Anda di halaman 1dari 11

Clinical Science Session (CSS)

*Pendidikan Profesi Dokter/ G1A216064/ Desember 2017


**Pembimbing/ dr. Yuliati, Sp.THT-KL

Peninjauan Luas : Karsinoma Laring

Oleh :
Zuhriya Aryati, S. Ked
G1A216064

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU THT-KL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

Peninjauan Luas : Karsinoma Laring

Disusun Oleh:
Zuhriya Aryati, S. Ked
G1A216064

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU THT-KL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada: Jambi, Desember 2017

Pembimbing

2
dr. Yuliati, Sp.THT-KL

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical
Science Session yang berjudul “ Peninjauan Luas :Karcinoma Laring” sebagai
kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu
THT-KL di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuliati,Sp.THT-KL yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Desember 2017

Penulis

3
CARSINOMA LARING

Karsinoma laring luar biasa, dengan 2300 terdiagnosa kasus baru di UK pada tahun
2009.1 ini jauh lebih banyak terjadi pada laki- laki, dengan insidensi 5.3 per 100.000
populasi, dibandingkan pada wanita 1.0 per 100.000. ini menjadi penyebab kematian
685 wanita dan 164 laki- laki di UK pada tahun 2008.1 hampir semua kasus carcinoma
laring muncul dari epitel squamosal. Tumor dapat muncul keatas, kebawah atau pada
level pita suara yang dideskripsikan sebagai supraglotic, subglotic atau glotic tumor,
masing-masing ( gambar 1)

Faktor Risiko
Diantaranya perubahan gaya hidup menjadi faktor risiko paling penting untuk
perkembangan karsinoma laring. Tembakau rokok merupakan faktor risiko yang besar
sekali, dengan odds ratio lebih dari 17 untuk yang meliputi karsinoma laring diantara
perokok dan non-perokok ; angka risiko meningkat setiap tahun sama seperti angka
perokok.2
Konsumsi alkohol yang berlebih juga penting, pengaruh tembakau dan alkohol
dikombinasikan mungkin terhitung lebih dari 90% pada semua karsinoma laring.3
mengunyah tembakau atau buah pinang dihubungkan dengan peningkatan risiko.
Akhir- akhir ini telah dilaporkan oleh investigator bahwa perokok dengan
polymorphisme yaitu suatu gen yang menkoding cytochrome enzim P450 yang secara
signifikan meningkatkan risiko yang menimbulkan karsinoma laring dibandingkan

4
dengan perokok tanpa polymorphisme, disini mengusulkan mungkin ada satu gen dasar
untuk predisposisi mengenai efek dari rokok tembakau.4
Berhenti merokok telah dipertunjukkan untuk mengurangi risiko, walaupun angka
dari perokok bebas tiap tahun diperlukan untuk melihat efek signifikan telah diusulkan
yaitu rentang antara 6 dan 20.1

Box 1. Faktor risiko karsinoma laring

 Merokok atau mengunyah tembakau


 Meminum alkohol berlebihan
 Mengunyah buah pinang
 Predisposisi genetik
 Usia
 Riwayat sebelumnya/ riwayat keluarga dengan
kanker kepala dan leher
 Diet rendah buah dan sayuran, serta tinggi
mengkonsumsi daging merah yang diproses
 GERD
 Infeksi Helicobacter Pylori
 Infeksi HVP tipe 16
 Infeksi HIV

Gambaran Klinis
Gejala dari karsinoma laring begantung dari tempat asal lesi. Tumor glotis
seringkali menunjukkan gejala dengan suara parau, walaupun banyak pasien datang ke
dokter umum seperti takmungkin menderita karsinoma laring. Meski tumor di glotis
berukuran kecil dapat ditandai dengan efek suara sebagai hasil dari interupsi dari
karakteristik vibrasi normal dari pita suara.5 Tumor supra atau subglotis mempengaruhi
suara ketika mereka menyebar ke pita suara dan biasanya menunjukkan suara parau
belakangan; oleh karena itu mereka biasanya diasosiasikan dengan prognosis yang
jelek jika menunjukkan suara parau sendiri.
Gejala dari karsinoma laring meliputi disfagia, odinofagia, otalgia, stridor,
dysphonia dan hemoptysis. Oleh karena itu orang- orang yang menunjukkan otalgia
terus menerus dan tidak ada gejala penyakit telinga sebaiknya menunjukkan laringnya
untuk potensial malignansi. Tumor- tumor juga dapat menunjukkan dengan adanya
metastase ke kelenjar getah bening dileher tanpa adanya gejala laring; ini terutama pada
lesi di supraglotis karena merupakan bagian laring kaya akan suplay limpatik. Pada
penggunaan kontras, meskipun begitu, lesi glotis dengan metastase jauh sama dengan

5
pita suara itu sendiri yaitu miskin suplay dari limpatik. Oleh karena itu pasien yang
memperlihatkan gejala dengan limfadenopati menunjukkan faktor risiko onkologi
kepala dan leher yang harus ditunjuk lebih awal, sekalipun tidak menunjukkan gejala
jelas dari laring.

PEMERIKSAAN KLINIS
Semua pasien dengan memperlihatkan gejala laring tersebut harus dihubungkan
dengan karsinoma laring melalui pemeriksaan fisik kepala dan leher dengan detail.
Dalam keadaan primary care ini meliputi pemeriksaan mulut, melihat secara spesifik
tumor yang ada didalam rongga mulut, kebersihan gigi yang jelek, yang mana dapat
dihubungkan dengan malignansi kepala dan leher, dan banyak tanda dari infeksi aktif
dalam mulut atau faring ( seperti tonsillitis) dapat menjadi alasan untuk
memperlihatkan gejala.
Mengikuti ini, palpasi kepala dan leher harus dilakukan, mencatat scar sebelumnya
( seperti bedah tiroid, yang dapat menjadi penyebab suara parau), limfadenopati ( yang
dapat menjadi hasil dari infeksi atau metastase), kelemahan atau tanda dan gejala
lainnya yang menetapkan atau mungkin tidak termasuk dari karsinoma laring.
Laringoskopi tidak mungkin tersedia untuk primary care; bagaimanapun laringoskopi
indirek, jika memungkinkan dapat memberikan petunjuk yang mungkin sekali untuk
diagnostik. Ini mungkin dapat dicatat bahwa laringoskopi indirek tidak adekuat
memperlihatkan hipofaring dan hasilnya bergantung pada toleransi pasien terhadap
reflex muntah. Walaupun begitu, jika hasil pemeriksaan fisik normal dan pasien masih
menunjukkan gejala, mengarahkan dan sebaiknya melakukan beradasarkan kebiasaan
dua minggu ( Box 2).6

INVESTIGASI
Investigasi detail dalam hal ini memperlihatkan riwayat suara parau menetap dalam
waktu lebih dari tiga minggu tidak dinasehatkan untuk melakukan penundaan treatment
dalam primary care.6 bagaimanapun, penting untuk melakukan rontgen thoraks yang
diindikasikan pada pasien risiko tinggi ( perokok dengan umur >50 tahun) ini akan
menjadi pedoman dengan malignansi ke paru di tujukan ke dokter paru dan semua
penyebab lain dari suara parau oleh bedah THT.
Selama pemeriksaan oleh spesialis THT, laringoskopi fleksibel dapat digunakan
dalam klinik untuk memenuhi pemeriksaan terhadap laring ( lihat gambar 1). Jika
curiga atau ditemui area lesi, gambaran radiologi sangat penting dalam evaluasi penuh
terhadap banyak dicurigai terhadap lesi laring.7 normalnya melalui CT-Scan atau MRI,
dengan CT- scan biasanya menjadi pilihan pertama untuk melakukan investigasi. MRI

6
lebih unggul dibandingkan CT-Scan dalam akses invasi ke kartilago dan membeda-
bedakan struktur jaringan lunak; meskipun begitu, MRI tidak dapat menampilkan
kehadiran dari struktur benda asing metal ( seperti Pacemakers), ini lebih mahal dan
mengkonsumsi waktu dan ini cenderung artefact motion.
Gambaran biasanya diikuti oleh beberapa pemeriksaan dibawah anestesi dengan
biopsy hingga bantuan dalam diagnostic dan pedoman tatalaksana. Ini biasanya
ditampilkan sebagai suatu prosedur kasus. Jika tampak masa dileher, FNAB sitology
lebih lanjut membantu dalam diagnosis dan staging, meskipun histologi defnitif melaui
biopsy lebih unggul.

Box 2. NICE guidelines for urgent referral of patients with


suspected laryngeal cancer.

 Gumpalan dileher yang tidak dapat dijelaskan, onset


baru atau sebelumnya gumpalan tidak terdiagnosa yang
telah diubah diatas periode 3-6 minggu
 Pembengkakkan paratiroid atau kelenjar submandibular
persisten yang tidak dapat dijelaskan
 Persisten Sakit atau rasa nyeri berlebihan di tenggorokan
yang tidak dapat dijelaskan
 Tidak dapat diterangkan nyeri di area kepala dan leher
unilateral untuk waktu lebih dari 4 minggu, diasosiasikan
dengan otalgia tetapi otoskopi tampak normal

Kadang- kadang, beberapa pasien datang dengan limpfadenopati pada cervical,


tumor primer tidak dapat ditemukan asalnya dan mungkin terlihat belakangan dalam
rangkaian perjalanan penyakit.

TATALAKSANA DAN STAGING


Tatalaksana bergantung pada staging dan lokasi dari tumor laring. Staging
berdasarkan klasifikasi TNM, yang berdasarkan ukuran tumor dan luas, meliputi
kelenjar getah bening regional dan adanya metastase jauh.
Tatalaksana normalnya terdiri dari radioterapi, pembedahan, kemoterapi atau
kombinasi dari ketiganya. Semua pasien dengan jelas atau tersangka kanker harus
didiskuksikan dengan tim multidisiplin (MDT) meliputi ahli bedah, ahli onkologi, ahli
radiologi, terapi wicara dan perawat special. keputusan dikombinasi adalah untuk
tatalaksana terbaik kepada pasien berdasarkan keadaan pasien. Pilihan tatalaksana
pembedahan bergantung pada lokasi dan staging dari tumor.

7
Pembedahan Laser Transoral
Merupakan pendekatan minimal invasive yang memberikan hasil baik sekali pada
tahap awal atau intermediet tumor glotis dan supraglotis dengan morbiditas
postoperative yang minimal dibandingkan dengan pembedahan terbuka.
Parsial Laringektomi
Operasi ini meliputi reseksi dari kotak suara, kartilago tiroid dan jarak paraglotis.
Ini mungkin dipilih selektif dengan hati-hati pada karsinoma glotis minimal ( T-3) dan
mungkin menyelamatkan pasien dari morbiditas terhadap total laringektomi.

Total Laringektomi
Ini meliputi pembedahan membuang seluruh laring dengan mengalihkan trakea ke
akhir stoma di kuit bagian anterior leher. Ini diindikasikan pada pasien tumor lanjutan
jika pasien gagal dalam reseksi konservasi yang lebih.

Perbaikan Kemampuan Bicara


Pada pasien dengan total laringektomi, pita suara telah dibuang, oleh karena itu
pasien tidak akan bisa berbiacara secara normal, meskipun begitu dengan pertolongan
dari terapi wicara bahasa dan multidisiplin terapi, pasien biasanya memperoleh
kemampuan untuk berkomunikasi dengan bicara.
beberapa pendekatan dibutuhkan. Berbicara melalui esophagus dibutuhkan udara
yang dapat digunakan untuk menghasilkan getaran dari traktus aeroadigestivus atas.
Pasien dapat membentuk kata- kata dengan menggerakan mulut dan lidah saat sedang
mengambil atau mengeluarkan udara ketika bicara. Alat mekanik seperti elektrolaring
yang menstimulasi udara pada traktus aurodigestivus atas dapat membuat seseorang
berbicara dengan cara yang sama pada orang normal.
Untuk pasien yang mampu mengatur alat kompleks ini, protesis suara mungkin
sesuai untuk dia. Alat ini dengan cara membuat fistula antara esophagus dan trakea (
trakea- esophageal puncture), dan menyisipkan sebuah katup, yang mengalirkan udara
dari paru dan langsung ke traktus aerodigestivus bagian atas untuk berbicara ketika
stoma trakea menutup, untuk mencegah aspirasi trakea ketika sedang menelan
makanan. (Gambar 2)

8
PROGNOSIS
dari semua, 60% pasien dapat bertahan lebih dari lima tahun dan 50% bisa bertahan
lebih dari 10 tahun dengan diagnosis karsinoma laring. Karsinoma glotik memiliki
prognosis yang baik jika terdiagnosa lebih awal dan metastase lambat karena aliran
limfatik yang buruk.
Peningkatan stadium tumor sejalan dengan prognosis yang buruk, namun stadium
nodal angka survival lebih dapat diprediksi daripada stadium T.8 dengan mengikuti
terapi kanker laring masih dapat muncul risiko timbulnya kanker primer kedua. Angka
dari kanker primer kedua bervariasi, dalam suatu penelitian besar menduga dalam satu
regio ada 26% pasien selama 10 tahun dan 47% selama 20 tahun.9
Baru- baru ini terdeteksi adanya peningkatan dari HPV yang berhubungan dengan
tumor kepala dan leher dan pada kasus tumor orofaringeal. Secara signifikan
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita. Baru baru ini, peneliti
menemukan bahwa laki-laki secar signifikan lebih banyak dari wanita yang
dihubungkan dengan adanya virus HPV yang berkaitan dengan tumor laring. Namun
mereka tidak dapat untuk menunjukkan hubungan yang bermakna walaupun dalam
jumlah yang sedikit.
Karena lokasinya, karsinoma laring berdampak pada fungsi hidup dasar seperti
bernafas, mengunyah, menelan, komunikasi, dan kemudian memiliki efek signifikan
pada kualitas hidup pasien. Pasien melaporkan kualitas hidup setelah terapi karsinoma
laring biasanya bagus, meskipun penatalaksanaan dengan operasi lebih luas dengan

9
kombinasi kemoradioterapi dan lainnya dengan tumor lanjutan atau metastase nodul
dilaporkan memiliki kualitas hidup yang buruk.11
Pasien dengan karsinoma laring dua kali lebih banyak berasal dari kelas sosial V
dibandingkan dari kelas I dan II. Mereka adalah pemakai berat tembakau dan alkohol
dan hal ini cenderung merefleksikan kesulitan yang ada pada integrasi sosial. Karena
alasan ini, pasien biasanya memerlukan komunitas tim support, meliputi perawat
spesialis dan profesi kesehatan lainnya yang bertindak sebagai penyedia layanan
kesehatan.12 Tim ini juga berguna sebagai sumber saran untuk teman-teman dan pasien
dalam memberikan asapek spesifik tentang perawatan pasien, contohnya bagaimana
cara merawat stoma, katup berbicara.

10
DAFTAR PUSTAKA

1.Cancer Research UK. Laryngeal cancer statistics. www.cancerresearchuk.org/


cancer-info/cancerstats/types/larynx/
2. Ramroth H, Dietz A, Becher H. Intensity and inhalation of smoking in the aetiology
of laryngeal cancer. Int J Environ Res Public Health 2011;8:976–84.
3. Hashibe M, Brennan P, Chuang SC, et al . Interaction between tobacco and alcohol
use and the risk of head and neck cancer: pooled analysis in the International Head and
Neck Cancer Epidemiology Consortium. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev
2009;18:541–50.
4. Feng J, Li L, Zhao YS, et al . Interaction between CYP 2C19*3 polymorphism and
smoking in relation to laryngeal carcinoma in the Chinese Han population. Genet Mol
Res 2011;10:3331–7.
5. Flint PW, Cummings CW. Cummings otolaryngology: head and neck surgery, 5th
edn. St Louis, Mo; London: Mosby, 2010.
6. NICE. Referral guidelines for suspected cancer. Clinical guideline 27, 2005.
www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/ cg027niceguideline.pdf
7. Zinreich SJ. Imaging in laryngeal cancer: computed tomography, magnetic
resonance imaging, positron emission tomography. Otolaryngol Clin North Am
2002;35:971–91.
8. Stell PM. Prognosis in laryngeal carcinoma: tumour factors. Clin Otolaryngol Allied
Sci 1990;15:69–81.
9. Gao X, Fisher SG, Mohideen N, Emami B. Second primary cancers in patients with
laryngeal cancer: a population-based study. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2003; 56:427–
35.
10. Stephen JK, Chen KM, Shah V, et al . Human papillomavirus outcomes in an
access-tocare laryngeal cancer cohort. Otolaryngol Head Neck Surg 2012;146:730–8.
11. Williamson JS, Ingrams D, Jones H. Quality of life after treatment of laryngeal
carcinoma: a single centre cross-sectional study. Ann R Coll Surg Engl 2011;93:591–
5.
12. NICE. Improving outcomes in head and neck cancers. The manual , 2004.
www.nice.org. uk/nicemedia/live/10897/28851/28851.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai