Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan dengan
penerapan manajemen kebidanan pada Post SC dengan CPD dengan
menggunakan Manajemen 7 Langkah Varney di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengkajian data pada klien
dengan nifas patologis.
b. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan analisa data pada klien
dengan nifas patologis.
c. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan identifikasi masalah
dengan diagnosa potensial pada klien
d. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan tindakan segera kepada
klien dengan nifas patologis
e. Mahasiswa diharapkan mampu merencanakan tindakan yang akan
dilakukan pada klien dengan nifas patologis.
f. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan rencana tindakan yang
sudah ditentukan pada klien dengan nifas patologis.
g. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan evaluasi atas tindakan
yang akan dilakukan pada klien dengan nifas patologis.
h. Mendokumentasikan hasil tindakan asuhan dalam bentuk catatan 7
Langkah Varney.
C. MANFAAT
1. Bagi Teoritis
Diharapkan mahasiswa mampu mengerti tentang asuhan kebidanan
nifas.
2. Bagi Praktik
Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan tentang asuhan kebidan
nifas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR TEORI CEPHALO PELVIC DISPROPORTION


1. Pengertian
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran
yang normal. Kesempitan panggul bias pada INLET (pintu atas panggul),
MIDPELVIS(pintu tengah panggul), OUTLET (pitu bawah panggul), atau
kombinasi dari ketiganya.

2. Diagnosis
Kita selalu memikirkan kemungkinan panggul sempit, bila ada seorang
primigravida pada akhir kehamilan kepala anak belum masuk PAP dan
ada kesalahan letak janin.
Anamnesa
Kepala tidak masuk PAP dan ada riwayat kesalahan letak, partus yang lalu
berlangsung lama, anak mati atau persalinan ditolong dengan alat-alat
(ekstrasi vakum atau forsep) dan operasi.
Inspeksi
Ibu kelihatan pendek ruas tulang-tulangnya atau ada skoliosis, kifosis, dan
lain-lain. Kelainan panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala terdepan
belum masuk PAP keliatan kontur seperti kepala menonjol diatas
simphisis.
Palpasi
Kepala tidak masuk PAP atau masih goyang.
Pelvimetri Klinis
a. Pemeriksaan panggul luar, apakah ukurannya kurang dari normal.
b. Pemeriksaan dalam (VT), apakah promontorium teraba, lalu diukur
CD dan CV, linea inominatateraba seluruhnya atau tidak, spina
iskiadika, dll.
Rontgen Pelvimetri
Dari foto dapat kita tentukan ukuran-ukuran C.V.; C.O.= apakah kurang
dari normal; C.T.; serta imbang kapala paggul.
3. Mekanisme Persalinan
Bila panggul sempit dalam ukuran muka belakang dan C.V. kurang dari 9
cm, maka diameter ini tidak dapat dilalui oleh diameter biparietalis dari
janin yang cukup bulan. Maka dari itu bila kepala turun biasanya terjadi
defleksi sehingga yang melewati diameter anteroposterior adalah diameter
bitemporalis.
Jadi pada panggul sempit sering ditemukan letak defleksi. Karena panggul
sempit maka persalinan berlanggsung lama, karena adanya obstruksi pada:
KALA I : Kepala tidak masuk PAP, maka pembukaan berlangsung lama
dan besar kemungkinanketuban pecah sebelum waktunya. Setelah ketuban
pecah, maka kepala tidak dapat menekan serviks kecuali kepala. Jalannya
pembukaan dapat menentukan prognosa. Bila pembukaan jalan lancar :
baik, bila lambat, maka besar kemungkinan janin tidak dapat melewati
panggul.
KALA II : Menjadi lama karena diperlukan waktu untuk turunnya kepala
dan untuk moulage.
4. Komplikasi
a. Saat Persalinan
Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat
kesempitan panggul.
1) Persalinan akan berlangsung lama.
2) Sering dijumpai ketuban pecah dini.
3) Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah, sering
tali pusat menumbung.
4) Moulage kepala berlagsung lama.
5) Sering terjadi inersia uteri skunder.
6) Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inersia
uteri primer.
7) Partus yang lama akan menyebabkan peregangan SBR dan bila
berlarut-larut dapat menyebabkan rupture uteri.
8) Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal.
9) Partus lama menyebabkan penekanan yang lama pada jaringan
lunak menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak
dapat menjadi nekrotik dan terjadilah fistula.
b. Pada anak
1) Infeksi intrapartal.
2) Kematian janin intrapartal.
3) Prolaps funikuli.
4) Perdarahan intracranial
5) Kaput suksedaneum atau sefalohematoma yang besar.
6) Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena
moulage yang hebat dan lama.
7) Fraktur pada tulang kepala oleh tekanan yang hebata dari his dan
oleh karena alat-alat yang dipakai.
5. Prognosis
a. Bahaya pada ibu :
1) Partus berlangsung lama
2) Terjadi rupture uteri
3) Terjadi fistula, karena anak terlalu menekan pada jaringan lahir,
terjadi edema, nekrosis yang kemudian mengakibatkan vesiko-
vaginal, vesiko-servikal, atau rekto-vaginal fistel.
4) Infeksi intrapartum.
5) Simfisiolisis
b. Bahaya bagi anak :
1) Persalinan lama menyebabkan kematian janin intrapartal dan
memberikan angka kematian yang tinggi.
2) Pada panggul sempit sering terjadi ketuban pecah dini dan
kemudian infeksi intrapartum.
3) Terjadi prolaps funikuli.
4) Dengan moulage memang terjadi pengecilan ukuran kepala.
Pengecilan sampai 0,5 cm tidak merusak otak, pengecila melebihi
0,5 cm akan berakibat buruk terhadap anak atau kematian.
6. Terapi
Bila konjugata vera 11 cm dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada
kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan factor panggul. Untuk C.V.
kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati
panggul tersebut.
a. C.V. = 8,5 - 10 cm dilakukan Partus Percobaan yang kemungkinan
berakhir dengan partus spontan atau ekstraksi dengan vakum,
ekstraksi dengan forsep, atau ditolong dengan seksio sesarea
skunder atas indikasi obstetric lainnya.
b. C.V.= 6 - 6,5 cm dilakukan SC primer.
c. C.V.= 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
Disamping hal-hal tersebut di atas juga tergantung pada :
a. His atau tenaga yang mendorong anak.
b. Besarnya janin, presentasi, dan posisi janin.
c. Bentuk panggul
d. Umur ibu dan pentingnya anak.
e. Penyakit ibu.
B. KONSEP DASAR TEORI SEKSIO SESAREA
1. Pengertian Seksio Sesarea
Seksio sesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen
dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1.000 gr atau umur
kehamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012, hal. 259). Seksio sesarea adalah
suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohardjo, 2005, hal. 133). Seksio
sesarea merupakan prosedur operatif, yang dilakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta, dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding
abdomen dan uterus ( Myles, 2011, hlm. 567).
2. Klasifikasi Seksio sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea yaitu seksio sesarea klasik atau corporal
yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini
dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman,
bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah
pecah (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ismika atau profundal (low
servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) merupakan suatu
pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus
(Prawiroharjo, 2008). Hampir 99 % dari seluruh kasus seksio sesarea
memilih teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti
kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Seksio
sesarea yang disertai histerektomi yaitu pengangkatan uterus setelah
seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
lain, pada miomatousus yang besar dan atau banyak atau pada ruptur uteri
yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba, 1999). Seksio sesarea
vaginal yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam
rongga uterus (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ekstraperitoneal yaitu
seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan
peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah
kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Manuaba, 1999).
3. Sebab-sebab Seksio Sesarea
Seksio sesarea yang direncanakan dilakukan karena adanya alasan medis.
Apabila persalinan dipaksakan secara alami, akan mengancam
keselamatan ibu dan bayi. Hal ini terjadi pada kesulitan kehamilan yang
sudah terdeteksi sejak dini. Seksio sesarea yang tidak direncanakan
biasanya diputuskan ketika persalinan berlangsung. Waktu pembedahan
dapat ditentukan pada seksio sesarea yang direncanakan, sehingga adanya
persiapan yang baik bagi dokter dan paramedis serta pasien. Seksio
sesarea yang direncanakan yaitu pembedahan yang dilakukan sebelum
persalinan berlangsung dapat menyebabkan segmen bawah rahim belum
terbentuk dengan baik, sehingga lebih mudah terjadinya atonia uteri.
4. Indikasi Seksio Sesarea
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan
suatu persalinan yaitu jalan lahir, janin, kekuatan ibu, psikologi ibu dan
penolong. Apabila terdapat salah satu gangguan pada salah satu faktor
tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar
bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu
dan janin (Mohctar, 1998). Operasi seksio sesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada
janin. Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea adalah persalinan
berkepanjangan, malpresentasi atau malposisi, disproporsi sefalo-pelvis,
distress janin, prolaps tali pusat, plasenta previa, abrupsio plasenta,
penyakit pada calon ibu, bedah sesarea ulangan (Simkin dkk, 2008).
Persalinan berkepanjangan dimana kontraksi dengan kualitas rendah,
pembukaan yang tidak berkembang, bayi yang tidak turun meskipun
sudah dilakukan usaha untuk mengistirahatkan rahim atau merangsang
kontraksi lebih kuat; malpresentasi atau malposisi dimana letak bayi
dalam rahim tidak menguntungkan untuk melahirkan lewat vagina.
Contoh malpresentasi adalah posisi transversal, presentasi sungsang.
Malposisi mencakup posisi oksiput posterior yang persisten atau
asinklitisme; disproporsi sefalo-pelvis dimana kepala bayi terlalu besar,
struktur panggul ibu terlalu kecil atau kombinasi keduanya; distress janin
dimana perubahan tertentu pada kecepatan denyut jantung janin dapat
menunjukkan adanya masalah pada bayi. Perubahan kecepatan jantung ini
dapat terjadi jika tali pusat tertekan atau berkurangnya aliran darah
teroksigenasi ke plasenta. Memantau respon kecepatan jantung janin
terhadap rangsang kulit kepala atau menggunakan pemantauan kejenuhan
oksigen janin dapat membantu pemberi perawatan mengetahui apakah
bayi mengompensasi keadaan ini dengan baik atau mulai mengalami efek
kekurangan oksigen. Jika bayi tidak mampu lagi mengompensasinya,
perlu dilakukan bedah sesar; prolaps tali pusat dimana jika tali pusat turun
melalui leher rahim sebelum si bayi, kepala atau tubuh bayi dapat
menjepit tali pusat tersebut dan secara drastis mengurangi pasokan
oksigen sehingga mengharuskan dilakukannya melahirkan secara bedah
sesar segera; plasenta previa dimana plasenta menutupi sebagian leher
rahim. Saat leher rahim melebar, plasenta terlepas dari rahim
menyebabkan perdarahan yang tidak sakit pada calon ibu. Hal ini dapat
mengurangi pasokan oksigen ke janin. Melahirkan lewat vagina yang
aman tidak dimungkinkan pada plasenta previa, karena plasenta akan
keluar sebelum si bayi (Duffet, 1995; Kasdu, 2003; Simkin dkk, 2008).
5. Penyebab Seksio Sesarea
a. Faktor Janin
1. Bayi Terlalu besar. Berat bayi sekitar 4.000 gr atau lebih
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Pertumbuhan janin
yang berlebihan karena ibu menderita kencing manis, dalam ilmu
kedokteran disebut bayi besar objektif. Apabila dibiarkan terlalu
lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.
2. Kelainan letak bayi. Ada dua kelainan letak janin dalam rahim,
yaitu letak sungsang dan letak lintang. Keadaan janin sungsang
apabila letak janin di dalam rahim memanjang dengan kepala
berada di bagian atas rahim dan bokong di bagian bawah rongga
rahim.
3. Kelainan letak lintang menyebabkan poros bayi tidak sesuai
dengan arah jalan lahir. Letak kepala pada posisi yang satu dan
bokong pada sisi yang lain. Bokong akan berada sedikit lebih
tinggi dari pada kepala janin. Sementara bahu berada pada bagian
atas panggul.
4. Ancaman gawat janin. Janin mendapatkan oksigen melalui
plasenta dan tali pusat, apabila terjadi gangguan maka oksigen
yang disalurkan ke bayi akan berkurang. Kondisi ini menyebabkan
janin mengalami kerusakan otak, bahkan bisa meninggal dalam
rahim. Keadaan kekurangan oksigen dapat diketahui dari denyut
jantung yang dapat dilihat pada kardiotokografi (CTG), aliran
darah pada tali pusat yang dipantau dengan alat Doppler sonografi
dan adanya mekonium dalam air ketuban.
5. Janin abnormal. Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh,
kerusakan genetik, dan hidrosephalus (kepala besar karena otak
berisi cairan).
6. Bayi kembar Kelahiran kembar memiliki risiko terjadi komplikasi
yang lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi.

b. Faktor plasenta
1. Plasenta previa. Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Hal ini menyebabkan
kepala janin tidak bisa turun dan masuk ke jalan lahir. Jenis
plasenta previa yaitu plasenta previa marginal, plasenta previa
parsial, dan plasenta previa tota Jenis plasenta previa yaitu plasenta
previa marginal, plasenta previa parsial, dan plasenta previa total.
2. Solusio Plasenta. Solusio plasenta adalah plasenta yang lepas lebih
cepat dari dinding rahim sebelum waktunya.
3. Plasenta Accreta. Plasenta accreta adalah plasenta yang menempel
di otot rahim. Pada umumnya dialami ibu yang mengalami
persalinan yang berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil dan
ibu yang pernah operasi.
4. Vasa previa. Keadaan pembuluh darah di selaput ketuban berada
di mulut rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan banyak
yang membahayakan janin dan ibunya. e) Kelainan tali pusat
Kelainan tali pusat ada dua jenis, yaitu prolapsus tali pusat dan
terlilit tali pusat. Prolapsus tali pusat adalah keadaan penyembulan
sebagian atau seluruh tali pusat, posisi tali pusat berada di depan
atau disamping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada
di jalan lahir. Sedangkan terlilit tali pusat adalah letak dan posisi
tali pusat membuat tubuh janin, baik di bagian kaki, paha, perut,
lengan, atau leher.
c. Faktor Ibu
1. Usia Ibu yang melahirkan pertama kali pada usia sekitar 35 tahun
memiliki risiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita
yang usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang
memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, kencing manis, dan preekla
2. Tulang Panggul Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang
panggul sangat menentukan lancarnya proses persalinan. Panggul
sempit sering terjadi pada wanita dengan tinggi badan kurang dari
145 cm. Bentuk panggul yang membantu memudahkan kelahiran
adalah panggul ginekoid.
3. Hambatan jalan lahir Terdapat gangguan pada jalan lahir, misalnya
jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek, dan ibu sulit bernapas. Gangguan jalan lahir juga
bisa terjadi karena adanya mioma atau tumor. Keadaan ini
menyebabkan persalinan terhambat.
4. Kelainan kontraksi rahim Kontraksi rahim lemah atau tidak
terkoordinasi atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat
melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak
terdorong dan tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancer.
5. Ketuban pecah dini Robeknya ketuban sebelum waktunya dapat
menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat
air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis.
Air ketuban adalah cairn yang mengelilingi janin dalam rahim. Air
ketuban yang pecah sebelum waktunya akan membuka rahim
sehingga memudahkan masuknya bakteri dari vagina,
menyebabkan infeksi pada ibu hamil ata janin di dalam
kandungannya.
6. Rasa takut kesakitan Pada saat kontraksi otot-otot rahim berkerut
sebagai upaya membuka mulut rahim dan mendorong kepala bayi
kearah panggul. Kondisi ini menyebabkan proses rasa sakit di
pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat (Kasdu, 2003, hal.
11).
6. Komplikasi Seksio Sesarea
Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya
(Bobak, 2004). Morbiditas pada seksio sesarea lebih besar jika
dibandingakan dengan persalinan pervaginam. Ancaman utama bagi wanita
yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan
sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus
urinarius, infeksi pada luka (Manuaba, 2003; Bobak. 2004).
Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5
0 Celcius (Heler, 1997). Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah
gejala bukan sebuah diagnosis yang menandakan adanya suatu komplikasi
serius . Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pasca pembedahan seksio seksarea (Rayburn, 2001).
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan
darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan
mencapai homeostatis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed
akibat atoni uteri (Karsono dkk, 1999). Komplikasi pada bayi dapat
menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan
trauma persalinan (Mochtar, 2008).
7. Persiapan Umum Seksio Sesarea
a. Pemasangan infus
1. Rehidrasi dengan cairan pengganti, sekitar 2 liter
a) Dextrose 5-10%
b) Ringer laktat atau ringer dextrose
c) Memudahkan pemberian tranfusi darah
d) Memudahkan pemberian premedikasi narkose
e) Memudahkan memberi antibiotika

b. Pemasangan dauer kateter


1) Untuk mengukur keseimbangan cairan
2) Menghindari trauma
3) Meningkatkan kemampuan untuk sembuh
c. Posisi dan evaluasi penderita
1) Tidur telentang dengan posisi kepala sedikit direndahkan
2) Tanda-tanda vital diukur, terdiri dari: tekanan darah, nadi,
temperature, pernafasan, dan keadaan ekstremitas.
3) Tanda vital kehamilan diperiksa, di antaranya adalah adanya his
dan tindakan mengejan, lingkaran bandle, detak jantung janin, dan
perdarahan.
4) Narkosa perdarahan seksio sesarea. Narkosa pada seksio sesarea
dapat dilakukan dengan cara kombinasi, anestesi lumbal, dan
anestesi local.

C. KONSEP DASAR TEORI NIFAS


1. Pengertian
Masa nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangsung kira – kira 6 minggu.(Heryani, 2012)
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai,
dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Hanifa, 2007).
Istilah puerperium (berasal dari kata puer artinya anak, parele artinya
melahirkan) menunjukkan periode 6 minggu yang berlangsung antara
berakhirnya periode persalinan dan kembalinya organ-organ reproduksi
wanita ke kondisi normal seperti sebelum hamil (Anik, 2009).
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah
masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta lepas dari rahim,
sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ
– organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan
seperti perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan saat melahirkan.
(Purnamawati, 2013)
2. Etiologi
Masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin hingga kembalinya ke
induk telur atau ovarium reproduksi wanita seperti sebelum hamil.
(Purnamawati, 2013)
3. Fisiologi
Setelah plasenta dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera
setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kira-kira ± 2 jari di bawah pusat.
Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang ± 15
cm, lebar ± 12 cm, dan tebal ± 10 cm. Sedangkan pada bekas implantasi
plasenta lebih tipis dari bagian lain. Korpus uteri sekarang sebagian besar
merupakan miometrium yang dibungkus serosa dan dilapisi desidua.
Dinding anterior dan posterior menempel dengan tebal masing - masing 4
- 5 cm. Oleh karena adanya kontraksi rahim, pembuluh darah tertekan
sehingga terjadi ischemia. Selama 2 hari berikut uterus tetap dalam ukuran
yang sama baru 2 minggu kemudian turun kerongga panggul dan tidak
dapat diraba lagi diatas symfisis dan memncapai ukuran normal dalam
waktu 4 minggu. (Hanifa , 2007).
Setelah persalinan uterus seberat ± 1 kg, karena involusio 1 minggu
kemudian beratnya sekitar 500 gram, dan pada akhir minggu kedua
menjadi 300 gram dan segera sesudah minggu kedua menjadi 100 gram.
Jumlah sel-sel otot tidak berkurang banyak hanya saja ukuran selnya yang
berubah. (Hanifa , 2007).
Setelah 2 hari persalinan desidua yang tertinggal dalam uterus
berdeferensiasi menjadi 2 lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik
terkelupas keluar bersama lochea sementara lapisan basalis tetap utuh
menjadi sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi
endometrium berlangsung cepat kecuali tempat plasenta. Seluruh
endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga. Segera setelah
persalinan tempat plasenta kira - kira berukuran sebesar telapak tangan.
Pada akhir minggu kedua ukuran diameternya 2-4 cm. Setelah persalinan
tempat plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami
trombus. Setelah kelahiran, ukuran pembuluh darah ekstra uteri mengecil
menjadi sama atau sekurang-kurangnya mendekati ukuran sebelum hamil.
(Hanifa , 2007).
Servik dan segmen bawah uterus menjadi struktur yang tipis, kolaps
dan kendur setelah kala II persalinan. Mulut servik mengecil perlahan-
lahan. Selama beberapa hari setelah persalinan, porsio masih dapat
dimasuki 2 jari, sewaktu mulut servik sempit, servik kembali menebal dan
salurannya akan terbentuk kembali. Miometrium segmen bawah uterus
yang sangat tipis berkontraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Beberapa
minggu kemudian segmen bawah menjadi isthmus uteri yang hampir tidak
dapat dilihat. (Hanifa , 2007).
Vagina dan pintu keluar vagina akan membentuk lorong yang
berdinding lunak yang ukurannya secara perlahan-lahan mengecil. Rugae
terlihat kembali pada minggu ketiga, hymen muncul kembali sebagai
potongan jaringan yang disebut sebagai carunculae mirtiformis. Pada
dinding kandung kencing terjadi edema dan hyperemia, disamping itu
kapasitasnya bertambah besar dan relatif tidak sensitif terhadap tekanan
cairan intravesika. (Hanifa , 2007).
4. Tanda dan Gejala
Nifas ditandai dengan : (Heryani , 2012).
a. Adanya perubahan fisik
1) Uterus (Rahim)
Setelah persalinan uterus seberat ± 1 kg, karena involusio 1
minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, dan pada akhir
minggu kedua menjadi 300 gram dan segera sesudah minggu
kedua menjadi 100 gram. Jumlah sel-sel otot tidak berkurang
banyak hanya saja ukuran selnya yang berubah.
Setelah persalinan tempat plasenta terdiri dari banyak
pembuluh darah yang mengalami trombus. Setelah kelahiran,
ukuran pembuluh darah ekstra uteri mengecil menjadi sama atau
sekurang-kurangnya mendekati ukuran sebelum hamil.
2) Serviks (Leher rahim)
Serviks menjadi tebal, kaku dan masih terbuka selama 3 hari.
Namun ada juga yang berpendapat sampai 1 minggu. Bentuk
mulut servik yang bulat menjadi agak memanjang dan akan
kembali normal dalam 3-4 bulan.
3) Vagina
Vagina yang bengkak serta lipatan (rugae) yang hilang akan
kembali seperti semula setelah 3-4 minggu.
4) Abdomen
Perut akan menjadi lembek dan kendor. Proses involusio pada
perut sebaiknya diikuti olahraga atau senam penguatan otot-otot
perut. Jika ada garis-garis biru (striae) tidak akan hilang, kemudian
perlahan-lahan akan berubah warna menjadi keputihan.
5) Payudara
Payudara yang membesar selama hamil dan menyusui akan
kembali normal setelah masa menyusui berakhir. Untuk menjaga
bentuknya dibutuhkan perawatan yang baik.
6) Kulit
Setelah melahirkan, pigmentasi akan berkurang, sehingga
hiperpigmentasi pada muka, leher, payudara dan lainnya akan
menghilang secara perlahan-lahan.
b. Involusio uterus dan pengeluaran lochea
Dengan involusio uteri, maka lapisan lapisan luar dari desidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang
mati akan keluar bersama-sama dengan sisa cairan, campuran antara
darah yang dinamakan lochea. Biasanya berwarna merah, kemudian
semakin lama semakin pucat, dan berakhir dalam waktu 3-6 minggu.
1) Lochea Rubra
Sesuai dengan namanya yang muncul pada hari pertama post
partum sampai hari ketiga. Warnanya merah yang mengandung
darah dan robekan/luka pada tempat perlekatan plasenta serta
serabut desidua dan korion.
2) Lochea sanguinolenta
Warnanya kuning kecoklatan dan muncul pada hari ketiga
sampai hari ketujuh
3) Lochea Serosa
Berwarna kecoklatan, mengandung lebih sedikit darah, banyak
serum, juga lekosit. Muncul pada hari ketujuh sampai hari keempat
belas.
4) Lochea Alba
Warnanya lebih pucat, putih kekuning-kuningan dan
mengandung leukosit, selaput lendir servik serta jaringan yang
mati. Timbulnya setelah hari keempat belas.
c. Laktasi atau pengeluaran ASI
Selama kehamilan hormon estrogen dan progesteron
menginduksi perkembangan alveolus dan duktus laktiferus didalam
payudara dan juga merangsang produksi kolostrum. Namun produksi
ASI akan berlangsung sesudah kelahiran bayi saat kadar hormon
estrogen dan progesteron menurun.
Pelepasan ASI berada dibawah kendali neuro-endokrin,
rangsangan sentuhan payudara (bayi mengisap) akan merangsang
produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel mioepitel.
Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mammae melalui
duktus kesinus lactiverus. Cairan pertama yang diperoleh bayi sesudah
ibunya melahirkan adalah kolostrum, yang mengandung campuran
yang lebih kaya akan protein, mineral, dan antibody daripada ASI
yang telah mature. ASI yang mature muncul kira-kira pada hari ketiga
atau keempat setelah kelahiran.

d. Perubahan sistem tubuh lain


1) Endokrin
Endokrin diproduksi oleh kelanjar hypofise anterior,
meningkat dan menekan produksi FSH (Folicle Stimulating
Hormon) sehingga fungsi ovarium tertunda. Dengan menurunnya
hormon estrogen dan progesteron, kondisi ini akan mengembalikan
fungsi ovarium kepada keadaan semula.
2) Hemokonsentrasi
Volume darah yang meningkat saat hamil akan kembali normal
dengan adanya mekanisme kompensasi yang menimbulkan
hemokonsentrasi, umumnya terjadi pada hari ketiga dan kelima.
5. Aspek Psikologis Post Partum
Dibagi dalam beberapa fase yaitu : (Heryani, 2012).
a. Fase “Taking In”
1) Perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya, fase ini berlangsung
selama 1-2 hari.
2) Ibu memperhatikan bayinya tetapi tidak menginginkan kontak
dengan bayinya. Ibu hanya memerlukan informasi tentang
bayinya.
3) Ibu memerlukan makanan yang adekuat serta istirahat/tidur.
b. Fase “Taking Hold”
1) Fase mencari pegangan, berlangsung ±10 hari.
2) Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif.
3) Perhatian terhadap kemampuan diri untuk mengatasi fungsi
tubuhnya seperti kelancaran bab, bak, duduk, jalan dan lain
sebagainya.
4) Ibu ingin belajar tentang perawatan diri dan bayinya.
5) Timbul rasa kurang percaya diri.

c. Fase “Letting Go”


1) Ibu merasakan bahwa bayinya terpisah dari dirinya.
2) Ibu mandapatkan peran dan tanggung jawab baru
3) Terjadi peningkatan kemandirian diri dalam merawat diri dan
bayinya.
4) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga dan bayinya.
Ada yang membagi aspek psikologis masa nifas adalah sbb
(Heryani, 2012)
a. Fase Honeymoon
Yaitu fase setelah anak lahir dimana terjadi kontak yang lama antara
ibu, ayah dan anak pada fase ini.
1) Tidak memerlukan hal-hal yang romantis
2) Saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang
baru.
b. Bonding and Attachment
Menurut Nelson Attachment, bonding adalah dimulainya
interaksi emosi sensorik fisik antara orang tua dan bayi segera setelah
lahir.
Menurut Nelson Attachment adalah ikatan aktif yang terjadi antara
individu.
c. Post Partum Blues
Adalah dimana wanita :
1) Kadang-kadang mengalami kekecewaan yang berkaitan dan
mudah tersinggung dan terluka
2) Nafsu makan dan pola tidur terganggu, biasanya terjadi di Rumah
Sakit karena adanya perubahan hormon dan perlu transisi.
3) Adanya rasa ketidaknyamanan, kelelahan, kehabisan tenaga yang
menyebabkan ibu tertekan.
4) Dapat diatasi dengan menangis. Bila tidak teratasi dapat
menyebabkan depresi.
5) Dapat dicegah dengan memberikan penyuluhan sebelumnya bahwa
hal tersebut diatas adalah normal.
6. Tahapan Masa Nifas
Nifas terbagi menjadi tiga tahap : (Heryani, 2012).
a. Puerperium dini yaitu Kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk
berdiri dan berj alanjalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih
dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerperium yaitu Waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-
minggu, bulanan, tahunan.
D. Asuhan dalam Masa Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan,
untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan
pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal
sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu. (Anik, 2009)

Tabel 12. Kunjungan masa nifas


KUNJUNGAN WAKTU ASUHAN
I 6 jam - 3 hari PP a. Mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri.
b. Mendeteksi dan perawatan
penyebab lain perdarahan serta
melakukan rujukan bila perdarahan
berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu
atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu
dan bai baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara pencegahan hipotermia
g. Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran, atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan
stabil.
II 2 minggu PP (8 a. Memastikan involusi uterus
– 14 hari) barjalan dengan normal, uterus
berkontraksi dengan baik, tinggi
fundus uteri di bawah umbilikus,
tidak ada perdarahan abnormal.
b. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi dan perdarahan
abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat
dan merawat bayi sehari-hari.

III 6 minggu PP (36 a. Menanyakan pada ibu tentang


– 42 hari) penyulit-penyulit yang ia alami.
b. Memberikan konseling KB secara
dini.
(Anik,2009).

Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu hamil :
(Anik, 2009).
1. Kebersihan diri
a. Anjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan air
dan sabun di daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang,
baru kemudian membersihkan daerah anus. Dibersihkan setiap kali
setelah selesai buang air kecil dan buang air besar.
b. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2 kali sehari
c. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir sebelum dan sesudah membersihkan daerah kemaluan.
d. Jika ibu mempunyai luka operasi atau laserasi, tidak diperkenankan
untuk menyentuh daerah luka.
2. Istirahat
a. Anjurkan kepada ibu untuk beristirahat dengan cukup guna
mencegah kelelahan yang berlebihan. Ibu tidur pada saat bayinya
juga tidur.
b. Sarankan ia kembali ke kegiatan rumah tangga biasa secara
bertahap.
3. Latihan
a. Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan
panggul, kembali seperti keadaan sebelum hamil.
b. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari akan
sangat membantu, seperti misalnya latihan kegel.
4. Gizi
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b. Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu minum setiap
kali setelah selesai menyusui)
d. Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 IU)
5. Perawatan payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih
b. Menggunakan bra yang menyokong payudara
c. Rawat payudara bila bengkak atau lecet
6. Hubungan intim (suami istri)
Begitu darah merah sudah tidak lagi keluar, dan ibu tidak merasa ada
ketidaknyamanan, maka hubungan intim sudah dapat dimulai atau
sesuai dengan kepercayaan yang dianut ibu.
E. Konsep Manajemen Kebidanan
1. Definisi Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada
klien. (Hanifa, 2007).
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan
menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses
manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah
yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan
pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang
dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien. (Hanifa, 2007).
2. Manajemen Kebidanan Menurut Varney
Menurut Hallen Varney ada 7 langkah dalam manajemen kebidanan
yaitu : (Varney,2007)
a. Langkah 1 : Tahap Pengumpulah Data Dasar
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Anamnesis. Dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat
menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan, dan
nifas, bio-psiko-sosial-spiritual, serta pengetahuan klien.
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda-tanda vital, meliputi :
) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auscultasi, dan perkusi
)
a) Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi/USG, dan
cacatan terbaru serta catatan sebelumnya).
Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah
berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang
dihadapi yang akan menentukan proses interpretasi yang benar
atau tidak dalam tahap selanjutnya. Sehingga dalam pendekatan ini
harus komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil
pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi pasien yang
sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan
apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
b. Langkah 2 : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah
dikumpulkan.
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan
diagnosis dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak
dapat didefinisikan seperti diagnosis tetapi tetap membutuhkan
penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
Diagnosis kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan bidan
dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
diagnose kebidanan.
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan :
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
2) Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan.
3) Memiliki ciri khas kebidanan.
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan.
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
c. Langkah 3 : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya.
Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah potensial
ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam
melakukan asuhan yang aman.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu
mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah
potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi
agar masalah atau diagnosis potensial tidak terjadi. Sehingga langkah
ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional
atau logis.
Kaji ulang apakah diagnosis atau masalah potensial yang
diidentifikasi sudah tepat.
d. Langkah 4 : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter dan atau tenaga konsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan
primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita
tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita
tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa
data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus
bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.
Data baru mungkin saja dikumpilkan dapat menunjukkan satu situasi
yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus
menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainnya tidak
merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari
preeklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes,
atau masalah medic yang serius, bidan memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli
perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu
mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa
konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan
kebidanan.
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
e. Langkah 5 : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnose yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang
tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah terindentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah
yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap
wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya,
apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk
klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan
terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan
dengan setiap aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah
disetujui oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan dank lien agar dapat
dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan
rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan
bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini
harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan
teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan
dilakukan klien.
f. Langkah 6 : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman.
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien
dan aman. Perencanaan ini bias dilakukan seluruh oleh bidan atau
sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau
bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya, misalnya memastikan langkah-
langkah tersebut benar-benar terlaksana.
Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan
bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tetap
bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyangkut
waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Kaji ulang apakah semua rencana asuha telah dilaksanakan.
g. Langkah 7 : Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnose dan masalah.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan
sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan
ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
manajemen tidak efektif serta melakukan penyusaian terhadap rencana
asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan
pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi
tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses
manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua
langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik, maka tidak
mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “E” POST SC HARI PERTAMA
DENGAN CPD DI RUANG NIFAS
RSUD KOTA MATARAM

Tanggal pengkajian : 16 Januari 2017


Jam : 12.00 WITA
No rekam medik :
Tempat pengkajian : Di Ruang Nifas RSUD Kota Mataram
I : PENGKAJIAN
DATA SUBYEKTIF
A. Identitas
Nama pasien : Ny. “E” Nama suami : Tn.”F”
Umur : 27 tahun Umur : 28 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Sasak/Indonesia Suku/bangsa : Sasak/Indonesia
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : Perawat Pekerjaan : Swasta
Alamat : Terong Tawah Alamat : Terong Tawah
B. Keluhan utama / alasan kunjungan
Ibu mengatakan perutnya masih terasa mules dan nyeri pada luka bekas
operasi.
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan datang melalui IGD mengeluh hamil 9 bulan mules-mules
hilang timbul sejak tanggal 14-01-2017 jam 02.00 Wita.
D. Riwayat Kesehatan yang Dahulu
Tidak ada
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan keluarganya tidak pernah menderita dan tidak sedang
menderita penyakit menular ( hepatitis dan TBC ) dan penyakit menahun (
diabetes dan hipertensi ).
F. Riwayat menstruasi
Menarche : 16 thn disminorhe : Tidak ada
Siklus : 28 hari flour albus : Tidak ada
Lama : 7 hari HPHT : 14 April 2016
G. Status perkawinan
Berapa kali menikah : 1 kali
Umur pertama kali menikah
Suami : 27 tahun Istri : 26 tahun
Lama : 1 tahun
H. Riwayat Obstetri
Perka Keha U J Usia KB Ket
winan milan K JP Tempat Penolong Penyulit BB K
no No
Keha persal Nifas
milan inan
1 1 Ater SC RSUD Dokter T T T 2800 P 1 - Hid
m a a a gra hari up
a a a m

Jenis KB : tidak Pernah Kapan berhenti :


Lama : Alasan Berhenti :
Mulai KB :
I. Keadaan Psikologi
Ibu mengatakan sangat bahagia dengan kelahiran anak pertamanya.
J. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Makan Sebelum nifas Selama nifas
Frekuensi 4 kali/hari 2-3 kali/hari
Komposisi Nasi, sayur, ikan Nasi, sayur, ikan
Porsi sedang sedang
Minum
Frekuensi 8 gelas / hari 4 -5 gelas
Jenis Susu dan air putih Air putih

b. Eliminasi
BAK Sebelum nifas Selama nifas
Frekuensi 4 -5 kali / hari 3-4 kali sehari
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Keluhan Tidak ada Tidaka ada
BAB
Frekuensi 1 kali/hari Belum
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Keluhan Tidak ada Tidak ada

c. Istirahat / tidur
Istirahat Sebelum nifas Selama nifas
Lama 7 – 8 jam 5- 6 jam
Keluhan Tidak ada Tidak ada
d. Aktivitas sehari – hari
Ibu melakukan aktivitas – aktivitas dengan duduk untuk menyusui
bayinya.
e. Personal hygiene
Personal hygiene Sebelum nifas Sesudah nifas
Mandi 2-3 kali/hari Belum
Gosok gigi 2 kali/hari 1 kali
Ganti pakaian 2 kali/hari 1 kali
Ganti pakaian dalam 2kali/hari 2 kali

K. Riwayat Sosial Ekonomi


Tidak ada
L. Riwayat Sosial Budaya
Tidak ada

DATA OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg (duduk)
4. Pernafasan : 20 x/mnt
5. Suhu : 36,3 ºC (Aksila)
6. Berat badan : 56 kg
7. Tinggi badan : 158 cm
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Insfeksi : warna rambut hitam, distribusi merata, tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada benjolan,tidak ada nyeri tekan.
2. Wajah
Inspeksi : Simetris, tidak pucat, tidak ada cloasma gravidarum
Palpasi : Tidak ada oedema.
3. Mata
Inspeksi : Kelopak mata tidak cekung , seklera tidak ikterus, konjungtiva
tidak anemis.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelainan kulit, tidak ada pengeluaran cairan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
5. Hidung
Inspeksi : Tidak ditemukan pernafasan cuping hidung, tidak ada polip.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
6. Mulut dan gigi
Inspeksi : Bibir lembab, gigi dan gusi bersih, tidak ada karies.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
7. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran
limfe.
Palpasi : tidak ada bendungan vena jugularis.
8. Payudara
Inspeksi : Bentuk simetris, puting susu masuk, kolostrum sudah keluar.
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
9. Abdomen
Inspeksi : Ada luka bekas oprasi.
Palpasi : Ada nyeri tekan
10. Ekstremitas atas :
Tidak ada oedema dan nyeri tekan.
11. Ekstremitas bawah :
Tidak ada oedema, tidak ada varises dan nyeri tekan.
12. Genetalia :
Inspeksi : Lochea lubra.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
13. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : Hb:9,1 gr% (15/01/2017)
Radiologi : tidak ada
USG : 1 kali

II.INTERPRESTASI DATA DASAR DAN IDENTIFIKASI DIAGNOSA /


MASALAH
Diagnosa / masalah : G1 P1 A0 H1 dengan Post SC hari pertama dengan CPD.

DS :
1) Ibu mengatakan dioperasi tanggal 15 januari 2017.
2) Ibu mengatakan masih terasa mules dan nyeri pada luka operasi.
3) Ibu mengatakan bahagia dengan kelahiran anak pertamanya.

DO :
1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tekanan darah : 110/70 mmHg
4) Pernafasan : 20 x/mnt
5) Suhu : 36,3 ºC
6) Berat badan : 56 kg
7) Tinggi badan : 158 cm
LANGKAH III : IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
Diagnosa / masalah potensial : Perdarahan

LANGKAH IV : IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Mandiri : Menatau TTV, TFU, CUT, dan perdarahan.
Kolaborasi : Tidak Ada
Rujukan : Tidak Ada

LANGKAH V : RENCANA ASUHAN MENYELURUH


Hari / tanggal : Senin, 16 Januari 2017
Waktu : 12.20 WITA
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan.
2. Jelaskan penyebab nyeri yang dialami ibu.
3. Beritahu ibu untuk menjaga kebersihan dan mengganti pembalut bila sudah penuh.
4. Jelaskan pada ibu agar selalu menjaga luka operasi tetap kering
5. Anjurkan ibu mobilisasi dini.
6. Anjurkan ibu istirahat yang cukup .
7. Anjurkan ibu makan dan minum yang cukup.
8. Berikan terapi lanjut.

LANGKAH VI : PELAKSANAAN ASUHAN


Hari / tanggal : Senin, 16 Januari 2017
Waktu : 12.25 WITA
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yaitu TD : 110/70 mmHg, N : 82x/menit, RR :
20x/menit, S : 36,3 0C.
2. Menjelaskan penyebab nyeri yang dialami ibu yaitu karena adanya kontaksi
pengiring dimana alat kandungan akan kembali ke ukuran semula serta adanya
luka operasi di sekitar perut ibu.
3. Memberitahu ibu untuk menjaga kebersihan dengan melakukan vulva hygiene dan
mengganti pembalut 2 kali sehari atau jika ibu merasa pembalut telah penuh.
4. Menjelaskan pada ibu agar selalu menjaga luka operasi tetap kering.
5. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini yaitu ibu dapat miring kanan dan miring kiri
agar peredaran darah lancar sehingga proses pemulihan akan lebih cepat.
6. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.
7. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum yang cukup.
8. Memberikan terapi lanjut: Cefoperazone 2 x 1 gram IV, Cefadroxyl 2 x 1 500 oral, dan
Asam Mefenamat 3 x 500 mg,

LANGKAH VII : EVALUASI


Hari / tanggal : Senin, 16 Januari 2017
Waktu : 12.45 WITA
1. Ibu mengetahu tentang kondisinya saat ini.
2. Ibu sudah mengetahui tentang penyebab nyeri yang dialami.
3. Ibu sudah mengerti untuk menjaga kebersihan dan mengganti pembalut jika sudah
terasa penuh.
4. Ibu sudah mengetahui untuk menjaga luka bekas operasinya tetap kering.
5. Ibu sudah bisa mobilisasi dini yaitu miring kanan dan kiri.
6. Ibusudah istirahat yang cukup.
7. Ibu sudah makan dan minum yang cukup.
8. ibu sudah minum obat.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Data Dasar
Dari hasil pengkajian data Subjektif yang diperoleh pada Ny.”E” Post SC
dengan CPD yaitu ibu mengatakan perutnya masih terasa mules dan nyeri pada
luka bekas operasi. Berdasarkan teori yaitu Seksio sesarea adalah suatu persalinan
buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh sehingga perut akan
terasa nyeri pada bekas operasi. Dari anamnesa yang dilakukan tidak terdapat
kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.
Sedangkan dari pengkajian data obyektif yang dilakukan yakni keadaan
umum: baik, kesadaran : composmentis, tekanan darah : 110/70 mmHg,
pernafasan : 20 x/mnt, suhu : 36,3 ºC, berat badan : 56 kg, tinggi badan : 158 cm,
abdomen : ada bekas luka operasi. Jadi dari data obyektif tersebut tidak terdapat
kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.

B. Interpretasi Data Dasar


Dari hasil pengumpulan data subjektif dan data objektif dapat ditegakkan
diagnosa yaitu Ny.”E” Post SC dengan CPD.

C. Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial


Pada kasus Ny. “E” dari hasil pengumpulan data subjektif dan data objektif
ditemukan diagnosa atau masalah potensial yaitu perdarahan.

D. Identifikasi Kebutuhan Segera


kebutuhan segera yang dilakukan pada Ny. “E” yaitu memantau tanda-
tanda vital, CUT, TFU dan Perdarahan.
E. Perencanaan

Perencanaan asuhan kebidanan pada Ny. “E” dilakukan sesuai dengan


diagnosa masalah dan kebutuhan pasien.

F. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. “E” dilakukan sesuai dengan
rencana asuhan kebidanan yang telah direncanakan dan sesuai dengan
diagnosa, masalah dan kebutuhan pasien.

G. Evaluasi
Ny. “E” mengerti tentang apa yang dijelaskan oleh bidan sesuai
dengan pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. “E”.

Anamnesa dan observasi yang dilakukan di lahan praktik telah dilakukan


sesuai dengan teori dan pedoman anamnesa dan observasi telah mencakup
seluruh aspek yang dibutuhkan sebagai data dasar dalam asuhan kebidanan.
Selain itu, untuk memperoleh data obyektif juga telah dilakukan pemeriksaan
fisik sesuai dengan prosedur.
Berdasarkan kasus didapatkan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara
tinjauan teori dan tinjauan kasus. Pengkajian data di lahan telah dilakukan sesuai
dengan pengkajian data teori, begitu juga dengan asuhan yang kami berikan,
sesuai dengan diagnosa, masalah dan kebutuhan pasien serta hasil evaluasinya
sesuai dengan rencana asuhan yang diberikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny “E” Post SC dengan
CPD di Ruang Nifas RSUD Kota Mataram, penulis dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Mahasiswa telah mampu melakukan pengkajian data berupa data subjektif dan
objektif pada Ny. “E” dan penulis mendapatkan hasil bahwa dalam kasus ini
Ny. “E” mengalami Post SC dengan CPD di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram.
2. Mahasiswa telah mampu melakukan analisa data berupa data Subjektif dan
Objektif pada Ny. “E” dan penulis mendapatkan hasil bahwa dalam kasus ini
Ny. “E” mangalami Post SC dengan CPD di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram.
3. Mahasiswa telah mampu melakukan identifikasi masalah dengan diagnosa
potensial pada Ny. “E” dan penulis mendapatkan hasil bahwa dalam kasus ini
Ny.”S” mangalami Post SC dengan CPD di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram.
4. Mahasiswa telah mampu melakukan tindakan segera kepada Ny.”E” dan
penulis mendapatkan hasil bahwa dalam kasus ini Ny. “E” mengalami Post
SC dengan CPD di Ruang Nifas RSUD Kota Mataram.
5. Mahasiswa telah mampu merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada
Ny.”E” dan penulis mendapatkan hasil bahwa dalam kasus ini Ny.”E”
mangalami Post SC dengan CPD di Ruang Nifas RSUD Kota Mataram.
6. Mahasiswa telah mampu melaksanakan rencana tindakan yang sudah
ditentukan pada Ny.”E” dan penulis mendapatkan hasil bahwa dalam kasus
ini Ny.”E” mangalami Post SC dengan CPD di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram.
7. Mahasiswa telah mampu melaksanakan evaluasi atas tindakan yang akan
dilakukan pada Ny.”E” dan penulis mendapatkan hasil bahwa dalam kasus ini
Ny.”E” mangalami Post SC dengan CPD di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram.
8. Mahasiswa telah mampu Mendokumentasikan hasil tindakan asuhan dalam
bentuk catatan 7 Langkah Varney.

B. Saran
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny.”E” adapun saran yang ingin
disampaikan oleh penulis yaitu:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat memberikan manfaat untuk
institusi agar dapat meningkatkan kualitas mahasiswanya, menambah bahan
bacaan agar dapat menjadi acuan untuk mahasiswa.
2. Bagi RSUD Kota Mataram
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk puskesmas agar dapat lebih
meningkatkan lagi pelayanan kebidanan khususnya asuhan pada ibu nifas,
untuk mengurangi angka kematian ibu.
3. Bagi Penulis
Diharapkan dengan adanya laporan ini dapat meningkatkan kualitas dan
pengetahuan penulis khususnya keterampilan dalam melakukan Asuhan
Kebidanan Post SC dengan CPD.
4. Bagi Ibu Nifas
Diharapkan ibu bersalin dapat memahami peran dan fungsi bidan dalam
memberikan pelayanannya dan meningkatkan pelayanan yang berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai