Anda di halaman 1dari 3

6. Jelaskan dampak persalinan lama/macet terhadap ibu dan bayi ?

Efek pada ibu

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah satu atau keduanya sekaligus.

Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila
disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan meninvasi desidu
serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan
serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus
dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai persalinan lama.

Rupture Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama
pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi
antara kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak
terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan
rupture. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah
Krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara fimfisis dan umbilicus. Apabila
dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominal segera.

Cincin Retraksi Patologis

Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin local uterus pada persalinan yang
kepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembukaan cincin
retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini cincin dapat
terlihat jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen
bawah uterus. Konstriksi uterus local jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya persalinan secara
berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi local ini kadang-kadang masih terjadi sebagai kontriksi
jam pasir (bourglass constriction)uterus setelah lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi
tersebut kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anesthesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan
secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan
prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua.

Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi tidak maju untk jangka waktu
yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami
tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam
beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua yang berkepanjangan.
Dahulu, saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang
terjadi kecuali di negara-negara yang belum berkembang.

Cedera otot-otot dasar panggul

Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwacedera otot-otot dasar panggul atau persarafan
atau fasia penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginam,
terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung
dari kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan
melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomic oto, saraf, dan jaringan
ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan
ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul. Karena kekhawatiran ini,
dalam sebuah jajak pendapat baru-baru ini terhadap ahli kebidanan perempuan di Inggris, 30 persen
menyatakan kecenderungan melakukan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam dan menyebut
alas an pilihan mereka yaitu menghindari cedera dasar panggul.

Sepanjang sejarah obstetric, intervensi yang ditujukan untuk mencegah cedera dasar panggul
telah lama dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun 1920 DeLee menyarankan persalinan dengan forceps
profilaktik untuk mengurangi peregangan terhadap otot dan saraf pada persalinan kala dua untuk
melindungi dasar panggul serta fasia di dekatnya dari peregangan berlebihan. Namun, kemajuan dalam
bidang obstetric pada abad ke-20 umumnya difokuskan untuk memperbaiki prognosis neonates secara
morbiditas dan mortalitas ibu akibat preeclampsia, infeksi, dan perdarahan obstetric.

Efek pada Janin

Kaput suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian
terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostic
yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap. Dokter
yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara premature dan tidak bijak untuk melakukan
ekstraksi forceps. Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam
beberpa hari.

Molase Kepala Janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama
lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase (molding,moulage). Biasanya batas
median tulang parietal yang berkontrak dengan promontorium bertumpang tindih dengan tulang
disebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong ke
bawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata.
Di lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium,
laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan intracranial pada janin.

Sorbe dan Dahlgren mengukur diameter kepala janin saat lahir dan membandingkannya dengan
pengukuran yang dilakukan 3 hari kemudian. Molase paling besar terjadi pada diameter
suboksipitobregmatika dan besarnya rata-rata 0,3 cm dengan kisaran sampai 1,5 cm. diameter biparietal
tidak dipengaruhi oleh molase kepala janin. Factor-faktor yang berkaitan dengan molase adalah
nuliparitas, stimulasi persalinan dengan oksitosin, dan pengeluaran janin dengan ekstraksi vakum.
Carlan dkk, melaporkan suatu mekanisme penguncian (locking mechanism) saat tepi-tepi bebas tulang
cranium saling terdorong kea rah yang lainnya, mencegah molase lebih lanjut dan mungkin melindungi
otak janin. Mereka juga mengamati bahwa molase kepala janin yang parah dapat terjadi sebelum
persalinan. Holland melihat bahwa molase yang parah dapat menyebabkan perdarahan subdural fatal
akibat robeknya septum duramater, terutama tentorium serebeli. Robekan semacam ini dijumpai baik
pada persalinan dengan komplikasi maupun persalinan normal.

Bersamaan dengan molase, tulang parietal, yang berkontak dengan promontorium, memperlihatkan
tanda-tanda mendapat tekanan besar, kadang-kadang bahkan menjadi datar. Akomodasi lebih mudah
terjadi apabila tulang-tulang kepala belum mengalami osifikasi sempurna. Proses penting ini mungkin
dapat menjadi salah satu penjelasan adanya perbedaan dalam proses persalinan dari dua kasus yang
tampak serupa dengan ukuran-ukuran panggul dan kepala identik. Pada satu kasus, kepala lebih lunak
dan mudah mengalami molase sehingga janin dapat lahir spontan. Pada yang lain, kepala yang
mengalami osifikasi tahap lanjut tetap mempertahankan bentuknya sehingga terjadi distosia.

Tanda-tanda khas penekanan dapat terbentuk dikulit kepala, pada bagian kepala yang melewati
promontorium. Dari lokasi tanda-tanda tersebut, kita sering dapat memastikan gerakan yang dialami
kepala sewaktu melewati pintu atas panggul. Walaupun jarang, tanda-tanda serupa timbul dibagian
kepala yang pernah berkontak dengan simfisi pubis. Tanda-tanda ini biasanya lenyap dalam beberapa
hari.

Fraktur tengorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan upaya paksa pada persalinan.
Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan atau bahkan seksio sesarea. Fraktur mungkin
tampak sebagai alur dangkal atau cekungan berbenuk sendok tepat di posterior sutura koronaria. Alur
dangkal relatif sering dijumpai, tetapi karena hanya mengenai lempeng tulang eksternal, fraktur ini tidak
berbahaya. Namun, yang berbentuk sendok, apabila tidak diperbaiki secara bedah dapat menyebabkan
kematian neonates karena fraktur ini meluas mengenai seluruh ketebalan tengkorak dan membentuk
tonjolan-tonjolan permukaan dalam yang melukai otak. Pada kasus ini, bagian tengkorak yang cekung
sebaiknya dielevasi atau dihilangkan.

Refensi : Prawirohardjo, Sarwono. ILMU KEBIDANAN , PT. bina pustaka sarwono prawirohardjo Jakarta,
2014 halaman 576-579

Anda mungkin juga menyukai