Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu

dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi

menjadi tiga, yaitu transportasi darat, laut, dan udara.

Transportasi darat di Indonesia terdiri atas bus, mobil, motor,

sepeda, becak, angkutan umum, serta kereta api. Dari berbagai

macam jenis transportasi tersebut, kereta api merupakan salah

satu jenis transportasi yang sering digunakan oleh rakyat

Indonesia.

Perbedaan kereta api dengan alat transportasi darat lainnya

terletak pada lajur yang digunakan. Kereta api hanya bisa berjalan

di atas rel, sementara alat transportasi lainnya dapat difungsikan

di jalanan biasa. Rel kereta api bermula di Inggris pada tahun

1630. Pada awalnya, rel digunakan untuk mengangkut batubara

yang ditarik oleh kuda. Namun dalam perkembangannya kuda

mempunyai kelemahan yaitu jalan yang di lalui cepat rusak dan

berkapasitas angkut rendah. Pada akhirnya di awal abad XIX

kereta di atas rel mulai ditarik dengan mesin lokomotif uap. Pada

masa-masa tersebut jalan rel mulai dibangun di beberapa negara,

1
seperti Perancis, Jerman, Belgia, Belanda, Rusia, Austria, dan

Indonesia.

Perkembangan sarana dan prasarana kereta api terus

berjalan. Pengembangan dalam hal kecepatan, pelayanan,

keselamatan, efisensi, dan kenyamanan terus pula dilakukan. Hal

ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lokomotif diesel-listrik mulai digunakan di New Jersey tahun

1925, sementara kereta diesel-listrik untuk penumpang bentuk

streamline mulai meluncur di Amerika tahun 19341.

Kereta api di Hindia Belanda sudah ada sejak tahun 1840

yang diusulkan oleh kolonel Jhr Van der Wijk. Usulan Van der

Wijk mendapat respon baik dari kerajaan Belanda, sehingga

terciptalah keputusan (Konijklijik Besluit) yang berisi

pembangunan jalur kereta api Semarang—Kedu dan Yogyakarta—

Surakarta2.

Pada awalnya pembangunan kereta api banyak menuai pro

dan kontra dari pihak swasta dan pemerintah. Pemerintah Hindia

Belanda menganggap pembangunan transportasi kereta api akan

menggoyahkan culturestelsel, sedangkan kalangan pengusaha

swasta berdalih bahwa kereta api akan mempercepat

1 Suryo Hapsoro Tri Utomo, jalan rel, (Yogyakarta: beta offset


: 2008).
2 Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian
Indonesia Jilid I. (Bandung : Angkasa 1997).

2
pengangkutan hasil produksi perkebunan mereka. Pemerintah

lebih menganjurkan berbagai model pengangkutan dengan

memperbanyak jumlah hewan untuk menarik dokar dan gerobak,

walaupun pada akhirnya pemerintah mengizinkan dengan

berbagai pertimbangan3.

Akhirnya pada tahun 1862 pemerintah Belanda mendirikan

perusahaan kereta api swasta Nederlanssch-Indische Spoorweg

Maatscappij (NISM) yang dipimpin oleh Ir. J. P. de Bordes4.Rel

kereta api pertama di Hindia Belanda dibangun untuk melayani

rute Semarang menuju Solo, Kedungjati sampai Surabaya, serta

Semarang menuju Magelang dan Yogyakarta. Dibangun pula dua

stasiun kereta api di Semarang, yaitu stasiun Tawang dan stasiun

Poncol yang hingga kini masih ada dan beroperasi dengan baik.

Dalam pembangunan jalur Semarang-Yogyakarta NISM

mengalami kesulitan yang sangat pelik. Keadaan tersebut

membuat pemerintah kolonial turun tangan dalam pengadaan dan

pengeksploitasian jasa angkutan kereta api. maka dari itu

pemerintah kolonial membangun jalur kereta api sendiri.

Perusahaan kereta api milik pemerintah ini di namakan

3Purnawan Basundoro,”Dinamika Pengangkutan Di


Banyumas Pada Era Modernisasi Transportasi Pada Awal Abad ke -
20” Humaiora, 20, no.63, Februari 2008: 63-74.
4 Tim Telaga Bakti Bekerja sama dengan APKA, Sejarah

Perkeretaapian Indonesia Jilid I (Bandung : Angkasa, 1997) hlm.


53.

3
Staatsspoorwegen, di singkat SS.5 Adapun jalur kereta api tersebut

adalah salah satunya adalah Semarang-Joana

Stoomtrammaatschappij atau yang di singkat SJS.

Jalur kereta api ini menghubungkan antara Semarang-

Rembang. Jalur kereta api ini termasuk dalam jaringan rel

generasi pertama, yaitu jaringan setelah tahun 1875—18886.

Panjang jalur kereta api antara Semarang hingga Rembang

mencapai 110 kilometer dengan dua lintas cabang, yakni Kudus—

Mayong sepanjang 14 kilometer dan lintas Juwana—Bulumanis—

Tayu 25 kilometer. Jalur tersebut terdapat sejumlah stasiun KA,

seperti Stasiun Kaligawe, Sayung, Buyaran, Demak, Ngaloran,

Kudus, Pati, Mayong, Juwana, Tayu, Bulumanis, Delok, dan

Stasiun Rembang7.

Pada masa beroperasinya jalur kereta api Semarang—

Rembang, kabupaten Rembang mempunyai peran penting dalam

sejarah jalur kereta api ini. Kota ini merupakan kota transit

menuju jalur kereta lain yang berada di bawah SJS. Pada masa

republik, jalur ini masuk dalam Daerah Inspeksi VII Semarang,

5 Ibid, hlm. 61 – 62.


6http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah-perkeretaapian-di-

Indonesia; 24 09 2012 14.52.


7http://artikelpanas.com/jalur-kereta-api-semarang-

rembang-riwayatmu-kini.html ; 24 02 2011. 02.40.

4
Wilayah Eksploitasi Tengah, Jawa Tengah yaitu jalur kereta api

Lasem–Jatirogo dan jalur kereta api Rembang-Cepu.

Pada tahun 1988, jalur kereta api Daerah Inspeksi VII

Semarang mengalami keruntuhan secara perlahan. Fungsi jalur

sebagai poros transportasi darat sebagaimana dulu pernah

mengalami kejayaan sejak zaman SJS kian meredup. Minat

penumpang kereta api beralih setelah muncul moda transportasi

bus dengan trayek dan tujuan sama. Bus menjadi primadona

baru, sedangkan kereta api mulai ditinggalkan.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, pokok permasalahan

penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana kondisi

perkeretaapian daerah Inspeksi VII Semarang. Berdasarkan

batasan permasalahan tersebut, maka dirumuskan beberapa

pertanyaan penelitian berikut.

1. Bagaimana perkembangan kereta api daerah Inspeksi VII

Semarang?

2. Bagaimana perkembangan sarana dan prasarana kereta

api daerah Inspeksi VII Semarang?

3. Apa yang melatarbelakangi penutupan jalur kereta api

daerah Inspeksi VII Semarang?

5
Penulisan sejarah akan terarah jika dilengkapi dengan

perangkat pembatas, baik temporal maupun spasial. Hal ini

sangat diperlukan karena dengan batasan tersebut, penulisan

dapat terhindar dari hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan

permasalahan yang ditulis8. Kajian dengan tema yang penulis

bahas ini dapat dikategorikan sebagai sejarah transportasi, karena

akan mengupas hal-hal yang berkaitan dengan transportasi,

khususnya kereta api.

Karesidenan Pati yaitu Kabupaten Rembang, Blora, Pati,

Kudus, dan Purwodadi dan sebagian Karisidenan Semarang yaitu

kota Semarang dan Kabupaten Demak dipilih karena kota-kota

tersebut merupakan daerah operasi jalur kereta api daerah

Inspeksi VII Semarang.

Waktu penelitian dimulai dari tahun 1942. Penetapan

batasan awal penelitian didasarkan atas tahun terjadinya proses

pengambilalihan aset perkeretaapian dari tangan Belanda ke

Jepang dan mulai digunakannya nama “Daerah Inspeksi VII

Semarang”. Sementara itu, batasan akhir penelitian adalah tahun

1990 yang disesuaikan dengan tahun resmi penutupan jalur

kereta api daerah Inspeksi VII Semarang.

8 Taufik Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo (ed).,


Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. (Jakarta:
Gramedia, 1985), hlm. xii.

6
C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian tentunya mempunyai tujuan yang ingin

dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peristiwa

perkembangan jalur kereta api Semarang-Rembang. Penelitian ini

juga bermaksud untuk mengetahui dinamika transportasi di

Semarang-Rembang pada tahun 1942-1990. Selain itu, terdengar

kabar bahwa Dinas Perhubungan Jawa Tengah dan DAOP IV

Semarang berencana akan menghidupkan lagi jalur kereta api

Semarang-Rembang jika kepadatan jalur transportasi jalan raya

semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dijadikan

sebagai tinjauan sejarah dalam rencana pembangunan kembali

jalur tersebut.

D. Tinjauan Pustaka

Sumber pustaka yang sudah digunakan penulis untuk

melakukan penelitian ini kebanyakan masih berupa sumber

sekunder. Buku–buku yang berhubungan dengan tema adalah

Transportasi dan Pekembangan di Jawa Tengah 9 Karangan dari

Suhartono. Paper ini membahas tentang pembangunan kereta api

di Jawa Tengah. Pembangunan kereta api di Jawa Tengah pada

awalnya di utamakan untuk pengangkutan komoditi perkebunan

di pedalaman menuju ke pelabuhan Semarang. Hal ini merupakan

9 Suhartono, “Transportasi dan Perkembangan di Jawa


Tengah”. Yaperna. No.17. Th. III (Nopember 1976): 19-28.

7
rencana pemerintah kolonial untuk mengukuhkan kepentingan

ekonomi politiknya. Jika di lihat dari perkembangannnya

pemerintah kolonial membangun jalur kereta api ke arah selatan

terlebih dahulu, hal ini di karenakan pemerintah kolonial ingin

menghubungkan jalur antara Semarang dengan Surakarta dan

Yogyakarta. Selanjutnya membangun kearah barat dan timur,

tujuannya adalah untuk menghubungkan kota-kota penting

penghasil perkebunan di sekitar kota Semarang.

Buku lain yang penulis gunakan untuk menambah referensi

bagi penelitian ini adalah Sejarah Daerah Jawa Tengah (1994).

Buku ini merupakan salah satu hasil dari proyek penelitian dan

pencatatan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan

Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun

1977/197810. Buku ini memuat uraian yang terjadi di Jawa

Tengah, mulai dari zaman prasejarah yang meliputi asal usul

penghuni yang pertama, teknologi, organisasi masyarakat,

kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya, serta kepercayaan

mereka. Selanjutnya, pembahasan merambah ke periode

berikutnya, yaitu zaman kuna, zaman baru, abad ke-19, zaman

kebangkitan nasional, zaman pendudukan Jepang, dan zaman

10 Moh Omar dkk, Sejarah Daerah Jawa Tengah, (Jakarta:


Departemen pendidikan dan kebudayaan Direktorat jendral
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1994), hlm.
Xiii.

8
kemerdekaan. Masing-masing periode diuraikan tentang

kehidupan pemerintahan dan kenegaraan, penyelenggaraan hidup

dalam masyarakat, kehidupan seni budaya, alam pikiran dan

kepercayaan, serta hubungan luar negeri.

Studi selanjutnya yang membahas mengenai perkembangan

kereta api adalah artikel dari Purnawan Basundoro yang Berjudul

Dinamika Pengangkutan Di Banyumas Pada Era Modernisasi

Transportasi Pada Awal Abad ke-20 11Artikel ini berisikan tentang

awal terbentuknya SDS (Serajoedal Stoomtram Maatschappij) atau

Kereta Api Lembah Serayu pada 24 April 1894. Selanjutnya

menceritakan tentang perkembangan penduduk di sekitar jalur rel

kereta api ini. Selain itu juga mengenai mobilitas barang yang di

angkut oleh kereta api ini dan masa suram dari pengoperasian

kereta api ini.

Buku karangan Imam Subarkah yang digunakan sebagai

pelengkap kajian adalah Jalan Kereta Api (1981)12. Buku ini berisi

tentang penjelasan teknis mengenai kereta api, mulai dari

konstruksi jalan, perhitungan kekuatan sepur, emplasemen, dan

jumlah stasiun yang dilewati. Melalui buku ini, penulis melihat

11 Purnawan Basundoro,”Dinamika Pengangkutan Di


Banyumas Pada Era Modernisasi Transportasi Pada Awal Abad ke
-20” Humaiora, 20, no.63, Februari 2008: 63-74.
12 Imam Subarkah, Jalan Kereta api. (Bandung : Idhea

Darma, 1981).

9
sisi di atas, khususnya untuk Jalur Semarang-Rembang, daerah

Inspeksi VII Semarang, wilayah Eksploitasi Tengah, Jawa Tengah.

Buku terakhir adalah Artikel Darto Harnoko yang di

terbitkan Patrawidya yang berjudul Karisidenan Rembang 1830-

1870.13 Artikel ini berisi tentang penyimpangan dalam

pelaksanaan tanam paksa yaitu penggunaan tenaga kerja yang

berlebihan (eksploitasi tenaga kerja). Dalam proyek ini di

butuhkan banyak sekali tenaga kerja yang melebihi batas yang

telah di tetapkan. Penyimpangan-penyimpangan itu terjadi karena

ternyata dalam pembudidayaan tanaman ekspor, tembakau dan

tebu di perlukan kecermatan yang luar biasa. Dengan demikian

pada pelaksanaan penanaman tanaman ekspor dikabupaten

Rembang di perlukan banyak waktu dan tenaga kerja.

Penggunaan tanah-tanah yang subur, tenaga kerja dan

waktu yang banyak tentu saja merugikan petani penanam

tanaman gupernemen, karena mereka tidak dapat melakukan

kegiatan menanam tanaman subsisten sebagai pengganti tanaman

pokok atau untuk di jual sebagai pembeli padi.

13Darto Harnoko,” Karisedenan Rembang 1830-1870 “


Patrawidya no.3,September 2010 :633-670.

10
E. Metode Dan Sumber Penelitian

Penulis mengambil tema jalur kereta api daerah Inspeksi VII

Semarang karena penulisan mengenai transportasi kereta api

dalam konteks sejarah Indonesia masih sangat sedikit. Penelitian

ini menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah

dilakukan dengan melalui pemilihan topik, pengumpulan sumber

(heuristik), verifikasi (kritik), interpretasi, dan penulisan

(historiografi)14.

Penelitian ini memanfaatkan buku-buku dan juga catatan

sejarah dari koleksi Arsip Daerah Jawa Tengah, Arsip Kereta api

Indonesia, Perpustakaan Semarang, dan Perpustakaan Rembang.

Penulis juga melakukan wawancara dengan narasumber terkait

dan narasumber yang paham mengenai transportasi kereta api di

Daerah Inspeksi VII Semarang pada tahun-tahun tersebut. Selain

itu, penelitian ini juga akan menggunakan sumber sekunder.

Sumber-sumber sekunder tersebut sebagian besar diperoleh dari

koleksi Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada,

Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada,

Perpustakaan Ignatius, dan beberapa koleksi pribadi penulis.

14Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta:


Bentang, 2005), hlm. 90.

11
F. Sistematika Penulisan

Penelitian disusun secara sistematis dan kronologis agar

menjawab pokok permasalahan yang diangkat. Oleh sebab itu,

diperlukan suatu penyusunan sistematika penulisan.

Bagian pertama berisi pendahuluan yang terdiri atas latar

belakang, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan

penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika

penulisan.

Bagian kedua tulisan ini bercerita tentang SJS (Semarang-

Joana Stoomtrammaatschappij) yang merupakan perusahaan

swasta milik Belanda yang mengelola jalur Semarang-Rembang

sebelum berganti nama menjadi Daerah Inspeksi VII Semarang.

Selanjutnya penulis masuk ke zaman setelah kemerdekaan, yaitu

pada masa pengambilalihan tangkup kekuasaan perkeretaapian

dari tangan Jepang dan masa kedatangan kembali Belanda ke

Indonesia. Di akhir pembahasan bagian ini, diuraikan kondisi

pada masa konsolidasi dan rehabilitasi sampai masa survival di

jalur kereta api daerah Inspeksi VII Semarang ini. Penulis sengaja

membahas seperti ini karena ingin mengetahui kondisi kereta api

daerah Inspeksi VII Semarang pada masa kolonial dan pada masa

kemerdekaan Indonesia sampai dengan 1950.

Bagian selanjutnya membahas tentang dinamika jalur

kereta api Daerah Inspeksi VII Semarang. Maka dari itu, penulis

12
menguraikan perkembangan jalur, sarana dan prasarana,

kebijakan pemerintah, dan perkembangan penumpang kereta api

Daerah Inspeksi VII Semarang pada tahun 1950—1980. Pada

bagian ini, penulis menceritakan lebih mendalam tentang jalur

kereta api Semarang—Rembang. Penulis sengaja mengambil skala

tahun 1950–-1980 karena kereta api ini masih aktif beroperasi

pada tahun tersebut.

Bab keempat mengupas tentang alasan jalur kereta api

Daerah Inspeksi VII Semarang diberhentikan. Ulasan difokuskan

pada peristiwa dan faktor-faktor yang menyebabkan jalur kereta

api ini ditutup. Melalui bagian ini, penulis ingin menyampaikan

dan menginformasikan faktor-faktor inti yang memengaruhi serta

mengetahui proses penutupan jalur kereta api ini. Selain itu,

penulis juga menerangkan dampak penutupan jalur kereta api

Daerah Inspeksi VII Semarang terhadap kondisi transportasi di

kota–kota operasional jalur tersebut.

Bab kelima merupakan kesimpulan. Kesimpulan berisi

tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan

pada bab I.

13

Anda mungkin juga menyukai