Anda di halaman 1dari 12

Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini hari Selasa, tanggal 20 Januari 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Krisna Arie Soesanty
Judul/ topik : Snake Bite
No. ID dan Nama Pendamping : dr. Sri Widiyanti
dr. Wido Sutarto
No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. M. Ashari Pemalang

Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

8. 8.

9. 9.

10. 10.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping Pendamping

dr. Wido Sutarto dr. Sri Widiyanti


No. ID dan Nama Peserta : dr. Krisna Arie S. Presenter : dr. Krisna Arie S.

No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. M. Ashari Pendamping : 1. dr. Sri Widiyanti
Pemalang 2. dr. Wido Sutarto

TOPIK : Snake Bite

Tanggal (kasus) : 11 Januari 2015

Nama Pasien : Tn. T No. RM : 277xxx

Tanggal Presentasi : 20 Januari 2015 Pendamping : dr. Sri Widiyanti

Tempat Presentasi : RSUD dr. M. Ashari Pemalang

OBJEKTIF PRESENTASI

o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik √ Manajemen o Masalah o Istimewa

o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja √ Dewasa o Lansia o Bumil

o Deskripsi :

Tn. T datang ke IGD dengan keluhan post digigit ular.

o Tujuan:
Diagnosis, manajemen, prevensi

Bahan Bahasan √ Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o Audit

Cara Membahas o Diskusi √ Presentasi dan o E-mail o Pos


Diskusi

DATA PASIEN Nama : Tn. T No Registrasi : 277xxx

Nama klinik : Bangsal Teratai Telp : - Terdaftar sejak : 11 Januari


2015

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:


Snake bite. Keadaan umum sedang. Nyeri, kemerahan dan bengkak pada luka
gigitan. Keringat dingin. Mual.

2. Riwayat Pengobatan:
Sudah dibawa ke mantri untuk pembersihkan luka
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit
Pasien belum pernah terkena gigitan ular.
4. Riwayat Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang terkena gigitan ular pada hari yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan: Pasien seorang petani.
6. Lain-lain : (-)

DAFTAR PUSTAKA:
1. Ahmed, S.M. etc. 2008. Emergency Treatment Of a Snake Bite : Pearls From
Literature dalam Journal Of Emergencies, Trauma, and Shock, Vol 1(2), Juli –
December 2008 : 97-105.
2. Daley, B. J., 2006. Snake Bite. Department of Surgery, Division of Trauma and
Critical Care, University of Tennessee School of Medicine. Emedicine.com.
3. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
4. Depkes. 2007. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dirjen POM Depkes RI.
5. Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI : Jakarta.
6. WHO. 2010. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South
East Asia Region. Faculty of Tropical Medicine Mahidol University : Thailand.
HASIL PEMBELAJARAN:

1. Penegakan diagnosis pada kasus snake bite


2. Penatalaksanaan yang tepat pada kasus snake bite

1. SUBJEKTIF
Pasien datang jam 02.50 dengan pascca kecelakaan lalu lintas ± 2 jam SMRS. Pasien
mengatakan kedua kaki nyeri bila digerakan. Pasien juga mengatakan nyeri juga di daerah
suprapubik. Pasien sebelumnya mengemudi truk kecelakaan menabrak bagian belakang
truk lainnya, dan pasien sempat tergencet. Saat itu pasien dalam keadaan mengantuk.
Kemudian pasien dibawa ke RSUD dr. M. Ashari Pemalang

2. OBJEKTIF
 Masuk UGD (jam 02.50)
 Kesadaran : Compos Mentis
 KU: Tampak Kesakitan
 TD: 159/135 mmHg
 Nadi: 132x/menit
 RR: 20x/menit
 Suhu: 36,5
 SpO2 : 100
 Kepala
o Kepala : Normochepal
o Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
o Mulut : Trismus (-), gum bledding (-)
o THT : Othorea (-/-)Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
 Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II Intensitas Normal, regular, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar, Jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) diregio bawah abdomen

 Kulit : dalam batas normal


 Ekstremitas
o atas : akral dingin (+/+), edema (-/-)
o bawah : akral dingin (+/+), edema (+/-)

Status Lokalis:

 Pada Kaki Kiri


 Inspeksi : Pada terdapat fraktur terbuka regio cruris sinistra proksimal - distal,
krepitasi (+) dan curiga fraktur tertutup diregio femur sinistra 1/3 proksimal
 Palpasi : Nyeri tekan (+), Pulsasi a. Dorsalis pedis (+) melemah
 Pegerakan : Terbatas
 Pada Kaki Kanan
 Inspeksi : Pada terdapat fraktur terbuka regio cruris Dekstra proksimal - Distal,
Krepitasi (+) dan curiga fraktur feemur tertutup diregio femur Dekstra 1/3
proksimal, hematom (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+), Pulsasi a. Dorsalis pedis (+) melemah
 Pegerakan : Terbatas

3. ASSESSMENT

Nyeri serta bengkak yang timbul pada kasus ini disebabkan karena adanya reaksi lokal
akibat gigitan ular. Gigitan ular dapat menimbulkan gejala lokal maupun sistemik. Gejala
lokal yang mungkin timbul antara lain edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis
(dalam 30 menit - 24 jam). Sedangkan efek sistemik yang dapat timbul yaitu hipotensi,
kelemahan otot, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala dan
pandangan kabur. Pasien ini menunjukkan timbulnya gejala lokal dan gejala sistemik
akibat gigitan ular. Menurut klasifikasi Schwartz, gigitan ular pada pasien ini termasuk
derajat 2.

A. Definisi
Snake bite adalah keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa (Depkes RI, 2007).

B. Agen Penyebab
Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 famili
utama, yaitu:
1. Famili Elapidae, bertubuh pendek dengan gigi taring depan yang kuat. Yang termasuk
dalam spesies ini adalah ular kobra, ular king kobra, ular karang dan ular air. Elapidae
cukup panjang, ramping, warnanya cenderung tidak seragam dengan pola simetris di
atas kepala.
2. Famili Crotalidae/ Viperidae dengan taring panjang, bertubuh pendek dan tebal dengan
banyak pola bulat kecil di bagian dorsal kepala serta pola warna yang khas pada
permukaannya. Yang termasuk adalah ular tanah, ular hijau dan ular bandotan puspo
3. Famili Hydrophidae
4. Famili Colubridae misalnya ular pohon, ular piton (Warrel, 2010)

Tabel 1. Perbedaan ular berbisa dan tidak berbisa


Perbedaan Ular Berbisa Ular Tidak Berbisa

Kepala Segitiga Segiempat panjang

Mata Lonjong Bundar

Taring bisa (fang) Ada (2 taring besar di rahang atas) Tidak ada/ gigi kecil

Lubang hidung & mata Ada Tidak ada

Bekas gigitan 2 luka gigitan utama karena taring Luka bentuk U

C. Mekanisme Kerja Bisa Ular

Gambar 1. Gambaran anatomis taring dan bisa ular

Lebih dari 90% bisa ular terdiri atas protein. Masing-masing racun mengandung lebih
dari 100 jenis protein : enzimatik (racun pada 80-90% viperid dan 25-70% elapid), toksin
polipeptid nonenzimatik, dan nontoksin protein (faktor pertumbuhan saraf).
1. Venom enzimatik
a. Zink metaloprotein : merusak endotel vaskuler yang menyebabkan perdarahan
b. Enzim prokoagulan : racun Viperidae, beberapa Elapidae dan Colubridae
mengandung serin protease dan enzim prokoagulan lain yang bersifat seperti
thrombin (mengaktivasi factor X), prothrombin dan faktor clotting lain. Enzim-
enzim tersebut menstimulasi terjadinya penggumpalan darah dengan
pembentukan fibrin dalam aliran darah
c. Fosfolipase A (lecithinase) : merusak mitokondria, eritrosit, leukosit, trombosit,
ujung saraf perifer, otot skeletal, endotel vaskuler, membrane, memproduksi
neurotoxin presinaps, efek sedatif mirip opiate, menyebabkan pelepasan
histamine dan antikoagulan
d. Asetilkolinesterase
e. Hyaluronidase : menyebarkan bisa melalui perusakan jaringan
f. Enzim proteolitik (metalloproteinase, endopeptidase/ hidrolase) dan sitotoksin
polipeptid (cardiotoksin) : meningkatkan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan edema, memar, dan nekrosis pada lokasi gigitan
2. Toksin polipeptid (neurotoksin) : post-sinaps () neurotoksin misalnya -
bungarotoxin dan cobrotoxin mengandung 60-62 atau 66-74 asam amino. Mereka
mengikat reseptor asetilkolin di motor-endplate. Presinaps () neurotoksin misalnya
-bungarotoksin, crotoxin, dan taipoxin, mengandung 120-140 asam amino dan a-
fosfolipase-A. Mereka melepaskan asetilkolin di ujung saraf pada neuromuscular
junction kemudian merusakn tepinya, mencegah pelepasan transmitter. (Warrel,
2010)
Racun (bisa) diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Racun ini
disimpan di bawah gigi taring pada rahang atas. Rahang dapat bertambah sampai 20 mm pada
ular berbisa yang besar. Dosis racun tiap gigitan bergantung pada waktu yang yang terlewati
setelah gigitan yang terakhir, derajat ancaman dan ukuran mangsa.

D. Manifestasi Klinis
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas dan hemolisis.
Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak sebanding dengan besar luka,
edema, eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di
peritoneum atau perikardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot
jantung. Ular berbisa yang bersifat neurotoksik menyebabkan rasa kesemutan, lemas, mual,
salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak napas
sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan. Ular kobra dapat juga
menyemprotkan bisanya yang kalau mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan sementara.
(de Jong, 1998)
1. Gejala Lokal: bekas gigitan, nyeri local, perdarahan local, limfangitis, pembesaran
limfenodi, inflamasi (edema, kemerahan, hangat), bula, infeksi local (membentuk abses),
nekrosis
2. Gejala Sistemik : lemas, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, hipotensi, hipersalivasi,
mual, muntah, nyeri perut, nyeri kepala, pandangan kabur dan penurunan kesadaran
3. Gejala khusus gigitan ular berbisa :
a. Hematotoksik (Viperidae) : perdarahan memanjang di tempat gigitan, perdarahan
sistemik spontan dari gusi, mata, intracranial, vagina, epistaksis, hemoptoe,
hematemesi, melena, hematuri, antepartum haemorrhage pada wanita hamil,
perdarahan mukosa, kulit (petekie, purpura) dan retina
b. Kardiotoksik (Viperidae) : hipotensi, syok, aritmia, edema pulmo
c. Neurotoksik (Elapidae, Russel’s viper) : penurunan kesadaran, parestesia,
abnormalitas indera pengecap dan pembau, ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot wajah
dan otot-otot lain yang diinervasi oleh nervus cranial, afonia, disfagi, paralisis otot
pernafasan.
d. Trombosis arteri serebral (Russel’s viper) : stroke
e. Melumpuhkan otot skeletal (ular laut) : kaku, trismus
f. Sindrom kompartemen : edema tungkai dengan tanda – tanda 5P (pain, pallor,
paresthesia, paralysis pulselesness). (Warrel, 2010)

Tabel 2. Klasifikasi gigitan ular menurut Schwartz

Derajat Venerasi Luka Nyeri Edema/ Eritema Sistemik

0 0 + +/- < 3cm/ 12jam 0

I +/- + - 3-12 cm/ 12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/ 12 jam +

Neurotoksik, mual, pusing,


syok

III + + +++ >25 cm/ 12 jam ++

Ptekhie, syok, ekhimosis

IV +++ + +++ >ekstremitas ++

Gagal ginjal akut, koma,


perdarahan

E. Diagnosis
1. Anamnesis lengkap : identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular,
riwayat penyakit sebelumnya.
2. Pemeriksaan fisik : status umum dan lokal (tanda gigitan taring (fang marks), nyeri
lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang,
melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan) serta perkembangannya setiap 12
jam.
3. Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah
lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah,
BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan hebat dilakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

