskipun Penyakit ini sebelumnya dianggap sebagai pembuluh
darah utama, pentingnya sensitisasi jalur nyeri, dan kemungkinan serangan
itu mungkin berasal dari Sistem saraf pusat, semakin mendapat perhatian
dalam beberapa dekade terakhir. Pada saat bersamaan, sirkuitnya sakit
migrain, sistem trigeminovaskular, dan beberapa aspek neurotransmisi
perifer dan di inti trigeminal caudalis, pusat abu mesencephalic dan

16
thalamus, telah dikenali. Obat akut spesifik reseptor baru seperti triptans,
agonis reseptor 5HT1B / D, Agonis reseptor 5-HT1F dan reseptor CGRP
antagonis telah menunjukkan khasiat di akut pengobatan serangan Karena
reseptivitasnya yang tinggi, mekanisme tindakan mereka memberi yang
baru wawasan tentang mekanisme migrain. Sekarang jelas itu migrain
tanpa aura adalah kelainan neurobiologis; klinis serta ilmu saraf dasar
telah maju pengetahuan kita tentang mekanisme migrain.
b. Migrain dengan aura
Istilah yang digunakan sebelumnya: Migrain klasik atau klasik;
ophthalmic, hemiparaesthetic, migrain hemiplegia atau aphasic; migraine
accompagne'e; migrain yang rumit
Deskripsi: (8)
Serangan berulang, lasting minutes, unilateral sepenuhnya
reversibel visual, sensoris atau saraf pusat lainnya Gejala sistem yang
biasanya berkembang secara bertahap dan Biasanya diikuti dengan sakit
kepala dan berhubungan gejala migrain
Kriteria diagnostik :
i. Setidaknya dua serangan memenuhi kriteria ii dan iii.
ii. Satu atau lebih dari aura reversibel berikut ini gejala:
1) Visual.
2) Sensorik.
3) Pidato dan / atau bahasa.
4) Motor.
5) Batang otak.
6) Retina.
iii. Setidaknya dua dari empat karakteristik berikut:
1) Setidaknya satu gejala aura menyebar secara bertahap lebih
dari 5 menit, dan / atau dua atau lebih gejala terjadi berturut-
turut.
2) Masing-masing gejala aura berlangsung 5-60 menit.
Setidaknya satu gejala aura adalah unilateral.

17
3) Aura disertai, atau diikuti dalam 60 menit, dengan sakit
kepala.
iv. Tidak diperhitungkan dengan diagnosis ICHD-3 yang lain, dan
serangan iskemik transien telah terjadi dikecualikan.

Catatan:
i. Bila, misalnya, tiga gejala terjadi selama aura, durasi maksimal
yang dapat diterima adalah 360 menit. Gejala motor bisa
berlangsung hingga 72 jam.
ii. Aphasia selalu dianggap sebagai gejala sepihak; dysarthria
mungkin atau mungkin tidak.
Komentar:
Aura adalah kompleks gejala neurologis itu Biasanya terjadi
sebelum sakit kepala migrain dengan aura, tapi mungkin dimulai setelah
fase nyeri dimulai, atau lanjutkan ke fase sakit kepala. Aura visual adalah
jenis aura yang paling umum, terjadi di lebih dari 90% pasien dengan
migrain dengan aura, setidaknya dalam beberapa serangan. Seringkali
hadir sebagai Spektrum fortifikasi: sosok zigzag di dekat titik fiksasi yang
secara bertahap dapat menyebar ke kanan atau kiri dan asumsikan bentuk
cembung lateral dengan gemilang angulated tepi, meninggalkan derajat
absolut atau variabel relatif scotoma di belakangnya. Dalam kasus lain,
skotoma tanpa fenomena positif dapat terjadi; ini sering dianggap sebagai
onset akut namun, pada pemeriksaan, biasanya membesar secara bertahap.
Pada anak-anak dan remaja, Gejala visual bilateral yang kurang khas
terjadi yang mungkin terjadi mewakili aura Sebuah skala penilaian aura
visual dengan tinggi spesifisitas dan sensitivitas telah dikembangkan dan
divalidasi Selanjutnya frekuensi adalah gangguan sensorik, pada Bentuk
pin dan jarum bergerak perlahan dari ujungnya asal dan mempengaruhi
bagian yang lebih besar atau lebih kecil dari satu sisi tubuh, wajah dan /
atau lidah. Mati rasa mungkin terjadi di belakangnya, tapi mati rasa

18
mungkin juga satu-satunya gejala. Yang kurang sering adalah gangguan
bicara, biasanya aphasic namun seringkali sulit untuk dikategorikan. Bila
aura termasuk kelemahan motorik, kelainan itu harus dikodekan sebagai
Migren hemiplegia atau salah satu subformanya. Gejala Aura dari tipe
yang berbeda ini biasanya ikuti satu sama lain secara berurutan, dimulai
dengan visual, kemudian sensorik, lalu aphasic; tapi sebaliknya dan
perintah lain telah dicatat. Durasi yang diterima Untuk sebagian besar
gejala aura adalah 1 jam, namun gejala motorik sering lebih tahan lama
Pasien sering merasa sulit untuk menggambarkan aura mereka gejala,
dalam hal ini mereka harus diinstruksikan waktu dan catatan mereka
secara prospektif. Gambaran klinisnya kemudian menjadi lebih jelas.
Kesalahan umum salah laporan lateralisasi, secara mendadak, bukan
bertahap onset dan monokuler daripada homonim gangguan penglihatan,
serta durasi aura dan salah mengira kehilangan sensorik. Setelah awal
konsultasi, penggunaan buku harian aura dapat memperjelas diagnosa.
Banyak pasien yang mengalami serangan migrain dengan aura juga
memiliki serangan tanpa aura; mereka harus diberi kode sebagai baik
Migrain dengan aura dan Migraine tanpa aura Gejala pronitory mungkin
dimulai berjam-jam atau sehari atau dua sebelum gejala lain dari serangan
migrain (dengan atau tanpa aura). Mereka mencakup berbagai kombinasi
kelelahan, sulit berkonsentrasi, leher kaku- ness, kepekaan terhadap
cahaya dan / atau suara, mual, kabur penglihatan, menguap dan pucat.
Istilah 'prodrome' dan 'Gejala peringatan' sebaiknya dihindari, karena
memang begitu sering keliru digunakan untuk memasukkan aura. Aura
migrain terkadang dikaitkan dengan sakit kepala yang tidak memenuhi
kriteria 1.1 Migraine tanpa aura, tapi ini masih dianggap sebagai sakit
kepala migrain karena hubungannya dengan aura. Dalam kasus lain aura
migrain bisa terjadi tanpa sakit kepala. Sebelum atau bersamaan dengan
awalan aura Gejala, aliran darah serebral regional menurun di korteks yang
sesuai dengan yang terkena dampak klinis daerah dan sering di area yang
lebih luas. Pengurangan aliran darah Biasanya dimulai dari posterior dan

19
menyebar ke anterior, dan juga biasanya di atas ambang iskemik. Setelah 1
sampai Penyakit (misalnya serangan iskemik transien) menjadi lebih sulit
dan sering membutuhkan investigasi. Ketika aura terjadi untuk pertama
kalinya setelah usia 40, bila gejala secara eksklusif negatif (misalnya
hemianopia) atau bila aura berkepanjangan atau sangat pendek, lainnya
Penyebabnya, terutama serangan iskemik transien, harus dikesampingkan.

c. Migrain dengan batang otak aura


Deskripsi : (8)
Migrain dengan aura termasuk kelemahan motor.
Kriteria diagnostik :
i. Setidaknya dua serangan memenuhi kriteria ii dan iii.
ii. Aura terdiri dari dua hal berikut :
1) Kelemahan motor reversible.
2) Visual, sensoris dan / atau pidato yang dapat dibalik
sepenuhnya; gejala bahasa.
iii. Setidaknya dua dari empat karakteristik berikut:
1) Setidaknya satu gejala aura menyebar secara bertahap lebih
dari 5 menit, dan / atau dua atau lebih gejala terjadi berturut-
turut.
2) Masing-masing gejala aura motor non-motor berlangsung 5-60
menit, dan gejala motor terakhir <72 jam.
3) Setidaknya satu gejala aura bersifat unilateral.
4) Aura disertai, atau diikuti dalam 60 menit, dengan sakit
kepala.
iii. Tidak diperhitungkan dengan diagnosis ICHD-3 yang lain, dan
serangan iskemik transien dan stroke telah dikecualikan.
Catatan :
i. Istilah plegic berarti kelumpuhan dalam kebanyakan bahasa,
namun kebanyakan serangan ditandai dengan motor kelemahan.

20
ii. Pada beberapa pasien, kelemahan motor bisa berlangsung beberapa
minggu.
iii. Aphasia selalu dianggap sebagai gejala sepihak; dysarthria
mungkin atau mungkin tidak.
Komentar :
Mungkin sulit membedakan kelemahan dari sensorik kerugian.
Familial hemiplegic migraine (FHM)

Deskripsi: (8)
Migrain dengan aura termasuk kelemahan motorik, dan pada
Paling sedikit satu tingkat pertama atau kedua memiliki migrain aura
termasuk kelemahan motor.
Kriteria diagnostik:
i. Memenuhi kriteria untuk Migrain hemiplegia.
ii. Setidaknya satu kerabat tingkat pertama atau kedua memiliki
serangan memenuhi kriteria Hemiplegic migrain.
Komentar:
Data genetik baru telah memungkinkan definisi yang lebih tepat
Migrain hemiplegia betina (FHM) daripada yang mungkin sebelumnya.
Subtipe genetik tertentu telah diidentifikasi: di FHM1 ada mutasi pada gen
CACNA1A (pengkodean saluran kalsium) pada kromosom 19; di FHM2
ada mutasi di gen ATP1A2 (pengkodean K / Na-ATPase) pada kromosom
1; dan di FHM3 ada mutasi dalam gen SCN1A (mengkodekan saluran
natrium) pada kromosom 2. Mungkin ada lokus lain yang belum
diidentifikasi Saat pengujian genetik dilakukan, genetiknya subtipe (jika
ditemukan) harus ditentukan di digit kelima Telah ditunjukkan bahwa
Familial hemiplegia migrain (FHM) sangat sering hadir dengan batang
otak Gejala disamping gejala aura yang khas, dan sakit kepala itu hampir
selalu terjadi. Jarang, selama serangan FHM, gangguan kesadaran (kadang
termasuk koma), bingung, demam dan Pleositosis CSF bisa terjadi.

