Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


MELAKUKAN KEGIATAN SURVAILENT KASUS TBC DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SELESEI KABUPATEN
LANGKAT

DISUSUN
O
L
E
H

FITRI WAHYUNI
NIM : 1602011139

PROGRAM STUDI S 2 FAKULTAS KESEHATAN


MASYARAKA INTITUT HELVETIA
MEDAN 2017
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa dan

atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul

“Melakukan survailent pada kasus TBC”. Disusun dalam rangka memenuhi tugas

mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Tugas ini menganalisis tentang kasus TBC yang ada di Wilayah Kerja

Puskesmas Selesei Kabupaten Langkat. Sehubungan dengan tersusunnya laporan

ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penyusunan laporan ini.

Namun penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna

maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat

membangun. Akhir kata penulis ucapkan semoga laporan tugas ini bermamfaat,

khususnya bagi penulis yang menyusun laporan ini dan bagi pembaca umumnya.

Medan, Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang……….......……………………………………1

2. Rumusan Masalah…………………………..…………………1

3. Tujuan………………………………………........……………1

BAB II ANALISIS DATA

1. Pengumpulan Data………...…………………………………....3

2. Analisis Data……………………………………………………4

3. Pembahasan …………………………………………………….9

BAB III PENUTUP

1. Simpulan ……………………………………………….…...21

2. Saran…………………………………………………………21

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Mikobakterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman

TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain. Sumber penularan

adalah penderita TB paru BTA (+) yang dapat menularkan kepada orang di

sekelilingnya terutama yang melakukan kontak lama. Setiap satu penderita

BTA (+) akan menularkan pada 10-15 orang pertahun. Diperkirakan sekitar

sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis.

Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian

akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian

akibat TB di dunia, terjadi di negara-negara berkembang.

Demikian juga, kematian perempuan akibat TB lebih banyak dari

pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB

adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).

Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu

kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan

keluarganya. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak

buruk lainnya secara sosial, stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah India dan

Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.

Jumlah penderita TB Paru di Indonesia secara nasional pada tahun 2010 adalah
sebesar 302.861 orang, dimana 183.366 kasus diantaranya adalah menderita

BTA positif. Angka ini cenderung mengalami peningkatan dibandingkan

dengan jumlah penderita TB paru BTA positif tahun 2008 sebesar 161.741

kasus. Masih tingginya angka penyakit TB Paru di Indonesia di pengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain diantaranya rendahnya penghasilan, tingkat

kepadatan penduduk, tingkat pendidikan serta rendahnya pengetahuan

kesehatan pada masyarakat. Di propinsi sumatera utara, kota medan merupaka

daerah terbesar penderita Tuberkulosis (TB) dibandingkan dengan daerah lain

yang berada di Sumatera Utara (Sumut). Medan Dari hasil pendataan Dinas

Kesehatan Sumut selama tahun 2010, tercatat 73,8 persen penderita

Tuberculosis (TB) paru BTA (+) di Sumatera Utara (Sumut) atau sebesar

15.614 orang. Sedangkan estimasi berjumlah 21.148 orang. Berdasarkan

survey, dari jumlah tersebut, Kota Medan merupakan yang terbesar pendritanya

bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dari tiap kab/kota.

Maka berdasarkan data tersebut secara Nasional, Sumatera Utara

sampai triwulan ke III tahun 2010 pada urutan ke 7 dengan 55,3 persen untuk

keberhasilan dalam penemuan dari estimasi setelah Gorontalo, Maluku,

Sulut,Sultra, Babel dan DKI. Target nasional sebesar 70 persen. Tahun 2011

diupayakan pencapaiannya diatas tahun 2010, menurut Kadis Kesehatan Sumut

dr Candra Syafei SpOG melalui Kasi Penanggulangan dan Pemberantasan

Penyakit (P2P) Sukarni, kepada wartawan.

Sejak tahun 2010 kasus TB di kota medan terus mengalami

peningkatan. Tahun 2010 perkiraan kasus baru berjumlah 3.691 jiwa, TB paru

klinis 10.164 jiwa, TB paru Basil tahan asam (BTA) positif sebanyak 1.425
kasus, dengan angka penemuan kasus baru case detection Rate (CDR)

sebanyak 38,61 persen. Adapun BTA positif yang diobati sebanyak 1.425

kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Medan tahun

2011, TB berjumlah 5.386 jiwa, TB Paru BTA Positif sebanyak 2.966 kasus,

adapun BTA positif yang diobati sebanyak 2.966 kasus. Tahun 2012 TB

berjumlah 5.936 jiwa, TB Paru BTA Positif sebanyak 2.286 jiwa, adapun BTA

Positif yang diobati sebanyak 2.286 jiwa," ujar Ridha.

Sedangkan tahun 2013, jumlah penderita TB Paru BTA positif dari

UPK yang dilaksanakan Directly Observed Treatment Short-course (DOTS)

sebanyak 2.664 jiwa. Dari jumlah tersebut, penderita paling banyak

memeriksakan diri di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Teladan 97

orang, menyusul Medan Johor, Helvetia dan Mandala. Namun dalam klasifikasi

penelitian awal diperoleh kasus TB di Kota Medan menurut kecamatan, dimana

yang memiliki kasus terbesar penderita TB TB HIV, TB MDR dan TB anak

adalah kecamatan Medan Kota, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Baru

dan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Labuhan. Dimana secara spesifik

laporan tentang kasus TB tetapnya berada di Puskesmas Simalingkar dan

Puskesmas Tuntungan, Puskesmas Teladan, Puskesmas Polonia, Puskesmas

Helvetia, Puskesmas Darussalam, Puskesmas Padang Bulan, Puskesmas

Martubung dan Puskesmas Labuhan.


Bila dibandingkan dengan puskesmas lain di kota Serang, kasus TB paru di

puskesmas wilayah Kecamatan Serang masih tinggi. Hal tersebut menjadi

tantangan bagi survailent untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kasus penyakit TB paru di wilayah tersebut. Dari uraian di atas perlu dilakukan

survey untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan

kasus penyakit TB paru di puskesmas wilayah Kerja Puskesmas selesai Kabupaten

Langkat. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menyusun langkah-langkah intervensi dan untuk perencanaan penanggulangan TB

Paru yang lebih efektif dan efisien di puskesmas wilayah Kerja Puskesmas Selesei

Kabupaten Langkat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah “Bagaimana

Gambaran penyakit TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten

Langkat?”

1.3 Tujuan

a. Deteksi Perubahan akut dari penyakit TBC yang terjadi dan distribusinya

b. Identifikasi dan perhitungan penyakit TBC

c. Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat

d. Identifikasi faktor risiko dan penyebab lainnya

e. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi

f. Memberikan informasi dan data dasar TBC untuk proyeksi kebutuhan

pelayanan kesehatan dimasa datang

g. Membantu menetapkan masalah TBC dan prioritas sasaran program pada

tahap perencanaan.
BAB II
ANALISIS DATA

2.1. Pengumpulan Data

No Nama Jenis Kelamin Umur

1 Muhadi L 49

2 Samsul Bahri L 57

3 Dosi Salendra L 51

4 Syahian Helmi L 48

5 Sukatno L 56

6 Ahmad Irwansyah L 48

7 Carles Silaban L 43

8 Ernawati P 41

9 Jermias Sirait L 48

10 Marmin S L 57

11 Remina P 47

12 Carles Bronson S L 50

13 Hafizah P 37

14 Junaidah P 36

15 Sartika P 46

16 Julinah P 48

17 Tiurma. T P 49

18 Warso L 46
19 Lasmaria P 49

20 Siti Maliam P 50

21 Abdullah Sani L 47

22 Golin Hutasoit L 63

23 Rosland S P 51

24 Ani Suratna P 42

25 Harion Sibuea L 57

26 Mangasa Tua manalu L 61

27 Nasrudin Panjaitan L 58

28 Janus Marbun L 47

29 Nusuni Br STP P 44

30 Rindu Situmorang P 47

31 Jojor Tampubolon P 48

32 Nurjannah harahap P 49

33 Ediria Mendrofia P 56

34 Nurhayati P 57

35 Dedy Manurung L 49

36 Rusli Sinaga L 47

37 Curmin Br Manik P 51

38 Sukatmi L 50

39 Veralita Sitepu P 53

40 Yusrir Tambubolon L 49

41 Jannus Sinaga L 48
42 Amiruddin L 47

43 Eko Wardono L 49

44 Wardini L 50

45 Zulhelmi Br Manik L 49

46 Daniel L 47

47 Hartono L 48

48 Dian andika P 49

49 Murniati P 48

50 Desky L 50

51 Hartanto L 51

52 Rusdian L 50

53 Rudi Manurung L 49

54 Mardenis L 53

55 Robet Mongon sidi L 48

56 Nofrison Sinaga L 49

57 Okta Hasibuan L 50

58 Mizwar L 61
2.2. Analisis Data

Tabel. 2.1 Distribusi frekuensi penderita TBC berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi %

1 Laki-laki 37 63,4

2 Perempuan 21 36,6

Total 58 100

Hasil Analisa data didapatkan bahwa sebagian besar 37 (63,4%)

penderita TBC adalah laki-laki.


Tabel. 2.2 Distribusi frekuensi penderita TBC berdasarkan Umur

No Umur Frekuensi %

1 Dewasa Akhir (36-45) Tahun 6 10,4

2 Lansia Awal (46-55) Tahun 40 69

3 Lansia Akhir (46-55) Tahun 12 20,6

Total 58 100

Hasil Analisa data didapatkan bahwa sebagian besar 40 (69%)

penderita TBC adalah Lansia awal (46-55) Tahun.

Frekuensi

10%
21%

69%

Dewasa Akhir (36-45) Tahun Lansia Awal (46-55) Tahun


Lansia Akhir (46-55) Tahun
2.3. Pembahasan

Kuman TB pertama kali ditemukan oleh Robert Koch (1882) yang

kemudian disebut Mikobakterium tuberculosis. Kuman ini terdiri dari tiga varian

yaitu; Varian Humanus, Bovinus dan Avium. Varian yang paling banyak ditemukan

pada manusia adalah Mikobakterium tuberculosis humanus. Kuman ini dapat

menyerang semua bagian tubuh manusia, dan yang paling sering diserang adalah

organ paru (90%). Organ lain yang juga dapat diserang yaitu kulit (TB kulit), tulang

(TB tulang), otak dan saraf (TB tulang dan saraf) dan lain-lain. Selain manusia TB

juga dapat menyerang binatang seperti babi hutan, sapi dan rusa merah di daerah

spanyol. Di Indonesia kasus TB paru menyerang hampir semua golongan umur dan

dapat merugikan masyarakat khususnya pada usia produktif (15-49 tahun) karena

penderitanya dapat menjadi beban keluarga dan berpengaruh kepada perekonomian

keluarga.

Tingginya kasus TB Paru terhadap laki-laki antara lain disebabkan juga oleh

kebiasaan merokok yang banyak dilakukan oleh laki-laki, rokok yang dihisap oleh

seseorang mengandung racun yang dapat merusak kesehatan sehingga mudah

terinfeksi berbagai penyakit diantaranya bakteri tuberkulosis. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian WHO yang menyatakan bahwa TB paru lebih sering terjadi pada

laki-laki dibanding perempuan. Selain itu menurut Buksin dalam Toyalis, juga

mengemukakan bahwa faktor resiko tuberkulosis orang dewasa laki-laki lebih 1,9

kali dibandingkan perempuan.

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun

1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah

penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat

sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru

Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki

sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan

terjangkitnya TB paru. Merokok berarti menghisap racun yang dapat merusak

kesehatan sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit diantaranya bakteri

tuberkulosis. Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru yang

bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisema. Merokok juga

terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada penderita asma,

merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan lebih

menyempitkan saluran pernafasan. Efek merugikan tersebut mencakup

meningkatnya kerentanan terhadap batuk kronis, produksi dahak dan serak. Hal ini

dapat memperparah kondisi infeksi bakteri tuberculosis.

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko

untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik

dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk

terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia

per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430

batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760

batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir

semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan

wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan

mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.


Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu

umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil

penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang

gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis

aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi

tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan

75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

Penyakit TB - Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif (15–50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih

dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan

terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB -Paru. Kenapa penderita TB

Paru banyak pada usia reproduktif? Karna penderita yang tidak melakukan

pengobatan secara tuntas di rumah sakit. Umumnya penderita TB MDR ini harus

meminum obat selama dua tahun dengan enam bulan pertama melakukan suntik

setiap harinya. Pasien yang akhirnya menderita TB MDR hanya berobat sebagian

waktu pengobatannya, sehingga membuat bakteri penyakit ini terus berkembang

dan resisten terhadap obat-obatan. Pasien dengan TB MDR ini ditangani secara

khusus dan terpisah dari penderita TB yang biasa.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai