Anda di halaman 1dari 7

BLOK BASIC MEDICAL SCIENCE-1

SELF LEARNING REPORT


JIGSAW-SMALL GROUP DISCUSSION (JSGD) CASE STUDY 2
KELAINAN SISTEM ENDOKRIN
HIPERPARATIROIDISME DAN HIPOPARATIROIDISME

TUTOR / PEMBIMBING :
drg.

DISUSUN OLEH :
CITRA VEONY FINASTIKA
G1G012034

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2013
HIPOPARATIROIDISME DAN HIPERPARATIROIDISME

A. Gambaran Umum
Aktivitas kelenjar paratiroid berhubungan dengan hormon paratiroid
(PTH) yang disekresikannya. Abnormalitas sekresi PTH dapat menyebabkan
beberapa gangguan metabolisme kalsium di dalam aliran darah. Beberapa
gangguan tersebut, antara lain
1. Hiperparatiroidisme
Menurut McPhee dan Ganong (2011), hiperparatiroidisme
merupakan suatu penyakit kronik karena kelebihan PTH dan sering
menjadi penyebab dari kasus hiperkalsemia.
Hiperparatiroidisme memiliki dua bentuk utama, yaitu primer dan
sekunder (Mitchell, dkk., 2009). Hiperparatiroidisme primer disebabkan
oleh produksi otonom PTH yang berlebihan. Sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder disebabkan oleh hiperplasia kelenjar difus
akibat kelainan di luar paratiroid, misalnya pada penderita gagal ginjal
kronik (McPhee dan Ganong, 2011).
2. Hipoparatiroidisme
Menurut Sudoyo, dkk., (2010), hipoparatiroidisme merupakan
suatu gangguan yang terjadi karena produksi hormon PTH tidak
mencukupi, akibatnya dapat terjadi penurunan kadar kalsium
ekstraselular (hipokalsemia).
B. Etiologi
Hiperparatiroidisme dan hipoparatiroidisme memiliki beberapa etiologi
masing-masing. Etiologi tersebut antara lain
1. Hiperparatiroidisme
Menurut Mitchell, dkk., (2009), hiperparatiroidisme primer dapat
disebabkan oleh berbagai lesi, antara lain
a. Adenoma paratiroid, merupakan penyebab tersering (75% hingga
80%), berupa tumor jinak dan soliter terutama terbentuk dari sel chief.
Pendapat ini juga dikemukakan oleh Salehian, dkk., (2009), walaupun
biasanya berukuran relatif kecil, tetapi adenoma merupakan penyebab
tersering
b. Hiperplasia primer, merupakan suatu pembesaran atau kelainan
keempat kelenjar, terjadi secara sporadis atau bersama sindrom
multiple endocrin neoplasia (MEN)
c. Karsinoma paratiroid, merupakan suatu keganasan yang jarang
dijumpai (kurang dari 5%), berupa tumor yang lebih padat dari
adenoma dan umumnya melekat pada struktur-struktur sekitar
d. Hiperparatiroidisme familial, dapat timbul karena MEN-1, MEN-2,
atau hipokalsiuria familial (FHH) yang diturunkan secara autosomal
dominan. MEN-1 disebabkan oleh kegagalan menyandi protein menin
akibat mutasi di gen MEN-1. MEN-2 berkaitan dengan mutasi gen
germ line RET. Sedangkan FHH disebabkan oleh mutasi gen calsium-
sensing receptor (CASR) paratiroid pada kromosom 3q.
Menurut Mitchell, dkk., (2009), hiperparatiroidisme sekunder
paling sering disebabkan oleh gagal ginjal. McPhee dan Ganong (2011)
menambahkan, pada penderita tersebut akan terjadi pembesaran kelenjar
paratiroid karena penurunan produksi 1,25-(OH)2D, penurunan
penyerapan kalsium di usus, resistensi tulang terhadap PTH, dan
resistensi fosfat oleh ginjal. Hiperparatiroidisme sekunder juga terjadi
pada pasien dengan fungsi ginjal normal yang disebabkan oleh defisiensi
kalsium dan vitamin D yang parah.
2. Hipoparatiroidisme
Sudoyo, dkk., (2010) menyebutkan, secara umum penyebab
hipoparatiroidisme yaitu kelenjar paratiroid yang tidak berkembang,
destruksi kelenjar paratiroid, penurunan fungsi kelenjar paratiroid, dan
aksi PTH yang terganggu. Sedangkan Mitchell, dkk., (2009) menjelaskan
penyebab hipoparatiroidisme lebih spesifik yaitu timbul akibat
pembedahan, kelainan kongenital berupa tidak adanya semua kelenjar
(sindrom DiGeorge), kandidiasis mukokutaneus kronik dan insufisiensi
adrenal primer (sindrom poliendokrinopati autoimun/ APS tipe 1) yang
disebabkan oleh mutasi gen regulator autoimun (AIRE), serta
hipoparatiroidisme idiopatik.
C. Patofisiologi
Menurut Mitchell, dkk., (2009), pengontrolan kadar kalsium di dalam
aliran darah dilakukan oleh PTH. Metabolisme kalsium yang normal terjadi
dengan adanya penurunan kadar kalsium yang akan menstimulasi sekresi
PTH, sebagai hasilnya terjadi peningkatan kadar kalsium di dalam darah.
Apabila kadarnya telah mencukupi, maka akan terjadi penghambatan sekresi
PTH melalui mekanisme umpan balik. Namun, pada hiperparatiroidisme dan
hipoparatiroidisme metabolisme kalsium tidak berjalan demikian.
Menurut Guyton dan Hall (2012), hiperparatiroidisme primer terjadi
akibat kelainan pada kelenjar paratiroid sehingga sekresi PTH tidak tepat.
Kondisi ini akan menyebabkan aktivitas osteoklas yang berlebihan di tulang,
sehingga konsentrasi ion kalsium ekstrasel meningkat dengan eksresi fosfat
ginjal yang menurun. Pada hiperparatiroidisme sekunder kadar PTH yang
berlebihan merupakan kompensasi adanya hiperkalsemia. Defisiensi vitamin
D atau gagal ginjal kronis mengakibatkan ginjal tidak dapat memproduksi
1,25-(OH)2D yang cukup. Akibatnya, akan menyebabkan mineralisasi tulang
yang tidak memadai (osteomalasia) dan absorpsi berlebihan pada tulang.
Sementara pada hipoparatiroidisme, Guyton dan Hall (2012) menyatakan
bahwa apabila kelenjar paratiroid tidak berfungsi, maka sekresi PTH akan
terhambat. Reabsorpsi osteosit kalsium menurun dan osteoklas menjadi
inaktif. Akibatnya, reabsorpsi kalsium tulang sangat rendah, sehingga kadar
kalsium dalam cairan tubuh menurun.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mitchell, dkk., (2009), hiperparatiroidisme primer memiliki dua
bentuk yang biasa ditemukan dengan
1. Hiperparatiroidisme asimptomatik, ditunjukkan dengan kadar PTH yang
terlihat rendah/ tidak terdeteksi pada keadaan hiperkalsemia yang
disebabkan oleh penyakit nonparatiroid
2. Hiperparatiroidisme simptomatik, pada hiperparatiroidisme ini muncul
manifestasi klinisnya seperti penyakit tulang (berupa rasa nyeri pada
tulang karena fraktur oleh osteoporosis), penyakit ginjal (berupa batu
ginjal/ nefrolitiasis), gangguan gastrointestinal (konstipasi, nausea, ulkus
peptikulum, pankreatitis, batu empedu), perubahan sistem saraf pusat
(depresi, letargi, epilepsi), kelainan neuromuskuler (lemah dan lelah),
serta manifestasi jantung (kalsifikasi pada katup aorta dan mitral).
Menurut Mitchell, dkk., (2009), hiperparatiroidisme sekunder dapat
ditunjukkan dengan osteomalasia dan kalsifikasi metataksik dalam banyak
jaringan tubuh, misalnya pada kulit. Sedangkan pada hipoparatiroidisme
manifestasi klinis dapat ditunjukkan dengan manifestasi neuromuskular
(tetani, kram otot), perubahan status mental (iritabilitas/ psikosis), manifestasi
intrakranial (kelainan gerak dan kenaikan tekanan intrakranial), perubahan
okular (pembentukan katarak), serta defek hantaran jantung.
E. Manifestasi Oral
Hiperparatiroidisme primer dapat diketahui melalui gambaran oklusal
radiografi dari anterior maksila yang menunjukkan karakteristik radiolucent
dari adanya tumor. Pada hiperparatiroidisme sekunder diketahui melalui
radiografi periapikal yang menunjukkan penampakan “ground glass” dari
trabekula dan hilangnya lamina dura, serta adanya pelebaran palatal.
Sedangkan pada hipoparatiroidisme terdapat Chvostek’s sign dengan adanya
kejang pada bibir bagian atas dan manifestasi kandidiasis oral (Neville, dkk.,
2009).
F. Relevansi dengan Kedokteran Gigi
Khoswanto (2005), menyatakan bahwa pada proses mineralisasi gigi juga
dipengaruhi oleh pola diet seseorang. Peningkatan konsentrasi sukrosa dalam
diet dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium gigi. Selain itu, menurut
Neville, dkk., 2009, teknologi kedokteran gigi saat ini (misalnya dental
radiographyc) juga dapat digunakan sebagai pendeteksi adanya gangguan
baik hiperparatiroidisme maupun hipoparatiroidisme.
G. Referensi
1. Guyton, A.C., dan Hall, J. E., 2006, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
terjemahan oleh Irawati, 2012, EGC, Jakarta.
2. Khoswanto, C., dan Soehardjo, I., 2005, Pengaruh Peningkatan
Konsentrasi Sukrosa dalam Diet Terhadap Kadar Kalsium Gigi Tikus
Wistar, Dental Journal, 38 (1): 4-7.
3. McPhee, S.J., dan Ganong, W.F., 2006, Patofisiologi penyakit: Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis, terjemahan oleh Brahm U. Pendit, 2011, EGC,
Jakarta.
4. Mitchel, R. N., Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N., 2006, Buku Saku
Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotrans, terjemahan oleh Andry
Hartono, 2009, EGC, Jakarta.
5. Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C. M, Bouquot, J.E., 2009, Oral and
Maxillofacial Pathology Third Edition, Saunders Elseveir, China.
6. Salehian, Namdari, Mohammadi, Yousofabad, F., 2009, Primary
Hyperparathryroidism Due to a Gian Parathyroid Adenoma, Int J.
Endocrinol Metab, 2: 101-105.
7. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati S., 2010,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III, Interna Publishing,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai