Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang
menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang
demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak
berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang
berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf
Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata
laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama
kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan
waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang
bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran
pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk
demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian.
Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1,2
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara
spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 25% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.2
1.2 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Memahami mengenai kejang demam Simplek.
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran
khususnya bagian ilmu kesehatan anak.

1
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher Jambi.

BAB II
LAPORAN KASUS

2
A. DATA DASAR
I. IDENTITAS
Nama : An. E
Umur : 7 bulan 24 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT 04 Muaro Pijoan, Kabupaten Muaro Jambi
Nama Ayah : Tn. Y
Nama Ibu : Ny. E
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 07 Desember 2017

2.1 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita, pada hari Senin, tanggal
11 Desember 2017
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam, batuk, pilek, mencret

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi bersama
orangtua, 1 jam setelah kejang. Frekuensi kejang 1x, berlangsung ± 10
menit, kejang seluruh tubuh, suhu tidak diketahui. Kejang terjadi ±1 jam
sebelum masuk rumah sakit pada pukul 03.00 pagi hari, pasien terbangun
dari tidur, menangis lalu kejang. Pasien sadar saat kejang dan sesudah
kejang. Tidak ditemukan keadaan yang memprovokasi kejang.
Pasien demam H0, metode pengukuran di rumah menggunakan
tangan, timbul perlahan-lahan, naik turun, turun setelah meminum obat
dari puskesmas pada siang hari, namun naik kembali pada malam harinya.
Menggigil (-), gusi berdarah (-), perarahan dari hidung (-).
Pasien batuk sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
berdahak namun tidak dapat keluar, sesak napas (-), mengi (-). Pasien pilek
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, konsistensi kental, warna kuning,
darah (-).
Pasien mencret ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2x,
jumlah ± 1 sendok setiap kali buang air besar, konsistensi cair, ampas (+),

3
warna kuning, bau busuk, tinja disertai lendir, darah (-). Buang air kecil
lancar, muntah (-), nafsu makan menurun.
Pasien dibawa ke puskesmas ± 15 jam sebelum masuk rumah sakit
dengan keluhan demam, batuk pilek dan diberikan obat, namun orang tua
lupa nama obat yang diberikan. Pasien kembali dibawa ke puskesmas ± 1
jam sebelum masuk rumah sakit dengan keluhan kejang, kejang berhenti di
perjalan menuju puskesmas, namun diarahkan ke rumah sakit karena obat
tidak tersedia.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama.
 Riwayat trauma kepala disangkal.
 Riwayat alergi diasangkal

Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat keluarga dengan keluhan yang serupa disangkal
 Riwayat penyakit jantung (-), diabetes melitus (-), hipertensi (+) ibu,
alergi (-)

2.2 Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


 Riwayat kehamilan ibu dan kelahiran pasien
Masa kehamilan : Aterm
Partus : SC
Tempat : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 13 April 2017
Berat badan lahir : 3100 gram
Panjang badan : 51 cm
 Riwayat pemeliharaan prenatal
Prenatal : ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke dokter
 Riwayat makanan dan kebiasaan
Sejak lahir pasien tidak mendapatkan ASI, susu formula sejak lahir
sampai sekarang, kemudian makan bubur bayi sejak umur 6 bulan.
 Riwayat imunisasi
BCG : + ( usia 1 bulan)
DPT : + (usia 2,3,4 bulan)
Polio : + (usia 1,2,3,4 bulan)
Campak :-

4
Hepatitis : + (usia 0,2,3,4 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
 Riwayat keluarga
Perkawinan : Menikah
Umur : Ayah : 37 tahun
Ibu : 32 tahun
Pendidikan : Ayah : SMA
Ibu : SD
Penyakit yang pernah diderita :-
Saudara : An. I, laki-laki, 10 tahun

 Riwayat pertumbuhan
Berat badan lahir : 3100 gram
Panjang badan lahir : 51 cm
Lingkar kepala lahir : orang tua os lupa
Lingkar perut lahir : orang tua os lupa
Berat badan : 8 kg
Panjang badan : 70 cm
Lingkar kepala : 43 cm
Lingkar lengan atas : 15 cm
 Riwayat perkembangan Fisik
Gigi pertama :-
Berbalik : 4 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Merangkak :-
Duduk :-
Berdiri :-
Berjalan :-
Berbicara : -
Kesan : Baik
 Riwayat perkembangan Mental
Isap jempol :+
Sering mimpi :-
Aktifitas :+
Membangkang :-
Ketakutan :-
 Status gizi
Usia 7 bulan 24 hari dengan berat badan 8 kilogram dan panjang badan
70 cm
BB/PB : -2SD - +2SD  Normal
BB/U : -2SD - +2SD  Gizi baik (normal weight)
PB/U : -2SD - +2SD  Normal (normal height)

 Riwayat penyakit yang pernah diderita


Parotitis : - (negatif) Muntah berak : - (negatif)

5
Pertusis : - (negatif) Asma : - (negatif)
Difteri : - (negatif) Cacingan : - (negatif)
Tetanus : - (negatif) Patah tulang : - (negatif)
Campak : - (negatif) Jantung : - (negatif)
Varicella : - (negatif) Sendi bengkak: - (negatif)
Thypoid : - (negatif) Kecelakaan : - (negatif)
Malaria : - (negatif) Operasi : - (negatif)
DBD : - (negatif) Keracunan : - (negatif)
Demam menahun : - (negatif) Sakit kencing : - (negatif)
Radang paru : - (negatif) Sakit ginjal : - (negatif)
TBC : - (negatif) Alergi : - (negatif)
Kejang : - (negatif) Perut kembung: + (positif)
Lumpuh : - (negatif) Otitis Media : - (negatif)
Batuk/pilek : + (positif) Ikterik : - (negatif)

2.3 Pemeriksaan Fisik (11/12/2017)


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : 15: E4 M6 V5
a. Pengukuran
Tanda vital
Nadi : 136 x/menit, teratur, isi dan tegangan baik
RR : 34 x/menit, tipe abdominothorakal
Suhu : 38.0 °C
SpO2 : 98 %
Berat badan : 8 kg
Panjang badan : 70 cm
Gizi : Gizi baik, perawakan sedang
b. Kulit
Warna : kuning langsat
Hipopigmentasi : -
Hiperpigmentasi: -
Ikterus :-
Hemangioma : -
Turgor : Baik < 2 detik
Kelembaban :-
Pucat :-
Lain-lain :-
c. Kepala
Bentuk : Normochepal, tanda-tanda trauma (-)
Ubun-ubun besar : Rata
Rambut : Hitam, merata, tidak mudah dicabut, tipis
Mata

6
Palpebra : Edema (-/-),
Alis dan bulu mata : Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva anemis : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+), papil edema (-/-)
Cekung : (-/-)
Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : (-/-)
Serumen : (+/+) minimal
Nyeri : (-/-)
Membran timpani : cekung, mengkilat
Hidung
Bentuk : Simetris
Napas cuping hidung : -/-
Sekret : +/+
Epistaksis : - /-
Lain-lain :-
Mulut
Bentuk : Simetris, bibir kering (-)
Bibir : Mukosa kering (-), Sianosis (-)
Gusi : Hiperemis (-)
Lidah
Bentuk : Dalam batas normal
Pucat :-
Tremor :-
Kotor :-
Warna : Merah muda
Faring
Hiperemis :+
Edema :-
Membran / pseudomembran : -
Tonsil
Warna : Merah
Pembesaran : T1-T1
Abses :-
Membran / pseudomembran : -
d. Leher
Pembesaran kelenjar leher :-
Kaku kuduk :-
Massa :-
Tortikolis :-
Parotitis :-
e. Thoraks
Jantung

7
Inspeksi  Iktus cordis : -
Palpasi  Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi  Batas kiri : ICS V linea midclavicularis
Auskultasi  Suara dasar :S1-S2 reguler
Bising : gallop (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi  Bentuk : Simetris
Retraksi :-
Pernapasan : abdominalthoraks
Bendungan vena : -
Sternum : Ditengah
Palpasi  Vokal fremitus : simetris
Perkusi  Sonor
Auskultasi  Suara nafas utama : Vesikuler normal (+/+)
Suara nafas tambahan : Rhonki (+/+), wheezing (-/-)

f. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : Soepel
Umbilikus : menonjol, benjolan bentuk bulat, ukuran 2 cm, konsistensi
kenyal, dapat didorong masuk ke dalam abdomen
Petekie :-
Spider nevi :-
Auskultasi : Bising usus normal
Lain-lain :-
Palpasi
Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Defans muscular : -
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Turgor : Baik
Massa :-
Ascites :-

8
Perkusi
Timpani / pekak : timpani
Ascites :-
g. Saraf dan Otot
Badan kaku :-
Tidak sadar :-
Trismus :-
Kejang :+
Lama : ± 10 menit
Frekuensi : 1x
Jenis kejang : Umum
Post iktal : Sadar
Panas :+
Riwayat kejang keluarga :-
Kejang pertama usia : 7 bulan
Riwayat trauma kepala :-
h. Ekstremitas :
superior inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill < 2 “ <2“
Eritema -/- -/-
i. Genitalia : Dalam batas normal, perempuan
j. Neurologis :
Rangsang meningeal
Kaku kuduk : - (negatif)
Kernig : - (negatif)
Brudzinski I : - (negatif)
Brudzinski II : - (negatif)
Lasegue : - (negatif)
k. Kelainan lain : (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal : 07 Desember 2017
 Pemeriksaan darah rutin
WBC :10,5 (4.0-10.0)

9
RBC : 4,37 (3.5-5.5)
HGB : 10,7 (11 – 16)
HCT : 33,1 (35 – 50)
PLT : 306 (100-300)
PCT : 0,291 (0,1 – 0,28)
GDS : 369 mg/dl
 Pemeriksaan Elektrolit
Na : 137,66 (135-148) mmol/L
K : 4,75 (3,5-5,3) mmol/L
Cl : 97,35 (98-110) mmol/L
Ca : 1,32 (1,19-1,23) mmol/L
 Pemeriksaan Imunologi
CRP :+

PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek ulang darah rutin dan elektrolit, pemeriksaan feses
DIAGNOSIS BANDING
 Kejang Demam Komplek
 Enchepalitis
 Epilepsi
 Common cold
 GEA dehidrasi ringan-sedang
 GEA dehidrasi berat

B. DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Simplek + GEA tanpa dehidrasi

C. PENATALAKSANAAN
1. Airway : bersihkan jalan nafas, longgarkan pakaian, posisikan miring
2. Breathing : O2 2 l/menit
3. Circulation :
IVFD D5 ¼ NS
100ml/kgbb/24 jam = 800 ml/24 jam
800 x 15 = 8,33 tetes/menit (makro)
24 x 60
4. Jika kejang berulang, diazepam rektal 5 mg.
5. Paracetamol syrup 15 mg/kgbb/x = 120 mg, sediaan 120mg/5ml = 4 x 1
cth

10
6. Diazepam oral 0,3 mg/kgbb/x = 2,4 mg/x = 3 x 2,4 mg, diberikan dalam
48 jam pertama demam
7. Ambroxol 1,6 mg/kgbb/hari = 12,8 mg/hari = 3 x 4,3 mg
8. Teruskan susu formula, oralit = 100 ml/x BAB
9. Zinc 1 x 20 mg, selama 10 hari

D. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial.2
Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,
namun jarang sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan

11
batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta
ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.2 Bila ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam3.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan)
tidak termasuk kejang demam ini melainkan termasuk ke kejang neonatus.2
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang
demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.2,3

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5
tahun.2

3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.2,4
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak

12
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah
kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang
mengalami kejang demam.2

4. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih
dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 4,5
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi
dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali
kejang demam kompleks. 4,5

5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion

13
Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.6

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan


kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga

14
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.6

6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang
biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan
relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2
menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,6,7

15
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam
yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit)
sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.3

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.5
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah (level of evidence 2, derajat rekomendasi B).2
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan
yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum
baik.

16
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi
B):
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali
apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang
fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanju.2

4. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis),
paresis nervus VI, papil edema.4

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,
khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada
kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media
tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan
antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.1

9. PENATALAKSANAAN

17
a. Penatalaksanaan saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan
pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena adalah 0,2 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua
atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg atau Diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5
mg untuk anak diatas usia 3 tahun.2,4
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.2,4

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level of evidence 1,
derajat rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter neurologi anak
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis

18
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-
6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.2
2. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko di bawah ini:
a. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
c. Usia <6 bulan
d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
e. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per
oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10
mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan
selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.2
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek (level of evidence 3, derajat
rekomendasi D).

Indikasi pengobatan rumat:

1. Kejang fokal

2. Kejang lama >15 menit

19
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan


perkembangan, bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang
fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal. Pada anak dengan kelainan
neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua
khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat.2

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level of
evidence 1, derajat rekomendasi B).
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari
dalam 1-2 dosis.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan
rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.2

10. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang
tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa
anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara
yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik

20
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.2,3,4
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Longgarkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila anak tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan
kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau
hidung.
d. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
e. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
f. Tetap bersama pasien selama dan sesudah kejang.
g. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang
telah berhenti.
h. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih .2

11. VAKSINASI
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan
vaksinasi pada anak dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah
demam karena vaksinasi sangat jarang. Suatu studi kohort menunjukkan
bahwa risiko relatif kejang demam terkait vaksin (vaccine-associated
febrile seizure) dibandingkan dengan kejang demam tidak terkait vaksin
(non vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai
2,11). Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6-9
kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin
MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan tersebut,
dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan parasetamol
profilaksis.2

21
12. PROGNOSIS
a. Kecacatan atau kelainan neurologis

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian


kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada
kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal.
Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada
anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan
pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang
lama.

b. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.


Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan


terjadinya kejang

5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam


kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya


kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor
tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.

c. Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:

22
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas
sebelum kejang demam pertama

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung

4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih


dalam satu tahun. Masing-masing faktor risiko meningkatkan
kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari
faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat
dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.

d. Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Angka kematian pada kelompok anak yang mengalami
kejang demam sederhana dengan perkembangan normal dilaporkan
sama dengan populasi umum.2

23
BAB IV
ANALISIS KASUS

Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- Pasien kejang dengan frekuensi 1x, berlangsung ± 10 menit, kejang
seluruh tubuh, suhu tidak diketahui. Kejang terjadi ±1 jam sebelum masuk
rumah sakit pada pukul 03.00 pagi hari, pasien terbangun dari tidur,
menangis lalu kejang. Pasien sadar saat kejang dan sesudah kejang. Tidak
ditemukan keadaan yang memprovokasi kejang.
- Pasien demam H0, metode pengukuran di rumah menggunakan
tangan, timbul perlahan-lahan, naik turun, turun setelah meminum obat dari
puskesmas pada siang hari, namun naik kembali pada malam harinya.
Menggigil (-), gusi berdarah (-), perarahan dari hidung (-).
- Pasien batuk sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
berdahak namun tidak dapat keluar, sesak napas (-), mengi (-). Pasien pilek
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, konsistensi kental, warna kuning,
darah (-).
- Pasien mencret ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2x,
jumlah ± 1 sendok setiap kali buang air besar, konsistensi cair, ampas (+),
warna kuning, bau busuk, tinja disertai lendir, darah (-). Buang air kecil
lancar, muntah (-), nafsu makan menurun.

24
Dari anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan bahwa keluhan pasien sesuai
dengan kriteria dari kejang demam simplek. Pasien belum pernah mengalami
keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak ada riwayat jatuh / trauma kepala.
b. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada pasien didapatkan
suhu axila 38oC. Sebelumnya pasien telah diberikan obat penurun panas. Status
lokalis di dapatkan bahwa turgor kulit baik < 2 detik, mata cekung (-),
pemeriksaan faring hiperemis, sekret hidung (+/+). Status neurologis tidak
didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
WBC 10.5, RBC 4.37, HGB 10.7, HCT 33.1, PLT 306, PCT 0.291, GDS
369 mg/dl. Pemeriksaan Elektrolit Na 137,66 mmol/L, K 4,75 mmol/L, Cl
97,35 mmol/L, Ca 1,32 mmol/L. Pemeriksaan Imunologi CRP (+).

Penatalaksanaan dalam kasus ini, yaitu


1. Airway : bersihkan jalan nafas, longgarkan pakaian, posisikan miring
2. Breathing : O2 2 l/menit
3. Circulation :
IVFD D5 ¼ NS
100ml/kgbb/24 jam = 800 ml/24 jam
800 x 15 = 8,33 tetes/menit (makro)
24 x 60
4. Jika kejang berulang, diazepam rektal 5 mg.
5. Paracetamol syrup 15 mg/kgbb/x = 120 mg, sediaan 120mg/5ml = 4 x 1
cth
6. Diazepam oral 0,3 mg/kgbb/x = 2,4 mg/x = 3 x 2,4 mg, diberikan dalam
48 jam pertama demam
7. Ambroxol 1,6 mg/kgbb/hari = 12,8 mg/hari = 3 x 4,3 mg
8. Teruskan susu formula, oralit = 100 ml/x BAB
9. Zinc 1 x 20 mg, selama 10 hari
Terapi cairan yang diberikan pada pasien adalah IVFD D5 ¼ NS untuk
memenuhi kebutuhan harian air, kalori dan elektrolit untuk mengganti ekskresi
harian, pada kondisi asupan oral terbatas.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah
bahwa kejang demam prognosisnya baik namun dapat timbul kembali jika pasien

25
panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas,
termometer, kompres hangat jika pasien panas dan sedia obat diazepam rektal
serta memberitahu cara kepada orang tua cara pemberian melalui rektal jika
seketika pasien kejang. Prognosis quo ad vitam dan quo ad fungtionam adalah
dubia ad bonam.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 oC
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang dari 15
menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam
waktu 24 jam.
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya
darah perifer, elektrolit, dan gula darah. Prognosis kejang demam secara umum
sangat baik. Prognosis kejang demam secara umum sangat baik.

26
BAB V
KESIMPULAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 oC
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Dalam praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya
mengalami kejang, karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan
epilepsi dan trauma pada otak. Kejang demam sederhan adalah kejang demam
yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu
episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama
dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel. Umumnya kejang demam pada
anak berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan kejang klonik
umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal.
1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi
vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama,
oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat.
2. Pengobatan profilaksis.
a. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu
rektal lebih dari 38oC) dengan menggunakan diazepam oral / rektal, klonazepam
atau kloralhidrat supositoria.
b. Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari
untuk mencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-obatan untuk
penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus dipertimbangkan antara khasiat
tarapeutik obat dan efek sampingnya

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto C, editor. Kejang Demam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius FKUI; 2000.
2. Ismail S, dkk. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2016.
3. Hardiono DP, dkk. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2005.
4. Staf Pengajar IKA FKUI. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta:
FKUI; 1985.
5. R u d o l f M , L e v e n e M . P e d i a t r i c a n d C h i l d H e a l t h . E d i s i
k e - 2 . Blackwell pulblishing; 2006. hal 72-90.
6. Pediatrica. Buku Saku Anak edisi 1. UGM Jogjakarta: Tosca
Enterprise; 2005.
7. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 30 November 2017. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm

28

Anda mungkin juga menyukai