Anda di halaman 1dari 7

BLOK BASIC MEDICAL SCIENCE-2

SELF LEARNING REPORT


JIGSAW-SMALL GROUP DISCUSSION (JSGD)
KELAINAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
GOUT

Tutor/ Pembimbing :
drg.

Disusun Oleh :
Citra Veony Finastika
G1G012034

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2013
GOUT

A. Gambaran Umum
Menurut Kumar, dkk., (2007), gout merupakan gangguan metabolik yang
disebabkan karena penumpukan asam urat dengan jumlah yang berlebihan
(hiperurisemia) dalam jaringan dan adanya faktor-faktor lain. Mansjoer, dkk.,
(2000) menyatakan, gout lebih sering ditemukan pada pria, yaitu pada usia
pertengahan. Hal ini karena setelah masa pubertas, asam urat dalam serum
pada pria cenderung mengalami peningkatan. Meskipun demikian, pada
wanita juga dapat terjadi, yaitu pada saat mendekati hingga setelah
menopause akibat kerja hormon estrogen yang meningkatkan ekskresi asam
urat oleh ginjal.
Menurut Price dan Wilson, (2006), berdasarkan sifatnya gout dapat
dibagi menjadi dua, yaitu gout primer dan sekunder. Gout primer diakibatkan
secara langsung oleh pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau
penurunan ekskresi asam urat. Sedangkan gout sekunder disebabkan karena
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau penurunan ekskresi asam
urat akibat dari penyakit lain atau penggunaan obat-obat tertentu.
Menurut Kumar, dkk., (2007), gout ditandai dengan adanya artritis akut
yang dapat disertai dengan pembentukan tofi/ agregat-agregat kristal besar
dan deformitas sendi kronis. Price dan Wilson, (2006) menambahkan, kristal-
kristal monosodium urat monohidrat yang terbentuk tersebut, mengakibatkan
timbulnya reaksi inflamasi yang selanjutnya dapat menimbulkan rasa nyeri
yang hebat. Apabila pengobatan tidak adekuat, maka kristal urat tersebut juga
dapat merusak sendi dan jaringan lunak di sekitarnya.

B. Etiologi
Menurut Mc Phee dan Ganong, (2011), faktor pencetus terjadinya
serangan gout yaitu adanya endapan kristal mosodium urat. Endapan kristal
ini terbentuk apabila cairan tubuh mengalami supersaturasi oleh asam urat
(asam urat dalam serum >7 mg/ dL). Dengan kata lain, terjadi hiperurisemia
dalam serum.
Menurut Mansjoer, dkk., (2000), hiperurisemia pada gout dapat
disebabkan karena
1. Produksi asam urat yang berlebihan
a. Gout primer metabolik, disebabkan karena kerusakan primer pada
jalur penghematan purin (defisiensi hipoxantin guanin fosforibosil
transferase) sehingga mengakibatkan peningkatan sintesis purin.
b. Gout sekunder metabolik, disebabkan karena produksi asam urat
yang berlebihan akibat penyakit lain, seperti leukemia (akibat
pengobatan sitostatika), psoriasis, polisitemia vera, dan mielofibrosis.
2. Penurunan eksresi asam urat oleh ginjal
a. Gout primer renal, disebabkan karena gangguan eksresi asam urat
pada tubulus distal ginjal dengan kausa yang tidak diketahui.
b. Gout sekunder renal, disebabkan karena kerusakan ginjal, sehingga
kemampuan ginjal untuk filtrasi asam urat berkurang. Misalnya pada
glomerulonefritis kronik.
3. Penurunan perombakan asam urat pada usus, secara klinis hal ini tidak
begitu penting.

Price dan Wilson (2006), faktor penyebab hiperurisemia dapat menjadi


faktor yang berperan dalam perkembangan gout. Faktor-faktor tersebut antara
lain
1. Diet
Pada orang yang memiliki kelainan bawaan dalam metabolisme purin,
diet tinggi purin dapat menyebabkan peningkatan produksi asam urat.
2. Konsumsi alkohol
Alkohol dapat memetabolisme laktat dalam darah. Apabila kadar laktat
dalam darah meningkat, ekskresi asam urat oleh ginjal akan dihambat.
Akibatnya, terjadi peningkatan asam urat dalam serum.
3. Konsumsi obat-obatan tertentu
Obat-obatan tertentu dapat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal,
antara lain aspirin dosis rendah (< 1-2 gram/ hari), diuretik, levodopa,
diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan etambutol.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Price dan Wilson, (2006), terdapat empat stadium klinis pada
gout, antara lain
1. Hiperurisemia asimtomatik
Pada tahap ini, tidak menunjukkan gejala, selain peningkatan kadar asam
urat serum hingga >9-10 mg/ dL dari nilai normal (5,1±1,0 mg/ dL pada
pria dan 4,0±1,0 mg/ dL pada wanita).
2. Artritis gout akut
Pada tahap ini, terjadi gejala seperti pembengkakan, nyeri hebat pada
sendi, demam, dan peningkatan jumlah leukosit. Sendi yang paling sering
terserang (urutan sesuai frekuensi) yaitu jempol kaki, telapak kaki,
pergelangan kaki, tumit, dan pergelangan tangan. Tahap ini dapat mereda
dalam waktu 10-14 hari tanpa pengobatan.
3. Tahap interkritis
Pada tahap ini, menunjukkan tahap asimtomatik kembali selama beberapa
bulan hingga tahun.
4. Tahap gout kronik
Pada tahap ini, timbul gejala seperti nyeri, sakit, kaku, pembesaran,
penonjolan pada sendi yang bengkak, dan terbentuknya tofi. Tofi paling
sering ditemukan pada bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan
ekstensor lengan bawah, bursa intrapatelar, dan heliks telinga. Gejala-
gejala tersebut timbul akibat penumpukan asam urat dalam jumlah yang
lebih banyak. Selain gejala-gejala tersebut, pada tahap ini, gout juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronis yang diawali dari terbentuknya kristal-
kristal asam urat pada interstitium medulla, papilla, dan piramid ginjal,
hingga pembentukan batu ginjal asam urat pada nefron ginjal.

D. Patofisiologi
Menurut Kumar, dkk., (2007), hiperurisemia yang terjadi pada gout dapat
dijelaskan melalui mekanisme sintesis dan ekskresi normal asam urat.
Peningkatan sintesis asam urat terjadi karena abnormalitas pembentukan
nukleotida purin yang dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur de novo dan
penghematan. Pada jalur de novo dikendalikan oleh adanya penghambatan
umpan balik negatif enzim amido-PRT dan 5-fosforibosil-1-pirofosfat (PRPP)
sintetase oleh nukleotida purin, serta pengaktifan amido-PRT oleh
substratnya, yaitu PRPP. Sedangkan pada jalur penghematan, dikatalisis oleh
dua transferase, yaitu hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan
adenin fosforibosiltransferase (APRT). Asam urat yang dihasilkan dalam
darah, selanjutnya mengalami filtrasi dalam glomerulus dan diresorpsi pada
tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian
disekresikan di nefron distal dan diekskresikan melalui urin.
Gambar 1. Metabolisme purin
Sumber: Kumar, dkk., 2007

Kumar, dkk., (2007) menambahkan, kondisi patologi yang terjadi pada


gout dapat dilihat dari beberapa kasus, misalnya pada gout primer akibat
defek/ kerusakan enzim pada penderita defisiensi herediter HGPRT.
Ketiadaan total HGPRT (pada sindrom Lesch-Nyhan) menghambat sintesis
nukleotida purin melalui jalur penghematan. Hal ini menimbulkan dua efek
yaitu penimbunan PRPP pada jalur de novo dan peningkatan aktivitas enzim
amido-PRT. Peningkatan aktivitas enzim amido-PRT merupakan hasil dari
pengaktifan oleh PRPP dan penurunan penghambatan umpan-balik akibat
berkurangnya nukleotida purin. Hal ini menyebabkan meningkatnya
biosintesis purin melalui jalur de novo, dengan hasil akhir berupa
penumpukan asam urat.
Pada gout sekunder, hiperurisemia dapat disebabkan oleh peningkatan
produksi asam urat, seperti akibat lisis sel tumor yang cepat selama
pengobatan limfoma/ leukemia atau penurunan ekskresi asam urat, seperti
akibat insufisiensi ginjal kronis atau pemakaian obat diuretik yang
menimbulkan gangguan pada transpor asam urat pada tubulus ginjal (Kumar,
dkk., 2007).
Gout sering ditandai dengan adanya artritis akut, yang dapat mereda
dalam waktu 1 minggu tanpa diobati. Artritis ini merupakan respon yang
dihasilkan akibat terjadinya inflamasi. Mekanisme inflaasi yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut. Hiperurisemia dalam darh dan cairan tubuh lain
(cairan sinovium) menyebabkan pengendapan kristal monosodium urat.
Kristal ini bersifat kemotaktik dan mengaktifkan komplemen, melalui
pembentukan C3a dan C5a yang menyebabkan penimbunan neutrofil dan
makrofag pada sendi dan membran sinovium. Fagositosis terhadap kristal
memicu pengeluaran radikal bebas, LTB 4, dan prostaglandin. Lisis neutrofil
menyebabkan pengeluaran enzim lisosom destruktif. Disamping itu,
makrofag juga berperan dalam fagositosis kristal urat. Setelah menelan kristal
urat, makrofag mengeluarkan mediator inflamasi (IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF).
Mediator ini akan mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk
mengeluarkan protease, sehingga ditimbulkan inflamasi akut (Kumar, dkk.,
2007).

Gambar 2. Atritis akut gout


Sumber: Kumar, dkk., 2007

E. Manifestasi Oral
Menurut Bricker, dkk., (2002), gout dapat menunjukkan manifestasi dalam
rongga mulut, antara lain gangguan pada TMJ yang menyebabkan rasa sakit/
nyeri pada saat membuka mulut. Rasa sakit ini disebabkan karena adanya
penumpukan kadar asam urat pada serum yang mengendap menjadi kristal.
Selain itu, ditemukan juga adanya gingivitis akibat konsumsi obat
probenecid.
F. Relevansi dengan Kedokteran Gigi
Gout memiliki manifestasi klinis yang menunjukkan stadium/ perjalanan
dari gout tersebut. Hal ini berkaitan dengan perawatan serta pengobatan yang
diberikan dalam praktik kedokteran gigi. Menurut Bricker, dkk., (2002),
penderita gout akut tidak boleh menerima perawatan gigi hingga gejala yang
timbul mereda. Pasien dengan gout kronik yang ditandai dengan terbentuknya
tofi juga harus mendapat perawatan khusus. Misalnya probenecid, dapat
menghambat ekskresi dari penicillin. Namun efek lain yang ditimbulkan yaitu
terjadinya peningkatan kadar antibiotik dalam darah. Pemberian dosis obat
juga harus diperhatikan. Misalnya, aspirin, dalam dosis rendah justru akan
menghambat eksresi asam urat oleh ginjal. Selain itu, penderita gout yang
disertai dengan gagal ginjal kronis juga perlu mendapat penangan khusus.
G. Referensi

Bricker, S. L., Langlais, R. P., Miller, C. S., 2002, Oral Diagnosis, Oral
Medicine, and Treatment Planning 2nd Edition, B.C Decker,
Canada.

Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007, Buku Ajar Patologi Edisi 7,
EGC, Jakarta.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., Setiowulan W., 2000,
Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

McPhee, S. J. Dan Ganong, F., 2011, Patofisiologi Penyakit: Pengantar


Menuju Kedokteran Klinis, EGC, Jakarta.

Price, S. A. Dan Wilson, L., M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai