Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

JAMINAN MUTU SEDIAAN FARMASI

“PERSONALIA”

Oleh:

KELOMPOK V

AHMAD WALIUDDIN O1A1 14 003

AISYAH HAMBALI O1A1 14 004

DIDI DHARMADI H O1A1 14 106

EVA PUSPITA O1A1 14 110

FIRDARINI O1A1 14 120

LILI HANDAYANI O1A1 14 022

NENI RAHMADANI O1A1 14 161


MEATY NAWANG WULAN O1A1 14 122

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Industri farmasi mempunyai peranan yang penting dalam penyediaan obat,


maka industri farmasi berperan sebagai sarana penunjang kesehatan dan menyediakan
obat yang terjangkau oleh masyarakat. Pada pembuatan obat, pengendalian
menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang
bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk
yang digunakan untuk menyelematkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara
kesehatan. Untuk menjamin tercapainya pemenuhan obat yang bermutu, pemerintah
melalui Departemen Kesehatan telah berupaya memberikan suatu pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB ini mutlak harus diterapkan oleh industri
farmasi baik PMA atau PMDN agar dihasilkan obat yang bermutu dan berkualitas bagi
masyarakat.

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan


sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab
itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel berkualitas
dalam jumlah yang memadi untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain :

1. Siapa itu personalia dan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebagai seorang
personalia?

2. Apa prinsip personalia dan siapa saja yang terlibat sebagai personol kunci dalam
suatu industri farmasi?

3. Bagaimana organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab personalia dalam suatu


industri farmasi?

4. Apa saja pelatihan yang dilakukan oleh personalia dalam suatu industri farmasi?

5. Bagaimana tahap personalia ?

3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu personalia dan hal-hal apa saja yang
harus diperhatikan sebagai seorang personalia.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui prinsip personalia dan siapa saja yang terlibat
sebagai personil kunci.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui organisasi serta kualifikasi dan tanggung jawab
personalia dalam suatu industri farmasi.

4. Agar mahasiswa dapat mengetahui pelatihan yang dilakukan oleh personalia


dalam suatu industri farmasi

5.

4. Manfaat

Manfaat dari makalah ini yaitu :

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu personalia dan hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan sebagai seorang personalia.

2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip personalia dan siapa saja yang terlibat
sebagai personil kunci.

3. Mahasiswa dapat mengetahui organisasi serta kualifikasi dan tanggung jawab


personalia dalam suatu industri farmasi.

4. Mahasiswa dapat mengetahui pelatihan yang dilakukan oleh personalia dalam


suatu industri farmasi

5.
BAB II

PEMBAHASAN

1. PERSONALIA DAN HAL APA SAJA YANG HARUS DIPERHATIKAN SEBAGAI PERSONALIA

1. Personalia

Personalia menjadi salah satu aspek dalam CPOB karena secara prinsip sumber daya
manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan system pemastian mutu yang
memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung
jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-
masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh
pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan. Dalam menjalankan tugasnya, tiap personil tidak dibebani tanggung
jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat. Maka dari itu, perlu
adanya suatu struktur organisasi untuk memperjelas tugas tiap personal.

Salah satu aspek CPOB adalah personalia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi. Apoteker
sebagai personalia profesional harus memahami aspek-aspek teknik dan non teknik
penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan baik yang berhubungan
dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. Kedudukan apoteker diatur oleh peraturan
pemerintah yang dituangkan dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), yaitu
apoteker berperan sebagai penanggung jawab produksi dan pengendali mutu. Untuk
menghasilkan sediaan obat jadi yang tetap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan penggunaanya, maka setiap industri farmasi wajib menerapkan CPOB
dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi.

Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat,


terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan dengan
baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu
(BPOM, 2009). Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga
dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan
dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat
manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak
pada mutu produk yang dibuat. Di samping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan
program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit
yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing
karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009).

Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam
proses pembuatan produk steril, terutama dengan tehnik pembuatan secara
ASEPTIS adalah faktor PERSONALIA.

Berikut adalah beberapa persyaratan CPOB yang terkait dengan personalia yang
bekerja di ruang steril :

1. Personil yang bekerja di area bersih dan steril dipilih secara seksama untuk
memastikan bahwa mereka dapat diandalkan untuk bekerja dengan penuh disiplin
dan tidak mengidap suatu penyakit atau dalam kondisi kesehatan yang dapat
menimbulkan bahaya pencemaran mikrobiologis terhadap produk.

2. Hanya personil dalam jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada di area bersih;
hal ini penting khususnya pada proses aseptik. Inspeksi dan pengawasan
dilaksanakan sedapat mungkin dari luar area bersih.
3. Standar higiene perorangan dan kebersihan yang tinggi adalah esensial. Personil
yang terlibat dalam pembuatan produk steril diinstruksikan untuk melaporkan
semua kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan penyebaran cemaran

4. Pakaian rumah dan pakaian kerja regular tidak boleh dibawa masuk ke dalam kamar
ganti pakaian yang berhubungan dengan ruang ber-Kelas B dan C. Untuk tiap
personil yang bekerja di Kelas A/B, pakaian kerja steril (disterilkan atau disanitasi
dengan memadai) harus disediakan untuk tiap sesi kerja.

5. Sarung tangan ecara rutin didisinfeksi selama bekerja. Masker dan sarung tangan
hendaklah diganti paling sedikit pada tiap sesi kerja.
6. Personil yang memasuki area bersih atau area steril harus mengganti dan
mengenakan pakaian khusus yang juga mencakup penutup kepala dan kaki. Pakaian
ini tidak boleh melepaskan serat atau bahan partikulat dan hendaklah mampu
menahan partikel yang dilepaskan oleh tubuh.

2. Hal apa saja yang perlu diperhatikan sebagai seorang personalia

1. Setiap bagian dalam organisai perusahaan, dipimpin oleh orang yang berlainan.
Mereka tidak boleh mempunyai kepentingan lain diluar organisasi pabrik yang
dapat mambatasi tanggung jawabnya atau dapat menimbulkan pertentangan
kepentingan pabrik dan finansial.

2. Manajer produksi dan pengawasan mutu haruslah seorang apoteker yang cakap,
terlatih, dan berpengalaman di bidang farmasi dan keterampilan dalam
kepemimpinan.

3. Setiap karyawan atau mereka yang secara langsung ikut serta dalam kegiatan
pembuatan obat, hendaklah mengikuti latihan mengenai prinsip CPOB.

4. Setelah pelatihan, dinilai prestasi karyawan apakah telah memiliki kualifikasi


yang memadai dalam melaksanakan tugas yang akan diberikan atau tidak.

5. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang berkualitas dan


berpengalaman dalam jumlah yang memadai.

6. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk


menghindari resiko terhadap mutu obat.

7. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi tugas spesifikasi dan


kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah
dicantumkan dalam uraian tugas tertulis.
8. Tugas mereka boleh didelegasikan kepala atau wakil yang mereka tunjuk serta
mempunyai tingkatan kualifikasi yang memadai.

2. PRINSIP PERSONALIA DAN SIAPA SAJA PERSONIL KUNCI

1. Prinsip Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah
yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami
tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip
CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi
mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

2. Personil Kunci

Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh
personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang
lain.
3. ORGANISASI SERTA TANGGUNG JAWAB PERSONALIA DALAM INDUSTRI FARMASI.

Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian


produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang
yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-
masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang
diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Hendaklah personil
tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat
atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.

Berikut contoh bagan struktur organisasi di Industri Farmasi ;


Adapun beberapa jabatan dalam struktur organisasi industri farmasi adalah kepala bagian
produksi, kepala bagian pengawasan mutu, kepala bagian manajemen mutu, R&D, dan PPIC.

1. Kepala Bagian Produksi

Kepala bagian produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan


terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan memepunyai keterampilan
manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara
profesional. Kewenangan dan tanggungjawab kepala bagian produksi dalam
produksi obat, adalah:

1. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar


memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;

2. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan


memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat;

3. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani


oleh kepala bagian produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian
manajemen mutu (pemastian mutu);

4. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian


produksi;

5. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan

6. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di


departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

2. Kepala bagian Pengawasan Mutu

Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah seorang terkualifikasi dan lebih


diutamakan seorang Apoteker, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian
Pengawasan Mutu mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam
pengawasan mutu, termasuk:

1. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,


produk ruahan dan produk jadi;

2. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;

3. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan


contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;

4. Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis;

5. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian


pengawasan mutu;

6. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan

7. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di


departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

3. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)

Kepala bagian manajemen mutu hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar


dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan
untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian manajemen mutu
berwenangan dan bertanggungjawab penuh untuk melaksanakan tugas yang
berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu, termasuk:

1. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) system mutu;

2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan;


3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;

4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu;

5. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit


terhadap pemasok);

6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;

7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan otoritas


pengawasan obat (opo) yang berkaitan dengan mutu produk jadi;

8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan

9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan


mempertimbangkan semua faktor terkait.

4. R&D pada Industri Farmasi

R&D pada industri farmasi adalah serangkaian proses penelitian dan


pengembangan yang ditujukan untuk menemukan produk Farmasi baru atau
memperbaiki kualitas produk yang telah ada ( kualitas meliputi: safety,
effectiveness, acceptance). R&D sangat terkait dengan perkembangan IPTEK
yang mutakhir sehingga diperlukan update ilmu & informasi bagi personel R&D.

R&D merupakan ujung tombak inovasi produk yang sangat berperan


terhadap daya saing Produk. Produk yang memiliki value yang tinggi adalah
knowledge based products, yaitu produk-produk yang memiliki keunggulan
dalam penerapan tekhnologi sehingga produk tersebut akan memiliki
distinctiveness yang sulit ditiru oleh produk lain. Sedangkan Industri farmasi
sendiri merupakan sektor yang paling innovative dan insentive dalam penelitian
(Antonakis dan Achilldelis, 2001) dengan karakteristik belanja R&D yang besar
dibandingkan dengan industri yang lain (Sampurno, 2007). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa R&D (Penelitian dan Pengembangan) produk farmasi sangat
penting untuk bertahan dalam persaingan industri farmasi.

Tugas Bagian R&D dalam industri farmasi adalah:

1. Membuat produk baru, novel product (new moleculle entities dan senyawa
modifikasi)

2. Mengembangkan produk yang telah ada (me too product), yang meeliputi:

1. perbaikan bentuk sediaan

2. perbaikan kemasan

3. perbaikan dosis

4. perbaikan formula

3. Mengawasi proses scale-up

4. Melakukan pendaftaran produk pada regulator (BPOM, European Drug


Regulator, FDA, dll).

5. Membuat rumusan metode analisis, yang akan digunakan sebagai prosedur


tetap analisis produk yang dibuat.

5. PPIC

PPIC merupakan bagian yang bertugas melakukan perencanaan produksi


dan pengendalian persediaan. PPIC merupakan bagian organisasi perusahaan
yang menjembatani antara divisi marketing dengan produksi. PPIC
menerjemahkan kebutuhan pengadaan obat jadi untuk marketing dalam bentuk
rencana produksi dan ketersediaan bahan baku serta bahan pengemas.

Oleh karena itu PPIC harus mengendalikan persediaan mulai dari bahan
awal (bahan baku dan bahan kemas) sampai obat jadi. Tujuan dari pengendalian
persediaan adalah menjaga agar persediaan tidak sampai habis sehingga tidak
menghambat proses produksi dan pemasaran produk.

PPIC mempunyai peran yang penting dalam perusahaan karena berkaitan erat
dengan cash flow dan kinerja bagian produksi.

Secara umum fungsi PPIC adalah sebagai berikut :

1. Mensinergikan kepentingan marketing dan manufacturing

2. Mengintegrasikan dan memadukan pihak-pihak lain dalam organisasi


(marketing, produksi, personalia dan keuangan) agar dapat bekerja dengan
baik.

Sasaran utama yang ingin dicapai adalah terciptanya proses produksi yang
efektif dan efisien serta menguntungkan bagi perusahaan. PPIC bertanggung
jawab dalam bidang production planning dan inventory control. Sasaran pokok
production planning adalah menyelesaikan permintaan atau pesanan pelanggan
tepat pada waktu, penghematan biaya produksi, memperlancar proses produksi.
Sedangkan tugas inventory control adalah mengantisipasi kemungkinan
terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan (stock out/over stock),
menghadapi fluktuasi harga.
Tugas-tugas PPIC :

1. Membuat rencana produksi dengan pedoman rencana Sales Marketing.

Dalam rangka penyusunan rencana dan jadwal produksi, bagian PPIC


memperoleh informasi dari bagian pemasaran dan juga bagian produksi.
Kemudian PPIC mengestimasi kemampuan pabrik dalam memenuhi
permintaan produk jadi tersebut. Dari data tersebut PPIC menyusun rencana
produksi dan jadwal produksi kemudian didistribusikan ke bagian produksi
dan bagian lain yang terkait dengan produksi. Perencanaan produksi
diterbitkan oleh bagian PPIC dengan jangka waktu 1 tahun, 3 bulan, 1 bulan,
1 minggu serta merealisasikannya dalam bentuk rencana produksi harian
(Production Daily Report).

2. Membuat rencana pengadaan bahan berdasarkan rencana dan kondisi stok


dengan menghitung kebutuhan material produksi menurut standar stok
yang ideal (tidak terjadi kelebihan stok maupun kekurangan stok agar tidak
menghambat proses produksi akibat kekosongan bahan baku).

3. Memantau semua inventory.

Pemantauan ini dilakukan baik untuk proses produksi, stok yang ada di
gudang maupun yang didatangkan sehingga pelaksanan proses dan
pemasukan pasar tetap berjalan lancar dan seimbang. Untuk memperlancar
kegiatan produksi diperlukan adanya buffer stock atau safety stock, yang
ditetapkan berdasarkan jumlah pemakaian bahan dan lead time (yaitu
waktu yang diperlukan mulai dari bahan dipesan sampai barang masuk ke
gudang).

4. Membuat evaluasi proses produksi, hasil penjualan maupun kondisi


inventory.
Forecasting dilakukan secara rutin sesuai waktu yang dijadwalkan dan
dihadiri oleh seluruh manager dan general manager untuk meramalkan
produk apa saja yang akan dipasarkan untuk selanjutnya direncanakan
jumlah kebutuhan bahan yang diperlukan.

5. Mengolah data, membuat rencana dan menganalisa realisasi produksi, sales


serta data inventory.

6. Menghitung standar kerja karyawan tiap tahun berdasarkan masukan dari


bagian produksi atas pengamatan langsung.

7. Menghitung standar hasil berdasarkan realisasi produksi tiap tahun.

8. Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehingga diperoleh


data yang akurat dan up to date.

9. Sebagai juru bicara perusahaan dalam bekerja sama dengan perusahaan


lain, seperti pelaksanaan toll manufacturing.

4. PELATIHAN YANG DILAKUKAN OLEH PERSONALIA DALAM SUATU INDUSTRI FARMASI.

Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena
tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium
(termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain
yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar
dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai
dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan,
dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia
program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan
hendaklah disimpan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area di mana
pencemaran merupakan bahaya, misalnya area bersih atau area penanganan bahan
berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi. Pengunjung atau personil yang tidak
mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk ke area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan, hendaklah mereka diberi penjelasan
lebih dahulu, terutama mengenai higiene perorangan dan pakaian pelindung yang
dipersyaratkan serta diawasi dengan ketat.

Konsep Pemastian Mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan
pemahaman dan penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama pelatihan
dan Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi.

Program pelatihan hendaklah mencakup antara lain:

5. Materi umum yang harus diberikan kepada semua personil pada hari pertama
kerjanya,

6. CPOB dasar (termasuk mikrobiologi dan higieneperorangan) kepada semua


personil,

7. CPOB spesifik kepada personil berkaitan, misal bagi mereka yang menangani
pembuatan produk steril, menangani pembuatan produk toksis atau berpotensi
tinggi dan/atau bersifat sensitisasi,

8. Pemahaman semua Protap, metode analisis dan prosedur lain bagi personil
berkaitan, dan

9. Pengetahuan mengenai sifat bahan /produk, cara pengolahan dan pengemasan.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat,


terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan
dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang
dihasilkan bermutu. Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan
untuk tiap posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM,
tapi juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Jumlah
personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi.

Perhatian bagi seorang personalia yaitu Setiap bagian dalam organisai


perusahaan, dipimpin oleh orang yang berlainan. Mereka tidak boleh mempunyai
kepentingan lain diluar organisasi pabrik yang dapat mambatasi tanggungjawabnya atau
dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pabrik dan finansial.Manajer produksi
dan pengawasan mutu haruslah seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan
berpengalaman di bidang farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan.

Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.


Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal
dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian
Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama
tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus
independen satu terhadap yang lain. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan
bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang
penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas
kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu
produk.

B. SARAN

Sebagai seorang farmasis penting kita mengetahui siapa itu personalai serta hak
dan kewajiban yang harus di jalankan oleh seorang personalia utamanya bagi seorang
yang hendak terjun langsung dalam suatu industri farmasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Pedoman Cara Pembuaan Obat Yang Baik, Badan POM, Jakarta.
Priyambodo, Bambang., 2007, Manajemen Industri Farmasi edisi ke-1, Global Pustaka
Utama : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai