Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA POLA TIGA DOSIS

Kamis, 5 Maret 2015


Kamis, Pukul 13.00 – 16.00 WIB

Nama NPM

Vikneswaran Mutayah 260110132004


Jimmy Chan Wei Kit 260110132003

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

Nilai TTD
PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA POLA TIGA DOSIS

I. TUJUAN
Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika di pasaran terhadap
antibiotika standar.

II. PRINSIP
1. Membandingkan respon, yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari
jasad renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang
samadari dosis sediaan yang diuji terhadap dosis sediaan baku.

2. Baku Pembanding (references standar):


Sebagai baku yang potensinya dinyatakan dalam unit (satuan/milligram)
dari zat kering, telah ditetapkan secara internasional maupun nasional.

3. Biakan mikroorganisme
 Harus dipilih dari strain murni.
 Harus memberi respon bertahap sesuai dengan kenaikan dosis.

4. Media pembenihan
 Harus dapat mendukung pertumbuhan jasad renik yang digunakan.
 Tidak mengandung zat lain yang mengganggu aktivitas baku.

5. Pengenceran
Konsentrasi suatu zat akan berkurang setengahnya bila x mL zatdilarutkan
dalam x mL pelarut.
V1N1= V2N2
Hasil perkalian normalitas dengan volume senyawa yang semula
digunakan (V1N1) adalah sama dengan hasil akhir senyawa tersebut setelah
pengenceran (V2N2).
III. TEORI DASAR

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Antibiotik yang pertama kali
ditemukan adalah Penisillin, ditemukan oleh Alexander Fleming, secara kebetulan
saat Alexander Fleming menanamkan bakteri pada cawan tetapi lupa tidak
ditutup. Besoknya diamati, terlihat adanya organisme asing yang di sekelilingnya
ada daerah bening, organisme asing ini diselidiki, dan ternyata organisme itu
adalah Penicillium notatum. Organisme ini lalu diekstraksi, ditanamkan lagi pada
pembenihan yang baru. Sejak ditemukannya Penisillin oleh Alexander Fleming
sampai saat ini sudah beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian
kecil yang dapat dipakai untuk maksud terapeutik Antibiotika adalah zat kimia
yang dihasilkan oleh mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama jamur-
jamur dan bakteri-bakteri tanah yang mempunyai khasiat bakteriostatik atau
bakterisid terhadap banyak bakteri dan beberapa virus besar. Toksisitasnya untuk
tubuh manusia adalah relatif kecil (Tjay & Rahardja, 2003)

Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan


bakteri.. Antibiotik adalah salah satu kelas "antimikroba", yaitu kelompok obat
yang mencakup termasuk obat antivirus, anti jamur, dan antiparasit. Obat
semacam ini tidak berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga dapat digunakan
sebagai mengobati infeksi. Istilah ini awalnya hanya digunakan untuk formulasi
yang diperoleh dari makhluk hidup, tetapi sekarang antimikroba buatan juga
termasuk di dalamnya, seperti sulfonamida (Wistreich, 2009).

Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti


striknin, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa
melukai tuannya. Individu antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam
melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang membidik bakteri gram
negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya
juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi
tersebut. Antibiotik yang dimakan adalah pendekatan yang mudah jika efektif, dan
antibiotik melalui infus dignakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik
kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.Mekanisme
kerja antibiotik umumnya dapat dijelaskan secara terperinci:

a. Menghambat biosintesis dinding sel (penisilin, sefalosporin, sikloserin,


basitrasin).

b. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma (sefalosporin, sikloserin,


basitrasin).

c. Mengganggu sintesis protein normal bakteri (tetrasiklin, kloramfenikol,


eritromisin, novobiosin, antibotika aminoglikosida) (Pratiwi, 2008).

Antibiotika yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas


membran sel bekerja bakterisid, sedangkan yang bekerja pada sintesis protein
bekerja bakteriostatik (Subandi, 2009).

Dalam farmakope Indonesia dinyatakan bahwa semua potensi adalah


perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan standar atau larutan
pembanding yang menghasilkan derajat hambatan pertumbuhan yang sama pada
biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Aktivitas (potensi) antibiotik dapat
ditunjukkan pada pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatannya pada
mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga dapat menunjukkan
perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga
pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya merupakan suatu standar
untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas. Farmakope
Indonesia menentukan bahwa potensi antibiotica standar berkisar antara 95-105%.
Namun potensi tersebut dapat menurun karena kadaluwarsa, penyimpanan yang
tidak benar dan terjadinya penguraian obat yang menghasilkan zat lain yang tidak
memiliki efek lagi. (Depkes, 1979).

Aktivitas suatu antibiotica dapat dilihat pada dua criteria yaitu MIC dan besar
diameter hambatan. Makin rendah MIC makin kuat potensialnya, demikian pula
makin besar diameter hambatan, makin kuat pula potensialnya. Namun pada
umumnya, antibiotic yang mempunyai potensi tinggi memiliki MIC yang rendah
dan diameter yang besar.

Ada dua metode umum pengujian potensi antibiotica yang dapat digunakan:

1. Metode penetapan dengan lempeng silinder

Metode ini berdasarkan difusi antibiotika dari silinder yang dipasang tegak
lurus pada lapisan agar dapat dalam cawan petri atau lempeng, sehingga mikroba
yang ditambahkan dihambat pertumbuhanya pada daerah berupa lingkaran atau
zona disekeliling silinder yang berisi larutan antibiotika.

2. Metode Turbidimetri

Metode ini berdasarkan hambatan perkembang biakan mikroba dalam larutan


serbasama antibiotika, dalam media cair yang dapat menumbuhkan microba
dengan cepat bila tidak terdapat antibiotika (Nester, 1973).

Tetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang menghambat sintesis


protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan
tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi
pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai
mRNA menjadi ribosom 70S (Jawetz, 2009).

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat
1. Cawan petri
2. Inkubator
3. Jangka sorong
4. Labu ukur 100 ml
5. Lampu spirtus
6. Mikropipet
7. Perforator
8. Pinset
9. Rak tabung
10. Spatel
11. Tabung reaksi besar & kecil
12. Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml

4.2 Bahan
1. Air suling steril
2. Berbagai suspensi bakteri Gram positif maupun Gram negatif
3. Larutan desinfektan
4. Media nutrien agar
5. Pelarut sediaan uji (Nacl Fisiologis)
6. Sediaan antibiotika baku dan sampel (Tetrasiklin)

4.3 Gambar Alat

1 2 3

4 5 6
7
8
9

11 12
10

V. PROSEDUR
Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24
jam, bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan
cara dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian
disterilkan dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji
ke dalam labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan
air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, digerus
dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur. Direncanakan
pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat variasi dua seri
dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat larutan inokulum
dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam nutrien agar yang
telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan nutrien agar yang
mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri secara aseptis
sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan dasar cawan
menjadi enam area sama besar. Diberi label masing-masing area tersebut
tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat enam cetakan
reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan menggunakan
perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara membuang
agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan spatel yang
telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam larutan
desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan standar pada
masing-masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan dengan ,menggunakan
mikropipet secara aseptis. Diinkubasikan dalam ikubator pada suhu kurang lebih
370 c selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat diameter daerah bening (zone lisis)
yang terjadi di sekeliling reservoir yang telah mengandung antibiotika tersebut
dengan menggunakan jangka sorong. Dihitung potensi antibiotik.

VI. DATA PENGAMATAN


Hasil Pengamatan Keterangan
Pengujian 1

Pengujian 2
Pengujian 3

Larutan Baku (mm) Larutan Sampel (mm)


Cawan
Petri Tinggi Menengah Rendah Tinggi Menengah Rendah
(Bt) (Bm) (Br) (St) (Sm) (Sr)

I 21.4 19.2 15.6 24.3 17.1 15.0

II 23.0 19.3 17.2 24.0 18.9 17.4

III 24.5 22.0 19.8 26.0 21.6 19.8

Total 68.9 60.5 52.6 74.3 57.6 52.2

Rata-rata 23.0 20.2 17.5 24.8 19.2 17.4

Konsentrasi Tetrasiklin dalam labu ukur = 250 mg/100 mL


= 2500 μg/100ml
Konsentrasi untuk larutan baku
 Dosis Tinggi = 20µg/mL
2500 µg/mL x V1 = 20µg/mL x 10mL

V1 = 0.08mL
Aquadest yang ditambah = 9.92 mL

 Dosis Menengah = 10 µg/mL


20µg/mL x 1 mL = 10µg/mL x V2

V2 = 2 mL

Aquadest yang ditambah = 1 mL

 Dosis Rendah = 5 µg/mL


10 µg/mL x 1 mL = 5µg/mL x V2

V2 = 2 mL

Aquadest yang ditambah = 1 mL

 Konsentrasi untuk larutan sampel


 Dosis Tinggi = 20µg/mL
2500 µg/mL x V1 = 20µg/mL x 10mL

V1 = 0.08mL

Aquadest yang ditambah = 9.92 mL

 Dosis Menengah = 10 µg/mL


20µg/mL x 1 mL = 10µg/mL x V2

V2 = 2 mL

Aquadest yang ditambah = 1 mL

 Dosis Rendah = 5 µg/mL


10 µg/mL x 1 mL = 5µg/mL x V2

V2 = 2 mL

Aquadest yang ditambah = 1 mL


PERHITUNGAN POTENSI

 Log dosis = log (dosis tinggi/dosis menengah)


= log (20 µg/µl /10 µg/µl)

= log 2

= 0,301

̅ ̅̅̅̅ ̅̅̅) ̅̅̅ ̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅))


̅ ̅̅̅ ) ̅̅̅ ̅̅̅̅))

 Log θ = 1/3 [(24.8 + 19.2 + 17.4) – (23.0 + 20.2 + 17.5 )] x 0,301


¼[( 24.8 – 17.4) + (23.0 – 17.5 )]

 Log θ= 4 (61.4 – 60.7) x 0.301


3 (7.4 + 5.5)

 log θ =

 log θ =

 θ= 1.0514

 Potensi sampel = 1.05 x 100 %


= 105 %
VII. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi
sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan
konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai
bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut farmakope
haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak memenuhi
syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.
Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan
potensi antibiotika adalah meode penetapan dengan lempeng silinder, yaitu
menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media nutrien agar
yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat ditentukan
dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan membandingkannya
dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.
Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus
biakan murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri yang
diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari bakteri
yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin, dan
sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah
Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah Bacillus substilis, karena
menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika rifamfisin dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus substilis.
Sebelum memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran
dan perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
penentuan nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang ingin digunakan pada
antibiotika ini, yaitu rifampisin. Konsentrasi tetrasiklin pada awalnya adalah
2500µg/ml pada larutan baku. Untuk larutan sampel dianggap
konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari perencanaan
perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada dosis tinggi
adalah 20µg/ml, untuk mendapatkannya, dicampurkan 0.08ml tetrasiklin
2500µg/ml lalu di tambahkan air suling steril hingga 9.92ml, inilah dosis
tingginya. Pada dosis menengah, konsentrasinya adalah 10µg/ml, dengan
cara mencampurkan 1 ml tetrasiklin 20µg/ml dengan 1ml air suling steril.
Untuk dosis rendah yaitu 5µg/ml, dengan cara mencampurkan 1 ml
antibiotic tetrasiklin 10µg/ml dengan 1ml aquadest steril. Konsentrasi untuk
larutan baku dan larutan sampel dianggap sama.
Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian
pada permukaan dasar cawan petri menjadi 6 area sama besar. Setiap area
ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah maupun
larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk mempermudah dalam
pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel tinggi diletakkan
berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama tinggi diletakkan
berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi karena
dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan cawan
petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak
terkontaminasi oleh udara luar.
Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis,
hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh mikroba
lain yang dapat merusak percobaan. Kemudian siapkan perfortor yang steril,
yaitu dengan cara membakarnya di atas nyala api. cetakan yang dibuat
dengan perforator digunakan untuk menampung antibiotika. Namun saat
memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan terlebih dahulu
hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar spiritus, agar
bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi bakteri.
Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat melubanginya dan jika
terlalu jauh dari api, ditakutkan akan terkontaminasi oleh bakteri. Proses
pembuatan lubang harus dilakukan dengan cepat, jangan biarkan cawan petri
terbuka terlalu lama untuk menghindari bakteri dari luar masuk ke dalam
cawan. Setelah keenam daerah yang dibagi tadi telah dilubangi, maka
dimasukkanlah larutan antibiotika dengan dosis tinggi dan rendah dari
larutan baku maupun larutan sampel. Pengisian antibiotika ke lubang yang
telah dibuat dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50 µl (masing–
masing lubang diisi dengan 50 µl antibiotika).
Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan
di dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus tepat
di lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik berdifusi
sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang dihitung
mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah digunakan
harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benar-benar
kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan
mempengaruhi konsentrasi antibiotika (desinfektan juga bersifat
bakteriosida).
Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan
koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya
bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak
boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah sehingga
tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini dibuat triplo
(tiga kali) dengan perlakuan yang sama.
Berdasarkan hasil pengamatan pada antibiotik baku, didapat zona
bening pada dosis tinggi, menengah, dan rendah di cawan petri I masing-
masing yakni sebesar 21.4, 19.2, 15.6 mm. Pada antibiotik sampel diperoleh
zona bening pada dosis tinggi, menengah, rendah di cawan petri I masing-
masing sebesar 24.3, 17.1, 15.0 mm. Pada cawan Petri II, zona bening pada
dosis tinggi, menengah, dan rendah masing-masing yakni sebesar 23.0, 19.3,
17.2 mm. Pada antibiotik sampel diperoleh zona bening pada dosis tinggi,
menengah, rendah di masing-masing sebesar 24.0, 18.9, 17.4 mm. Pada
cawan Petri III, zona bening pada dosis tinggi, menengah, dan rendah
masing-masing yakni sebesar 24.5, 22.0, 19.2 mm. Pada antibiotik sampel
diperoleh zona bening pada dosis tinggi, menengah, rendah di masing-
masing sebesar 26.0, 21.6, 19.8 mm. Diameter hambat dosis tinggi pada
antibiotik sampel maupun baku lebih besar daripada pada dosis rendah. Hal
ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, potensi
larutan sampel Tetrasiklin yang diuji dengan konsentrasi 20µg/ml, 10µg/ml
dan 5µg/ml adalah sebesar 105%. Kesalahan hasil pengujian adalah
sebanyak 5% dengan hasil potensi yang benar adalah sebanyak 100%.
Kesalahan ini mungkin terjadi karena perhitungan diameter zona hambat
kurang tepat.
VIII. KESIMPULAN
Potensi larutan sampel Tetrasiklin yang diuji dengan konsentrasi
20µg/ml, 10µg/ml dan 5µg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah
sebesar 105%.
DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.


Subandi, 2009. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Gunung Djati Press: Bandung
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia. Edisi ke 3. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 2009. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi
20, alih bahasa: Edi Nugroho & RF Maulany. EGC. Jakarta.
Nester, E. W., C. E. Roberts, B. J. Mc.Carthy, & N. N. Pearsall. 1973. Molecules,
Microbes & man. Holt, Rinehart and Wiston, Inc.
Wistreich G. A., & M. D. Lechtman, 2009, Microbiology. Collier Mc Millan
Publishers. London.
Tjay & Rahardja, 2003, Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. UMM:
Malang.

Anda mungkin juga menyukai