Anda di halaman 1dari 8

HAND OUT

Mata Kuliah : Pendidikan Agama


Kode Mata Kuliah : Bd. 101
B. Study : 3 sks (T:2, P:1)
Semester :I
Pengajar : Drs. MP Keliat, Mpd
Drs. Suardi, MA
Pertemuan : 2 (dua)

Topik : Memahami hakikat martabat dan tanggung jawab manusia

Sub Topik : hakikat, martabat dan tanggung jawab manusia


Hakikat manusia
Martabat manusia
Tanggung jawab manusia

Tujuan pembelajaran : Diharapakan mahasiswa mampu memahami hakikat, martabat


dan tanggung jawab manusia.
Referensi :
1) Trianto. 2006. Wawasan Ilmu Alamiah Dasar. Surabaya : Prestasi Pustaka.
2) Muchsin, dkk. 1984. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
3) Sauri Sofyan. 2004. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Alfabeta.

A. PENDAHULUAN
Hal yang akan di bahas dalam memahami hakikat martabat dan tanggung jawab
manusia, ialah :
1) Hakikat manusia
2) Martabat manusia
3) Tanggung jawab manusia
Dengan mempelajari tentang dalam memahami hakikat martabat dan tanggung jawab
manusia diharapkan mahasiswa lebih paham dan mengerti mengenai hakikat, martabat
serta tanggung jawab sebagai manusia.
B. MATERI
2.1. Hakikat Manusia
Defenisi Hakikat Manusia :
1) Socrates (470-399 SM), orang Athena mengungkapkan pemikirannya tentang
manusia dihadapan murid-muridnya. Sarlito (1978:30) mencatat sebagian
pendapat Socrates tentang manusia. Dikatakan antara lain bahwa pada diri
manusia terpendam jawaban mengenai berbagai persoalan dunia. Menurut
Socrates, manusia itu bertanya tentang dunia dan masing-masing mempunyai
jawaban tentang dunia. Tetapi, demikian Socrates seringkali manusia itu tidak
menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban-jawaban bagi persoalan
yang dipertanyakan.
2) Plato adalah salah seorang murid Socrates. Dilahirkan dari keluarga terpandang
di ibukota Yunani, Athena. Ia meninggal tahun 347 SM. Di masa hidupnya ia
menikmati kemakmuran ekonomi, kemajuan perdagangan, dan sistem
pemerintahan demokratis.
Menururt Plato jiwa manusia adalah entitas nonmaterial yang dapat terpisah dari
tubuh. Menurutnya, jiwa itu ada sejak sebelum kelahiran, jiwa itu tidak dapat
hancur alias abadi. Lebih jauh Plato mengatakan bahwa hakikat manusia itu ada
dua yaitu rasio dan kesenangan (nafsu). Dua unsur yang hakiakt ini dijelaskan
Plato dengan permislan seorang yang makan kue atau minum sesuatu, ia makan
dan ia minum. Ini kesenangan, sementara rasionya tahu bahwa makanan dan
minuman itu berbahaya baginya. Karena menikmati kelezatan (kesenangan) itu
hakekat, maka rasio sekalipun juga hakekat, tidak sanggup melawannya.
Menururt Plato, bila ada konflik batin pada seseorang, pasti terdapat perentangan
dua elemen kepribadian pada orang itu, dua elemen yang sering bertentangan
tujuannnya. Pada kasus orang yang haus asti ada elemen yang menyebabkan ia
ingin minum dan ada elemen lain yang menolak melakukannya, elemen pertama
disebut Plato nafsu, bagian kedua disebut rasio. Jadi, dalam pandangan Plato,
rasio itu sering berlawanan dengan nafsu (yang menimbulkan kesenangan tadi).

3) Menurut M.J. Langeveld :1955, Hakikat manusia adalah makhluk yang memiliki
sifat sosial, individualitas, dan moralitas, yang mana sifat tersebut menjadi dasar
dan tujuan dari kehidupan manusia yang sewajarnya atau menjadi dasar dan
tujuan setiap orang dan kelompoknya. Dengan keberadaan sifat itu pula maka
setiap manusia akan saling membutuhkan, saling membantu, dan saling
melengkapi dan juga selalu berinteraksi dengan manusia lain untuk mencapai
tujuan hidupnya, dan interaksi tersebut merupakan wadah untuk pertumbuhan
dan perkembangan kepribadiannya
4) Menurut Tafsir : 2010, Hakikat manusia merupakan sosok makhluk sosial yang
ditandai dengan keberadaan kontrak sosial di dalamnya. Dimana manusia itu
sendiri tidak dapat menjalani kehidupannya secara sendiri-sendiri,sehingga harus
saling menghargai antar sesama dan saling menjaga hak-hak satu sama lain.