F. Diagnosis Banding
1. Anafilaksis
2. Trombosis vena bagian dalam
3. Trauma vaskular ekstrimitas
4. Scorpion Sting
5. Syok septik
6. Luka infeksi

G. Penatalaksanaan
1. Pertolongan Pertama
Tujuan dari pertolongan pertama ini adalah untuk mengurangi penyerapan racun
(bisa ular), bantuan hidup dasar, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Hal-hal yang harus
dilakukan antara lain :
a. Tenangkan korban, karena kepanikan akan membuat racun lebih cepat terserap.
b. Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat dengan kain
(untuk memperlambat penyerapan racun).
c. Gunakan balut yang kuat, hal tersebut akan mengurangi penyerapan racun yang
bersifat neurotoksin, namun jangan gunakan pada gigitan yang menyebabkan
nekrosis.
d. Jangan melakukan intervensi apapun pada luka, termasuk menginsisi, kompres
dengan es, ataupun pemberian obat apapun.
e. Mengikat daerah proksimal dan distal daerah gigitan. Efektif jika sebelum 30
menit. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran
vena atau ateri.
f. Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung
alcohol.
g. Selalu utamakan keselamatan diri. Jangan membunuh ular yang menggigit.
Bila sudah mati, bawa ke rumah sakit untuk identifikasi.
h. Jangan menghisap daerah luka.

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Airway : Penatalaksanaan patensi jalan napas
b. Breathing : Penatalaksanaan fungsi pernapasan
c. Circulation : Penatalaksanaan sirkulasi (infus cairan kristaloid)
d. Disability : Cek kemungkinan kerusakan pada sistem saraf (cek level
kesadaran)
e. Exposure : lindungi dari kemungkinan paparan dingin
f. Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: perban ketat dan luas diatas luka,
imobilisasi (dengan bidai). Usahakan membuang bisa sebanyak mungkin
dengan menoreh lubang bekas masuknya taring ular sepanjang dan sedalam ½
cm. Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh cairan pencernaan. Selain itu
dapat juga dilakukan eksisi jaringan berbentuk elips karena ada dua bekas
tusukan gigi taring, dengan jarak ½ cm dari lubang gigitan, sampai kedalaman
fasia otot.
g. Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama
K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan
adanya koagulopati
h. Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
i. Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1
ml berisi: 10-50 LD50 bisa Ankystrodon, 25-50 LD50 bisa Bungarus, 25-50
LD50 bisa Naya Sputarix, Fenol 0.25% v/v.
Teknik pemberian yaitu 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka
tidak dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada luka.
Pedoman SABU mengacu pada Schwartz & Way (Depkes, 2007):
 Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
 Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
 Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan darah tetap
memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam
berikutnya, dst.
 Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun) maka
monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya.
Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang.
Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal
2 minggu setelah gigitan
j. Terapi suportif lainnya pada keadaan :
 Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen
 Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen,
vitamin K, tranfusi trombosit
 Hipotensi : beri infus cairan kristaloid
 Rabdomyolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
 Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
 Gangguan neurologik: beri neostigmin (asetilkolinesterase), diawali
dengan sulfas atropin
 Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
 Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari
penggunaan obat-obatan narkotik depresan
k. Terapi Profilaksis
 Antibiotik spektrum luas. Kuman terbanyak yang dijumpai adalah
P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis
 Beri toksoid tetanus
 Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi (Sudoyo, 2006)
H. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Gagal napas
4. Kematian
4. PLAN
Diagnosis : SNAKE BITE

Terapi
 Membuat sayatan silang (cross) di tempat luka gigitan sampai darah keluar
sembari dibersihkan
 Injeksi ABU ½ vial infiltrate dan ½ vial intramuscular
 Injeksi Ketorolac 1 ampul intravascular (skin test)
Monitoring : cek darah lengkap, ureum, creatinin, ureum rutin/ serial

Anda mungkin juga menyukai