PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan dengan
penerapan manajemen kebidanan pada Post SC dengan CPD dengan
menggunakan Manajemen 7 Langkah Varney di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengkajian data pada klien
dengan nifas patologis.
b. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan analisa data pada klien
dengan nifas patologis.
c. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan identifikasi masalah
dengan diagnosa potensial pada klien
d. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan tindakan segera kepada
klien dengan nifas patologis
e. Mahasiswa diharapkan mampu merencanakan tindakan yang akan
dilakukan pada klien dengan nifas patologis.
f. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan rencana tindakan yang
sudah ditentukan pada klien dengan nifas patologis.
g. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan evaluasi atas tindakan
yang akan dilakukan pada klien dengan nifas patologis.
h. Mendokumentasikan hasil tindakan asuhan dalam bentuk catatan 7
Langkah Varney.
C. MANFAAT
1. Bagi Teoritis
Diharapkan mahasiswa mampu mengerti tentang asuhan kebidanan
nifas.
2. Bagi Praktik
Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan tentang asuhan kebidan
nifas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Diagnosis
Kita selalu memikirkan kemungkinan panggul sempit, bila ada seorang
primigravida pada akhir kehamilan kepala anak belum masuk PAP dan
ada kesalahan letak janin.
Anamnesa
Kepala tidak masuk PAP dan ada riwayat kesalahan letak, partus yang lalu
berlangsung lama, anak mati atau persalinan ditolong dengan alat-alat
(ekstrasi vakum atau forsep) dan operasi.
Inspeksi
Ibu kelihatan pendek ruas tulang-tulangnya atau ada skoliosis, kifosis, dan
lain-lain. Kelainan panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala terdepan
belum masuk PAP keliatan kontur seperti kepala menonjol diatas
simphisis.
Palpasi
Kepala tidak masuk PAP atau masih goyang.
Pelvimetri Klinis
a. Pemeriksaan panggul luar, apakah ukurannya kurang dari normal.
b. Pemeriksaan dalam (VT), apakah promontorium teraba, lalu diukur
CD dan CV, linea inominatateraba seluruhnya atau tidak, spina
iskiadika, dll.
Rontgen Pelvimetri
Dari foto dapat kita tentukan ukuran-ukuran C.V.; C.O.= apakah kurang
dari normal; C.T.; serta imbang kapala paggul.
3. Mekanisme Persalinan
Bila panggul sempit dalam ukuran muka belakang dan C.V. kurang dari 9
cm, maka diameter ini tidak dapat dilalui oleh diameter biparietalis dari
janin yang cukup bulan. Maka dari itu bila kepala turun biasanya terjadi
defleksi sehingga yang melewati diameter anteroposterior adalah diameter
bitemporalis.
Jadi pada panggul sempit sering ditemukan letak defleksi. Karena panggul
sempit maka persalinan berlanggsung lama, karena adanya obstruksi pada:
KALA I : Kepala tidak masuk PAP, maka pembukaan berlangsung lama
dan besar kemungkinanketuban pecah sebelum waktunya. Setelah ketuban
pecah, maka kepala tidak dapat menekan serviks kecuali kepala. Jalannya
pembukaan dapat menentukan prognosa. Bila pembukaan jalan lancar :
baik, bila lambat, maka besar kemungkinan janin tidak dapat melewati
panggul.
KALA II : Menjadi lama karena diperlukan waktu untuk turunnya kepala
dan untuk moulage.
4. Komplikasi
a. Saat Persalinan
Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat
kesempitan panggul.
1) Persalinan akan berlangsung lama.
2) Sering dijumpai ketuban pecah dini.
3) Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah, sering
tali pusat menumbung.
4) Moulage kepala berlagsung lama.
5) Sering terjadi inersia uteri skunder.
6) Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inersia
uteri primer.
7) Partus yang lama akan menyebabkan peregangan SBR dan bila
berlarut-larut dapat menyebabkan rupture uteri.
8) Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal.
9) Partus lama menyebabkan penekanan yang lama pada jaringan
lunak menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak
dapat menjadi nekrotik dan terjadilah fistula.
b. Pada anak
1) Infeksi intrapartal.
2) Kematian janin intrapartal.
3) Prolaps funikuli.
4) Perdarahan intracranial
5) Kaput suksedaneum atau sefalohematoma yang besar.
6) Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena
moulage yang hebat dan lama.
7) Fraktur pada tulang kepala oleh tekanan yang hebata dari his dan
oleh karena alat-alat yang dipakai.
5. Prognosis
a. Bahaya pada ibu :
1) Partus berlangsung lama
2) Terjadi rupture uteri
3) Terjadi fistula, karena anak terlalu menekan pada jaringan lahir,
terjadi edema, nekrosis yang kemudian mengakibatkan vesiko-
vaginal, vesiko-servikal, atau rekto-vaginal fistel.
4) Infeksi intrapartum.
5) Simfisiolisis
b. Bahaya bagi anak :
1) Persalinan lama menyebabkan kematian janin intrapartal dan
memberikan angka kematian yang tinggi.
2) Pada panggul sempit sering terjadi ketuban pecah dini dan
kemudian infeksi intrapartum.
3) Terjadi prolaps funikuli.
4) Dengan moulage memang terjadi pengecilan ukuran kepala.
Pengecilan sampai 0,5 cm tidak merusak otak, pengecila melebihi
0,5 cm akan berakibat buruk terhadap anak atau kematian.
6. Terapi
Bila konjugata vera 11 cm dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada
kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan factor panggul. Untuk C.V.
kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati
panggul tersebut.
a. C.V. = 8,5 - 10 cm dilakukan Partus Percobaan yang kemungkinan
berakhir dengan partus spontan atau ekstraksi dengan vakum,
ekstraksi dengan forsep, atau ditolong dengan seksio sesarea
skunder atas indikasi obstetric lainnya.
b. C.V.= 6 - 6,5 cm dilakukan SC primer.
c. C.V.= 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
Disamping hal-hal tersebut di atas juga tergantung pada :
a. His atau tenaga yang mendorong anak.
b. Besarnya janin, presentasi, dan posisi janin.
c. Bentuk panggul
d. Umur ibu dan pentingnya anak.
e. Penyakit ibu.
B. KONSEP DASAR TEORI SEKSIO SESAREA
1. Pengertian Seksio Sesarea
Seksio sesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen
dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1.000 gr atau umur
kehamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012, hal. 259). Seksio sesarea adalah
suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohardjo, 2005, hal. 133). Seksio
sesarea merupakan prosedur operatif, yang dilakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta, dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding
abdomen dan uterus ( Myles, 2011, hlm. 567).
2. Klasifikasi Seksio sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea yaitu seksio sesarea klasik atau corporal
yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini
dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman,
bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah
pecah (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ismika atau profundal (low
servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) merupakan suatu
pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus
(Prawiroharjo, 2008). Hampir 99 % dari seluruh kasus seksio sesarea
memilih teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti
kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Seksio
sesarea yang disertai histerektomi yaitu pengangkatan uterus setelah
seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
lain, pada miomatousus yang besar dan atau banyak atau pada ruptur uteri
yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba, 1999). Seksio sesarea
vaginal yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam
rongga uterus (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ekstraperitoneal yaitu
seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan
peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah
kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Manuaba, 1999).
3. Sebab-sebab Seksio Sesarea
Seksio sesarea yang direncanakan dilakukan karena adanya alasan medis.
Apabila persalinan dipaksakan secara alami, akan mengancam
keselamatan ibu dan bayi. Hal ini terjadi pada kesulitan kehamilan yang
sudah terdeteksi sejak dini. Seksio sesarea yang tidak direncanakan
biasanya diputuskan ketika persalinan berlangsung. Waktu pembedahan
dapat ditentukan pada seksio sesarea yang direncanakan, sehingga adanya
persiapan yang baik bagi dokter dan paramedis serta pasien. Seksio
sesarea yang direncanakan yaitu pembedahan yang dilakukan sebelum
persalinan berlangsung dapat menyebabkan segmen bawah rahim belum
terbentuk dengan baik, sehingga lebih mudah terjadinya atonia uteri.
4. Indikasi Seksio Sesarea
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan
suatu persalinan yaitu jalan lahir, janin, kekuatan ibu, psikologi ibu dan
penolong. Apabila terdapat salah satu gangguan pada salah satu faktor
tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar
bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu
dan janin (Mohctar, 1998). Operasi seksio sesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada
janin. Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea adalah persalinan
berkepanjangan, malpresentasi atau malposisi, disproporsi sefalo-pelvis,
distress janin, prolaps tali pusat, plasenta previa, abrupsio plasenta,
penyakit pada calon ibu, bedah sesarea ulangan (Simkin dkk, 2008).