a. Hakikat Manusia Menurut Islam


Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWt yang memiliki peranan
penting dalam kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang
paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk Allah SWT bahkan Allah menyuruh para
malaikat untuk bersujud kepada Adam Alaihi salam. Masyarakat barat memiliki
pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa dan raga serta dibekali
dengan akal dan pikiran.

b. Asal Kejadian Manusia


Asal usul manusia dalam Islam dapat dijelaskan dalam proses penciptaan
manusia pertama yakni nabi Adam As. Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang
diciptakan Allah SWT dan diberikan ilmu pengetahuan dan kesempurnaan dengan
segala karakternya. Allah mengangkat Adam dan manusia sebagai khalifah dimuka bumi
sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut ini

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “Sesungguhya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa engkau
hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan engkau?” Tuhan berfirman:”sesungguhnya aku mengetahui
apa yan tidak kamu ketahui”.(QS.Al-Baqarah : 30)

Proses penciptaan manusia dijelaskan dalam al-Qur’an dan bahkan penjelasan dalam
Alqur’an ini kemudian terbukti dalam ilmu pengetahuan yang ditemukan setelah
turunnya Alqur’an. Ada lima tahap dalam penciptaan manusia yakni al-nutfah,
al-‘alaqah, al-mudhgah, al-‘idham, dan al-lahm sebagaimana yang disebutkan dalam
ayat berikut ini

”Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, dan segumpal
darah itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami jadikan segumpal
daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, pencipta yang paling baik”. (QS. Al-Mu’minun ayat 12-14)

c. Tujuan Penciptaan Manusia


Adapun tujuan utama allah SWT menciptakan manusia adalah agar manusia
dapat menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tugas utama manusia adalah
beribadah dan menyembah Allah SWt, menjalani perintahnya serta menjauhi
larangannya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.”
(QS Adz Zariyat :56).

Sebagai khalifah dimuka bumi manusia hendaknya juga dapat menjaga amanatnya
dalam menjaga alam dan isinya. Manusia sememstinya memiliki akhlak dan perilaku
yang baik kepada sesama maupun makhluk hidup yang lain.

Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam


Dalam agama islam, ada enam peranan yang merupakan hakikat diciptakannnya
manusia. Berikut ini adalah dimensi hakikat manusia berdasarkan pandangan agama
islam

1. Sebagai Hamba Allah


Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT.
Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara
menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang hamba,
seorang manusia juga wajib menjalankan ibadah seperti shalat wajib, puasa ramadhan
(baca puasa ramadhan dan fadhilahnya), zakat (baca syarat penerima zakat dan penerima
zakat), haji (syarat wajib haji) dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan
dan segenap hati sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus …,” (QS:98:5).

2. Sebagai al- Nas


Dalam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas dalam
Alquran cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia
lain atau dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu pengetahuan,
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan manusia lainnya (baca
keutamaan menyambung tali silaturahmi). Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman
Allah SWT berikut
“Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari pada
keduanya Alah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta
satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.” (QS: An Nisa:1).

“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi
Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: Al Hujurat :13).

3. Sebagai khalifah Allah


Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya,
manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah atau pemimpin di muka bumi.(baca
fungsi alqur’an bagi umat manusia)
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (peguasa) di muka bumi,
maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …”(QS Shad:26).

Sebagai seorang khalifah maka masing-masing manusia akan dimintai pertanggung


jawabannya kelak di hari akhir.

4. Sebagai Bani Adam


Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar tidak terjadi
kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera sebagaimana yang
disebutkan oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk
menghormati nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat. Dalam
Alqur’an Allah SWT berfirman
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
semoga mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS : Al araf 26-
27).

5. Sebagai al- Insan


Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga disebut
sebagai Al insan merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan
serta kemampuannya untuk berbicara dan melakukan hal lainnya (baca hukum menuntut
ilmu). Sebagaimana disebutkan dalam surat Al hud berikut ini
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami
cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS: Al
Hud:9).

6. Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)


Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar karena manusia
memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan
makanan, berkembang biak dan lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup
pada umumnya. Sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan tumbuhan,
hakikat manusia sebagai makhluk biologis dapat berakhir dan mengalami kematian,
bedanya manusia memiliki akal dan pikiran serta perbuatannya harus dapat
dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Segala hakikat manusia adalah fitrah yang diberikan Allah SWT agar manusia dapat
menjalankan peran dan fungsinya dalam kehidupan. Manusia sendiri harus dapat
memenuhi tugas dan perannya sehingga tidak menghilangkan hakikat utama
penciptaannya.

2.2. Martabat Manusia


2.2.1. Pengertian Martabat
Menurut kamus bahasa Indonesia, martabat adalah harga diri atau tingkatan
harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat. Martabat adalah kehormatan, dan
martabat ini merupakan bagian dari sifat manusia. Allah SWT menempatkan manusia
sebagai khalifah dimuka bumi dan memberikan kedudukan kemuliaan dan martabat
kepada manusia hingga memiliki derajad yang tinggi dan bahkan lebih tinggi dari
malaikat sehingga malaikat pun bersujud dihadapan manusia.
2.2.2. Martabat Manusia dalam Islam
Martabat saling berkaitan dengan tingkatan, maksudnya adalah secara dasarnya
tingkatan merupakan tingkatan martabat seseorang hamba terhadap khalikNya, yang
juga merupakan sesuatu keadaan tingkatannya seseorang sufi di hadapan tuhannya
pada saat dalam perjalanan spiritual dalam beribadah kepada Allah SWT. Tingkatan ini
terdiri dari beberapa tingkat atau tahapan seseorang dalam hasil ibadahnya yang
diwujudkan dengan pelaksanaan dzikir pada tingkatan tingkatan tersebut. Secara
umum dalam thariqat naqsyabandi tingkatan tingkatan ini jumlahnya ada 7 (tujuh)
yang dikenal juga dengan nama martabat tujuh, seseorang hamba yang menempuh
perjalanan dzikir ini biasanya melalui bimbingan dari seseorangyang alim yang paham
akan isi dari tingkatan ini setiap tingkatnya, seseorang hamba tidak dibenarkan
sembarangan menggunakan tahapan tingkatan ini sebelum menyelesaikan atau ada
hasilnya pada riyadhah dzikir pada setiap tingkatan, ia harus ada mendapat hasil dari
amalan pada tingkatan tersebut.

2.3. Tanggung Jawab Manusia


2.3.1 Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kmus umum
bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung
segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung
jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja
maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajibannya.
Macam-macam tanggung jawab:
a. Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
b. Tanggung jawab terhadap kelurga.
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri atas ayah-ibu, anak-
anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. setiap anggota keluarga
wajib bertanggung-jawab kepada keluarganya. Tanggung-jawab itu menyangkut nama
baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan,
pendidikan, dan kehidupan. Untuk memenuhi tanggung-jawab dalam keluarga
diperlukan pengorbanan.
c. Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai
dengan kedudukan sebagai mahluk social. Karena membutuhkan manusia lain, maka ia
harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian
manusia disini merupakan anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan
hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila semua tingkah laku dan
perbuatannya harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat.
d. Tanggung-jawab terhadap Bangsa dan Negara.
Suatu kenyataan lagi bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara
suatu Negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkah-laku manusia terikat oleh
norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh Negara. Manusia tidak bisa berbuat
semaunnya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung-
jawabkan kepada Negara.
e. Tanggung-jawab terhadap Tuhan.
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung
jawabmelainkan untuk mengisi kehidupannya. Manusia mempunyai tanggung jawab
langsung kepada Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-
hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam
agama. Pelanggaran dari hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan
dan jika dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan,
maka Tuhan akan melakukan kutukan.
Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan
tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai
Penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, manusia perlu
pengorbanan.

2.3.2 Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah


Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah,
yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan
keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang
Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba (budak)
dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah
tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abdi, kewajiban manusia di bumi ini
adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .

َ‫ام لميمععبرردوا مإلِ أرممرروا مومما‬


‫صيِ ا‬
‫صلَّةم مويِّرمقيرموُا رحنممفاَمء الدديِّمن لمهر رمعخلم م‬ ‫اعلقميدمممة مديِّرن مومذلم م‬
‫ك الازمكاَةم رتوُا مويِّرعؤ ال ا‬

Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.” – (QS.98:5)
Tanggung jawab abdi Allah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki
dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW
dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang
berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga . tanggung
jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri sendiri,
karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara iman keluarga.
Oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan dengan quu anfusakum waahlikum
naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman, dari neraka).

Anda mungkin juga menyukai