21
Migrain hemiplegia normal (FHM) mungkin terjadi Keliru untuk epilepsi
dan (tidak berhasil) diperlakukan sebagai seperti itu. Serangan FHM bisa
dipicu oleh kepala (ringan) trauma. Pada sekitar 50% keluarga FHM,
Ataksia serebelar progresif kronis terjadi secara independen dari serangan
migrain Migrain familial hemiplegia 1 (FHM1)
Kriteria diagnostik:
i. Memenuhi kriteria 1.2.3.1 Familial hemiplegia migrain.
ii. Mutasi kausatif pada gen CACNA1A telah ditunjukkan. migrain
familial hemiplegia 2 (FHM2) Kriteria diagnostik:
1) Memenuhi kriteria 1.2.3.1 Familial hemiplegia migrain.
2) Mutasi kausatif pada gen ATP1A2 telah terjadi ditunjukkan.
migrain familial hemiplegik tipe 3 (FHM3) migrain
hemiplegik, Familial hemiplegic migraine (FHM).
d. Familial hemiplegic migraine
Deskripsi: (8)
Migrain dengan aura termasuk kelemahan motorik, dan tidak
Tingkat pertama atau kedua relatif memiliki aura migrain termasuk
kelemahan motor.
Kriteria diagnostik:
i. Memenuhi kriteria untuk Migrain hemiplegia.
ii. Tidak ada tingkat pertama atau kedua yang memenuhi kriteria
untuk Migren hemiplegia.
Komentar:
Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa kasus sporadis
terjadi dengan prevalensi yang hampir sama dengan familial kasus.
Serangan di Migrain hemiplegia sporadis memiliki karakteristik klinis
yang sama seperti pada Familial hemiplegic migrain. Beberapa tampaknya
sporadis Kasus telah mengetahui mutasi FHM, dan pada beberapa orang
pertama Tingkat kedua relatif kemudian berkembang secara hemiplegia
migrain, sehingga memenuhi kriteria Migrain hemiplegia betina dan
membutuhkan a perubahan diagnosis Kasus sporadis biasanya

22
memerlukan neuroimaging dan tes lain untuk menyingkirkan penyebab
lainnya. Tusukan lumbal mungkin perlu untuk mengesampingkan
Syndrome sementara Sakit kepala dan Defisit Neurologis dengan
serebrospinal cairan limfositosis (HaNDL).
e. Migrain retina
Deskripsi: (8)
Serangan berulang gangguan visual monokuler, termasuk
scintillations, scotomata atau blindness, terkait dengan sakit kepala
migrain
Kriteria diagnostik:
i. Setidaknya dua serangan memenuhi kriteria ii-iii.
ii. Aura terdiri dari positive monocular reversibel sepenuhnya dan /
atau fenomena visual negatif (misalnya kilau balik, scotomata atau
kebutaan) dikonfirmasi selama sebuah serangan oleh salah satu
atau kedua hal berikut:
1) Pemeriksaan lapangan klinis visual.
2) Gambar pasien (dibuat setelah instruksi yang jelas) dari
cacat lapangan monocular.
iii. Setidaknya dua dari tiga karakteristik berikut :
1) Aura menyebar secara bertahap selama 5 menit.
2) Gejala aura terakhir 5-60 menit.
3) Aura disertai, atau diikuti dalam waktu 60 menit, dengan
sakit kepala.
iii. Tidak diperhitungkan dengan diagnosis ICHD-3 yang lain, dan
penyebab lain dari amaurosis fugax miliki telah dikecualikan
Komentar:
Beberapa pasien yang mengeluhkan gangguan visual monokular
sebenarnya memiliki hemianopia. Beberapa kasus tanpa Sakit kepala telah
dilaporkan, tapi migrain tidak bisa dipastikan sebagai dasar etiologi.
Migrain retina adalah penyebab yang sangat jarang terjadi Kehilangan
visual monokuler transien. Kasus bersifat permanen Kehilangan visual

23
monokular yang terkait dengan migrain miliki telah dijelaskan. Investigasi
yang tepat diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari monokuler
transien kebutaan.
f. Migren kronis
Deskripsi: (8)
Sakit kepala terjadi pada 15 hari atau lebih per bulan lebih dari 3
bulan, yang memiliki fitur migrain sakit kepala minimal 8 hari per bulan.
Kriteria diagnostik:
i. Sakit kepala (ketegangan-jenis-seperti dan / atau migrain-suka)
pada 15 hari per bulan untuk> 3 bulan 2 dan memenuhi kriteria ii-
iii.
ii. Terjadi pada pasien yang memiliki setidaknya lima Serangan
memenuhi kriteria B-D untuk 1.1 Migraine tanpa aura dan / atau
kriteria B dan C untuk 1.2 Migrain dengan aura.
iii. Pada 8 hari per bulan selama> 3 bulan, memenuhi apapun dari
berikut :
a. Kriteria iii-iv untuk Migrain tanpa aura.
b. Kriteria ii-iii untuk Migrain dengan aura.
iv. Dipercaya oleh pasien untuk menjadi migrain saat onset dan lega
dengan turunan triptan atau ergot.
v. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
Catatan:
i. Diagnosis Migraine kronis tidak termasuk Diagnosis. Sakit kepala
tipe tegang atau subtipenya Karena sakit kepala seperti tipe tegang
ada di dalam kriteria diagnostik untuk Migraine kronis.
ii. Alasan untuk mengeluarkan kronis dari episodik migrain adalah
tidak mungkin untuk membedakan episode sakit kepala individu
pada pasien dengan sakit kepala sering atau terus-menerus.
Faktanya, Karakteristik sakit kepala bisa berubah tidak hanya dari
hari ke hari tapi bahkan di dalam hari yang sama. Sangat sulit

24
untuk mempertahankan hal tersebut pasien bebas pengobatan untuk
mengamati sejarah alami sakit kepala. Dalam situasi ini, Serangan
dengan atau tanpa aura keduanya dihitung, seperti Begitu juga sakit
kepala seperti ketegangan. Yang paling Penyebab umum gejala
sugestif kronis Migrain adalah obat yang berlebihan, seperti yang
didefinisikan di bawah Sakit kepala obat-obatan berlebihan. Sekitar
50% dari pasien ternyata dengan migren kronis kembali ke subtipe
migrain episodik setelah obat penarikan; Pasien semacam itu dalam
arti salah didiagnosis sebagai Migraine kronis. Sama, banyak
Pasien yang rupanya terlalu banyak menggunakan obat tidak
perbaiki setelah penarikan obat, dan diagnosisnya dari Sakit kepala
obat-obatan berlebihan mungkin dalam arti tertentu tidak sesuai
(dengan asumsi bahwa kronisitas diinduksi dengan penggunaan
narkoba berlebihan selalu reversibel). Untuk ini alasan, dan karena
aturan umum, pasien kriteria pertemuan untuk Migraine kronis dan
untuk Sakit kepala obat-obatan terlalu banyak diberikan diagnosa
Setelah penarikan obat, migrain akan baik kembali ke subtipe
episodik atau tetap tinggal kronis, dan didiagnosis ulang; dalam
asus terakhir, diagnosis Pengobatan berlebihansakit kepala bisa
dibatalkan. Di beberapa negara, memang begitu praktik yang biasa
untuk didiagnosis Pengobatan berlebihan sakit kepala hanya pada
debit.
iii. Karakterisasi sering disertai sakit kepala umumnya membutuhkan
catatan harian sakit kepala untuk mencatat informasi sakit dan
gejala terkait hari demi harisetidaknya selama 1 bulan.
g. Migrain karena adanya komplikasi
Komentar: (8)
Kode terpisah untuk subtipe migrain dan untuk Komplikasinya.
Status migrainosus
Deskripsi:

25
Serangan migren yang melemahkan yang berlangsung lebih dari 72 tahun
jam.
Kriteria diagnostik:
i. Serangan sakit kepala memenuhi kriteria ii-iii.
ii. Terjadi pada pasien dengan Migraine tanpa aura dan / atau Migrain
dengan aura, dan khas serangan sebelumnya kecuali untuk
durasinya dan tingkat keparahan.
iii. Kedua karakteristik berikut:
1) Tak henti-hentinya> 72 jam.
2) Nyeri dan / atau gejala yang terkait adalah melemahkan.
iv. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
Catatan:
i. Remisi hingga 12 jam karena pengobatan atau tidur diterima.
ii. Kasus yang lebih ringan, tidak memenuhi kriteria C2, diberi
kodeKemungkinan migrain tanpa aura.
Komentar:
Sakit kepala dengan fitur Status migrainosus Mungkin sering
disebabkan oleh penggunaan obat berlebihan. Bila sakit kepala dalam
keadaan seperti ini memenuhi kriteria untuk sakit-sakit kepala terlalu
sering digunakan, kode untuk migrain kronis dan Pengobatan berlebihan
sakit kepala tapi tidak untuk Status migrainosus. Kapan Terlalu sering
menggunakan obat adalah durasi yang lebih pendek dari pada 3 bulan.
h. Aura persisten tanpa infark
Deskripsi: (8)
Gejala Aura bertahan selama 1 minggu atau lebih tanpa bukti infark pada
neuroimaging.
Kriteria diagnostik:
i. Aura memenuhi kriteria ii.

26
ii. Terjadi pada pasien dengan 1.2 Migrain dengan aura dan tipikal
aura sebelumnya kecuali bahwa satu atau lebih gejala aura
berlanjut selama 1 minggu.
iii. Neuroimaging tidak menunjukkan adanya infark.
iv. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
Komentar:
Gejala aura yang persisten jarang terjadi namun terdokumentasi
dengan baik. Mereka sering bilateral dan mungkin berlangsung berbulan-
bulan atau tahun. Kriteria minimum 1 minggu pada kriteria B didasarkan
menurut pendapat ahli dan harus formal belajar. Pekerjaan diagnostik
harus membedakan Persistent aura tanpa infark dari Migrenous infarction,
dan menyingkirkan aura simtomatik sebagai hasilnya infark serebral
penyebab lainnya.

i. Kemungkinan migrain dengan aura migrenous infarction


Deskripsi: (8)
Satu atau lebih gejala aura migrain berhubungan dengan Lesi otak
iskemik di wilayah yang sesuai ditunjukkan dengan neuroimaging.
Kriteria diagnostik:
i. Serangan migrain yang memenuhi kriteria ii-iii.
ii. Terjadi pada pasien dengan 1.2 Migrain dengan aura dan tipikal
serangan sebelumnya kecuali yang satu itu Gejala aura lebih
menetap selama> 60 menitC.
iii. Neuroimaging menunjukkan infark iskemik di area yang relevan.
iv. Tidak diperhitungkan dengan diagnosis lain.
Komentar:
Stroke iskemik pada penderita migrain dapat dikategorikan sebagai
infark serebral penyebab lain yang hidup berdampingan migrain, infark

27
serebral penyebab lain yang muncul dengan gejala menyerupai migrain
dengan aura, atau serebral infark terjadi selama perjalanan yang khas
migrain dengan serangan aura Hanya yang terakhir memenuhi kriteria
untuk Migrenous infarction Infark migren sebagian besar terjadi pada
posterior sirkulasi dan pada wanita muda Dua kali lipat peningkatan risiko
stroke iskemik di Indonesia penderita migrain dengan aura pasien sudah
ditunjukkan dalam beberapa studi berbasis populasi. Namun, perlu dicatat
bahwa infark ini bukan infark migrain. Mekanisme peningkatan risiko
stroke iskemik pada migrain penderita tetap tidak jelas; Demikian juga,
hubungannya antara frekuensi aura dan sifat Gejala aura yang
menunjukkan peningkatan risikonya adalah tidak diketahui Sebagian besar
penelitian menunjukkan kurangnya hubungan antara migrain tanpa aura
dan iskemik pukulan. Kejang yang dipicu oleh aura migrain
j. Kemungkinan migrain
Istilah yang digunakan sebelumnya: Gangguan migren
Kode di tempat lain: (8)
Migraine-seperti sakit kepala sekunder akibat kelainan lain (migrain
simtomatik) dikodekan sesuai dengan itu kekacauan.
Deskripsi:
Serangan seperti migrain kehilangan salah satu fitur diperlukan untuk
memenuhi semua kriteria subtipe migrain dikodekan di atas, dan tidak
memenuhi kriteria yang lain gangguan sakit kepala
Kriteria diagnostik:
i. Serangan yang memenuhi semua kecuali satu kriteria i- iv untuk
Migrain tanpa aura, atau semua kecuali satu kriteria A-C untuk
Migrain dengan aura.
ii. Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk sakit kepala lainnya
kekacauan.
iii. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
Komentar:

28
Dalam melakukan diagnosa sakit kepala, serangan itu memenuhi
kriteria untuk keduanya. Sakit kepala tipe tension dan Kemungkinan
migrain dikodekan sebagai yang pertama sesuai dengan aturan umum
bahwa diagnosis pasti selalu mengalahkan kemungkinan diagnosis.
Namun, di pasien yang sudah memiliki diagnosis migrain, dan dimana
masalahnya adalah menghitung jumlah serangan mereka memiliki
(misalnya sebagai ukuran hasil dalam percobaan obat terlarang), serangan
memenuhi kriteria untuk Kemungkinan migrain harus dihitung sebagai
migrain. Alasan untuk ini adalah bahwa serangan migrain ringan, atau
serangan yang diobati dini, sering tidak mencapai semua karakteristik
yang diperlukan untuk diagnosis serangan migrain namun tetap merespons
perawatan migrain spesifik. Kemungkinan migrain tanpa aura
Kriteria diagnostik:
i. Serangan yang memenuhi semua kecuali satu kriteria i-iv untuk
Migrain tanpa aura.
ii. Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk sakit kepala lainnya
kekacauan.
iii. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa. Kemungkinan migrain dengan aura
Kriteria diagnostik:
i. Serangan yang memenuhi semua kecuali satu kriteria A-C untuk
1.2 Migrain dengan aura atau subformenya.
ii. Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk sakit kepala lainnya
kekacauan.
iii. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
k. Sindrom episodic yang mungkin terkait dengan migrain
Istilah yang digunakan sebelumnya: Sindrom periodik masa kecil;
sindrom periodik dari masa kecil. (5)
Komentar:

29
Kelompok gangguan ini terjadi pada pasien yang juga Memiliki
Migrain tanpa aura atau Migrain dengan aura, atau yang memiliki
kemungkinan peningkatan Kembangkan salah satu dari kelainan ini.
Meski secara historis tercatat terjadi di masa kecil, mereka juga mungkin
terjadi di orang dewasa Kondisi tambahan yang mungkin juga terjadi
dalam hal ini Pasien termasuk episode mabuk dan periodik gangguan tidur
termasuk tidur berjalan, tidur ngomong, teror malam dan bruxism.
l. Gangguan gastrointestinal berulang
Istilah yang digunakan sebelumnya: (8)
Nyeri perut kronis; nyeri perut fungsional; dispepsia fungsional; sindrom
iritasi usus besar; fungsional sindrom nyeri perut
Deskripsi:
Serangan episodik rekuren pada nyeri perut dan / atau ketidaknyamanan,
mual dan / atau muntah, jarang terjadi, kronis atau pada interval yang
dapat diprediksi, itu mungkin terkait dengan migrain.
Kriteria diagnostik:
Setidaknya ada lima serangan dengan episode yang berbeda sakit perut
dan / atau ketidaknyamanan dan / atau mual dan / atau muntah
B. Pemeriksaan gastrointestinal normal dan evaluasi
C. Tidak dikaitkan dengan kelainan lain.
m. Sindroma muntah siklik
Deskripsi: (8)
Serangan episodik rekuren mual intens dan muntah, biasanya
stereotip pada individu dan dengan waktu episode yang dapat diprediksi.
Serangan mungkin terjadi terkait dengan pucat dan kelesuan. Ada yang
lengkap resolusi gejala antara serangan.
Kriteria diagnostik:
i. Sedikitnya lima serangan mual dan muntah hebat, memenuhi
kriteria ii-iii.
ii. Stereotipikal pada pasien individual dan berulang dengan
periodisitas yang dapat diprediksi.

30
iii. Semua hal berikut:
1) Mual dan muntah terjadi setidaknya empat kali per jam.
2) Serangan terakhir 1 jam dan sampai 10 hari.
3) Serangan terjadi 1 minggu terpisah.
iv. Bebaskan kebebasan dari gejala antara serangan.
v. Tidak dikaitkan dengan kelainan lain.
catatan:
1. Secara khusus, riwayat dan pemeriksaan fisik lakukantidak
menunjukkan tanda-tanda penyakit gastrointestinal.
Komentar:
Sindroma muntah siklik biasanya merupakan pembatas diri sendiri
Kondisi episodik terjadi pada masa kanak-kanak, dengan periode dari
normalitas lengkap antara episode. Itu sifat siklik adalah ciri khas, dan
dapat diprediksi. Kelainan ini tidak termasuk sebagai masa kanak-kanak
periodik sindrom ICHD-I, tapi terjadi pada ICHD-II. Itu Gambaran klinis
dari sindrom ini menyerupai yang ditemukan berhubungan dengan sakit
kepala migrain, dan banyak benang penelitian selama beberapa tahun
terakhir telah menyarankan bahwa sindroma muntah siklik adalah suatu
kondisi yang berkaitan dengan migrain.
n. Migrain perut
Deskripsi: (8)
Kelainan idiopatik yang terlihat terutama pada anak-anak berulang
Serangan abdomen garis tengah sedang sampai parah nyeri, berhubungan
dengan gejala vasomotor, mual dan muntah, berlangsung 2-72 jam dan
dengan normalitas antara episode. Sakit kepala tidak terjadi selama
episode ini
Kriteria diagnostik:
i. Setidaknya ada lima serangan nyeri perut, pemenuhan kriteria ii –
iii Nyeri memiliki setidaknya dua dari tiga berikut karakteristik:
1) Lokasi garis tengah, periumbilical atau buruk terlokalisasi.
2) Kusam atau 'hanya sakit' kualitas.

31
3) Intensitas sedang atau berat.
ii. Selama serangan, setidaknya dua dari berikut ini:
1) Anoreksia
2) Mual
3) Muntah
4) Pucat
iii. Serangan berlangsung 2-72 jam bila tidak diobati atau tidak
berhasil diobati.
iv. Lengkapi kebebasan dari gejala antara serangan.
v. Tidak dikaitkan dengan kelainan lain.
catatan:
i. Secara khusus, riwayat dan pemeriksaan fisik lakukan tidak
menunjukkan tanda-tanda penyakit gastrointestinal atau ginjal, atau
penyakit tersebut telah dikesampingkan dengan tepat investigasi
Komentar:
Nyeri Migrain perut cukup parah mengganggu aktivitas normal
sehari-hari. Pada anak kecil adanya sakit kepala sering diabaikan Riwayat
kehadiran yang hati-hati atau Tidak adanya sakit kepala harus dilakukan
dan, jika sakit kepala atau sakit kepala saat serangan diidentifikasi,
diagnosis Migren tanpa aura seharusnya dianggap. Anak mungkin sulit
membedakan anoreksia dari mual Pucat sering disertai dengan bayang-
bayang gelap di bawah mata. Dalam beberapa Pasien, pembilasan adalah
vasomotor yang dominan fenomena. Sebagian besar anak-anak dengan
migrain perut akan berkembang Sakit kepala migrain di kemudian hari.

TENSION-TYPE HEADACHE

Tension Hype Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilatral yang menekan,
tidak berdenyut, bersifat ringan hingga sedang, bisa disertai mual atau muntah
dan bisa disertai adanya fotofopia atau fonofobia. (8)

TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi: (8)

32
i. TTH episodik yang jarang biasanya serangan perbulan atau kurang
dari 12 sakit kepala pertahun.

ii. TTH eppisodik yang sering biasanya 1-14 serangan perbulan atau
antara 12 dan 180 hari pertahun.

iii. TTH menahun biasanya >15 serangan atau sekurrangnya 180 hari
pertahun.

EtioPatofisiologi

Ada beberapa pencetus dari TTH atau Tension Type Headache yaitu dehidrasi,
pekerjaan, beban yang terlalu berat, perubahan pola tidur luktuasi hormonal
wanita,stress dan kondisi emosional.(1)

Tension Type Headache dan berubah menjadi TTH kronik (gambar 1.1): (1)

i. Pada seseorang yang rentan secara genetis mmelalui stress yang konis
menyebabkan elevasi glutamat yang persisitent. Stimulasi reseptor
NMDAmengaktivasi NFkB yang memicu transkripsi iNOS dan COX-
2. Tinggonya kadar nitrit oxide menyebabkan vasodilatasi struktur
pada intrakranial seperti sinus sagitalis superior dan kerusakan
nitrosative memicu terjadinya nyeri dari berbagai struktur lainnya
seperti duramater.

ii. Nyeri nyeri kemudian ditrasmisikan melalui serabut-serabut C dan


neuron-neuron nosiseptif menuju nukleus trigeminal di TOC
(Trigeinocervical Complex).

iii. Pada sinap tersebut terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-
neuron mekanoreseptor yang direkrut meelalui fasilitasi homosinaptik
dan hterosinaptik yang memicu sentisisasi sentral.

iv. sinyal nyeri perifer menyebabkan pelepasan beragam neuripeptida


dan neurotransmiter ( substansi P dan glutamat) yang mengaktivasi

33
reseptor dimembran postsinaptyc yang kemudia akan membangkitkan
potensial potensial aksi.

v. Pericranial tenderness berkembang oleh recuitment serabut-serabut C


dan mekanoreseptor disinap-sinap Trigeminocervical Complex.

vi. Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiiring


waktu lalu kemudian terjadi perubahan molekular pusat pusat lebih
tinggi sepeerti thalamus yang kemudian memicu terjadinya sentisisasi
sentral dari neuron-neuron tersier dan perubahan lain yang kemudian
menyebabkan adanya persepsi nyeri. (1)

Berikut gambar 1.1 Patomekanisme Tension-type headache (1)

34
Manifestasi klinis

Dirasakan pada kedua bagian kepala, nyeri tumpul yang menetap ataupun
konstan dengan intesitas bervariasi juga melibatkan nyeri leher. Nyeri kepala
dideskripsikan sebagai ikatan yang kuat disekitar kepala, dan untuk intesitas
yang ringa-sedang kepala terasa kencang. Terdapat kualitas nyeri kepala yang
khas seperti menekanm, mengikat, tidak berdenyut, dan leher dapat terasa
kaku. Dapat disertai juga fotofobia saat terpapar cahaya dan phonofobia
merasa tak nyaman karna adanya rangsangan suara. TTH atau Tension Type
Headache dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat dengan durasi yang
(1)
berubah-ubah ataupun terus menerus.

TRIGEMINAL AUTONOMIC CHEPALALGIA (TACs)

Bagian otak modern trigeminal cephalalgia (TACs) gambaran klinis sakit


kepala, yang biasanya belakangan-alized, dan sering menonjol tengkorak
parasimpatisfitur otonom, yang lagi lateralisasi danipsilateral sampai sakit
kepala. Eksperimental dan manusia pencitraan fungsional menunjukkan
bahwa sindrom ini akti-vate trigeminal manusia normal parasimpatis refleks,
dengan tanda klinis simpati simpati kranial.fungsi menjadi sekunder aura khas
migrain dapat dilihat, jarang, berhubungan dengan TAC. (8)

a. Sakit kepala cluster


Istilah yang digunakan sebelumnya: (8)
Neuralgia ciliary; eritromelalgia kepala; eritroprosopalgia dari
Bing; hemicrania angioparalytica; hemicrania neuralgiformis chronica;
cephalalgia histamin; Sakit kepala Horton; Penyakit Harris-Horton;
migrai-nous neuralgia (dari Harris); neuralgia petrosal (dariGardner);
Neuralgia Sluder; spheno-palatine neuralgia; neuralgia vidian
Kode di tempat lain:
Sakit kepala cluster simtomatik, sekunder yang laingangguan,
dikodekan sebagai sakit kepalasekunder yang disebabkanuntuk
gangguan itu

35
Deskripsi: (8)
Serangan rasa sakit yang parah dan ketat sepihak yaitu orbital,
supraorbital, temporal atau kombinasi apapun situs ini, berlangsung
15-180 menit dan terjadi sekali sehari sampai delapan kali sehari. Rasa
sakitnya adalahterkait dengan injeksi konjungtiva ipsilateral,
lacrimation, hidung tersumbat, rhinorrhea, dahi dan edema wajah,
miosis, ptosis dan / atau edema kelopak mata,dan / atau dengan gelisah
atau gelisah.
Kriteria diagnostik:
i. Setidaknya lima serangan memenuhi kriteria ii-iv.
ii. Orbital unilateral berat atau sangat parah, supraorbital dan /
atau nyeri temporal yang berlangsung 15-180 menit (kapan
tidak diobati).
iii. Salah satu atau kedua hal berikut :
1) setidaknya salah satu gejala atau tanda berikut, ipsilateral
untuk sakit kepala:
i. Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi.
ii. Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhea.
iii. Edema kelopak mata.
iv. Dahi dan keringat wajah.
v. Dahi dan pembilasan wajah.
vi. Sensasi kepenuhan di telinga.
vii. Miosis dan / atau ptosis.
2) Rasa gelisah atau gelisah
Serangan memiliki frekuensi antara satu sama lain
hari dan delapan per hari selama lebih dari separuh waktu
saat gangguan itu aktif. Tidak diperhitungkan dengan baik
oleh ICHD-3 yang lain diagnosa.
b. Paroksismal hemikrania
Deskripsi: (8)

36
Serangan rasa sakit yang parah dan ketat salah satu yaitu bagian
orbital, supraorbital, temporal atau kombinasi apapun, berlangsung 2-
30 menit dan terjadi beberapa kali sehari. Serangan itu terkait dengan
injeksi konjungtiva ipsilateral, lakrimasi, rhinorrhoea, dahi dan
keringat wajah, miosis,dan atau edema kelopak mata.
Kriteria diagnostik:
i. Sedikitnya 20 serangan memenuhi kriteria ii-v.
ii. Orbital unilateral yang parah, supraorbital dan atau nyeri
temporal berlangsung 2-30 menit.
iii. Setidaknya salah satu geala atau tanda berikut :
a. Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi.
b. Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea.
c. Edema kelopak mata.
d. Dahi dan wajah berkeringat.
e. Dahi dan wajah basah.
f. Sensasi kepenuhan di telinga.
g. Miosis dan / atau ptosis.
iv. Serangan memiliki frekuensi di atas lima per hari lebih dari
separuh waktu.
v. Serangan dicegah secara terapeutik dosis indometasin.
vi. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
c. Serangan saraf neuralgiform sepihak yang berlangsung lama
Deskripsi: (8)
Sakit kepala yang persisten, ketat sepihak, terkait dengan Injeksi
konjungtiva ipsilateral, lakrimasi, nasal kemacetan, rhinorrhoea, dahi
dan keringat wajah, miosis, ptosis dan / atau edema kelopak mata,
dan / atau dengan istirahat kurang atau agitasi Sakit kepala benar-benar
sensi tive untuk indometasin.
Kriteria diagnostik:
i. Sakit kepala unilateral memenuhi kriteria ii-iii.

37
ii. Hadir selama> 3 bulan, dengan eksaserbasi moderate atau
intensitas yang lebih besar.
iii. Salah satu atau kedua hal berikut:
1) Setidaknya salah satu gejala atau tanda berikut, ipsilateral
untuk sakit kepala:
a) Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi.
b) Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhea.
c) Edema kelopak mata.
d) Dahi dan keringat wajah.
e) Dahi dan pembilasan wajah.
f) Sensasi kepenuhan di telinga.
g) Miosis dan / atau ptosis.
h) Rasa gelisah atau agitasi, atau rasa sakit karena gerakan.
iv. Menanggapi dosis terapeutik secara mutlak indomethacin
v. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.
d. Hemicrania continua
Deskripsi: (8)
Serangan headache yang diyakini tipe 3. Trigeminal autonomic
cephalalgia, tapi salah satu fitur yang dibutuhkan untuk memenuhi
semua kriteria salah satu subtipe yang dikodekan di atas, dan tidak
memenuhi semua kriteria gangguan sakit kepala lainnya.
Kriteria diagnostik:
i. Serangan sakit kepala memenuhi semua kecuali satu kriteria A-
D untuk 1. Cluster headache, kriteria A-E untuk 2. Hemikran
paroksismal, kriteria A-D untuk 3. Short serangan sakit kepala
neuralgiform tanpa sepihak atau kriteria A-D untuk 3.4
Hemicrania continua.
ii. Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan sakit kepala.
iii. Tidak diperhitungkan dengan baik oleh ICHD-3 yang lain
diagnosa.

38
DIAGNOSIS

a. Anamnesis(6)

i. Jenis nyeri kepala

ii. Awitan nyeri kepala (onset)

iii. Frekuensi dan perioditas nyeri kepala

iv. Puncak dan lamanya nyeri kepala

v. Waktu terjadinya nyeri kepala dan faktor presipitasi

vi. Lokasi dan evolusi

vii. Kualitas dan intensitas nyeri

viii. Gejala prodormal dan penyerta

ix. Faktor yang memberatkan rasa nyeri

x. Faktor pereda nyeri

xi. Riwayat keluarga

xii. Pengobatan sebelumnya

xiii. Alasan mencari pertolongan dokter

xiv. Riwayat penyakit sebelumnya

b. Pemeriksaan fisik

Dalam praktek pemeriksaan fisik dimulai pada saat penderita


masuk ke dalam ruang periksa atau pada saat dokter melakukan
pendekatan disisi tempat tidur penderita. Observasi yang teliti
merupakan kunci untuk mengetahui apakah pendrita mengalami
gangguan fisik atau psikiartik atau apakah penderita tampak cemas,
depresif dan apakah riwayat penderita dapat dipercaya sepenuhnya. (6)

39
Setiap kali ada keluhan nyeri kepala, maka pemeriksaan neurologic
secara lengkap harus dilakukan secara cermat. Pemeriksaan tersebut
secara garis besar meliputi status mental, gaya berjalan, nervi
kraniales, system motorik dan system sensorik. (6)
Sementara itu, dengan sendirinya kepala dan daerah leher harus
diperiksa secara seksama. Inspeksi dan palpasi dilakukan secara
bersama sama untuk mengetahui kelainan kelainan yang mungkin ada.
Vertebra servikal perlu diperiksa apakah ada kaku kuduk, gangguan
mobilitas leher, nyeri otot otot leher dan gangguan lainnya. (6)
Mulailah dengan pemeriksaan tanda tanda vital sebagaimana
mestinya. Perubahan tekanan darah dapat menimbulkan nyeri kepala.
Adanya perubahan denyut nadi hendaknya dicari kemungkinan adanya
kaitan dengan nyeri kepala, walaupun tidak langsung. Apabila ada
riwayat demam maka suhu tubuh harus diperiksa secara obyektif.
Pada pemeriksaan umum lainnya perlu dilakukan. Misalnya
pemeriksaan jantung dan paru paru, palpasi abdomen, dan pemeriksaan
kulit. (6)
c. Pemeriksaan radiologi
i. Foto polos kepala : Pada foto polos kepala dapat dilihat adanya
pelebaran sela tursika, lesi pada kalvarium, kelainan
pertumbuhan congenital, kelainan pada sinus dan prosessus
mastoideus.
ii. Foto vertebra servikal : Foto vertebra servikal mempunyai
kadar diagnostic yang rendah. Namun demikian nyeri kepala
yang lebih dirasakan di daerah tengkuk dapat disebabkan oleh
perubahan degenerative di diskus intervetebralis dan
permukaan sendi servikal bagian atas. Arthritis rheumatoid
dapat menimbulkan nyeri kepala bagian belakang.
iii. CT SCAN dan MRI
CT SCAN dapat memberi gambaran yang sangat jelas
tentang proses desak ruang intracranial misalnya tumor otak,

40
hematoma intraserebral, infark otak, abses otak, hidrosefalus,
hematoma epidural, dan hematoma subdural. CT SCAN juga
dapa memberikan gambaran tentang perdarahan subaraknoidal.
CT SCAN pada penderita cluster headache, tension headache
dan nyeri kepala fungsional akan member gambaran normal.
Pada migren kadang kadang memperlihatkan area
pembengkakan. CT SCAN bermanfaat untuk memeriksa
daerah orbita, sinus, tulang tulang wajah, vertebra sevikal dan
jaringan lunak di leher. MRI dapat memberi gambaran yang
lebih jelas dari CT SCAN. MRI dapat digunakan untuk
memeriksa isi fossa posterior dan foramen magnum.
iv. Angiografi serebral : Pemeriksaan ini bersifat invasive. Setelah
melalui pemeriksaan yang menyeluruh dan teliti. Maka
angiografi dapat dilakukan pada penderita nyeri kepala tertentu.
Sebagai contoh oklusi pembuluh darah serebral dapat
menimbulkan nyeri kepala dan demikian.
v. Juga halnya pada kasus aneutisma dan malformasi arterio
venosa.Pemeriksaan CSS K apabila dicurigai adanya infeksi
intracranial, perdarahan intracranial atau keganasan meningeal,
sementara pemeriksaan dengan CT SCAN tidak menunjukan
adanya kelainan, maka seyogyanya dilakukan pungsi lumbal
untuk kemudian dilakukan analisis CSS. Untuk pungsi lumbal
dilakukan persyaratan dan perhatian khusus, terutama tentang
kontra indikasi.
vi. Elektro-ensefalografi (EEG) - EEG bermanfaat pada kasus
kasus dengan gejala fokal sementara hasil CT SCAN normal.
vii. Pemeriksaan laboran Dalam keadaan tertentu perlu dilakukan
pemeriksaan darah. Hal ini didasarkan atas anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkaPemeriksaan khusus dan
konsultasi.

41
PENATALAKSANAAN

a. Migrain
i. Farmakologi
Terapi Tahap Akut
Tujuan pengobatan pada tahap akut ini adalah untuk
mengatasi rasa nyeri akibat terjadinya dilatasi arteri di kulit
kepala yang terjadi pada saat serangan migren datang.(4)
Ergotamin tartrat efektif untuk mengatasi nyeri kepala
migren akut. Ergotamin ini menghambat pengambilan kembali
noreprinefrin bebas. Noreprinefrin ini sangat erat hubungannya
dengan reseptor adrenergik alfa yang bertanggung jawab untuk
melakukan vasokonstriksi. Efektivitas ergotamin pada
pembuluh darah perifer dan terutama pada otot polos akan
memperpanjang waktu konstriksi arteri di kulit kepala. Obat ini
dapat mengurangi amplitudo pulsasi arteri kulit kepala
sehingga menghilangkan rasa nyeri. Ergotamin tidak member
efek vasokonstriksi pada arteri serebral maupun retinal. (4)
Ergotamin tartrat dapat diberikan peroral, sublingual,
parenteral, atau melalui rektum. Dosis yang dianjurkan adalah
1-2 mg pada saat serangan migren kemudian dilanjutkan 2 mg
dalam satu jam. Tetapi tidak lebih dari 6 mg pada satu kali
serangan. Pemberian suntikan pada waktu serangan dosisnya
antara 0,25-0,50 mg. Sementara itu efek samping yang
mungkin terjadi antara lain; nyeri otot, parestesia, angina
pektoris, dan tromboflebitis. Perlu diperhatikan pula
kemungkinan adanya toleransi dan dependensi pemakaian
ergotamin ini. (4)
Obat-obat yang memberikan efek nonspesifik pada
serangan nyeri akut dapat diberikan misalnya analgesik.
Analgesik mempunyai dua tipe yang pertama tipe analgesik

42
opioid. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat seperti opium. Opium yang berasal dari getah
Papaver somniferum yang mengandung sekitar 20 jenis
alkaloid. Analgesik opioid terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, meskipun juga
memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.
Yang termasuk golongan opioid adalah alkaloid opium, derivat
semisintetik alkaloid opium, senyawa sintetik dengan sifat
farmakologik menyerupai morfin. (4)

ii. Terapi Non Farmakologi


Pasien akan merasa lebih nyaman berbaring di ruang gelap
dan tidur. Yoga dan terapi relaksasi pernah dicoba untuk
mengatasi serangan migraine akut. (4)
b. Tension-type headache
Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas
nyeri kepala (terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap terapi
abortive, Terapi dapat dimulai lagi bila nyeri kepala berulang.37,43
Masyarakat sering mengobati sendiri TTH dengan obat analgesic yang
dijual bebas, produk berkafein, pijat, atau terapi chiropractic. (4)
Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol aspirin, dan
kombinasi analgesik. Parasetamol aman untuk anak.46 Asam asetilsalisilat
tidak direkomendasikan pada anak berusia kurang dari 15 tahun, karena
kewaspadaan terhadap sindrom Reye. Pada dewasa, obat golongan anti-
infl amasi non steroid efektif untuk terapi TTH episodik17. Hindari obat
analgesik golongan opiat (misal: butorphanol). Pemakaian analgesik
berulang tanpa pengawasan dokter, terutama yang mengandung kafein
atau butalbital, dapat memicu rebound headaches. (4)
Beberapa obat yang terbukti efektif: ibuprofen (400 mg),
parasetamol (1000 mg), ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih efektif
daripada parasetamol. Kafein dapat meningkatkan efek analgesik.

43
Analgesik sederhana, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), dan
agen kombinasi adalah yang paling umum direkomendasikan (Tabel 1.3).
(4)

Suntikan botulinum toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri


kepala primer, seperti: tension-type headache, migren kronis, nyeri kepala
harian kronis (chronic daily headache). Botulinum toxin adalah
sekelompok protein produksi bakteri Clostridium botulinum. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat pelepasan asetilkolin di sambungan otot,
menyebabkan kelumpuhan flaksid. Botox bermanfaat mengatasi kondisi di
mana hiperaktivitas otot berperan penting. Riset tentang Botox masih
berlangsung. (4)
Intervensi nonfarmakologis misalnya: latihan relaksasi, relaksasi
progresif, terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural
therapy, atau kombinasinya. Solusi lain adalah modifikasi perilaku dan
gaya hidup. Misalnya: istirahat di tempat tenang atau ruangan gelap.
Peregangan leher dan otot bahu 20-30 menit, idealnya setiap pagi hari,
selama minimal seminggu. Hindari terlalu lama bekerja di depan
komputer, beristirahat 15 menit setiap 1 jam bekerja, berselang-seling,
iringi dengan instrumen musik alam/klasik. Saat tidur, upayakan dengan
posisi benar, hindari suhu dingin. Bekerja, membaca, menonton TV
dengan pencahayaan yang tepat. Menuliskan pengalaman bahagia. Terapi
tawa. Salat berdoa. (4)
Pendekatan multidisiplin adalah strategi efektif mengatasi TTH.
Edukasi baik untuk anak dan dewasa, disertai intervensi nonfarmakologis
dan dukungan psikososial amat diperlukan beberapa obat yang terbukti
efektif antara lain : (4)
Tabel 1.3 Terapi Akut Tension Type Headache (TTH)

44
Berikut tabel 1.4 Terapi Preventif Nonfarmakologis
c. Trigeminal autonomical cephalalgia

Parameter dan pedoman latihan diterbitkan pada tahun 2008 dari


American Academy of Neurology (AAN), dan Federasi Neurologis Eropa
Masyarakat (EFNS) merekomendasikan memulai pengobatan dengan obat

45
pada pasien dengan TN klasik Carbamazepine adalah pengobatan terbaik
dan obat pilihan untuk awal dan manajemen jangka panjang TN. (5)
Terapi lini pertama. Menurut evidencebased saat ini pedoman
pengobatan yang diterbitkan pada tahun 2008 dari AAN dan EFNS,
karbamazepin terbentuk sebagai efektif (tingkat A) dan oxcarbazepine
mungkin efektif (level B) untuk mengendalikan rasa sakit secara klasik
TN. Pedoman ini merekomendasikan carbamazepine (200-1200 mg / d)
dan oxcarbazepine (600-1800 mg / d) sebagai terapi lini pertama untuk TN
klasik. (5)
Dosis awal yang biasa adalah 100 sampai 200 mg dua kali sehari.
Dosis harian harus ditingkatkan 100 mg setiap hari sampai penghilang rasa
sakit yang cukup tercapai atau sampai tak tertahankan. Total dosis
perawatan 300-800 mg / d, diberikan dalam 2-3 dosis terbagi Dosis
maksimum yang disarankan maksimum adalah 1200 mg /d. (5)
Oxcarbazepine adalah analog keto karbamazepin yang cepat
dikonversi menjadi metabolit 10 monohidroksi farmakologis aktif.
Turunan keto karbamazepin tidak lewat melalui sistem sitokrom hati,
menghasilkan profil efek samping membaik dan interaksi obat yang lebih
sedikit dibandingkan dengan karbamazepin. Oxcarbazepine adalah
alternatif yang dapat diterima untuk carbamazepine, yang mungkin telah
memberikan penghilang rasa sakit namun telah menyebabkan tidak dapat
diterima dampak buruk. (5)
Oxcarbazepine bisa dimulai pada 150 mg dua kali sehari Dosisnya
bisa ditingkatkan bila ditolerir dalam 300 mg bertahap setiap hari ketiga
sampai pereda nyeri terjadi Dosis pemeliharaan berkisar antara 300-600
mg dua kali sehari. Jumlah dosis maksimum yang disarankan adalah 1800
mg / hari. (5)
Terapi lini kedua. Tiga obat termasuk dalam hal ini kelas -
lamotrigin, baclofen, dan pimozide. Dosis pertama lamotrigin adalah 25
mg dua kali sehari dan dapat ditingkatkan secara bertahap ke dosis

46
pemeliharaan 200-400 mg / d dalam 2 dosis terbagi. Dosis diperlukan
penghilang rasa sakit yang memadai sangat bervariasi 100-400 mg / d. (5)
Baclofen bisa digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
karbamazepin Studi telah mendukung manfaatnya dalam kedua kondisi.
Dosis awal adalah 10 mg / hari untuk 3 hari, yang dapat ditingkatkan
menjadi 10-20 / d setiap 3 hari jika diperlukan. Dosis maksimum yang
dapat ditoleransi adalah 60-80 mg / hari, diberikan 3-4 kali per hari.
Pimozide, dengan dosis 2-12 mg / d dalam pengobatan TN jarang
digunakan secara klinis karena memiliki banyak potensi efek sampingnya
serius, termasuk, aritmia, akut gejala ekstrapiramidal, dan Parkinsonisme.
(5)

Terapi garis ketiga. AED yang baru diuji gabapentin, pregabalin,


topiramate, dan levetiracetam. Gabapentin menunjukkan kemanjuran yang
memadai hanya dalam satu RCT, dimana ia digunakan dalam kombinasi
dengan ropivacaine. Kombinasi ini ditemukan aman dan efektif
Gabapentin juga telah menunjukkannya efektivitas dengan bantuan
berkelanjutan di TN. Pengobatan bisa dimulai dengan dosis tertentu dari
300 mg / d, dan dapat meningkat secara bertahap sebesar 300 mg setiap 2-
3 hari sebagai ditoleransi. Untuk khasiat maksimal, Dosis bisa
ditingkatkan menjadi 1800 mg / d. Topiramate (100-400 mg / hari)
Levetiracetam adalah AED yang lebih baru itu telah dicoba di TN.
Rentang dosis efektif levetiracetam pada TN adalah 1000-4000 mg / d. (5)
2. Berikut anatomi ekstrakranial dan intrakranial dihubungkan dengan
patomekanisme.
Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement
maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor pada struktur yang
peka nyeri (pain sensitive) yang terletak pada ataupun di atas tentorium
serebeli, bila dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar pada
daerah di depan batas garis vertical yang ditarik dari kedua telinga yaitu kiri
dan kanan melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal
anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh nervus trigeminus (nervus V).

47
Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri di bawah
tentorium (yaitu yang terletak pada fossa kranii posterior) radiks servikalis
bagian atas dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri
pada daerah di belakang garis tersebut, yaitu pada area oksipital, ara sub-
oksipital dan servikal bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf cranial
IX, X dan saraf spinal C1, C2 dan C3 akan tetapi kadang-kadang dapat juga
radiks servikalis bagian atas dan N.Oksipitalis mayor akan menjalarkan
nyerinya ke frontal dan mata ipsilateral. Telah dibuktikan adanya hubungan
yang erat antara inti-inti trigeminus dengan radiks dorsalis segmen servikalis
atas, sehingga nyeri di daerah leher dapat dirasakan atau diteruskan ke arah
kepala dan sebaliknya. Pada penderita tension type headache didapati gejala
yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan
miofasial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar ke
kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada
daerah otot maupun tendon tempat insersinya. Mekanisme timbulnya nyeri
miofasial dan nyeri tekan disebabkan oleh : (11)
a. Sensitasi nosiseptor miofasial perifer.
b. Sensitasi neuron-neuron ke-2 pada level kornu dorsalis medula
spinalis/nukleus trigeminal.
c. Sensitasi neuron supraspinal (hipersensitivitas supraspinal terhadap
stimulus nosiseptif).
d. Berkurangnya aktifitas antinosiseptif dari struktur supraspinal
(pengurangan aktifitas inhibisi dari supraspinal descending pain).

Konsep dasar pathogenesis migren saat ini yaitu; (11)

a. Hipereksitabilitas neuronal saat fase inter-iktal & fase preheadache.


b. Cortical spreading depression (CSD) sebagai dasar timbulnya aura.
c. Aktivasi perifer n.trigeminal.
d. Aktivasi sentral n.trigeminal.
e. Lesi kerusakan progresif periaquaductal gray matter (PAG).
f. Dasar genetik.

48
Patofisiologi neuralgia belum jelas dan masih sulit dimengerti. Saat ini
terdapat 2 teori yang dapat diterima yaitu : (11)

i. Teori sentral : Neuralgia ini dianggap sebagai suatu 16 keadaan setelah


terjadinya pelepasan muatan listrik dari suatu epilepsi fokal.
ii. Teori perifer : Neuralgia ini terjadi karena kompresi, distorsi atau
peregangan nervus trigeminus pada root entry zone oleh arteri aberant,
malformasi vaskuler, plak sklerotik, dll.
Patofisiologi Nyeri kepala
Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron
trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan
kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren
dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan
respons dari neuron trigeminal sentral. lnervasi sensoris pembuluh darah
intrakranial sebagian besar berasal dari ganglion trigeminal dari didalam
serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid dimana jumlah dan
peranannya yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related
Peptide), kemudian diikuti oleh SP (substance P), NKA (Neurokinin A),
pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP), nitricoxide (NO),
molekul prostaglandin E2 (PGEJ2), bradikinin, serotonin (5-HT), dan
adenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor.
Khusus untuk nyeri kepala klaster dan chronic paroxysmal headache ada
lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam
timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea. Marker pain sensing nerves
lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opioid dynorphin, sensory
neuron-specific sodium channel (Nav 1.8), purinergic reseptors (P2X3),
isolectin B4 (IB4), neuropeptide Y, galanin dan artemin reseptor ( GFR-∝3 =
GDNF Glial Cell Derived Neourotrophic Factor family receptor-∝3). Sistem
ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan
modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang
paling penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai

49
modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar
berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus
coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur
integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi
kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan
struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga
sebagai generator dan modulator sefalgi. Stimuli elektrode, atau deposisi zat
besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct grey (PAG) matter pada midbrain
dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migren (migraine like
headache).Pada penelitian MRI (Magnetic Resonance Imaging) terhadap
keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH (Chronic Daily
Headache) dan sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya
peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan
dengan kontrol. Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas. Pada
CDH justru yang paling berperan adalah proses sensitisasi sentral.
Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA (N-metil-D-Aspartat), produksi NO dan
supersensitivitas akan menaikkan produksi neuropeptide sensoris yang
bertahan lama. Kenaikan nitrit likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan
kenaikan kadar cGMP (cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di likuor.
Kadar CGRP, SP maupun NKA juga tampak meninggi pada likuor pasien
CDH.26 Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid
analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut
migren, terjadi disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan
adanya analgesic overusedmaka terjadi desensitisasi yang berperan dalam
perubahan dari migren menjadi CDH.15 Adanya inflamasi steril pada nyeri
kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel.
Makrofag melepaskan sitokin lL1 (Interleukin .1), lL6 dan TNF∝ (Tumor
Necrotizing Factor ∝) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell
melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan
arachidonic acid dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf.

50
Pada saat proses inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1,
sensory specific sodium/SNS, dan SNS-2) dan peptides (CGRP, SP). (11)
Berikut gambar 1.2 Struktur anatomi yang berkaitan dengan cephalgia.

Berikut tabel 1.5 Pembagian sifat nyeri kepala.(6)

Nyeri Intrakranial Pembuluh darah besar

Kepala
Duramater dasar tengkorak

Nervi kraniales V, IX, X

Saraf spinal servikal bagian atas

Ekstrakranial Mata dan orbita


Telinga 51
Sinus paranasales
Hidung
Mastoid
Orofaring
Kulit
Kepala
Kuduk
Vertebra servikal

Bangunan peka nyeri di kepala apabila terangsang akan menimbulkan


perasaan nyeri. Bangunan ini dapat dibedakan mejadi bangunan intrakranial
dan ekstrakranial. (6)

a. Struktur intrakranial
Berikut salah contoh patomekanisme yang bersifat intrakranial, yaitu;
Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid (SAH) nontraumatik biasanya disebabkan
oleh ruptur spontan aneurisma sakular, dengan masuknya darah ke
dalam ruang subaraknoid. (3)
Gejala utama perdarahan subaraknoid adalah sakit kepala tiba-tiba
yang sangat hebat. Iritasi meningens oleh darah subaraknoid
menyebabkan kaku kuduk (diagnosis banding : meningitis). Kesadaran
dapat terganggu segera atau dalam beberapa jam pertama. Kelumpuhan
saraf kranial dan tanda neurologis fokal dapat timbul, tergantung pada
lokasi dan luas perdarahan. (3)
Evaluasi diagnostik : CT secara sensitif mendeteksi perdarahan
subaraknoid akut. Jika SAH masih dicurigai pada gambar CT scan
normal, pungsi lumbal harus dilakukan. Tindakan ini memungkinkan
terlihatnya darah atau siderofag secara langsung pada cairan
serebrospinal. (3)
Terapi : Aneurisma dapat diterapi dengan operasi pembedahan
saraf berupa penutupan leher aneurisma dengan metal clip. Tindakan ini

52
penting untuk mencegah perdarahan ulang. Selain itu terapi yang lebih
baik adalah mengisi aneurisma dengan metal coil (bidang
neuroradiology intervensi). Coil dihantarkan dari ujung kateter
angiografik khusus, yang dimasukkan secara transfemoral dan dibawa
hingga setinggi aneurisma. (3)
Meningitis
Berikut gambar 1.3 Meningitis

Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama


araknoid dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri kedalam ruang
subaraknoid. Pada MB, terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan
serebrospinal (CSS). Biasanya proses inflamasi tidak terbatas hanya di
meningen, tapi juga mengenai parenkim otak (meningoensefalitis),
ventrikel (ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke medula spinalis.
Kerusakan neuron, terutama pada struktur hipokampus, diduga sebagai
penyebab potensial defi sit neuropsikologik persisten pada pasien yang
sembuh dari meningitis bakterial. Patogennya adalah sebagai berikut:
Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitidis, Streptococcus,
Listeriamonocytogenes, dan Haemophilus influenza. Infeksi bakteri
mencapai sistem saraf pusat melalui invasi langsung, penyebaran
hematogen, atau embolisasi trombus yang terinfeksi. Transmisi bakteri

53
patogen umumnya melalui droplet respirasi atau kontak langsung
dengan karier. Proses masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat
merupakan mekanisme yang kompleks. Awalnya, bakteri melakukan
kolonisasi nasofaring dengan berikatan pada sel epitel menggunakan
villi adhesive dan membran protein. Risiko kolonisasi epitel nasofaring
meningkat pada individu yang mengalami infeksi virus pada sistem
pernapasan atau pada perokok. (9)
Komponen polisakarida pada kapsul bakteri membantu bakteri
tersebut mengatasi mekanisme pertahanan immunoglobulin A (IgA)
pada mukosa inang. Bakteri kemudian melewati sel epitel ke dalam
ruang intravaskuler di mana bakteri relatif terlindungi dari respons
humoral komplemen karena kapsul polisakarida yang dimilikinya.
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal (CSS)
melalui pleksus koroid atau kapiler serebral. Perpindahan bakteri terjadi
melalui kerusakan endotel yang disebabkannya. Seluruh area ruang
subaraknoid yang meliputi otak, medula spinalis, dan nervus optikus
dapat dimasuki oleh bakteri dan akan menyebar dengan cepat. Hal ini
menunjukkan meningitis hampir pasti selalu melibatkan struktur
serebrospinal. Infeksi juga mengenai ventrikel, baik secara langsung
melaluipleksus koroid maupun melalui refluks lewat foramina Magendie
dan Luschka. (9)
Bakteri akan bermultiplikasi dengan mudah karena minimnya
respons humoral komplemen CSS. Komponen dinding bakteri atau
toksin bakteri akan menginduksi proses inflamasi di meningen dan
parenkim otak. Akibatnya, permeabilitas SDO meningkat dan
menyebabkan kebocoran protein plasmake dalam CSS yang akan
memicu inflamasi dan menghasilkan eksudat purulen di dalam ruang
subaraknoid. Eksudat akan menumpuk dengan cepat dan akan
terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke selubung saraf-saraf
kranial dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfi ltrasi dinding arteri
dan menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang

54
dapat mengakibatkan iskemia serebral. Tunika adventisia arteriola dan
venula subaraknoid sejatinya terbentuk sebagai bagian dari membran
araknoid. Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak awal sudah
mengalami proses inflamasi bersamaan dengan proses meningitis
(vaskulitis infeksius). Selanjutnya, dapat terjadi syok yang mereduksi
tekanan darah sistemik, sehingga dapat mengeksaserbasi iskemia
serebral. Selain itu, MB dapat menyebabkan trombosis sekunder pada
sinus venosus mayor dan tromboflebitis pada vena-vena kortikal.
Eksudat purulen yang terbentuk dapat menyumbat resorpsi CSS oleh
villi araknoid atau menyumbat aliran pada sistem ventrikel yang
menyebabkan hidrosefalus obstruktif atau komunikans yang disertai
edema serebral interstisial. Eksudat tersebut juga dapat mengelilingi
saraf-saraf kranial dan menyebabkan neuropati kranial fokal. (9)
Myesthenia gravis
Sakit kepala adalah salah satu gejala neurologis yang paling umum.
Di klinik kami, kami menemukan beberapa miastenia pasien gravis
(MG) mengeluhkan sakit kepala lebih dari pada gejala MG terkait.
Dalam kasus ini, sakit kepala bisa memiliki dampak yang lebih negatif
terhadap kualitas kehidupan sehari-hari daripada manifestasi MG
lainnya. Sepertinya gejala MG tertentu menginduksi perkembangan atau
memburuknya sakit kepala, tapi hanya ada sedikit kasus laporan tentang
sakit kepala pada pasien MG. Di sisi lain, beberapa penyakit neurologis
utama, termasuk penyakit Parkinson dan multiple sclerosis, telah
dilaporkan berhubungan dengan sakit kepala. (10)
MG adalah penyakit autoimun dari neuromuskular persimpangan
dan tidak mempengaruhi jalur nyeri pusat atau traktus sensoris lainnya.
Tidak ada yang langsung hubungan patologis antara MG dan sakit
kepala. Memang, karena agen antikolinesterase memiliki efek parsial
atau tidak sama sekali pada sakit kepala yang berhubungan dengan MG,
NSAID pada akhirnya diperlukan untuk meringankan rasa sakit dalam
banyak kasus. Berdasarkan hal tersebut, bersama dengan hasil analisis

55
terhadap karakteristik sakit kepala terkait MG, sulit untuk membedakan
sakit kepala terkait MG dari tension-type headache. Perlu dicatat bahwa
sebagian besar terkait MG dengan sakit kepala bisa didiagnosis dengan
sakit kepala tension-type headache pada ICHD-II. Kepala menurun dan
berfluktuasi ptosis dan diplopia akan mempercepat kelelahan visual dan /
atau Kekakuan leher, yang bisa jadi yang terpenting faktor penghambat
sakit kepala yang berhubungan dengan MG. (10)
Myasthenia gravis (MG) adalah kelainan autoimun yang
menyebabkan keletihan otot cepat akibat penghancuran reseptor
asetilkolin. Pasien paling sering hadir dengan diplopia, ptosis, atau
kelemahan umum. Gejalanya juga terbatas pada laring, dan paling sering
termasuk suara serak dan kelelahan vokal. Pemeriksaan laring
menunjukkan adanya cacat mobilitas, dan mungkin juga termasuk
asimetri fase atau disulfonia ketegangan otot. Pengobatannya dengan
pyridostigmine sistemik. (2)
b. Struktur ektrakranial
Berikut salah contoh patomekanisme yang bersifat ekstrakranial,
yaitu ;
Hipermetropi
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun
dekat. Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang makula lutea Hipermetropia adalah suatu
kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang
menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi
difokuskan di belakang retina. Hipermetropia adalah keadaan mata yang
tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina.
Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara bola mata
dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus
sinar terletak di belakang retina.(7)
Etiologi

56
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang
lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan
difokuskan di belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia
dapat dibagi atas Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan
refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang
pendek. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau
lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang
pada sistem optik mata. (7)
Gejala klinis
Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa
juling atau melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat.
Sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan
lebih dangkal, ketegangan akibat kelelahan melihat benda dekat
membuat sakit kepala di sekitar mata akibat harus selalu fokus saat
melihat benda benda.(7)
Pengobatan
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung
untuk mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi
hipermetropia adalah di berikan koreksi lensa positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia sebaiknya
diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberi tajam
penglihatan maksimal. (7)

Miopi

Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif


mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar
datang sejajar sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan

57
pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan
di depan retina atau bintik kuning. Miopiai disebut sebaga rabun jauh
akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat
melihat dekat dengan lebih baik. Secara fisiologis sinar yang difokuskan
pada retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak
jelas pada makula lutea . Miopia tidak sering pada bayi dan anak
prasekolah. Lebih lazim lagi pada bayi prematur dan pada bayi dengan
retinopati prematuritas. Juga, ada kecenderungan herediter terhadap
miopia, dan anak dengan orangtua miopia harus diperiksakan pada usia
awal. Insiden miopia meningkat selama tahuntahun sekolah, terutama
sebelum pada usia sepuluhan. Tingkat miopia semakin tua juga
cenderung meningkat selama tahun-tahun pertumbuhan.. (7)

Etiologi

Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin),


alergi, penyakit mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di kelopak
mata, pasca operasi atau pasca trauma atau kecelakaan), herediter atau
faktor genetik (perkembangan yang menyimpang dari normal yang di
dapat secara kongenital pada waktu awal kelahiran), kerja dekat yang
berlebihan seperti membaca terlalu dekat atau aktifitas jarak dekat,
kurangnya faktor atau aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di
luar rumah, pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV,
game), sumbuatau bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan
dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang,
pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan
yang di hasilkan oleh pembuluh darah dan bentuk dari lingkaran wajah
yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan. (7)

Gejala

Penglihatan kabur untuk melihat jauh dan hanya jelas pada jarak
yang dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat

58
pada mata, kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling bila ia
melihat jauh, mengecilkan kelopak untuk mendapatkan efek ”pinhole”
sehingga dapat melihat jelas, penderita miopia biasanya menyenangi
membaca cepat lelah, pusing dan mengantuk, melihat benda kecil harus
dari jarak dekat, pupil medriasis, dan bilik mata depan lebih dalam,
retina tipissehingga seringkali menyebabkan sakit kepala. Banyak
menggosok mata, mempunyai kesulitan dalam membaca, memegang
buku dekat ke mata, pusing, sakit kepala dan mual . (7)

Penatalaksanaan

Koreksi mata dengan miopia dengan memakai lensa minus/negatif


yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata.
Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Miopia juga
dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi
radial, keratektomi fotorefraktif. (7)

Presbiopi

Presbiopi adalah istilah untuk kondisi mata manusia yang


kehilangan kemampuan secara bertahap untuk fokus pada objek jarak
dekat. Presbiopi juga merupakan salah satu hal yang akan dirasakan
manusia sebagai bagian dari proses penuaan tubuh secara alami. (7)
Biasanya seseorang baru menyadari menderita presbiopi saat dirinya
harus merentangkan lengan agar bisa membaca buku atau koran, atau
ketika melihat ponselnya. Namun, ada beberapa faktor yang
memperbesar risiko seseorang mengidap presbiopi, yaitu: (7)
1) Usia. Hampir semua orang akan merasakan gejala presbiopi
setelah berusia 40 tahun ke atas.
2) Obat-obatan. Beberapa obat, termasuk antihistamin,
antidepresan, diuretik, dihubungkan dengan terjadinya gejala
presbiopi prematur atau dini.

59
Jika tidak ditangani dengan benar, presbiopi bisa menimbulkan
beberapa komplikasi seperti sakit kepala dan mata tegang. Dua hal
tersebut akan terjadi jika penderita presbiopi harus membaca bahan
bacaan berukuran kecil. (7)
Etiologi
Untuk membentuk gambar, mata manusia sangat mengandalkan
kornea dan lensa mata untuk memfokuskan cahaya yang memantul dari
benda. Lensa mata manusia fleksibel, bisa mengubah bentuknya untuk
memfokuskan cahaya. (7)
Seiring bertambahnya usia, lensa mata mengeras dan kehilangan
fleksibilitasnya. Lensa yang kaku dan mengeras ini menyebabkan lensa
tidak bisa fleksibel berubah bentuk untuk memfokuskan cahaya dari
benda yang berjarak dekat ke retina mata, sehingga benda terlihat tidak
fokus. (7)
Gejala klinis
Presbiopi berkembang secara bertahap, sehingga seseorang bisa
saja baru menyadari gejalanya setelah usianya melewati 40 tahun.
Beberapa gejala umum presbiopi adalah: (7)
1) Kecenderungan untuk memegang bacaan lebih jauh, agar
bisa lebih jelas melihat huruf.
2) Menyipitkan mata.
3) Penglihatan kabur ketika membaca dengan jarak normal.
4) Butuh lampu lebih terang saat membaca.
5) Sakit kepala atau mata menegang setelah membaca.
6) Kesulitan membaca cetakan huruf yang berukuran kecil.

Pengobatan Presbiopi
Tujuan pengobatan presbiopi adalah membantu ketidakmampuan
mata untuk fokus pada benda berjarak dekat. Beberapa cara pengobatan
presbiopi adalah: (7)

60
1) Kacamata. Penggunaan kacamata adalah cara sederhana dan aman
untuk menangani presbiopia. Jika kacamata baca biasa tidak bisa
menangani, pasien mungkin akan diresepkan kacamata berlensa
khusus untuk presbiopia.
2) Lensa kontak. Alat ini bisa digunakan bagi pasien yang tidak ingin
mengenakan kacamata. Namun, lensa kontak mungkin tidak bisa
digunakan jika penderita juga mengidap kondisi tidak normal pada
kelopak mata, saluran air mata, dan permukaan mata.
3) Bedah refraktif. Prosedur ini bertujuan untuk mengubah bentuk
kornea mata untuk meningkatkan penglihatan jarak dekat. Namun,
pasien tetap membutuhkan kacamata usai pembedahan untuk
aktivitas yang membutuhkan penglihatan jarak dekat.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan (Visus) Subjektif:


Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya
pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri,
kartu Snellen di letakkan di depan pasien, pasien duduk menghadap
kartu Snellen dengan jarak 6 meter, dan satu mata ditutup biasanya
mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji mata kanan, dengan
mata yang terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang masih
dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa positif + 0,50 untuk
menghilangkan akomodasi saat pemeriksaan di depan mata yang dibuka,
bila penglihatan tidak tambah baik, berarti pasien tidak hipermetropia,
bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah berlahan-
lahan bertambah baik, berarti pasien menderia hipermetropia. Lensa
positif yang terkuat yang masih memberikan ketajaman terbaik
merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata tersebut, bila penglihatan
tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa negatif. Bila menjadi jelas,
berarti pasien menderita miopia. Ukuran lensa koreksi adalah lensa
negatif teringan yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal, bila

61
penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan untuk
hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau
20/20 maka lakukan uji pinhole. (7)
Pemeriksaan Kelainan Refraksi Subjektif:
Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji kemudian
diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya,
bila tidak terjadi perbaikan penglihatan maka mata tidak dapat dikoreksi
lebih lanjut karena media penglihatan keruh atau terdapat kelainan pada
retina atau saraf optik, bila terjadi perbaikan penglihatan maka ini berarti
terdapat astigmatisme atau silinder pada mata tersebut yang belum dapat
koreksi mata. Objektif: Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan:
Refraksionometer merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau
refraktor automatik yang dikenal pada masyarakat alat komputer
pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang diharapkan dapat mengukur
dengan tepat kelainan refraksi mata, retinoskopi adalah pemeriksaan
yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif untuk
pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskopi merupakan alat untuk
melakukan retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang
secara objektif. Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata atau pupil
pasien. Pada keadaan ini terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan
dikenal 2 cara retinoskopi yaitu Spot retinoscopy dengan memakai
berkas sinar yang dapat difokuskan dan Streak retinoscopy dengan
memakai berkas sinar denagn bentuk celah atau slit. (7)

Otitis media supuratif kronis

Ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran


timpani dan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah. (13)

62
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai
potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat
mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi ke
susunan saraf pusat salah satunya adalah abses otak yang dapat
ditemukan di serebelum, fosa kranial posterior atau di lobus temporal, di
fosa kranial media. Gejala yang menunjukkan toksisitas, berupa nyeri
kepala, demam, muntah serta keadaan letargik. Pemeriksaan likuor
serebrospinal memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta
kenaikan tekanan likuor. Mungkin juga terdapat edema papil. Lokasi
abses dapat ditentukan dengan pemeriksaan angiografi, ventrikulografi
atau dengan tomografi computer. (13)

Pengobatan abses otak adalah dengan antibiotika parenteral dosis


tinggi, dengan atau tanpa operasi untuk melakukan drainase dari lesi. (13)

Otitis media non supuratif

Yaitu keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga


tengah, sedangkan membran timpani utuh. Gejala yang menonjol pada
otitis media adalah pendengaran berkurang. Pasien juga dapat mengeluh
rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring
atau berbeda, pada telinga yang sakit. Rasa nyeri dalam telinga tidak
pernah ada bila penyebab timbulnya sekret adalah virus atau alergi.
Tinitus, vertigo atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk ringan. (13)

Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan.


Pengobatan medikal : obat vasokonstriktor lokal (tetes hidung),
antihistamin, perasat valsava. Bila belum sembuh maka dilakukan
miringotomi. (13)

Difteri

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang terjadi secara lokal
pada mukosa atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif

63
Corynebacterium diphteriae dan Corynebacterium ulcerans yang
ditandai oleh terbentuknya eksudat berbentuk membrane pada tempat
infeksi dan diikuti gejala umum yang ditimbulkan eksotoksin yang
diproduksi oleh basil ini.(12)

Gejala dan Tanda

Gejala awalnya bersifat umum dan tidak spesifik, sering


menyerupai infeksi virus pernapasan atas. Kelainan pernapasan dimulai
dengan sakit tenggorokan dan radang faring ringan. Pembentukan
pseudomembran lokal atau penggabungan dapat terjadi pada bagian
manapun dari saluran pernapasan. (12)

Pembentukan membran tebal adalah karakterikstik untuk infeksi


difteri pada faring posterior. Pelepasan membrane akan menyebabkan
perdarahan dan edema mukosa. Distribusi membrane bervariasi dari
daerah lokal (misalnya tonsil, atau faring) sampai meluas ke
trakeobronkial. Kombinasi adenopati mukosa leher dan pembengkakan
limfe menyebabkan tampilann seperti buffalo humps pada pasien yang
terinfeksi. (12)

Pasien dengan difteri pada umumnya datang dengan keluhan-


keluhan berikut : (12)

1) Demam, kadang-kadang menggigil.


2) Malaise.
3) Sakit tenggorokan.
4) Sakit kepala.
5) Limfadenopati saluran pernapasan dan pembentukan
pseudomembran.
6) Suara serak, disfagia.
7) Dyspnea, stridor pernapasan, mengi, batuk.

Pemeriksaan Penunjang

64
Mengisolasi C.diphteriae dalam media kultur atau
mengidentifikasi toksinnya. Dapat dengan pewarnaan gram.
C.diphteriae di kultur melalui media tellurite atau loeffler dengan
sampel yang diambil dari pseudomembran di orofaring hidung, tonsil
kriptus, atau ulserasi, di rongga mulut. Pemeriksaan dengan
menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk deteksi
DNA encoding subunit A tox+ strain. Pemeriksaan laboratorium lain
pada darah tepi leukositosis moderat, trombositopenia, dan urinalisis
dapat proteinuria sementara. (12)

Penatalaksanaan

Anti-toksin diberikan sedini mungkin. Dosis tergantung kepada


jenis difterinya tidak dipengaruhi oleh umur pasien, yaitu : (12)

1) Difteri nasal/ fausial yang ringan diberikan 20.000-40.000 U,


secara iv dalam waktu 60 menit.
2) Difteri fausial sedang diberikan 40.000-60.000 U secara iv.
3) Difteri berat (bullneck dyyephtheria) diberikan 80.000-120.000
secara iv.

Pemberian antibiotik : (12)

1) Penisilin Procain 1.200.000 unit/hari secara intramuscular, 2 kali


sehari selama 14 hari.
2) Eritromisin : 2 gram perhari secara peroral dengan dosis terbagi 4
kali sehari.
3) Preparat lain yang bisa diberikan adalah amoksisilin, rifampisin,
dan klindamisin.
Cedera Kranioserebral
Dinamakan cedera kranioserebral karena cedera ini melukai baik
bagian kranium (tengkorak) maupun serebrum (otak). Cedera tersebut
dapat mengakibatkan luka kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,

65
robekan selaput otak, kerusakan pembuluh darah intra- maupun
ekstraserebral, dan kerusakan jaringan otaknya sendiri.(14)
Cedera ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (terbanyak),
baik pejalan kaki maupun pengemudi kendaraan bermotor. Selain itu,
cedera kranioserebral dapat juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka
tembus peluru), dan lainnya. (14)
Akibat cedera ini, seseorang dapat mengalami kondisi kritis seperti
tidak sadarkan diri pada saat akut, dan yang tidak kalah penting adalah
saat perawatan karena jika penatalaksanaannya tidak akurat, dapat terjadi
kematian atau kecacatan berat. (14)
DEFINISI
Cedera kranioserebral termasuk dalam ruang lingkup cabang ilmu
neurotraumatologi, yang mempelajari/meneliti pengaruh trauma
terhadap sel otak secara struktural maupun fungsional dan akibatnya
baik pada masa akut maupun sesudahnya. Akibat trauma dapat terjadi
pada masa akut (kerusakan primer) dan sesudahnya (kerusakan
sekunder), oleh karena itu manajemen segera dan intervensi lanjut harus
sudah dilaksanakan sejak saat awal kejadian guna
mencegah/meminimalkan kematian maupun kecacatan pasien. (14)

66
Tabel 1.6 Klasifikasi Cedera Kepala (CK) berdasarkan Skala Koma
Glasgow

Kategori SKG Kategori SKG Kategori SKG Kategori SKG


Gambaran Klinik Gambaran Klinik Gambaran Klinik Gambaran Klinik
Skening Otak Skening Otak Skening Otak Skening Otak

CK Ringan 13-15 CK Ringan 13-15 CK Ringan 13-15 CK Ringan 13-15


Pingsan <10 Pingsan <10 Pingsan <10 Pingsan <10
menit, defi sit menit, defi sit menit, defi sit menit, defi sit
neurologik (-) neurologik (-) neurologik (-) neurologik (-)

Normal Normal Normal Normal

CK Sedang 9-12 CK Sedang 9-12 CK Sedang 9-12 CK Sedang 9-12


Pingsan >10 Pingsan >10 Pingsan >10 Pingsan >10
menit s/d <6 jam, menit s/d <6 jam, menit s/d <6 jam, menit s/d <6 jam,
defi sit defi sit neurologik defi sit neurologik defi sit neurologik
neurologik (+) (+) (+) (+)

Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal

KLASIFIKASI
Klasifi kasi cedera kranioserebral berdasarkan patologi yang dibagi
dalam komosio serebri, kontusio serebri, dan laserasi. Di samping
patologi yang terjadi pada otak, mungkin terdapat juga fraktur tulang
tengkorak. Fraktur ini ada yang di basis kranium, dan ada yang di
temporal, frontal, parietal, ataupun oksipital. Fraktur bisa linear atau
depressed, terbuka atau tertutup. (14)
Klasifikasi berdasarkan lesi bisa fokal atau difus, bisa kerusakan
aksonal ataupun hematoma. Letak hematoma bisa ekstradural atau

67
dikenal juga sebagai hematoma epidural (EDH), bisa hematoma subdural
(SDH), hematoma intraserebral (ICH), ataupun perdarahan sub0araknoid
(SAH). (14)
Tabel 1.7 Klasifikasi Cedera Kepala berdasarkan lama amnesia
pascacedera

Lama Amnesia Pascacedera Lama Amnesia Pascacedera


Beratnya Trauma Kranioserebral Beratnya Trauma Kranioserebral
Kurang dari 5 menit sangat Kurang dari 5 menit sangat ringan 5 –
ringan 5 – 60 menit ringan 1 – 24 60 menit ringan 1 – 24 jam sedang 1 –
jam sedang 1 – 7 hari berat 1 – 4 7 hari berat 1 – 4 minggu sangat berat
minggu sangat berat Lebih dari 4 Lebih dari 4 minggu ekstrem berat
minggu ekstrem berat
Lama Amnesia Pascacedera Lama Amnesia Pascacedera
Beratnya Trauma Kranioserebral Beratnya Trauma Kranioserebral
Kurang dari 5 menit sangat Kurang dari 5 menit sangat ringan 5 –
ringan 5 – 60 menit ringan 1 – 24 60 menit ringan 1 – 24 jam sedang 1 –
jam sedang 1 – 7 hari berat 1 – 4 7 hari berat 1 – 4 minggu sangat berat
minggu sangat berat Lebih dari 4 Lebih dari 4 minggu ekstrem berat
minggu ekstrem berat
Lama Amnesia Pascacedera Lama Amnesia Pascacedera
Beratnya Trauma Kranioserebral Beratnya Trauma Kranioserebral
Kurang dari 5 menit sangat Kurang dari 5 menit sangat ringan 5 –
ringan 5 – 60 menit ringan 1 – 24 60 menit ringan 1 – 24 jam sedang 1 –
jam sedang 1 – 7 hari berat 1 – 4 7 hari berat 1 – 4 minggu sangat berat
minggu sangat berat Lebih dari 4 Lebih dari 4 minggu ekstrem berat
minggu ekstrem berat
Lama Amnesia Pascacedera Lama Amnesia Pascacedera

PATOLOGI & GEJALA KLINIS


Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH) Sebagian besar kasus
diakibatkan oleh robeknya arteri meningea media. Perdarahan terletak di
antara tulang tengkorak dan duramater. Gejala klinisnya adalah lucid
interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar setelah kejadian

68
trauma kranioserebral dengan penurunan kesadaran yang terjadi
kemudian. Biasanya waktu perubahan kesadaran ini kurang dari 24 jam;
penilaian penurunan kesadaran dengan GCS. Gejala lain nyeri kepala
bisa disertai muntah proyektil, pupil anisokor dengan midriasis di sisi
lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis, dan refl eks patologis Babinski
positif kontralateral lesi yang terjadi terlambat. Pada gambaran CT scan
kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran darah intrakranial)
umumnya di daerah temporal berbentuk cembung. (14)
Hematoma Subdural (SDH) Terjadi akibat robeknya vena-vena
jembatan, sinus venosus dura mater atau robeknya araknoidea.
Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea. SDH ada yang
akut dan kronik Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan
muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak,
mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT
scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis
menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural. (14)
Edema Serebri Traumatik Cedera otak akan mengganggu pusat
persarafan dan peredaran darah di batang otak dengan akibat tonus
dinding pembuluh darah menurun, sehingga cairan lebih mudah
menembus dindingnya. Penyebab lain adalah benturan yang dapat
menimbulkan kelainan langsung pada dinding pembuluh darah sehingga
menjadi lebih permeabel. Hasil akhirnya akan terjadi edema. (14)
Cedera Otak Difus Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah
maupun pada parenkim otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya
buruk. (14)
Hematoma Subaraknoid (SAH) Perdarahan subaraknoid traumatik
terjadi pada lebih kurang 40% kasus cedera kranioserebral, sebagian
besar terjadi di daerah permukaan oksipital dan parietal sehingga sering
tidak dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal. Adanya darah di dalam
cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam
rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai

69
vasospasme, akan timbul gangguan aliran darah di dalam jaringan otak.
Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak membaik setelah beberapa
hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah mulai terjadi pada hari
ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau lebih. (14)
Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat. Pada CT
scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid. Berbeda dengan
SAH non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma), perdarahan pada SAH
traumatik biasanya tidak terlalu berat. (14)
Fraktur Basis Kranii Biasanya merupakan hasil dari fraktur linear
fosa di daerah basal tengkorak; bisa di anterior, medial, atau posterior.
Sulit dilihat dari foto polos tulang tengkorak atau aksial CT scan. Garis
fraktur bisa terlihat pada CT scan berresolusi tinggi dan potongan yang
tipis. Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran
pneumoensefal. (14)
Fraktur anterior fosa melibatkan tulang frontal, etmoid dan sinus
frontal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya
cairan likour yang keluar dari hidung (rinorea) atau telinga (otorea)
disertai hematoma kacamata (raccoon eye, brill hematoma, hematoma
bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu hematoma retroaurikular.
Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales VII dan VIII.
Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila duramater robek. (14)
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan cedera kranioserebral dapat dibagi berdasarkan:
A. Kondisi kesadaran pasien Kesadaran menurun Kesadaran baik
B. Tindakan Terapi non-operatif Terapi operatif
C. Saat kejadian Manajemen prehospital Instalasi Gawat Darurat
Perawatan di ruang rawat(14)
Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan
untuk: 1. Mengontrol fi siologi dan substrat sel otak serta mencegah
kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial 2. Mencegah dan

70
mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik) 3. Minimalisasi
kerusakan sekunder 4. Mengobati simptom akibat trauma otak 5.
Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi
(antikonvulsan dan antibiotik). (14)
Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:
1) Cedera kranioserebral tertutup • Fraktur impresi (depressed
fracture) • Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH)
dengan volume perdarahan lebih dari 30mL/44mL dan/atau
pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan
kondisi pasien • Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH)
dengan pendorongan garis tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/
obliterasi sisterna basalis • Perdarahan intraserebral besar yang
menyebabkan progresivitas kelainan neurologik atau herniasi.
2) Pada cedera kranioserebral terbuka • Perlukaan kranioserebral
dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel, dura yang
robek disertai laserasi otak • Liquorrhea yang tidak berhenti lebih
dari 14 hari • Pneumoencephali • Corpus alienum • Luka tembak.

Sinusitis
Berikut gambar 1.4 Sinusitis

71
Bila terinfeksi, organ yang membentuk kom mengalami oedem,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini
menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan
tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif di dalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau
penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah
keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial
yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh, maka sekret
yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk
tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi
purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan
antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoxia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan
ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista. (9)
Drainase cairan mukus keluar dari rongga sinus juga bisa
terhambat oleh pengentalan cairan mukus itu sendiri sehingga dapat
menyebabkan hipoksia (kekurangan O2) yang nantinya akan
menyebabkan cephalgia. (9)

Penyakit gangguan tiroid

Jenis pemyakit / gangguan tiroid(15)

Menurut bentuknya, gangguan tiroid dapat dibedakan dalam dua


bentuk :

1) Difus
Pembesaran kelenjar merata, bagian kanan dan kiri kelenjar
sama-sama membesar dan disebut struma difusa (tiroid difus).
2) Nodul

72
Terdapat benjolan seperti bola, bias tunggal (mononodosa), bias
padat atau berisi cairan (kista) dan bias berupa tumor jinak/ganas.
Menurut kelainan fungsinya, gangguan tiroid dibedakan dalam 3 jenis :
1) Hipotiroid
2) Hipertiroid
3) Eutiroid
Faktor Resiko Penyakit / gangguan tiroid
1) Usia
Diats 60 tahun maka semakin beresiko terjadinya hipotiroid atau
hipertiroid.
2) Jenis Kelamin
Perempuan lebih beresiko.
3) Genetik
Genetik merupakan factor pencetus utama.
4) Merokok
Merokok dapat menyebabkan kekurangan oksigen diotak dan
nikotin dalam rokok dapat memacu peningkatan reaksi
infalamasi.
5) Stres
Stress juga berkolaborasi dengan antibodi terhadap antibody
TSH-Reseptor.
6) Obat-obatan
Amiodaron, lithium karbonat, aminoglutethimide, interferon alfa,
thalidomide, betaroxine, stavudine.
7) Lingkungan
Kadar iodium dalam air berkurang
Berikut tabel 1.8 Tanda dan gejala penyakit / gangguan tiroid pada
hipotiroid(15)

Organ Gejala dan Tanda


Otak Lemah, letih, mengantuk, depresi,
kemampuan berbicara menurun, gangguan

73
ingatan proses psikis pelan
Mata Sakit kepala, gangguan penglihatan, edema
periorbital
Telinga, Hidung dan Suara serak
Tenggorokan
Kelenjar tiroid Pembesaran tiroid/goiter noduler atau difusa
Jantung dan Tekanan nadi berkurang, hipertensi diastolic,
pembuluh darah kardiak output berkurang
Saluran cerna Sulit buang air besar, berat badan naik
Ginjal Fungsi ginjal menurun
Sistem reproduksi Infertilitas gangguan mensturasi
Otot dan saraf Kaku sendi, kesemutan, nyeri sendi, gerakan
otot lemah
Kulit Tidak tahan dingin

Penatalaksanaan

Diagnosis pengobatan sini sejak masa neonatal merupakan kunci


keberhasilan penanganannya. Telah dibuktikan bahwa deteksi dini
melalui skrining (uji saring) sangat efektif dalam mencegah gangguan
tumbuh kembang yang disebabkan hipotiroid kongenital. (15)

74
DAFTAR PUSTAKA

1. Anurogo D. Tension-Type Headache. CDK-214/ vol. 41 no.3. Jakarta : 2015 ;


Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Audrey, Alexandra E., Norman, Eva. Disorders of Cranial Nerves IX and X.
United States : 2009 ; PUBMED Central.
3. Baehr dan Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi Duus. Edisi ke-5. Jakarta :
2017 ; EGC.
4. Harsono. Buku ajar Neurologi Klinis : Peradangan Mengenai Nyeri Kepala.
Yogyakarta : 2011 ; Gajah mada university press.
5. Hidayati,HB. Pendekataan Klinisi Dalam Manajemen Nyeri Kepala. Surabaya
: 2014 ; RSUD dr. Soetomo.
6. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. Buku Ajar Neurologi
Klinis. Yogyakarta : 2011 ; UGM.
7. Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta : 2010 ; Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
8. International Headache Society. Headache Classification Committee of The
International Headache Society (IHS). Edisi ke 3. United kingdom : 2013 ;
SAGE.

75
9. Meisadona G, Soebroto AD, Estiasari R. Diagnosis dan Tatalaksana
Meningitis Bakterialis. CDK-224/ Vol 42. No 1. Tahun 2015. Jakarta : 2015 ;
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
10. Nishimoto, Suzuki, Utsugiswa, Nagane, Shibata, Shimizu, dan Suzuki
Norihiro. Clinical Study Headache Associted with Myasthenia Gravis : The
Impact of Mild Ocular Symptomps. Japan : 2011 ; Yoshinori Nishimoto.
11. Price S., Lorraine M.Wilson. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta : EGC ; 2011.
12. Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, Stiyohadi, Syam. Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke-4. Jakarta : Interna publishing ; 2015.
13. Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, dan Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-
KL. Edisi ke-7. Jakarta : 2014 ; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
14. Soertidewi, L. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Cedera Kranioserebral.
Jakarta : 2012 ; Kalbemed.
15. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi
dan Analisis Penyakit Tiroid. Jakarta : 2015 ; KEMENKES.

76

Anda mungkin juga menyukai