Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah dermatitis telah bertahun-tahun digunakan sebagai istilah untuk


adanya inflamasi di kulit. Ekzema merupakan bentuk khusus dari dermatitis.
Beberapa ahli menggunakan istilah ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang
dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk eczema adalah
4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, ekzema nummular 0,17% dan
dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2-5% dari populasi.1,2
Seborrhea atau biasa disebut dengan Dermatitis Seboroik (D.S)
merupakan segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan
bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Area seboroik ini meliputi kulit
kepala, belakang telinga, alis mata, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula
dan daerah suprapubis. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang-
kurangnya 50% pasien HIV menderita dermatitis seboroik. 1
Dermatitis seboroik sendiri termasuk dalam kelompok dermatosis
eritroskuamosa, yakni penyakit kulit yang ditandai dengan adanya eritema dan
skuama. Yang termasuk dalam kelompok penyakit ini selain dermatitis seboroik
ialah psoriasis, parapsoriasis, pitiriasis rosea, eritroderma, lupus eritematosus dan
dermatofitosis. Penyebab dari dermatitis seboroik masih belum diketahui.
Prevalensi meningkat pada penderita HIV, orang dengan gangguan neurologis dan
penyakit kronis. Dermatitis seboroik ini kerap kali ditemukan pada bayi yang
berumur 1 bulan pertama dan berkurang pada usia sebelum akil balik, lalu
meningkat pada pubertas dan lebih sering pada orang dewasa.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DERMATITIS SEBOROIK


2.1.1 Definisi
Istilah dermatitis seboroik (D.S) dipakai untuk segolongan kelainan kulit
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik.1
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit kronik yang bertempat pada
daerah-daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.3

2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan onset usia, D.S dapat ditemukan baik pada bayi maupun
dewasa. Pada bayi umumnya ditemukan pada umur 1 bulan pertama. Selain itu
ditemukan pula pada usia pubertas. Kebanyakan ditemukan pada usia 20 tahun
dan 50 tahun atau lebih tua. Lebih sering pada laki-laki. Insidensinya kurang lebih
2-5% dari populasi.
Insidensi penyakit ini dilaporkan meningkat pada pasien-pasien dengan
gangguan neurologis seperti seperti penyakit Parkinson. Insidensi dan tingkat
keparahan juga meningkat pada pasien dengan HIV, dimana D.S ditemukan pada
85% pasien dengan HIV.4

2.1.3 Etiologi
Penyebab pasti dari D.S sampai saat ini masih belum diketahui.1 Namun,
D.S erat kaitannya dengan keaktifan kelenjar sebasea.3,4 Infeksi jamur Malassezia
furfur (atau dikenal juga sebagai Pityrosporum ovale) yang merupakan flora
normal kulit manusia diduga memiliki kontribusi terhadap patogenesis penyakit
D.S, sebab jamur ini banyak ditemukan pada kulit yang terkena dan pemberian
regimen antifungal terbukti bermanfaat pada penyakit ini, namun korelasinya
secara langsung masih belum diketahui.4 Malassezia furfur merupakan jamur
lipofilik. Malassezia sp. sendiri bersifat komensal pada kulit yang mengandung
banyak lipid.5

2
Beberapa faktor predisposisi yang ditemukan mempengaruhi insidensi
penyakit ini diantaranya seperti : defisiensi imun, infeksi, stres emosional,
lingkungan yang lembab, sering ditemukan pada orang yang banyak memakan
lemak dan minum alkohol, serta insidensinya meningkat pada iklim dingin. Status
seboroik (seborrhoeic state) juga merupakan salah satu faktor predisposisi yang
rupanya diturunkan, namun bagaimana caranya masih belum diketahui.1,4

2.1.4 Patogenesis
Penyebab dari D.S ini belum diketahui secara pasti. Keaktifan kelenjar
sebaseus erat kaitannya dengan penyakit ini, dan infeksi Malassezia furfur diduga
memiliki patogenitas yang potensial terhadap D.S. Sehingga banyak penelitian
dilakukan untuk membuktikan hal tersebut, dan sampai saat ini masih terus
diteliti.4
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari
kehamilan. Kelenjar sebaseus ini akan menempel pada folikel rambut,
mensekresikan sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus
berhubungan dengan folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak tangan
dan telapak kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus
sama sekali tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat
keberadaannya ada di wajah dan kulit kepala, karenanya manifestasi D.S banyak
ditemukan di area ini. Rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang
ukurannya besar, sering memiliki ukuran yang kecil. Terkadang pada daerah
tersebut, tidak disebut dengan folikel rambut, tapi disebut dengan folikel sebaseus.
Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan cara mengalami proses disintegrasi
sel, sebuah proses yang dikenal dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam
kelenjar sebaseus bergantung status diferensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel
membran basal, ukuran kecil, berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan ini
mengandung sel yang terus membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang
dilepaskan pada proses ekskresi lipid. Selama sel ini bergerak ke bagian tengah
kelenjar, sel mulai menghasilkan lipid dan membesar mengandung banyak lipid
sehingga inti dan struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus,

3
sehingga sel akan mengalami desintegrasi dan melepaskan isi. Sebum adalah
cairan kuning yang terdiri dari trigliserid, asam lemak, wax ester, sterol ester,
kolesterol dan squalene. Saat disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid
dan ester yang dipecah menjadi digliserid, monogliserid dan asam lemak bebas
oleh mikroba komensal kulit dan enzim lipase. Sebum manusia mengandung asam
lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang
lebih tinggi. Sebum diduga berfungsi untuk mengurangi kehilangan air dari
permukaan kulit sehingga kulit tetap halus dan lembut.4
Hormon androgen, khususnya dihydrotestoteron menstimulai aktivitas
kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus manusia mengandung 5α-reductase, 3α- dan
17α-hydroxysteroid dehydrogenase, yang merubah androgen yang lebih lemah
menjadi dihydrotestosteron, yang akan mengikatkan dirinya pada reseptor spesifik
di kelenjar sebaseus kemudian meningkatkan sekresinya. Kelenjar sebaseus
mempunyai reseptor dehydroepiandrosteron sulfas (DHEAS) yang juga berperan
dalam aktivitas kelenjar sebaseus. Level DHEAS tinggi pada bayi baru lahir,
rendah pada anak usia 2-4 tahun dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum mulai
meningkat.6 Seborrhea (seborrhoeic state) merupakan faktor predisposisi D.S
yang rupanya diturunkan, namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi
sebum pada semua pasien. D.S lebih sering terjadi pada kulit dengan kelenjar
sebaseus aktif dan berhubungan dengan produksi sebum.1 Insiden D.S tinggi pada
bayi baru lahir karena kelenjar sebaseus yang aktif yang dipengaruhi oleh hormon
androgen maternal, dan jumlah sebum menurun sampai pubertas. D.S pada bayi
terjadi umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik
dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang
ditemukan pula pada usia tua.4
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi jamur dari genus Malassezia sp. (Pityrosporum ovale) yang
merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan M. furfur yang berlebihan
dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang
masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri. Lipid sebaseus
merupakan sumber makanan bagi Malassezia. Lapisan lipid dari M. furfur dapat

4
memodulasi produksi sitokin proinflamasi oleh keratinosit. M. furfur dapat
mendegradasi lipid dalam sebum dengan memproduksi asam lemak bebas dan
trigliserid, yang diikuti dengan penggunaan dari asam lemak jenuh oleh jamur ini.
Asam lemak tak jenuh rantai pendek yang telah termodifikasi oleh jamur ini
memiliki kemampuan berpenetrasi dan memicu reaksi inflamasi.5

Gambar 2.1 Skematik patogenesis dari infeksi Malassezia sp. Koloni M. furfur yang ada di
epidermis akan menghasilkan lipase yang akan memecah trigliserida. Sebagian
lipid yang ada akan menjadi sumber makanan M. furfur dan media yang tepat
untuk proliferasinya, sementara asam lemak digliserida hasil hidrolisis akan
berpenetrasi ke lapisan yang lebih dalam dan memicu reaksi inflamasi.7

D.S dapat pula diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat


seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi sitostatik dapat
memperbaikinya.1 Selain itu, D.S sering berkaitan dengan kelainan-kelainan

5
neurologis seperti penyakit Parkinson, epilepsi, paralisis nervus fasialis,
polimielitis dan kuadriplegia. Kelainan-kelainan pada sistem neurologis ini
mengakibatkan abnormalitas pada neurotransmiter dan bermanifestasi sebagai
gangguan fungsi kelenjar sebaseus. Hal ini berdasarkan fakta, bahwa beberapa
obat yang dapat menginduksi Parkinson ternyata juga dapat menginduksi D.S,
sementara pemberian L-dopa selain memperbaiki kondisi Parkinson, juga lesi
kulit dengan D.S.4

2.1.5 Manifestasi klinis


Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. D.S yang ringan hanya mengenai kulit
kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang
kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan
kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang
berminyak disebut pitiriasis steatoides yang disebut eritema dan krusta-krusta
yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok,
mulai di bagian verteks dan frontal. 1
Bentuk yang berat ditandai dnegan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi, batasnya sering cembung.1
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
krusta yang kotor dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap.1
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama yang halus dapat terlihat di alis
mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama
kekuningan, dapat pula terjadi blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah
ditandai skuama-skuama halus.1
Selain tempat-tempat tersebut, D.S juga dapat mengenai liang telinga luar,
lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mammae, lipatan di bawah mammae

6
pada wanita, interskapular, umbilikus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada
daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul.1
D.S dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.1

Gambar 2.2 Cradle cap pada bayi dengan dermatitis seboroik.8,9.

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis D.S dibuat berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik
dermatologis. Pada anamnesa didapatkan keluhan adanya ruam yang berwarna
kekuningan atau merah yang terasa gatal ataupun perih dan berlokasi pada daerah-
daerah seboroik.10
Pada pemeriksaan fisik dermatologis didapatkan :
- Lokalisasi : Tempat-tempat yang banyak mengandung kelenjar sebasea
misalnya kulit kepala, belakang telinga, alis mata, cuping hidung, ketiak,
dada, antara skapula dan daerah suprapubis.1

Gambar 2.3 Tempat predileksi dari dermatitis seboroik.11

7
- Efloresensi/ sifat-sifatnya : Makula eritematosa yang ditutupi oleh
papula-papula milier berbatas tak tegas, dan skuama halus putih
berminyak. Kadang-kadang ditemukan erosi dengan krusta yang sudah
mengering berwarna kekuningan.10 Gambaran klinis khas pada D.S ialah
skuama yang berminyak dan kekuningan, berlokasi di tempat-tempat
seboroik.1

Gambar 2.4 Berbagai bentuk manifestasi D.S di beberapa tempat. Ruam dapat berupa makula
eritematosa dengan skuama halus berminyak berwarna kekuningan yang mudah
terlepas. Pada daerah kepala, ruam ini bervariasi, mulai dari ketombe (dandruff)
hingga skuama kekuningan berminyak atau eritema dengan krusta yang tebal. 5

8
2.1.7 Diagnosis Banding
Gambaran klinis yang khas pada D.S adalah skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik.1
Psoriasis berbeda dengan D.S karena skuama-skuama yang berlapis-lapis,
disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda. Jika
psoriasis mengenai scalp sukar dibedakan dengan D.S. Perbedaannya ialah
skuamanya yang lebih tebal dan putih seperti mika. Psoriasis inversa yang
mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai D.S. Tempat predileksi psoriasis
ialah pada scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku dan lutut, dan daerah lumbosakral.1,5
Pada dermatitis atopi biasanya onset lebih lambat dibanding D.S. Pada
umumnya muncul setelah umur 3 bulan. Gejala utamanya ialah pruritus yang
hilang timbul sepanjang hari, anak tampak gelisah, susah tidur dan sering
menangis. Pada bayi lesi umumnya ditemukan di muka (dahi, pipi) yang
kemudian meluas ke scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Pada
usia yang lebih besar, lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi
dan sekitar mata. Kelainan kulit yang didapatkan bermacam-macam akibat
garukan penderita, berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi
dan krusta. Selain itu juga didapatkan riwayat atopi pada keluarga, dan dapat pula
disertai manifestasi atopi yang lain pada penderita seperti asma atau rhinitis
alergi.1,5
Pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai kandidosis. Pada
kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan lesi
satelit-satelit disekitarnya.1
Pada tinea kapitis biasanya tampak bercak-bercak botak dengan abses
yang dalam, rambut putus-putus dan mudah lepas. Sedangkan pada tinea korporis,
didapatkan lesi berupa makula berbatas tegas tepi sedikit meninggi (tepi aktif)
dengan central healing, lesi dapat berbentuk bulat atau lonjong.1,5
D.S yang menyerang liang telinga luar mirip otomikosis dan otitis
eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada sediaan langsung.
Otitis eksterna menyebabkan tanda-tanda radang, jika akut terdapat pus.1

9
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya diagnosa D.S cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik dermatologis. Pemeriksaan biopsi kulit pada umumnya tidak diperlukan dan
bukan merupakan standar diagnostik.3
Gambaran histopatologis pada D.S : Pada epidermis terdapat parakeratosis
fokal, dengan sebukan neutrofil, akantosis sedang, spongiosis (edema
interselular) dan inflamasi non-spesifik di dermis. Pada dermis terdapat pelebaran
ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai sebukan sel-sel
neutrofil dan monosit. Gambaran karakteristik yang ditemukan ialah sebukan
neutrofil di muara dari folikel rambut yang berdilatasi yang tampak sebagai
krusta. Pada pewarnaan PAS dapat terlihat banyak jamur pada lapisan stratum
korneum.4

Gambar 2.5 Gambaran histopatologi pada D.S. Tampak sebukan neutrofil di muara
folikel rambut dan spongiosis.12
Pemeriksaan dengan sediaan langsung mikroflora dari kulit kepala untuk
melihat Pityrosporum ovale.10

Gambar 2.6 Pewarnaan langsung dengan KOH 10% tampak sel jamur dan
pseudohifa dari Malassezia furfur.13

10
2.1.9 Tatalaksana
Secara umum, terapi pada D.S bekerja dengan prinsip mengontrol, yakni
dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta, menghambat
kolonisasi jamur, mengontrol infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal.
Pasien perlu diberitahukan bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
berulang. Maka yang dapat dilakukan ialah dengan menghindari faktor-faktor
predisposisi seperti stres emosional dan kurang tidur.15 Untuk diet, dianjurkan
untuk diet rendah lemak.1 Melakukan perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan
dengan shampoo secara rutin.5
Terapi farmakologis untuk D.S meliputi penggunaan sediaan antijamur
(selenium sulfida, pyrithione zinc, golongan azol, sodium sulfacetamid dan
terbinafin topikal) yang mampu mengurangi kolonisasi dari jamur lipofilik dan
sediaan anti-inflamasi (steroid topikal). Untuk keadaan yang berat, keratolitik
seperti asam salisilat atau tar dapat digunakan untuk mengurangi krusta yang
tebal.11
1) Pengobatan sistemik
- Antihistamin H1 dapat diberikan untuk mengurangi gatal dan sebagai
penenang.10
- Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30
mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika
disertai dengan infeksi sekunder, pemberian antibiotik dapat dilakukan.11
- Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebaseus. Ukuran kelenjar tersebut dapat
dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum.
Dosisnya 0,1 – 0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak
setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per
hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol
penyakit.11
- Pada D.S yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01)
yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3x seminggu
selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.11

11
- Bila pada sediaan langsung terdapat banyak P. ovale, dapat diberikan
ketokonazol dosis 200 mg per hari.1,11
2) Pengobatan topikal
- Dermatitis seboroik kepala4,11
Pada banyak kasus, pengobatan D.S efektif dengan memberikan shampoo
seminggu 2-3 kali selama 5-15 menit dengan shampoo antiketombe yang
mengandung 2,5% selenium sulfide (selsun) atau 1-2% pyrithione zinc. Sebagai
alternatif, shampoo ketokonazol 2% dapat digunakan. Setelahnya dapat
menggunakan shampoo pelembab untuk menghindari kerusakan rambut. Setelah
penyakit terkontrol, frekuensi shampoo dapat dikurangi menjadi seperlunya.
Pemberian topikal terbinafin 1% juga menunjukkan efektifitas pada D.S di kepala.
Jika terdapat skuama atau krusta yang tebal di kepala dan difus, skuama
dapat dibersihkan dengan menggunakan larutan asam salisilat 3-5% dalam minyak
zaitun ataupun pelarut air, pengompresan kulit kepala dengan minyak zaitun
hangat selama beberapa jam lalu dibersihkan menggunakan shampoo tar.
D.S pada bayi umumnya hilang spontan pada umur 6-12 bulan dan tidak
berulang hingga masa pubertas. Pembersihan skuama pada bayi dapat
menggunakan sisir yang lembut khusus untuk bayi, pembersihan krusta
menggunakan larutan asam salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ataupun pelarut
air, pengompresan kulit kepala dengan minyak zaitun hangat (untuk skuama yang
tebal).
Pada D.S yang luas dengan inflamasi di kulit kepala, dapat diaplikasikan
fluocinolone acetonide 0,01% dalam larutan minyak lalu dioleskan pada seluruh
bagian kepala dan ditutup sepanjang malam dengan penutup kepala (shower cap)
dan dicuci ketika pagi. Hal ini dapat dilakukan setiap malam hingga inflamasi
mereda lalu dikurangi 1-3 kali seminggu seperlunya. Kortikosteroid topikal dapat
baik krim atau salep dapat digunakan 1-2 kali sehari selama 3 minggu selama
pemberian fluocinolone acetonide dan dihentikan jika gatal dan eritema telah
hilang. Selanjutnya pemeliharaan dengan menggunakan shampoo antiketombe.

12
- Dermatitis seboroik wajah.4,11
D.S di wajah dapat dibersihkan dengan menggunakan shampoo setiap
berkeramas. Sebagai alternatif, krim ketokonazol 2% dapat diberikan 1-2 kali
sehari di daerah yang terkena. Sodium sulfacetamid 10% juga efektif untuk D.S.
- Dermatitis seboroik badan.4,11
Pengaplikasian zinc atau tar shampoo atau dengan sabun zinc terbukti
bermanfaat. Sebagai tambahan, ketokonazol krim 2% 1-2 kali sehari dengan atau
tanpa krim kortikosteroid juga bermanfaat.
- Dermatitis seboroik berat.4,11
Pada D.S yang tidak berespon dengan pengobatan topikal, dapat
dipikirkan pemberian terapi isotretinoin.
Pada kasus dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang
lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan jangan digunakan terlalu lama
karena efek sampingnya

2.1.10 Prognosis
Pada sebagian besar kasus yang memiliki faktor konstitusi, penyakit ini
agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.1

2.1.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi insidensi D.S secara
umum ialah dengan menghindari faktor-faktor pencetus dan predisposisi dari D.S,
yakni dengan :
- Mencuci rambut dengan shampoo 2-3 kali seminggu.
- Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur menggunakan sabun.
Dan jika selesai beraktifitas yang mengeluarkan banyak keringat,
setelah beristirahat sejenak, segeralah mandi dan gunakan pakaian
yang baru.
- Menghindari makanan-makanan berlemak, stres emosional sebisa
mungkin dikurangi dan tidur teratur.14

13
BAB III
PENUTUP

Dermatitis seboroik merupakan suatu peradangan kulit kronik yang


bertempat pada daerah-daerah seboroik (yang banyak mengandung kelenjar
sebasea). Dermatitis seboroik termasuk dalam dermatosis eritroskuamosa yang
sering ditemui. Penyakit ini menyerang anak-anak (terutama bayi) dan juga
dewasa. Etiologi dari penyakit ini sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti. Namun keaktifan kelenjar sebaseus erat kaitannya dengan penyakit ini, dan
infeksi jamur dari genus Malassezia furfur (Pityrosporum ovale) diduga memiliki
patogenitas terhadap penyakit ini dan hingga kini masih diteliti. Faktor
predisposisi timbulnya penyakit diantaranya ialah stres emosional, kondisi
lembab, iklim dingin dan konsumsi lemak tinggi. Penyakit ini juga kerap dijumpai
pada kelainan-kelainan neurologis seperti Parkinson, diduga akibat
ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga mengganggu aktivitas dari kelenjar
sebaseus.
Diagnosa penyakit ini ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik dermatologis. Gambaran klinis khas pada D.S ialah skuama yang berminyak
dan kekuningan, berlokasi di tempat-tempat seboroik.
Adapun terapi dari dermatitis seboroik ini pada prinsipnya ialah
mengontrol penyakit, yakni dengan membersihkan dan menghilangkan skuama
dan krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi sekunder dan
mengurangi eritema dan gatal. Regimen antifungal topikal terbukti bermanfaat
dalam mengontrol penyakit, selain itu dapat pula menggunakan kortikosteroid
topikal. Selain topikal, pengobatan sistemik dengan menggunakan antihistamin
bermanfaat untuk mengurangi gatal dan regimen antifungal sistemik juga terbukti
bermanfaat. Prognosis penyakit pada umumnya baik, hanya saja pasien perlu
dijelaskan bahwa penyakit ini bersifat kronis dan ada kemungkinan untuk
mengalami kekambuhan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis eritoskuamosa : dermatitis seboroik. Dalam:


Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2009. h.189-203.
2. Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Ed. 7. USA:
McGrow Hill;2008. (1):219-44.
3. Kerdel FA, Acosta FJ. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Dermatology just
the facts. USA: McGraw-Hill; 2003. h.3-4.
4. Wolf K, Johnson RA. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Fitzpatrick’s Color
Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed. 6. USA: McGraw-
Hill;2009. h.48-52.
5. Naldi L, Rebora A. Clinical Practice of Seborrheic Dermatitis. N Eng J
Med;2009. 360:387-96.
6. Sherwood L. Bab 12. Pertahanan Tubuh. Dalam: Fisiologi Manusia Dari
Sel ke Sistem. Ed. 6. Jakarta: EGC;2011. h.485-9.
7. Admin. Seborrheic Dermatitis. Diakses dari :
http://pgbeautyscience.com/defining-issues.php , 11 Maret 2015.
8. Norwood VK. Cradle cap. WebMD, LLC;2014. Diakses dari :
http://www.m.webmd.com/skin-problems-and-treatments/picture-of-
cradle-cap , 11 Maret 2015.
9. Deepak. Cradle cap in babies- causes and remedies. Dermatalk Skin Care
Advice;2013. Diakses dari : http://www.dermatalk.com/blogs/skin-
disorders/cradle-cap-in-babies-causes-and-remedies/ , 11 Maret 2015.
10. Siregar RS. Dermatitis seboroik. Dalam: Atlas berwarna saripati penyakit
kulit. Ed. 2. Jakarta: EGC;2004. h.104-6.
11. Johnson BA, Nunley JR. Treatment of Seborrheic Dermatitis. Am Fam
Physician;2000. 61(9):2703-10.
12. Admin. Eczema pathology. DermNetNZ. Diakses dari :
http://dermnetnz.mobify.me/pathology/eczema-path.html , 11 Maret 2015.

15
13. Admin. Malassezia infections. The University of Adelaide. Diakses dari :
http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Superficial/Malassezia-
infections/ , 11 Maret 2015.
14. Rosso JQD. Adult Seborrheic Dermatitis: A status report on practical
topical management [literature review]. J Clinical Aesthetic
Dermatology;2011. (5): 32-8.

16

Anda mungkin juga menyukai