PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. YS
Umur : 49 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kahuku Jaga I
Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Suami : Tn. S
Pekerjaan : Swasta
MRS : 20 Agustus 2017, jam 03.30 WITA
B. ANAMNESIS UTAMA
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir sejak semalam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien membawa pengantar dari dokter spesialis kebidanan dan kandungan
dengan diagnosis P3A0 49 tahun dengan klinis Ca. Cervix + Anemia
Keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS, berwarna merah segar,
bergumpal - gumpal, bergelembung.
Demam (-)
Mual dan muntah (+) sejak 2 minggu SMRS
Perut membesar sejak 1 bulan SMRS
Nyeri perut (-)
Buang air kecil dan buang air besar biasa
Riwayat trauma (-)
Keputihan (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, kencing manis, darah tinggi
disangkal.
B. Riwayat Haid.
Menarche pada umur 13 tahun, siklus teratur 28-30 hari, selama 3-5 hari.
Sakit waktu haid hingga tidak dapat bekerja (-)
HPHT: 8 Maret 2017.
Keputihan: ada.
Penyakit kelamin: tidak ada.
Pemeriksaan PA dahulu: tidak pernah.
D. Pemakaian kontrasepsi
Riwayat KB: pil KB terakhir Desember 2016
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu badan : 36,5oC
Warna Kulit : kuning langsat
Edema : (-)
BB/TB : 65 kg / 160 cm
Gizi : cukup
Kepala : kepala bentuk simetris, kedua konjungtiva
anemis (+), kedua sklera tidak ikterik, telinga normal,
tidak ada sekret yang keluar dari liang telinga, hidung
bentuk normal dan tidak ada sekret, tenggorokan tidak
hiperemis, karies dentis (-)
Leher : tidak ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening
Dada : bentuk simetris normal
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, tidak terdengar bising
jantung
Paru-paru : suara pernapasan vesikuler, tidak ditemukan rhonki dan
wheezing di kedua lapangan paru
Hati : tak teraba
Limpa : tak teraba
Alat kelamin : dalam batas normal
Anggota gerak : dalam batas normal
Refleks : dalam batas normal
Status Lokalis
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, bagian-bagian janin (-), ballotement (-),
TFU 2 jari bawah pusat
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, BJJ (-)
Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi : fluksus (+), vulva tidak ada kelainan.
Inspekulo : fluksus (+), vulva / vagina tidak ada kelainan, livide (+),
portio licin, erosi (-), OUE tertutup.
Pemeriksaan dalam : fluksus (+), vulva/vagina tidak ada kelainan, portio licin,
nyeri goyang (-), erosi (-), OUE tertutup
Cut : 2 jari bawah pusat
A/P bilateral : lemas, nyeri (-), massa (-)
Cavum Douglasi : tidak menonjol
Rectal Toucher : TSA cekat, ampula kosong
Pemeriksaan lain:
HCG : (+)
USG : VU terisi cukup, uterus antefleksi ukuran 17,8 cm x 8,33 x 10,1
cm. Tampak gambaran vesikuler pada cavum uteri.
Kesan Mola hidatidosa
LDL : 79
Natrium : 134
Kalium : 3,90
Chlorida : 105
Calsium : 9,1
Resume Masuk
G2P1A0, 27 tahun masuk rumah sakit tanggal 30 Mei 2017 dengan keluhan
perdarahan pervaginam berwarna merah segar, bergumpal - gumpal,
bergelembung sejak 2 hari SMRS. Perut membesar sejak 1 bulan SMRS. Pasien
merupakan rujukan dari RSU Gunung Maria dengan diagnosis kehamilan tidak
baik dd Mola hidatidosa. Riwayat penyakit ginjal, paru, jantung, hati, kencing
manis, serta darah tinggi disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Haid
pertama dialami pada usia 13 tahun dengan siklus yang teratur dan lamanya haid
setiap siklus 3-5 hari. HPHT 8 Maret 2017.
Status Praesens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 100/70mmHg
Nadi : 89 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu badan : 36,5oC
Status Lokalis
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, bagian-bagian janin (-), ballotement (-),
TFU 2 jari bawah pusat
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, BJJ (-)
Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi : fluksus (+), vulva tidak ada kelainan.
Inspekulo : fluksus (+), vulva / vagina tidak ada kelainan, livide (+),
portio licin, erosi (-), OUE tertutup.
Pemeriksaan dalam : fluksus (+), vulva/vagina tidak ada kelainan, portio licin,
nyeri goyang (-), erosi (-), OUE tertutup
CUT : 2 jari bawah pusat
A/P bilateral : lemas, nyeri (-), massa (-)
Cavum Douglasi : tidak menonjol
Rectal Toucher : TSA cekat, ampula kosong
Pemeriksaan lain:
HCG : (+)
USG : VU terisi cukup, uterus antefleksi ukuran 17,8 cm x 8,33 x 10,1
cm. Tampak gambaran vesikuler pada cavum uteri.
Kesan Mola hidatidosa
Diagnosa Kerja
G2P1A0 27 tahun dengan mola hidatidosa
Sikap/Terapi/ Rencana
Masuk Rumah Sakit
Perbaiki keadaan umum
Lab, USG , Cross match, sedia darah
Periksa β-HCG kuantitatif, T3, T4, TSH
Lapor konsulen (dr.J.K.Sp.OG)
Advice (kuret suction elektif)
Konsul interna
Follow Up
8 Juni 2017
LAPORAN KURETASE
Pasien diberikan anestesia regional lalu dibaringkan terlentang di meja operasi
dalam posisi litotomi. Dilakukan pengosongan kandung kemih, kemudian
dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah vulva dan sekitarnya
dengan betadine. Spekulum seems dipasang secara lega artis, tenakulum dipasang
arah jam 11. Dilakukan sondase uterus, uterus antefleksi dengan ukuran ± 13 cm.
Dilakukan kuretase suction secara sistematis hingga bersih. Setelah yakin tidak
ada jaringan tertinggal kuretase suction dihentikan. Didapatkan jaringan mola dan
darah ± 600 cc. Tenakulum dilepas sisa darah dibersihkan. Spekulum dilepas.
Kuretase suction selesai.
Perdarahan ± 600 cc.
9 Juni 2017
S : perdarahan (-), mual (+), nyeri ulu hati
O : keadaan umum : cukup kesadaran : compos mentis
T: 110/70 mmHg N: 84 x/menit R : 20 x/menit S: 36,2C
Abdomen : TFU tidak teraba
A : P1A0 27 tahun post kuretase suction a/i mola hidatidosa (H-1)
P : Ceftriaxone 3x1 gr iv
Metronidazole 2x 500 mg drips iv
SF 1x1
Metergin 3x1 tab
Syr. antacid 3x 2 C
10 Juni 2017
S : perdarahan (-), mual (+), nyeri ulu hati
O : keadaan umum : cukup kesadaran : compos mentis
T: 110/70 mmHg N: 84 x/menit R : 20 x/menit S: 36,2C
Abdomen : TFU tidak teraba
A : P1A0 27 tahun post kuretase suction a/i mola hidatidosa (H2)
P : Ceftriaxone 3x1 gr iv
Metronidazole 2x 500 mg drips iv
SF 1x1
Metergin 3x1 tab
Syr. antacid 3x 2 C
14
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis
Pada penderita ini diagnosis Mola hidatidosa ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan
penunjang.
Pada kasus ini didapatkan seorang wanita G2P1A0 umur 27 tahun masuk
rumah sakit dengan keluhan keluar darah sedikit-sedikit dari jalan lahir, warna
merah segar, bergumpal-gumpal, dan bergelembung sejak 2 hari yang lalu. Mola
hidatidosa merupakan salah satu penyebab perdarahan pervaginam selama pada
masa-masa awal kehamilan yang terjadi pada 0,1% wanita hamil. Perdarahan
dapat terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh, tetapi rata-rata terjadi pada
trimester pertama. Sifat perdarahannya bisa intermiten, sedikit-sedikit, atau
langsung banyak.4-8 Hal ini sesuai dengan sifat sel trofoblas yang mengadakan
invasi kedalam pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada
pembuluh darah tersebut.5
Pada pasien ini terdapat riwayat terlambat haid. Menurut kepustakaan,
amenorea termasuk dalam gejala suatu Mola hidatidosa. Penderita juga
mengeluhkan selalu merasa mual dan muntah, hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa pada dasarnya Mola hidatidosa merupakan suatu
kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh karena itu, pada bulan-bulan
pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu dimulai
dengan amenorea, mual dan muntah. 4-10
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat dengan sifat
perdarahan bisa intermiten selama beberapa minggu sampai bulan sehingga dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi. Bila dijumpai keadaan tersebut, dapat
15
ditemukan kelainan berupa konjungtiva tampak anemis pada pemeriksaan
fisik.4,8,9 Pada pasien ini ditemukan konjungtiva anemis dan pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb masih 8 gr/dL.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan uterus yang
membesar tidak sesuai usia kehamilan. Berdasarkan HPHT (8-3-2017) kehamilan
terhitung 6-7 minggu tetapi besar uterus setinggi 2 jari di bawah pusat, sesuai
dengan usia kehamilan 16-18 minggu. Pada palpasi tidak teraba bagian-bagian
janin dan balotemen, juga gerakan janin. Pada auskultasi tidak terdengar bunyi
jantung janin. Berdasarkan kepustakaan, pada Mola hidatidosa vili korialis
mengalami degenerasi hidropik, berkembang dengan cepat mengisi seluruh
kavum uteri, akibatnya uterus ikut membesar dengan cepat, sehingga ukuran
uterus lebih besar dari usia kehamilan atau lamanya amenorea, selain itu pada
pemeriksaan fisik abdomen bagian-bagian janin, balotemen, dan gerakan janin
tidak teraba. Pada auskultasi bunyi jantung janin tidak terdengar. Ini merupakan
tanda-tanda klinis dari Mola hidatidosa.9,10
Pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan yaitu pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium menyangkut
darah lengkap, fungsi organ, dan kadar hCG serum. Sejak implantasi terjadi, hCG
(human chorionic gonadotropin) merupakan hormon peptida yang dihasilkan oleh
sel sinsitiotrofoblas. Pada awal kehamilan, konsentrasi hCG dalam serum
meningkat pesat seiring dengan peningkatan ukuran trofoblastik. Sedangkan,
untuk radiologis USG masih menjadi salah satu pilihan yang cukup baik untuk
membantu ditegakannya diagnosis Mola hidatidosa. Pada USG bisa didapatkan
adanya kesan suatu Mola hidatidosa dimana dapat terlihat berupa gambaran khas
yaitu menyerupai badai salju atau sarang tawon.4 Namun saat ini dengan
kemajuan teknologi, hasil USG memberikan gambaran vesicular pattern sound.
Bila gelembung mola mempunyai diameter yang lebih besar, gambarannya
tampak seperti rangkaian buah anggur (grape de raisins).3
16
Pada kasus ini, dari USG didapatkan kesan adanya suatu Mola hidatidosa
dimana dapat terlihat berupa gambaran khas vesikuler di cavum uteri.
Penanganan
Mola hidatidosa termasuk dalam kelompok Penyakit Trofoblast Gestasional
yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk mengancam jiwa, namun
pengawasan setelah penanganan menjadi amat penting mengingat kemungkinannya
untuk berkembang menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG). Penanganan utama
dari Mola hidatidosa yaitu evakuasi jaringan yang diikuti dengan pemantauan kadar
β-hCG. Secara umum, penanganan pada Mola hidatidosa terdiri dari empat tahap,
yaitu:11,12
17
2. Pengeluaran jaringan mola
Evakuasi jaringan mola dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu kuretase
dan histerektomi. Pada pasien ini dilakukan suction kuretase. Kuretase adalah
pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim. Kuretase merupakan
pilihan utama mengingat ukuran uterus dan keinginan pasien untuk
mempertahankan fertilitas. Histerektomi totalis tetap dapat dipilih biasanya pada
kasus wanita berusia 40 tahun atau lebih dan tidak menginginkan fungsi
reproduksi lagi, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada kelompok usia
ini cukup besar, Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia
lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor trofoblastik gestasional.
Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik, histerektomi cukup banyak
mengurangi kemungkinan kekambuhan penyakit13
Umumnya penyakit trofoblas gestasional yang menjadi ganas ialah mereka yang
termasuk golongan resiko tinggi seperti :14
1. Umur diatas 35 tahun
2. Besar uterus diatas 20 minggu
3. Kadar β-hCG diatas 105mIU/ml
4. Gambaran PA yang mencurigakan
3. Pemberian sitostatika
Pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan
metastase serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Savage dan
Seckl menampilkan panduan untuk menyeleksi pasien-pasien yang beresiko
menjadi ganas dan sebaiknya mendapat kemoterapi antara lain :14
1. Peningkatan kadar β-hCG 6 bulan setelah evakuasi
2. Tidak terdapat penurunan kadar β-hCG dalam tiga kali pemeriksaan
berturut-turut
3. Kadar β-hCG > 20.000 IU/L setelah 4 minggu pasca evakuasi
4. Peningkatan β-hCG dalam dua kali pemeriksaan berturut-turut
5. Terdapat metastasis ke paru-paru, vulva atau vagina
6. Perdarahan pervaginam atau perdarahan intraperitoneal atau saluran cerna
7. Gambaran koriokarsinoma pada pemeriksaan histopatologi
18
8. Metastase ke otak, hati, saluran cerna atau paru-paru > 2 cm pada
gambaran foto thoraks
Kemoterapi yang diberikan pada pasien Mola hidatidosa sebagai tindakan
profilaksis yaitu berupa metrotreksat 20 mg/hari, Asam Folat 10 mg 3 kali
sehari dan Cursil 35 mg 2 kali sehari selama 5 hari berturut-turut. Tindakan
profilaksis ini dapat menurunkan persentase keganasan pasca Mola hidatidosa
komplit, tetapi hanya terhadap keganasan di uterus saja, tidak terhadap
kemungkinan metastasis di tempat lain.15
Pada pasien ini belum dapat disingkirkan resiko keganasan, oleh karena itu
pasien direncanakan untuk follow up selama satu tahun.
19
Foto thorax dilakukan untuk memastikan adanya metastase ke paru
– paru. Jika terapi telah selesai tenyata masih tampak sisa tumor di
paru-paru diperlukan pemeriksaan radiografi selama 2 tahun, untuk
melihat bukti apakah sisa tumor hilang atau tidak
Ada beberapa jenis kurva untuk memantau regresi kadar β-hCG pasca
evakuasi, salah satunya kurva regresi Mochizuki.
Selama follow up, wanita dianjurkan untuk tidak hamil dulu. Kontrasepsi
yang dianjurkan hanya kondom. Bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil
normal lagi, follow up dihentikan atau bila setelah setahun, tidak ada keluhan,
uterus dan kadar β-hCG dalam batas normal, serta fungsi haid sudah normal
kembali follow up dapat dihentikan, tetapi apabila dalam follow up ditemukan
tanda-tanda keganasan, maka pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan
histerektomi totalis dan kemoterapi profilaksis.16
Komplikasi
Komplikasi pada kasus ini ditemukan adanya indikasi ke arah tiroksikosis,
perdarahan berulang yang menyebabkan anemia dan sampai syok hipovolemik.
20
Perforasi pada kuterase hingga perdarahan intrabdominal. Pada kira-kira 18-20%
kasus akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.17
Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar
penderita Mola hidatidosa akan sehat kembali, kecuali 15-20% yang mungkin
akan mengalami keganasan (Tumor Trofoblas Gestasional). Resiko untuk
terjadinya kehamilan mola berulang sekitar 1% dan kehamilan mola yang ketiga
sekitar 33%. pasien harus patuh melakukan follow-up sekurang-kurangnya 1
tahun, prognosis pada penderita ini adalah dubia. Kunci keberhasilan penanganan
Mola hidatidosa adalah diagnosis dini dan follow up yang ketat. 18
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang pasien G2P1A0 27 tahun datang dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir, darah berwarna merah segar, bergumpal-
gumpal sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pada pemeriksaan fisik
uterus membesar tidak sesuai usia kehamilan dan tidak ditemukan tanda-
tanda pasti kehamilan. Dari USG didapatkan kesan Mola hidatidosa, yaitu
gambaran vesikuler di cavum uteri. Pada pemeriksaan fungsi tiroid
ditemukan adanya abnormalitas kadar TSH, FT4, FT3. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan,
pasien didiagnosa G2P1A0 27 tahun dengan Mola hidatidosa, dan telah
dilakukan penatalaksanaan yang tepat yaitu suction kuretase dengan
rencana follow up 1 tahun. Prognosis pasien ini, dubia.
B. Saran
Apabila ditemukan tanda-tanda mola yang beresiko ganas, dapat
dipertimbangkan pemberian sitostatika.
Dianjurkan pada penderita untuk tetap melakukan kontrol sampai selama
1 tahun untuk menghindari kemungkinan keganasan dan seharusnya
jangan dulu hamil selama dalam masa pengawasan.
Periksa sedini mungkin kehamilan anda.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
12. Damongilala S, Tendean H, Loho M. Profil Mola hidatidosa di BLU RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Dalam: Journal e-clinic (eCl) Vol. 3, No 2.
Manado: 2015; 683-86.
13. Cavaliere A, Ermito S, Dinatale A, Pedata R. Management of Molar
Pregnancy. Dalam : Journal of Prenatal Medicine, 2009; 3(1) : 15-17. Diunduh
dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279094/.
14. Garavaglia E, Gentile C, Cavoretto P, Spagnolo D, et al. Ultrasound imaging
after evacuation as an adjunct to β-hCG monitoring in posthydatidiform molar
gestational trophoblastic neoplasia. Dalam : American Journal of Obstetrics &
Gynecology Vol. 200, Issue 4. Pittsburgh : 2009; 17.e1-417.e.5.
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Gestational Trophoblastic Disease. Dalam : Williams Obstetric 23rd edition.
New York : The McGraw-Hill Companies, 2010; 257-265.
16. Berkowitz RS, Goldstein DP. Presentation and Management of Molar
Pregnancy. Berek JS, Editor. Dalam : Berek & Novak’s Gynecology. Edisi ke
14. Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins, 2007; 249-276.
17. Lurain J. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical
presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease. AmJ Obstet
Gynecol. 2010. 531-9
18. Chu CS. Gestational Trophoblastic Disease. Ppfeifer SM, Editor. Dalam :
NMS Obstetrics and Gynecology. Edisi ke 6. Philadelphia : Lippincott
Wiliams & Wilkins, 2008; 197-200.
24