Persalinan berkepanjangan dimana kontraksi dengan kualitas rendah,
pembukaan yang tidak berkembang, bayi yang tidak turun meskipun
sudah dilakukan usaha untuk mengistirahatkan rahim atau merangsang
kontraksi lebih kuat; malpresentasi atau malposisi dimana letak bayi
dalam rahim tidak menguntungkan untuk melahirkan lewat vagina.
Contoh malpresentasi adalah posisi transversal, presentasi sungsang.
Malposisi mencakup posisi oksiput posterior yang persisten atau
asinklitisme; disproporsi sefalo-pelvis dimana kepala bayi terlalu besar,
struktur panggul ibu terlalu kecil atau kombinasi keduanya; distress janin
dimana perubahan tertentu pada kecepatan denyut jantung janin dapat
menunjukkan adanya masalah pada bayi. Perubahan kecepatan jantung ini
dapat terjadi jika tali pusat tertekan atau berkurangnya aliran darah
teroksigenasi ke plasenta. Memantau respon kecepatan jantung janin
terhadap rangsang kulit kepala atau menggunakan pemantauan kejenuhan
oksigen janin dapat membantu pemberi perawatan mengetahui apakah
bayi mengompensasi keadaan ini dengan baik atau mulai mengalami efek
kekurangan oksigen. Jika bayi tidak mampu lagi mengompensasinya,
perlu dilakukan bedah sesar; prolaps tali pusat dimana jika tali pusat turun
melalui leher rahim sebelum si bayi, kepala atau tubuh bayi dapat
menjepit tali pusat tersebut dan secara drastis mengurangi pasokan
oksigen sehingga mengharuskan dilakukannya melahirkan secara bedah
sesar segera; plasenta previa dimana plasenta menutupi sebagian leher
rahim. Saat leher rahim melebar, plasenta terlepas dari rahim
menyebabkan perdarahan yang tidak sakit pada calon ibu. Hal ini dapat
mengurangi pasokan oksigen ke janin. Melahirkan lewat vagina yang
aman tidak dimungkinkan pada plasenta previa, karena plasenta akan
keluar sebelum si bayi (Duffet, 1995; Kasdu, 2003; Simkin dkk, 2008).
5. Penyebab Seksio Sesarea
a. Faktor Janin
1. Bayi Terlalu besar. Berat bayi sekitar 4.000 gr atau lebih
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Pertumbuhan janin
yang berlebihan karena ibu menderita kencing manis, dalam ilmu
kedokteran disebut bayi besar objektif. Apabila dibiarkan terlalu
lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.
2. Kelainan letak bayi. Ada dua kelainan letak janin dalam rahim,
yaitu letak sungsang dan letak lintang. Keadaan janin sungsang
apabila letak janin di dalam rahim memanjang dengan kepala
berada di bagian atas rahim dan bokong di bagian bawah rongga
rahim.
3. Kelainan letak lintang menyebabkan poros bayi tidak sesuai
dengan arah jalan lahir. Letak kepala pada posisi yang satu dan
bokong pada sisi yang lain. Bokong akan berada sedikit lebih
tinggi dari pada kepala janin. Sementara bahu berada pada bagian
atas panggul.
4. Ancaman gawat janin. Janin mendapatkan oksigen melalui
plasenta dan tali pusat, apabila terjadi gangguan maka oksigen
yang disalurkan ke bayi akan berkurang. Kondisi ini menyebabkan
janin mengalami kerusakan otak, bahkan bisa meninggal dalam
rahim. Keadaan kekurangan oksigen dapat diketahui dari denyut
jantung yang dapat dilihat pada kardiotokografi (CTG), aliran
darah pada tali pusat yang dipantau dengan alat Doppler sonografi
dan adanya mekonium dalam air ketuban.
5. Janin abnormal. Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh,
kerusakan genetik, dan hidrosephalus (kepala besar karena otak
berisi cairan).
6. Bayi kembar Kelahiran kembar memiliki risiko terjadi komplikasi
yang lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi.
b. Faktor plasenta
1. Plasenta previa. Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Hal ini menyebabkan
kepala janin tidak bisa turun dan masuk ke jalan lahir. Jenis
plasenta previa yaitu plasenta previa marginal, plasenta previa
parsial, dan plasenta previa tota Jenis plasenta previa yaitu plasenta
previa marginal, plasenta previa parsial, dan plasenta previa total.
2. Solusio Plasenta. Solusio plasenta adalah plasenta yang lepas lebih
cepat dari dinding rahim sebelum waktunya.
3. Plasenta Accreta. Plasenta accreta adalah plasenta yang menempel
di otot rahim. Pada umumnya dialami ibu yang mengalami
persalinan yang berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil dan
ibu yang pernah operasi.
4. Vasa previa. Keadaan pembuluh darah di selaput ketuban berada
di mulut rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan banyak
yang membahayakan janin dan ibunya. e) Kelainan tali pusat
Kelainan tali pusat ada dua jenis, yaitu prolapsus tali pusat dan
terlilit tali pusat. Prolapsus tali pusat adalah keadaan penyembulan
sebagian atau seluruh tali pusat, posisi tali pusat berada di depan
atau disamping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada
di jalan lahir. Sedangkan terlilit tali pusat adalah letak dan posisi
tali pusat membuat tubuh janin, baik di bagian kaki, paha, perut,
lengan, atau leher.
c. Faktor Ibu
1. Usia Ibu yang melahirkan pertama kali pada usia sekitar 35 tahun
memiliki risiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita
yang usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang
memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, kencing manis, dan preekla
2. Tulang Panggul Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang
panggul sangat menentukan lancarnya proses persalinan. Panggul
sempit sering terjadi pada wanita dengan tinggi badan kurang dari
145 cm. Bentuk panggul yang membantu memudahkan kelahiran
adalah panggul ginekoid.
3. Hambatan jalan lahir Terdapat gangguan pada jalan lahir, misalnya
jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek, dan ibu sulit bernapas. Gangguan jalan lahir juga
bisa terjadi karena adanya mioma atau tumor. Keadaan ini
menyebabkan persalinan terhambat.
4. Kelainan kontraksi rahim Kontraksi rahim lemah atau tidak
terkoordinasi atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat
melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak
terdorong dan tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancer.
5. Ketuban pecah dini Robeknya ketuban sebelum waktunya dapat
menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat
air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis.
Air ketuban adalah cairn yang mengelilingi janin dalam rahim. Air
ketuban yang pecah sebelum waktunya akan membuka rahim
sehingga memudahkan masuknya bakteri dari vagina,
menyebabkan infeksi pada ibu hamil ata janin di dalam
kandungannya.
6. Rasa takut kesakitan Pada saat kontraksi otot-otot rahim berkerut
sebagai upaya membuka mulut rahim dan mendorong kepala bayi
kearah panggul. Kondisi ini menyebabkan proses rasa sakit di
pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat (Kasdu, 2003, hal.
11).
6. Komplikasi Seksio Sesarea
Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya
(Bobak, 2004). Morbiditas pada seksio sesarea lebih besar jika
dibandingakan dengan persalinan pervaginam. Ancaman utama bagi wanita
yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan
sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus
urinarius, infeksi pada luka (Manuaba, 2003; Bobak. 2004).
Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5
0 Celcius (Heler, 1997). Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah
gejala bukan sebuah diagnosis yang menandakan adanya suatu komplikasi
serius . Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pasca pembedahan seksio seksarea (Rayburn, 2001).
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan
darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan
mencapai homeostatis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed
akibat atoni uteri (Karsono dkk, 1999). Komplikasi pada bayi dapat
menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan
trauma persalinan (Mochtar, 2008).
7. Persiapan Umum Seksio Sesarea
a. Pemasangan infus
1. Rehidrasi dengan cairan pengganti, sekitar 2 liter
a) Dextrose 5-10%
b) Ringer laktat atau ringer dextrose
c) Memudahkan pemberian tranfusi darah
d) Memudahkan pemberian premedikasi narkose
e) Memudahkan memberi antibiotika
Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu hamil :
(Anik, 2009).
1. Kebersihan diri
a. Anjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan air
dan sabun di daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang,
baru kemudian membersihkan daerah anus. Dibersihkan setiap kali
setelah selesai buang air kecil dan buang air besar.
b. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2 kali sehari
c. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir sebelum dan sesudah membersihkan daerah kemaluan.
d. Jika ibu mempunyai luka operasi atau laserasi, tidak diperkenankan
untuk menyentuh daerah luka.
2. Istirahat
a. Anjurkan kepada ibu untuk beristirahat dengan cukup guna
mencegah kelelahan yang berlebihan. Ibu tidur pada saat bayinya
juga tidur.
b. Sarankan ia kembali ke kegiatan rumah tangga biasa secara
bertahap.
3. Latihan
a. Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan
panggul, kembali seperti keadaan sebelum hamil.
b. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari akan
sangat membantu, seperti misalnya latihan kegel.
4. Gizi
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b. Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu minum setiap
kali setelah selesai menyusui)
d. Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 IU)
5. Perawatan payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih
b. Menggunakan bra yang menyokong payudara
c. Rawat payudara bila bengkak atau lecet
6. Hubungan intim (suami istri)
Begitu darah merah sudah tidak lagi keluar, dan ibu tidak merasa ada
ketidaknyamanan, maka hubungan intim sudah dapat dimulai atau
sesuai dengan kepercayaan yang dianut ibu.
E. Konsep Manajemen Kebidanan
1. Definisi Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada
klien. (Hanifa, 2007).
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan
menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses
manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah
yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan
pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang
dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien. (Hanifa, 2007).
2. Manajemen Kebidanan Menurut Varney
Menurut Hallen Varney ada 7 langkah dalam manajemen kebidanan
yaitu : (Varney,2007)
a. Langkah 1 : Tahap Pengumpulah Data Dasar
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Anamnesis. Dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat
menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan, dan
nifas, bio-psiko-sosial-spiritual, serta pengetahuan klien.
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda-tanda vital, meliputi :
) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auscultasi, dan perkusi
)
a) Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi/USG, dan
cacatan terbaru serta catatan sebelumnya).
Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah
berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang
dihadapi yang akan menentukan proses interpretasi yang benar
atau tidak dalam tahap selanjutnya. Sehingga dalam pendekatan ini
harus komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil
pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi pasien yang
sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan
apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
b. Langkah 2 : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah
dikumpulkan.
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan
diagnosis dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak
dapat didefinisikan seperti diagnosis tetapi tetap membutuhkan
penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
Diagnosis kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan bidan
dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
diagnose kebidanan.
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan :
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
2) Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan.
3) Memiliki ciri khas kebidanan.
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan.
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
c. Langkah 3 : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya.
Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah potensial
ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam
melakukan asuhan yang aman.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu
mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah
potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi
agar masalah atau diagnosis potensial tidak terjadi. Sehingga langkah
ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional
atau logis.
Kaji ulang apakah diagnosis atau masalah potensial yang
diidentifikasi sudah tepat.
d. Langkah 4 : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter dan atau tenaga konsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan
primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita
tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita
tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa
data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus
bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.
Data baru mungkin saja dikumpilkan dapat menunjukkan satu situasi
yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus
menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainnya tidak
merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari
preeklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes,
atau masalah medic yang serius, bidan memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli
perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu
mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa
konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan
kebidanan.
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
e. Langkah 5 : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnose yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang
tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah terindentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah
yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap
wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya,
apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk
klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan
terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan
dengan setiap aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah
disetujui oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan dank lien agar dapat
dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan
rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan
bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini
harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan
teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan
dilakukan klien.
f. Langkah 6 : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman.
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien
dan aman. Perencanaan ini bias dilakukan seluruh oleh bidan atau
sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau
bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya, misalnya memastikan langkah-
langkah tersebut benar-benar terlaksana.
Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan
bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tetap
bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyangkut
waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Kaji ulang apakah semua rencana asuha telah dilaksanakan.
g. Langkah 7 : Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnose dan masalah.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan
sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan
ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
manajemen tidak efektif serta melakukan penyusaian terhadap rencana
asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan
pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi
tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses
manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua
langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik, maka tidak
mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “E” POST SC HARI PERTAMA
DENGAN CPD DI RUANG NIFAS
RSUD KOTA MATARAM
b. Eliminasi
BAK Sebelum nifas Selama nifas
Frekuensi 4 -5 kali / hari 3-4 kali sehari
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Keluhan Tidak ada Tidaka ada
BAB
Frekuensi 1 kali/hari Belum
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Keluhan Tidak ada Tidak ada
c. Istirahat / tidur
Istirahat Sebelum nifas Selama nifas
Lama 7 – 8 jam 5- 6 jam
Keluhan Tidak ada Tidak ada
d. Aktivitas sehari – hari
Ibu melakukan aktivitas – aktivitas dengan duduk untuk menyusui
bayinya.
e. Personal hygiene
Personal hygiene Sebelum nifas Sesudah nifas
Mandi 2-3 kali/hari Belum
Gosok gigi 2 kali/hari 1 kali
Ganti pakaian 2 kali/hari 1 kali
Ganti pakaian dalam 2kali/hari 2 kali
DATA OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg (duduk)
4. Pernafasan : 20 x/mnt
5. Suhu : 36,3 ºC (Aksila)
6. Berat badan : 56 kg
7. Tinggi badan : 158 cm
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Insfeksi : warna rambut hitam, distribusi merata, tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada benjolan,tidak ada nyeri tekan.
2. Wajah
Inspeksi : Simetris, tidak pucat, tidak ada cloasma gravidarum
Palpasi : Tidak ada oedema.
3. Mata
Inspeksi : Kelopak mata tidak cekung , seklera tidak ikterus, konjungtiva
tidak anemis.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelainan kulit, tidak ada pengeluaran cairan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
5. Hidung
Inspeksi : Tidak ditemukan pernafasan cuping hidung, tidak ada polip.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
6. Mulut dan gigi
Inspeksi : Bibir lembab, gigi dan gusi bersih, tidak ada karies.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
7. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran
limfe.
Palpasi : tidak ada bendungan vena jugularis.
8. Payudara
Inspeksi : Bentuk simetris, puting susu masuk, kolostrum sudah keluar.
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
9. Abdomen
Inspeksi : Ada luka bekas oprasi.
Palpasi : Ada nyeri tekan
10. Ekstremitas atas :
Tidak ada oedema dan nyeri tekan.
11. Ekstremitas bawah :
Tidak ada oedema, tidak ada varises dan nyeri tekan.
12. Genetalia :
Inspeksi : Lochea lubra.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
13. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : Hb:9,1 gr% (15/01/2017)
Radiologi : tidak ada
USG : 1 kali
DS :
1) Ibu mengatakan dioperasi tanggal 15 januari 2017.
2) Ibu mengatakan masih terasa mules dan nyeri pada luka operasi.
3) Ibu mengatakan bahagia dengan kelahiran anak pertamanya.
DO :
1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tekanan darah : 110/70 mmHg
4) Pernafasan : 20 x/mnt
5) Suhu : 36,3 ºC
6) Berat badan : 56 kg
7) Tinggi badan : 158 cm
LANGKAH III : IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
Diagnosa / masalah potensial : Perdarahan
F. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. “E” dilakukan sesuai dengan
rencana asuhan kebidanan yang telah direncanakan dan sesuai dengan
diagnosa, masalah dan kebutuhan pasien.
G. Evaluasi
Ny. “E” mengerti tentang apa yang dijelaskan oleh bidan sesuai
dengan pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. “E”.
B. Saran
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny.”E” adapun saran yang ingin
disampaikan oleh penulis yaitu:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat memberikan manfaat untuk
institusi agar dapat meningkatkan kualitas mahasiswanya, menambah bahan
bacaan agar dapat menjadi acuan untuk mahasiswa.
2. Bagi RSUD Kota Mataram
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk puskesmas agar dapat lebih
meningkatkan lagi pelayanan kebidanan khususnya asuhan pada ibu nifas,
untuk mengurangi angka kematian ibu.
3. Bagi Penulis
Diharapkan dengan adanya laporan ini dapat meningkatkan kualitas dan
pengetahuan penulis khususnya keterampilan dalam melakukan Asuhan
Kebidanan Post SC dengan CPD.
4. Bagi Ibu Nifas
Diharapkan ibu bersalin dapat memahami peran dan fungsi bidan dalam
memberikan pelayanannya dan meningkatkan pelayanan yang berkualitas.